I.
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) masih menjadi
masalah di Indonesia. Prevalensi BBLR di Indonesia mencapai 217,2% (tahun 2013) dan menyebabkan 29,2% angka kematian
neonatus. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah yang tidak
ditangani dengan baik dapat berakibat fatal, yaitu kematian.
Kematian akibat BBLR di Kecamatan Kabila pada tahun 2015
sebanyak 1 kasus, terjadi di desa Pauwo. Kejadian kelahiran bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah seharusnya dapat dicegah.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah memperbaiki gizi ibu
sebelum dan selama hamil, menjarangkan kehamilan, dan menunda
kehamilan bagi ibu yang belum mempunyai status gizi baik. Hal ini
masih belum banyak diketahui oleh pasangan yang merencanakan
untuk memiliki anak.
Masalah juga disebabkan oleh kurangnya sarana untuk
perawatan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Bayi dengan
BBLR memiliki kemungkinan besar untuk mengalami apneu dan
hipotermia. Alat-alat penunjang seperti inkubator dan perlengkapan
resusitasi bayi diperlukan pada setiap fasilitas kesehatan.
Bayi yang memiliki Berat Badan Lahir Rendah memerlukan
penanganan dan pengawasan khusus saat dipulangkan. Bayi
dengan BBLR memerlukan Kangaroo Mother Care dan ASI eksklusif
yang lebih banyak daripada bayi normal. Untuk hal ini diperlukan
pengetahuan dan pelatihan kepada orangtua. Perawatan BBLR yang
benar dapat menurunkan angka penyakit dan kematian pada BBLR.
2. PERNYATAAN MASALAH
Pada tahun 2015 ditemukan 1 kasus kematian bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah di desa Pauwo. Bayi dilahirkan oleh ibu
berusia 31 tahun. Ibu control ANC rutin. Bayi cukup bulan dan
dilahirkan secara SC. Bayi memiliki berat lahir 2450 gr. Bayi lahir
menangis. Pada bayi tidak ditemukan kelainan kongenital. Hari
kedua bayi mengalami sesak napas. Bayi meninggal pukul 05.00
saat berusia 1 hari. Pada bayi tidak ditemukan riwayat demam,
kejang, atau kuning. Tidak dilakukan resusitasi pada bayi.
Berat Badan Lahir Rendah dapat disebabkan oleh usia ibu
yang terlalu muda (dibawah 16 tahun) atau tua (diatas 35 tahun).
Pada Puskesmas Kabila masih ditemukan banyak ibu hamil yang
berada pada rentang usia ini. Masih banyak ditemukan juga ibu
yang memiliki jarak kehamilan yang terlalu dekat (dibawah 1-2
TINJAUAN PUSTAKA
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah adalah bayi dengan berat
badan kurang dari 2500 gr. Hal ini terbagi menjadi 2, yaitu bayi
pematur (usia kurang dari 37 minggu) dan Kecil Masa Kehamilan. Bayi
Kecil Masa Kehamilan adalah bayi yang lahir cukup bulan namun
memiliki berat badan yang rendah.
Berat Badan Lahir Rendah dapat disebabkan oleh anemia berat,
infeksi/preeklampsia, infeksi selama kehamilan, TORCH, malaria,
hepatitis, dan kehamilan ganda. Ibu harus diberikan edukasi untuk
mengenali tanda bahaya pada kehamilan.
Kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah dapat dicegah.
Pencegahan dilakukan dengan cara memperbaiki gizi ibu sebelum dan
selama kehamilan. Faktor yang mempengaruhi berat badan bayi saat
lahir antara lain Lingkar Lengan Atas ibu dan IMT (Indeks Massa Tubuh)
ibu sebelum hamil. Bayi dengan BBLR dapat disebabkan oleh
kurangnya gizi ibu sebelum kehamilan. Calon ibu yang memiliki Lingkar
Lengan Atas (LILA) kurang dari 23.5 cm disarankan untuk menunda
kehamilan karena berisiko 2,0087 kali melahirkan bayi dengan BBLR.
Ibu dengan gizi kurang (kurus) mempunyai risiko untuk melahirkan bayi
dengan BBLR sebanyak 4,27 kali lebih banyak dibandingkan dengan
ibu dengan berat badan normal.
BBLR juga dapat diakibatkan oleh jarak kehamilan kurang dari 2
tahun. Ibu hamil yang memiliki jarak kehamilan kurang dari tahun 2
tahun memiliki risiko 2,04 kali lebih besar untuk melahirkan bayi
dengan BBLR dibandingkan jarak kehamilan lebih dari 2 tahun. BBLR
juga disebabkan oleh usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua. Usia
yang paling baik untuk hamil adalah 26-35 tahun karena memiliki risiko
kelahiran prematur yang rendah. Usia di bawah 20 tahun atau diatas
35 tahun memiliki risiko lebih besar untuk kejadian bayi prematur,
yang menyebabkan bayi memiliki Berat Badan Lahir Rendah. Dalam hal
ini diperlukan edukasi pada pasien untuk menunda kehamilan dengan
pemakaian KB yang sesuai.
Kenaikan berat badan ibu selama hamil normal adalah 10-12 kg,
terbagi menjadi 1 kg pada trimester I, 3 kg pada trimester II, dan 6 kg
pada trimester III. Ibu yang memiliki kenaikan berat badan hamil yang
tidak sesuai disarankan untuk menambah porsi makan. Kenaikan porsi
makan yang disarankan adalah 300 kalori setiap hari selama hamil.
Berat badan bayi saat lahir juga dipengaruhi oleh kadar Hb ibu saat
hamil. Ibu dengan kadar Hb dibawah 9 gr/dl memiliki risiko melahirkan
bayi dengan BBLR 4.2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang
memiliki kadar Hb normal. Pemberian suplemen fe harus dilakukan
setiap hari terutama pada ibu yang menderita anemia. Ibu hamil
memerlukan tambahan 20 mg Fe setiap harinya dibandingkan orang
normal. Kadar Hb yang baik adalah diatas 11 g/dl.
Bayi yang memiliki Berat Badan Lahir Rendah lebih rentan terhadap
asfiksia, hipoglikemia, dan hipotermia. Asfiksia ditandai dengan
frekuensi napas >60x/menit atau <30x/menit, merintih, sianosis pada
bibir dan mulut, dan retraksi dada. Sebagian BBLR memerlukan
resusitasi saat dilahirkan. Hipoglikemia pada BBLR ditandai dengan
kadar gula darah <45 g/dl. Bayi dengan BBLR memerlukan ASI setiap 2
jam pada minggu pertama.
Bayi dengan BBLR rentan mengalami sepsis. Ibu harus mengenali
tanda sepsis pada bayi, yaitu letargis, hipotermia, poor feeding, dan
sklerema. Bayi dengan BBLR rentan mengalami perdarahan akibat
belum matangnya sistem pembekuan darah. Perdarahan dibagi
menjadi perdarahan klasik dan perdarahan lambat. Perdarahan klasih
terjadi dalam 3 hari pertama, sementara perdarahan tipe lambat
terjadi setelah minggu pertama. Hal ini diatasi dengan pemberian
vitamin K setelah bayi lahir.
III.
METODE
1. Pencegahan BBLR dilakukan dengan memastikan gizi ibu sebelum
dan saat hamil baik. Pengukuran berat badan, tinggi badan, dan
LILA harus dilakukan sebelum dan saat hamil. Ibu yang
merencanakan hamil sebaiknya memiliki Lingkar Lengan Atas (LILA)
lebih dari 23,5 cm dan memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) antara
18,5-23 kg/m2. Cara menghitung IMT adalah berat badan (dalam kg)
dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam m).
2. Pengukuran kadar Hb yang dilakukan pada saat ANC dan pemberian
suplemen Fe.
3. Petugas kesehatan harus mengenali tanda-tanda ibu yang akan
melahirkan bayi dengan BBLR dengan cara menghitung Taksiran
Berat Janin dengan rumus TBJ = (TFU-12) x 155 pada janin yang
belum masuk panggul atau TBJ= (TFU-11)x155 pada janin yang
sudah masuk panggul. Pasien juga disarankan mencatat taksiran
berat janin saat memeriksakan kandungannya ke dokter dengan
USG. Bayi yang diperkirakan akan mempunyai Berat Badan Lahir
Rendah sebaiknya dilahirkan di tempat yang memiliki inkubator dan
peralatan resusitasi yang baik, misalnya di rumah sakit.
4. Penyuluhan kepada orang tua yang memiliki BBLR tentang
pemberian ASI eksklusif, Kangaroo Mother Care, dan tanda bahaya
pada neonatus. PMK dilakukan sampai berat badan bayi mencapai
2500 gr, mencapai usia koreksi 40 minggu, atau saat bayi tidak
nyaman dengan posisi KMC.
5. Pelatihan resusitasi neonatus pada perawat dan bidan.
IV.
PESERTA
PENDAMPING
dr.
Nurhayati
NIP
1973122419993031003