AGUSTUS 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
HIMEN IMPERFORATA
Disusun Oleh:
Muhammad Fauzan Azhiman, S.Ked
10542 0399 12
Pembimbing:
DR. dr. H. Nasrudin A. M, Sp.OG(K), MARS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Makassar.
Pembimbing,
1
PENDAHULUAN
1
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Nn. R
Usia : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Alamat : Jl. S
MRS : 4 Juli 2019
Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien masuk RSIA Sitti Khadijah pada tanggal 4 Juli 2019. Pasien datang
dengan keluhan tidak haid sejak + 4 bulan yang lalu. Pasien mengaku 1 bulan
sebelum tidak haid mempunyai riwayat haid yang sedikit-sedikit (hanya terdapat
bercak di pembalut). Riw. Haid teratur sebelumnya dengan siklus haid + 28 hari
dan durasi + 3 hari. Nyeri perut saat haid (+) Riw trauma pada vagina (-) Riw.
Operasi (-). Riw. BAB baik, Riw. BAK lancar.
Riwayat Obstetri :
Riwayat Hipertensi (-), penyakit ginjal (-), penyakit jantung (-), DM (-), asma (-),
alergi (-), Operasi (-), riwayat konsumsi obat-obatan (-), riwayat hipertensi
kehamilan sebelumnya (-).
2
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat yang sama
sebelumnya.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
Riwayat Kontrasepsi :
Riwayat Ginekologi :
Haid pertama Usia 13 tahun, teratur, saat haid tidak nyeri, lama haid 7 hari. Siklus
haid 28 hari.
Status Generalis
Pemeriksaan Luar
TFU : tidak teraba
Massa Tumor :-
3
Nyeri Tekan :-
Fluksus :-
Status Lokalis
Vulva / Vagina : Himen kesan intak, bombans (-) darah (-)
Pemeriksaan Penunjang
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsional : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Penatalaksanaan
Instruksi Pre-Operasi :
- Direncanakan Operasi Hymenectomy tanggal 5 Juli 2019
- Inform Consent
- Lapor OK
- Konsul Anestesi
4
- Siapkan darah PRC 2 bag
- Puasa
- Inj. Ceftriaxone 1gr/IV pre op
Instruksi Pre-Operasi :
- Cefotaxime 1 gr/Inj IV
- Ketorolac 30 mg/Inj IV
- Ranitidin 50 mg/Inj IV
Resume
Pasien masuk RSIA Sitti Khadijah pada tanggal 4 Juli 2019. Pasien datang
dengan keluhan tidak haid sejak + 4 bulan yang lalu. Pasien mengaku 1 bulan
sebelum tidak haid mempunyai riwayat haid yang sedikit-sedikit (hanya terdapat
bercak di pembalut). Riw. Haid teratur sebelumnya dengan siklus haid + 28 hari
dan durasi + 3 hari. Nyeri perut saat haid (+) Riw trauma pada vagina (-) Riw.
Operasi (-). Riw. BAB baik, Riw. BAK lancar.
Riwayat konsumsi obat-obatan (-). Tidak mempunyai riwayat penyakit
keluarga yang sama. Riwayat alergi pasien mengatakan tidak mempunyai alergi
terhadap obat-obatan dan makanan. Riwayat ginekologi, Haid pertama Usia 13
tahun, teratur, saat haid tidah ada nyeri, lama haid 7 hari. Siklus haid 28 hari.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos
mentis, GCS E4M6V5, tinggi Badan 150 cm, Tekanan darah 110/80 mmHg,
Frekuensi nadi 82 x/menit, Frekuensi napas 20 x/menit , Suhu 36,8oC.
Pemeriksaan luar didapatkan TFU tidak teraba. Status lokalis vulva / vagina
himen kesan intak, bombans (-) darah (-)
Pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap ditemukan Hb 12,3 g/dL,
Lekosit 9,3 ribu/uL, Trombosit 474.000/ uL, HbsAg non Reaktif, GDS 104
mg/dL. Kemudian diberikan terapi Direncanakan Operasi tanggal 5 Juli 2019
,Inform Consent, lapor OK, konsul anestesi, siapkan darah PRC 2 bag, puasa, Inj.
Ceftriaxone 1gr/IV pre op.
5
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan tidak haid sejak + 4 bulan yang lalu
namun memiliki riwayat haid yang teratur yang dimulai saat berusia 13 tahun
dengan siklus 28 hari berdurasi 3 hari. Pasien juga mengeluhkan 1 bulan
sebelum tidak haid, darah haid yang keluar hanya berupa bercak.
6
hubungan antara lumen vagina dan vestibulum. Hymen merupakan lipatan
membrane irregular dengan berbagai jenis ketebalan yang menutupi sebagian
orifisium vagina, terletak mulai dari dinding bawah uretra sampai ke fossa
navikularis.2,3
7
Sebagian kelainan ini tidak dikenali sebelum menarche, setelah itu akan
terjadi molimenia menstrualia (nyeri yang siklik tanpa haid), yang dialami setiap
bulan. Sesekali hymen imperforata ditemukan pada neonatus atau anak kecil.
Vagina terisi cairan (sekret) yang disebut hidrokolpos. Bila diketahui sebelum
pubertas, dan segera diberi penanganan asimptomatik, serta dilakukan
hymenektomi, maka dari vagina akan keluar cairan mukoid yang merupakan
kumpulan dari sekresi serviks. Kebanyakan pasien datang berobat pada usia 13-15
tahun, dimana gejala mulai tampak, tetapi menstruasi tidak terjadi.5
Darah menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau kedua yang
terkumpul di vagina belum menyebabkan peregangan vagina dan belum
menimbulkan gejala. Darah yang terkumpul di dalam vagina (hematokolpos)
menyebabkan hymen tampak kebiru-biruan dan menonjol (hymen buldging)
akibat meregangnya membran mukosa hymen. Keluhan yang timbul pada pasien
adalah rasa nyeri, kram pada perut selama menstruasi dan haid tidak keluar. Bila
keadaan ini dibiarkan berlanjut maka darah haid akan mengakibatkan over
distensi vagina dan kanalis servikalis, sehingga terjadi dilatasi dan darah haid
akan mengisi kavum uteri (Hematometra). Tekanan intra uterin mengakibatkan
darah dari kavum uteri juga dapat memasuki tuba fallopi dan menyebabkan
hemotosalfing karena terbentuknya adhesi (perlengketan) pada fimbriae dan ujung
tuba, sehingga darah tidak masuk atau hanya sedikit yang dapat masuk ke kavum
peritoneum membentuk hematoperitoneum.3
Pada kasus ini pasien belum mengeluhkan adanya benjolan pada perut
bagian bawah namun sudah merasakan nyeri yang periodik pada bagian tersebut.
Gejala yang paling sering terjadi akibat over distensi vagina, diantaranya
rasa sakit perut bagian bawah, nyeri pelvis dan sakit di punggung bagian
belakang. Gangguan buang air kecil terjadi karena penekanan dari vagina yang
distensi ke uretra dan menghambat pengosongan kandung kemih. Rasa sakit pada
daerah supra pubik bersamaan dengan gangguan air kecil menimbulkan disuria,
8
urgensi, inkontinensia overflow, selain itu juga dapat disertai penekanan pada
rectum yang menimbulkan gangguan defekasi. Gejala teraba massa di daerah
supra pubik karena terjadinya pembesaran uterus, hematometra, distensi kandung
kemih, hematoperitoneum, bahkan dapat terjadi iritasi menyebabkan peritonitis.
13 pasien hymen imperforata, 10 pasien diantaranya mengalami distensi uterus
dan vagina yang luas, setelah diamati sampai usia dewasa, seluruh pasien
mengalami endometriosis pelvik, diduga akibat menstruasi retrograde yang terjadi
ke dalam rongga abdolmen, saat hymen imperforate belum tertangani.5
Pada kasus ini pasien memiliki riwayat BAB baik, tidak ada kelainan dan
riwayat BAK lancar
Foto abdomen (BNO-IVP), USG abdomen serta MRI Abdominal dan pelvis
dapat memberikan gambaran imaging untuk uterovaginal anomaly. Dengan USG
dapat segera didiagnosis hematokolpos atau hematometrokolpos, Selain itu,
transrectal ultrasonography dalam membantu delineating complex anatomy.
Apabila dengan USG tidak jelas, diperlukan pemeriksaan MRI. USG dan MRI
sebagai pemeriksaan penunjang untuk mengetahui apakah ada kongenital anomaly
traktus urinaria yang menyertai.2
Tindakan terbaik pada kasus hymen imperforata yaitu berupa insisi pada
membran hymen, dengan tujuan membuat saluran pada vagina agar tidak terjadi
obstruksi menahun.Komplikasi yang biasa muncul pasca tindakan operatif berupa
jaringan parut yang timbul ataupun membran hymen menyatu kembali, maka dari
itu perlu dilakukan pemantauan selama 4-6 minggu untuk menilai keberhasilan
terapi.3
Dilakukan tindakan pembedahan hymenotomi apabila hymen imperforate
dijumpai sebelum maupun setelah pubertas, membran hymen dilakukan insisi atau
9
hymenotomi dengan cara sederhana dengan melakukan insisi silang pada posisi 2,
4, 8 dan 10 arah jarum jam, tehnik ini digunakan karena memiliki keuntungan
mengurangi risiko cedera uretra atau disebut insisi stellate. Pendapat lain
mengatakan, bila dijumpai hymen imperforata pada anak kecil/ balita tanpa
menimbulkan gejala, maka keadaan diawasi sampai anak lebih besar dan keadaan
anatomi lebih jelas, dengan demikian dapat diketahui apakah yang terjadi hymen
imperforata atau aplasia vagina. Pada insisi silang tidak dilakukan eksisi
membrane hymen, sementara pada insisi stellate setelah insisi dilakukan eksisi
pada kuadran hymen dan pinggir mukosa hymen diaproksimasi dengan jahitan
mempergunakan benang delayed-absorbable. Tindakan insisi sayatan sertai eksisi
dapat mengakibatkan membrane hymen menyatu kembali dan obstruksi
membrane hymen terjadi kembali. Untuk mencegah terjadinya jaringan parut dan
stenosis yang mengakibatkan dispareunia, eksisi jaringan jangan dilakukan terlalu
dekat dengan mukosa vagina. Setelah dilakukan insisi akan keluar darah berwarna
merah tua kehitaman yang kental. Sebaiknya posisi pasien dibaringkan dengan
posisi fowler. Selama 2-3 hari darah tetap akan mengalir, disertai dengan
pengecilan vagina dan uterus. Selain itu, pemberian antibiotik profilaksis juga
diperlukan. Evaluasi vagina dan uterus perlu dilakukan sampai 4-6 minggu paska
pembedahan, bila uterus tidak mengecil, perlu dilakukan pemeriksaan inspeksi
dan dilatasi serviks untuk memastikan drainase uterus berjalan dengan lancar. Bila
hematokolpos belum keluar, instrumen intrauterine jangan dipergunakan karena
bahya perforasi dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan.4,5
10
Kesimpulan
11
Kaidah Dasar Bioetika Dalam Pengambilan Keputusan Medis
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar
salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat
dari moralitas. Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan empat prinsip etika
Eropa bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar
moral atau kaidah dasar bioetik. Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah:
berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (non-maleficence), menghargai
otonomi pasien (autonomy), dan berlaku adil (justice).
12
keadaan pasien. Pernyataan kuno First do no harm, tetap berlaku dan harus
diikuti. Dokter haruslah memilih tindakan yang paling kecil resikonya. “Do
no harm” merupakan point penting dalam prinsip non-maleficence. Prinsip
ini dapat diterapkan pada kasus ini yaitu mencegah terjadinya hematocolpos
dan hematometra yang dapat mengakibatkan darah dari kavum uteri juga
dapat memasuki tuba fallopi dan menyebabkan hemotosalfing karena
terbentuknya adhesi (perlengketan) pada fimbriae dan ujung tuba, sehingga
darah tidak masuk atau hanya sedikit yang dapat masuk ke kavum peritoneum
membentuk hematoperitoneum.
13
4. Justice atau keadilan adalah prinsip moral yang mementingkan faimess dan
keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya atau
pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara adil dimana seorang
dokter wajib memberikan perlakuan sama rata serta adil untuk kebahagiaan
dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan
politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, dan
kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter terhadap
pasiennya. Dalam hal ini, dokter dilarang membeda-bedakan pasiennya
berdasarkan tingkat ekonomi, agama, suku, kedudukan sosial, dsb. Pada
kasus ini, dokter memberlakukan segala sesuatu secara universal artinya
dokter memberikan penanganan yang sama pada semua pasien yang
menderita penyakit yang sama dalam hal ini pasien pre eklampsia berat
dengan pemberian obat-obatan dan pemilihan tindakan medik yaitu terminasi
kehamilan sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita tanpa membedakan
SARA, status sosial, dan sebagainya.
Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik dapat juga
dilakukan dengan pendekatan yang berbeda yang dikemukakan Jonsen,
Siegler, dan Winslade mereka mengembangkan teori etik yang menggunakan
4 topik
14
Pada topik etik Medical Indication penialaian aspek indikasi medis ini
ditinjau dari sisi etiknya, dan terutama menggunakan kaidah dasar bioetik
beneficence dan non-malificence. Adapun beberapa jawaban pertanyaan etik yang
selayaknya disampaikan kepada pasien ini pada informed consent.
1. Adanya suatu lapisan yang menutupi lubang vagina sehingga darah haid tidak
dapat mengalir keluar
2. Tujuan tindakan untuk memperbaiki keadaan fisiologisnya.
15
3. Kondisi pasien pasca Hymenectomy biasanya baik jika tidak terjadi
komplikasi yang disebutkan diatas.
Yang terakhir adalah contextual features. Prinsip dalam bagian ini adalah
loyalty and fairness. Disini dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang
mempengaruhi keputusan. Sesuai dengan kasus ini, jawaban dari pertanyaan
etikanya adalah :
1. Dalam hal ini, tidak ada kendala dari luar yang didapatkan berupa masalah
penolakan dari keluarga dan lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan pasien
2. Untuk masalah finansial juga tidak ditemukan masalah karena pada pasien
menggunakan jaminan kesehatan nasional dimana seluruh biaya perawatan
dan operasi ditanggung oleh pemerintah
3. Tidak ada faktor religius, budaya, dan kepercayaan pada pasien dimana
pasien pun menganut agama Islam yang mengajarkan setiap umatnya untuk
terus berusaha dan tidak mudah menyerah karena segala penyakit diturunkan
bersama dengan obatnya.
Secara kaidah bioetik islam juga didapatkan lima kaidah dasar yang
meliputi Kaidah Niat (Qaidah Niyyat), Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin),
Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar), Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah al
Masyaqqat)Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf). Sementara itu Kaidah Dasar
Bioetika Islam meliputi:
1. Kaidah Niat (Qaidah Niyyat).
Prinsip ini meminta dokter agar berkonsultasi dengan hati nuraninya. Terdapat
banyak masalah mengenai prosedur dan keputusan medis yang tidak diketahui
orang awam. Seorang dokter dapat saja melakukan suatu prosedur dengan
alasan yang mungkin masuk akal dari sudut pandang luar, namun
sesungguhnya memiliki niatan berbeda dan tersembunyi. Pada kasus ini dokter
telah menentukan diagnosis berdasarkan klinis medis yang tampak pada
pasien sehingga dokter telah memiliki keputusan untuk memberikan tindakan
16
pada pasien. Pemberian penjelasan tentang kondisi yang dihadapi oleh pasien,
berupa adanya lapisan yang menutupi lubang vagina sehingga memerlukan
tindakan Hymenectomy sehingga pasien mengerti segala kemungkinan yang
terjadi dengan tindakan medis yang diambil semata-mata sebagai suatu
tindakan untuk mengembalikan kondisi fisiologis.
2. Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin).
Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) dalam ilmu kedokteran, artinya
tingkat kepastian (yaqiin) dalam ilmu kedokteran tidak mencapai standar
yaqiin yang diminta oleh hukum. Meskipun demikian diharapkan dokter
dalam mengambil keputusan medis, mengambil keputusan dengan tingkat
probabilitas terbaik dari yang ada (evidencebased medicine). Termasuk pula
dalam hal diagnosis, perawatan medis didasarkan dari diagnosis yang paling
mungkin. Pastinya dalam hal pengambilan tindakan medis dokter spesialis
telah melihat segala kemungkinan yang terjadi sebelum melakukan tindakan
medis. Begitupun dalam kasus ini, dokter mengambil kesimpulan diagnosis
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dirujuk berbasis
evidencebased medicine.
3. Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar)
a. Intervensi medis untuk menghilangkan al dharar (luka, kerugian,
kehilangan hari-hari sehat) pasien.
b. Tidak boleh menghilangkan al dharar dengan al dharar yang sebanding
(al dharar la yuzaal bi mitslihi)
c. Keseimbangan antara kerugian vs keuntungan. Pada situasi intervensi
medis yang diusulkan memiliki efek samping, diikuti prinsip bahwa
pencegahan penyakit memiliki prioritas yang lebih tinggi ketimbang
keuntungan dengan nilai yang sama, dar’an mafasid awla min jalbi al
mashaalih. Jika keuntungan memiliki kepentingan yang jauh lebih tinggi
daripada kerugian, maka mendapatkan keuntungan memiliki prioritas
yang lebih tinggi. Dalam kasus ini, petugas medis telah memaksimalkan
keuntungan yang dapat diperoleh pasien dibanding kerugiannya yaitu
dengan memberikan penanganan berupa Hymenectomy.
17
d. Keseimbangan antara yang dilarang vs. diperbolehkan. Dokter kadang
dihadapkan dengan intervensi medis yang memiliki efek yang dilarang
namun juga memiliki efek yang diperbolehkan. Petunjuk hukum adalah
bahwa yang dilarang memiliki prioritas lebih tinggi untuk dikenali jika
keduanya muncul bersamaan dan sebuah keputusan harus diambil, idza
ijtima’a al halaal wa al haram ghalaba al haraam al halaal.
e. Pilihan antara dua keburukan. Jika dihadapkan dengan dua situasi medis
yang keduanya akan menyebabkan kerugian dan tidak ada pilihan selain
memilih salah satu dari keduanya, dipilih yang kurang merugikan,
ikhtiyaar ahwan al syarrain. Suatu hal yang merugikan dilakukan untuk
mencegah munculnya kerugian yang lebih besar, al dharar al asyadd
yuzaalu bi al dharar al akhaff . Dengan cara yang sama, intervensi medis
yang memiliki kepentingan umum diutamakan di atas kepentingan
individu, al mashlahat al aamah muqoddamat ala al mashlahat al khassat.
Individu mungkin harus mendapatkan kerugian untuk melindungi
kepentingan umum, yatahammalu al dharar al khaas il dafi u al dharar al
aam.
4. Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah al Masyaqqat)
a. Kebutuhan melegalisir yang dilarang. Dalam kondisi yang menyebabkan
gangguan serius pada kesehatan fisik dan mental, jika tidak segera
disembuhkan, maka kondisi tersebut memberikan keringanan dalam
mematuhi dan melaksanakan peraturan dan kewajiban syari’ah. Dalam
kasus ini, segala bentuk gangguan serius yang dapat terjadi pada pasien
harus segera di minimalisir untuk menjaga kesehatan fisik maupun
mental pada pasien.
b. Batas-batas prinsip kesulitan: dalam melanggar syari’ah tersebut tidak
melewati batas batas yang diperlukan (secukupnya saja).
c. Aplikasi sementara dari prinsip kesulitan. Adanya suatu kesulitan tidak
menghilangkan secara permanen hak-hak pasien yang harus
direkompensasi dan dikembalikan pada keadaan semula seiring dengan
waktu; kesulitan melegalisir sementara dari tindakan medis yang
18
melanggar, berakhir setelah kondisi yang menyulitkan tadi berakhir.
Dengan kata lain, jika hambatan telah dilewati, tindakan medis yang
dilarang kembali menjadi terlarang.
d. Delegasi: mendelegasikan tugas kepada orang lain untuk melakukan
tindakan yang membahayakan adalah tindakan yang ilegal.
5. Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf);
Dalam prinsip ini, standar yang diterima secara umum, seperti standard
operational procedure (SOP/Protap) untuk perawatan klinis dianggap sebagai
hukum dan diperkuat oleh syari’ah. Terkait dengan kasus tersebut, pasien
telah menerima upaya yang proporsional dalam tindakan medis dan telah
sesuai dengan SOP/Protap yang telah ada.
19
KAJIAN KEISLAMAN
Sebab turunnya ayat ini dijelaskan dalam hadits riwayat Ahmad bin Hanbal
dari Anas. Dalam hadits tersebut diceritakan bahwa jika perempuan yahudi haid
masakannya tidak dimakan dan tidak boleh berkumpul bersama keluarga di
rumahnya. Salah seorang sahabat menanyakan hal itu kepada Nabi, kemudian
Nabi berdiam sementara maka turunlah ayat tersebut di atas. Setelah ayat itu
20
turun, Rasulullah bersabda "lakukanlah segala sesuatu (kepada isteri yang sedang
haid) kecuali bersetubuh". Pernyataan Rasulullah ini sampai kepada orangorang
Yahudi, lalu orang-orang Yahudi dan mantan penganut Yahudi seperti shock
mendengarkan pernyataan tersebut. Apa yang selama ini dianggap tabu tiba-tiba
dianggap sebagai "hal yang alami" (adzan). Kalangan mereka bereaksi dengan
mengatakan apa yang disampaikan oleh laki-laki itu (Rasulullah) adalah suatu
penyimpangan dari tradisi besar kita. Usayd bin Hudayr dan Ubbad bin Basyr
melaporkan reaksi tersebut kepada Rasulullah; lalu wajah Rasulullah berubah
karena merasa kurang enak terhadap reaksi tersebut dan kami (Usayd ibn Hudayr
dan Ubbad bin Basyr) mengira beliau marah kepada mereka berdua. Mereka
berdua langsung keluar (sebelumnya) beliau menerima air susu hadiah dari
mereka berdua. Lalu Rasulullah mengutus orang untuk mengejar mereka dan
memberi mereka minum susu, sehingga mereka berdua tahu bahwa rasulullah
tidak marah kepada mereka.
Masalah haid juga diceritakan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan olah
Bukhāri. Aisyah berkata,” kami keluar bersama Nabi untuk melaksanakan haji.
Ketika kami sampai di Sarif, aku mengalami haid. Lalu Nabi menghampiriku, dan
saat itu aku hanya menangis. Nabi kemudian bertanya,” apa yang membuatmu
menangis?” aku menjawab: ‟ sepertinya aku tidak bisa berhaji tahun ini,‟
rasulullah bersabda,” apakah engkau sedang haid?” aku menjawab,”ya” rasulullah
bersabda
Itu adalah sesuatu yang telah allah tetapkan untuk anak- anak perempuan adam‟.
Biasanya perempuan pertama kali haid ketika berumur duabelas sampai lima
belas tahun. Terkadang ada juga perempuan yang sudah mengalami haid sebelum
atau setelah umur tersebut. Keadaan ini tergantung kondisi fisik dan psikisnya.
Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan umur untuk perempuan haid,
sehingga ketika ada perempuan yang mengalami haid sebelum atau sesudah
batasan usia tersebut bisa dipastikan darah yang keluar dari rahim perempuan
21
adalah darah penyakit dan bukan darah haid. Perbedaan itu disebabkan tidak
adanya penjelasan dari nash mengenai hal itu. Para ulama menetapkan batasan itu
dengan melihat kebiasaan dan keadaan perempuan.
Menurut Hanafi usia perempuan ketika pertama kali haid adalah sembilan
tahun qamariah atau tiga ratus lima puluh empat hari dan umur berhentinya haid
adalah limapuluh lima tahun. Sedangkan menurut maliki, perempuan itu
mengalami haid dari umur sembilan tahun sampai tujuhpuluh tahun.
Menurut Syafii tidak ada batasan umur bagi terhentinya masa haid, selama
perempuan itu hidup haid masih mungkin terjadi padanya. Tetapi biasanya sampai
umur enampuluh dua. Hambali batas akhir umur perempuan haid adalah
limapuluh tahun, hal ini berdasarkan qaul ‟aisyah ”ketika perempuan sampai
umur limapuluh tahun, dia sudah keluar dari batasan haid” dan ia juga
menambahkan :” perempuan tidak hamil setelah ia berumur limapuluh tahun”
Ad-Darimi berkata,” setelah melihat pendapat yang berbeda tentang hal
tersebut, ia berkata,‟ semua pendapat itu menurutku salah. Karena semua
pendapat itu didasarkan pada keluarnya darah haid. Maka, jika sudah keluar darah
dari rahim perempuan pada keadaan bagaimanapun atau usia berapapun pastilah
ia haid.” pendapat itu juga yang dipakai ibnu taimiyah, kapan saja perempuan
haid, walaupun usianya kurang dari sembilan tahun atau lebih dari limapuluh
tahun ia tetap dihukumi haid. Karena hukum haid itu dikaitkan dengan keluarnya
darah tersebut dan bukan pada usia tertentu.
22
DAFTAR PUSTAKA
7. Rahayu N Sri. 2012. Perempuan Haid dalam Tinjauan Hukum Islam. Skripsi.
Walisongo Institutional Repository.
23