Anda di halaman 1dari 20

Tinjauan Pustaka

INSUFISIENSI ADRENAL

Disusun oleh:
Thurain Leo
406192117

Pembimbing:
dr. Samuel Halim, Sp.PD

Bagian Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Royal Taruma, Jakarta
Periode 17 Mei - 10 Juli 2021
TINJAUAN PUSTAKA

KELENJAR ADRENAL

Anatomi Kelenjar Adrenal

• Sepasang organ yang menempel pada bagian cranial ginjal, terbenam


dalam jaringan lemak, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra)
peritoneal tertutup fascia renalis
• Panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm, mempunyai berat
lebih kurang 8 gr.
• Dekstra berbentuk piramid sedang sinistra berbentuk pipih atau bulan sabit
(semilunar)
• Dibagi atas dua bagian, yaitu
- Bagian luar (korteks) Menghasilkan kortisol, banyak sinosoid dari
arteri-arteri
- Bagian tengah (medula) menghasilkan adrenalin & noradrenalin, lebih
banyak pembuluh darah dan saraf
• Vaskularisasi:
- Arteri suprarenalis cranialis
- Arteri suprarenalis medialis
- Arteri suprarenalis caudalis
- Vena suprarenalis dekstra
- Vena suprarenalis sinistra

Histologi Kelenjar Adrenal


Korteks
Zona Glomerulosa Zona Fasciculata Zona Retikularis Medula
Bentuk sel silindris Bentuk sel Sel membentuk Sel tersusun
ovoid polihedral anyaman dan lempengan-
saling lempengan
Di kelilingi kapiler Tersusun sejajar Dikelilingi
beranastomase
dan tegak lurus kapiler, vena, dan
sel ganglion
simpatik
Intisel bulat, anak Inti sel open faced
inti tidak jelas type
Sitoplasma asidofil Sitoplasma lipid Sitoplasma lipid
droplet droplet
Granula basofil Khas spongiosit
Hormon Hormon Hormon seks dan Hormon
mineralkortikoid glukokortikoid glukokortikoid katekolamin

Sistem Regulasi Dan Metabolisme Hormon Adrenal


Sekresi kortisol diatur oleh umpan balik negative yang melibatkan
hipotalamus dan hipofisis anterior. Pada umpan balik negative ini, terdapat dua
factor yang mempengaruhi kadar kortisol plasma, yaitu irama diurnal dan stress.
Sekresi katekolamin kedalam darah dilakukan oleh eksositosis granula
kromafin. Dari seluruh hormone adrenomedula, terdiri dari 80% epinefrin dan
20% norepinefrin, yang masing-masing berbeda afinitasnya terhadap berbagai
reseptor adrenergic.

Farmakologi kelenjar adrenal

Korteks adrenal mensitesis dua golongan steroid, yaitu kortikosteroid


(glukokortikoid dan mineralokortikoid) dan androgen. Kortikosteroid berinteraksi
dengan protein reseptor spesifik pada jaringan target untuk mengatur ekspresi gen
yang responsive terhadap kortikosteroid sehingga mengubah dan mengatur
susunan protein yang disintesisnya. Sebagian besar efek dari kortikosteroid tidak
terjadi segera, namun setelah beberapa jam.
Kortikosteroid memiliki efek sangat besar terhadap metabolism
karbohidrat dan protein. Karena efeknya pada metabolism glukosa, kortikosteroid
memperburuk control glikemik pada pasien diabetes dan mempercepat serangan
diabetes pada kelompok yang memiliki kecenderungan. Selain itu, kortikosteroid
juga berefek pada metabolism lipid. Pertama, redistribusi drastic lemak tubuh
pada saat hiperkortisisme terinduksi oleh endogen ataupun farmakologis, seperti
pada sindrom cushing. Pada keadaan ini akan terjadi buffalo hump dan moon face.
Kedua, fasilitasi permisif efek lipolitik senyawa lain, seperti hormone
pertumbuhan dan agonis reseptor β-adrenergik yang menghasilkan kenaikan asam
lemak bebas setelah pemberian glukokortikoid.
Aldosteron adalah kortikosteroid yang paling poten mempengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Selain itu, kortikosteroid juga berefek
pada kardiovaskular, utamanya hipertensi akibat retensi Na+ dan air akibat
peningkatan aktivitas system renin angiotensin aldosterone.

1. Glukokortikoid (kortisol)
Glukokortikoid berhubungan dengan efek metabolik yang mencakup
metabolisme karbohidrat. Contohnya adalah kortisol dan kortikosteron.
Glukokortikoid meningkatkan penguraian protein dan lemak tubuh melalui proses
metabolisme untuk memberikan sumber energi selama masa puasa. Kedua
hormon ini bekerja melawan kerja insulin, meningkatkan katabolisme protein dan
menghambat sintesis protein. Glukokortikoid mempengaruhi mekanisme
pertahanan tubuh dan fungsi emosional baik langsung maupun tidak langsung.
Kelompok hormon ini juga menekan inflamasi dan menghambat pembentukan
jaringan parut. Glukokortikoid dapat menimbulkan efek melalui reseptor
glukokortikoid. Kortisol merupakan glukokortikoid utama. Kortisol sangat
penting untuk metabolisme karbohidrat dan protein dan untuk mengontrol sistem
imun. Dan ia juga mengontrol sekresi kortikotropin, kortikotropin releasing
hormon, dan vasopressin dengan penghambatan umpan balik negatif melalui
reseptor glukokortikoid. Kortikotropin juga memicu sekresi androgen adrenal dan
juga aldosterone (Mariadi&Gotera, 2007).
2. Mineralokortikoid (aldosteron)
Kerja utama mineralokortikoid terdapat pada metabolisme elektrolit.
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitel
gastrointestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran
untuk mengekskresikan ion kalium atau hidrogen. Sekresi aldosteron hanya
sedikit dipengaruhi oleh ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai
respons terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Angiotensin II
merupakan substansi yang berfungsi menaikkan tekanan darah dengan
menimbulkan konstriksi arteriol. Konsentrasinya meningkat kalau ginjal melepas
renin sebagai respons terhadap penurunan tekanan perfusi. Kenaikan kadar
aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus
gastrointestinal yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali
normal. Pelepasan aldosteron juga ditingkatkan oleh hiperkalemia. Aldosteron
merupakan hormon primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangka
panjang. (Smeltzer&Bare, 2001:1295-1296)
3. Adrenal androgen
Androgen yang merupakan hormon steroid utama ketiga, dihasilkan oleh
korteks adrenal; kelompok homon androgen ini memberikan efek yang serupa
dengan hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula menyekresikan sejumlah
kecil estrogen atau hormon seks wanita sekresi androgen adrenal dikendalikan
oleh ACTH. Apabila disekresikan dalam jumlah yang normal, androgen adrenal
mungkin hanya memberikan sedikit efek; tetapi bila disekresikan secara
berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan
defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut sindrom adrenogenital.
(Smeltzer&Bare, 2001:1296)
Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan
sebagai berikut.
1. Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya
mineralokortikoid (aldosterone), yang terutama diatur oleh angiotensin II,
kalium, dan ACTH. Juga dipengaruhi oleh dopamine, atrial natriureticpeptide
(ANP) dan neuropeptides.
2. Zona fasciculata pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis
glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh beberapa
sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptide.
3. Lapisan terdalam zona reticularis, tempat sekresi androgen adrenal (terutama
dehydroepiandrostenedion [DHEA], DHEA sulfat danandrostenedion) juga
glukokortikoid (kortisol and corticosteron). Tidak terdapat perbedaan yang
jelas secara anatomi antara korteks dan medula yang menghasilkan
katekholamin oleh sel chromafin. Bukti terakhir hal ini memungkinkan adanya
interaksi parakrin diantara keduanya.

Insufisiensi Adrenal

Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi sekresi


kortisol dan aldosteron. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat
menyebabkan kematian . Penyebab utama insufisiensi adrenal adalah (1) penyakit
korteks adrenal atau (2) Desfisiensi hormon adrekortikotropik (ACTH). Defisiensi
corticotropin-releasing hormon (CRH) saja dapat menyebaban defisiensi ACTH
dan kortisol, tetapi penyakit ini hanya dijumpai pada pajanan kronik
glukokortikoid dosis farmakologik atau setelah pengangatan adenoma
adrenokorteks penghasil kortisol.

Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu proses


patologik dikorteks adrenal, maka penyakit ini disebut penyakit addison. Pasien
dengan penyakit addison menunjukkan keterlibatan ketiga zona korteks sehingga
terjadi defisiensi semua sekresi korteks adrenal : kortisol, aldosteron, dan
androgen. Kadang-kadang pasien datang dengan defisiensi parsial sekresi hormon
korteks adrenal. Defisiensi ini dijumpai pada kasus-kasus hipoaldosteronisme-
hiporeninemik, yang hanya mengenai sekresi aldosteron, atau hiperplasia adrenal
kongenital, dengan suatu defek enzim parsial yang hanya menghambat sekresi
kortisol.
Kelainan insufisiensi adrenal antara lain :

1. Penyakit Addison

Penyakit addison jarang dijumpai dan memiliki 4 prevalensi 4 dari 100.000


orang : dua pertiga adalah perempuan. Diagnosis ditegakkan antara usia 20 dan 50
tahun. Dahulu, tuberkulosis adalah penyebab utama penyakit addison. Saat ini,
dengan kemoterapi yang lebih baik, hanya sedikit pasien tuberkulosis yang
mengalami insufisiensi adrenal. Kerusakan korteks adrenal merupakan akibat dari
suatu proses autoimun pada lebih dari 50% pasien penyakit addison. Autoantibodi
adrenal ditemukan dalam titer tinggi pada sebagian pasien dengan penyakit
addison. Antibodi ini bereaksi dengan antigen di korteks adrenal, termasuk enzim
21 hidroksilase dan menyebabkan reaksi peradangan yang akhirnya
menghancurkan kelenjar adrenal. Biasanya lebih dari 80% dari kedua keenjar
harus rusak sebelum timbul gejala dan tanda insufisiensi. Penyakit addsion dapat
timbul bersama dengan penyakit endokrin lain yang memiliki dasar autoimunitas.
Diantaranya adalah tiroiditis, dan hipoparatirodisme. Juga tampak terdapat
predisposisifamilial untuk penyakit endokrin autoimun, yang mungkin berkaitan
dengan kelaunan reaktivitas sistem imun pasien. Penyebab penyakit addison yang
lebih jarang adalah pendarahan yang disebabkan oleh pemakaian antikoagulan
jangka panjang, terutama heparin, penyakit granulomatosa nonperkijuan, infeksi
sitomegalovirus ( CMV ) pada pasien dengan sindrom imunodefisiensi (AIDS),
dan neoplasma metastatik yang mengenal kedua kelenjar adrenal. Pernah
dilaporkan kasus-kasus jarang yaitu, insufisinsi korteks-adrenal primer terjadi
akibat mutasi gen-gen yang mengode protein yang mengendalikan perkembangan
adrenal (SF-1, DAX-1) atau steroidogenesis (StAR).

Penyakit Addison atau lebih dikenal dengan nama Addison’s Disease adalah
suatu hipofungsi dari adrenal1 yang timbul secara spontan dan berangsur-angsur,
dimana ketidak memadaian adrenal, dapat menjadi penyakit yang mengancam
jiwa. Penyakit Addison adalah gangguan yang melibatkan terganggunya fungsi
dari kelenjar korteks adrenal. Hal ini menyebabkan penurunan produksi dua bahan

1
Kelenjar Adrenal adalah kelenjar yang terletak di kutub atas kedua ginjal. oleh karena itu,
kelenjar ini sering disebut kelenjar anak ginjal.
kimia penting (hormon) biasanya dirilis oleh korteks adrenal: kortisol2 dan
aldosteron3 (Liotta EA et all 2010).
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi
pada semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini
dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan
darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh
yang terbuka dan tidak terbuka.
Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik,
hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana
kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.
Konsekuensi Metabolik Defisiensi Kortisol, Aldosteron, dan Androgen
Insufisiensi kortisol dapat menyebabkan berkurangnya glukoneogenesis,
penurunan glikogen hati, dan peningkatan kepekaan jaringan perifer terhadap
insulin. Kombinasi dari berbagai perubahan dalam metabolisme karbohidrat ini
dapat menyebabkan tubuh tidak mampu mempertahankan kadar glukosa darah
yang normal sehingga terjadi hipoglikemia pada saat puasa. Karena rendahnya
kandungan glikogen di hati, maka pasien dengan insufisiensi adrenal tidak tahan
dengan kekurangan makanan dalam waktu lama. Peningkatan kepekaan terhadap
insulin akibat defisiensi kortisol dapat menyebabkan maslaah bagi pasien diabetes
melitus tipe 1 dan tipe 2 yang memerlukan insulin yang juga mengalami
insufisiensi korteks adrenal. Pada pasien ini juga mungkin mengetahui bahwa
dosis insulin yang dahulu sudah dapat mengontrol kadar gula darah sekarang
menyebabkan hipoglikemia.
Konsekuensi lain defisiensi kortisol adalah peningkatan umpan balik
negatif dalam sekresi peptida yang berasal dari proopiomelanokortin (POMC),
termasuk ACTH dan melanocyte-stymulating hormone-α dan –β. Konsekuensi
klinis adalah hiperpigmentasi, yang biasanya terjadi di bagian distal ekstremitas di
daerahyang terpajan matahari walaupun juga mengenai daerah yang dalam

2
Kortisol adalah hormon steroid dari golongan glukokortikoid yang diproduksi oleh sel di dalam
zona fasikulata pada kelenjar adrenal sebagai respon terhadap stimulasi hormon ACTH yang
disekresi oleh kelenjar hipofisis
3
Aldosteron adalah hormon steroid dari golongan mineralokortikoid yang disekresi dari bagian
terluar zona glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal oleh rangsangan dari
peningkatan angiotensin II dalam darah
keadaan normal tidak terpajan matahari. Daerah-daerah ini mencakup puting
payudara, permukaan ekstensor ekstremitas, genitaia, mukosa pipi, lidah, lipatan
di telapak tangan dan buku ibu jari. Menilai pigmentasi mungkin sulit dilakukan
pada orang yang memang berkulit gelap. Pada pasien ini, riwayat perubahan
pigmentasi seperti yang diyakini oleh pasien atau kelurganya mungkin merupakan
cara yang baik untuk menilai ada tidaknya hiperpigmentasi. Terapi dengan
kortisol mengurangi hiperpigmentasi.
Karena kortisol diperlukan tubuh untuk melakukan respons normal
terhadap stres, maka pasien dengan defisiensi kortisol tidak dapat menahan stres
bedah, anestesi, trauma, infeksi, dan penyakit demam lainnya pada keadaan-
keadaan ini pasien mungkin mengalami insufisiensi adrenal akut yang
mengancam nyawa.
Defisiensi aldosteron bermanifestasi sebagai meningkatnya pengeluaran
natrium dan reabsorbsi kalium di ginjal. Deplesi garam menyebabkan
berkurangnya air dan volume plasma. Menurunnya volume plasma menimbulkan
hipotensi postural. Pasien dengan penyakit addison mungkin memiliki tekanan
darah yang nrmal saat berbaring tetapi mengalami hipotensi mencolok dan
takikardia saat berdiri beberapa menit. Berdasarkan definisi, hipotensi postural
terjadi apabila tekanan sistolik dan diastolik turun lebih dari 20 mmHg saat pasien
mengambil posisi tegak. Takikardia postural terjadi apabila kecepatan nadi
menignkat lebih dari 20 denyut per menit (bpm) pada keadaan berdiri.
Berkurangnya tekanan darah dan meningkatnya kecepatan nadi biasanya menetap
lebih dari 3 menit setelah perubahan posisi.
Epidemiologi Addison’s Disease
Penyakit Adison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di
Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Frekuensi pada laki-laki dan
wanita hampir sama. laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat
dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 30 – 50 tahun.
50% pasien dengan penyakit addison, kerusakan korteks adrenalnya merupakan
manifestasi dari proses autoimun.
Di Amerika Serikat, penyakit addison terjadi pada 40-60 kasus per satu juta
penduduk. Secara global, penyakit addison jarang terjadi. Bahkan hanya negara-
negara tertentu yang memiliki data prevalensi dari penyakit ini. Prevalensi di
Inggris Raya adalah 39 kasus per satu juta populasi dan di Denmark mencapai 60
kasus per satu juta populasi.
Mortalitas/morbiditas terkait dengan penyakit addison biasanya karena
kegagalan atau keterlambatan dalam penegakkan diagnosis atau kegagalan untuk
melakukan terapi pengganti glukokortikoid dan mineralokortikoid yang adekuat.
Jika tidak tertangani dengan cepat, krisis addison akut dapat mengakibatkan
kematian. Ini mungkin terprovokasi baik secara de novo4, seperti oleh perdarahan
kelenjar adrenal, maupun keadaan yang menjadi penyerta pada insufisiensi
adenokortikal5 kronis atau yang tidak terobati secara adekuat.
Dengan onset lambat penyakit addison kronik, kadar yang rendah
signifikan, non spesifik, tapi melemahkan, maka gejala dapat terjadi. Bahkan
setelah diagnosis dan terapi, risiko kematian lebih dari 2 kali lipat lebih tinggi
dengan penyakit addison. Penyakit kardiovaskuler6, keganasan dan penyakit
infeksi bertanggung jawab atas tingginya angka kematian.
Penyakit addison predileksinya tidak berkaitan dengan ras tertentu.
Sedangkan penyakit addison idiopatik7 autoimun cenderung lebih sering pada
wanita dan anak-anak.
Usia paling sering pada penderita addison disease adalah orang dewasa
antara 30-50 tahun. Tapi, penyakit ini tidak dapat timbula lebih awal pada pasien
dengan sindroma polyglanduler autoimun, congenital adrenal hyperplasia (CAH),
atau jika onset karena kelainan metabolisme rantai panjang asam lemak.
Gejala Penyakit Addison’s Disease
Sesudah penyakit Addison terjadi, penderita biasanya merasa lemah, lelah,
dan pusing terutama jika berdiri sesudah duduk atau berbaring. Gejala penyakit
Addison mungkin berkembang secara perlahan – lahan dan tak kentara biasanya

4
Dalam penggunaan umum de novo adalah ekspresi Latin yang berarti " dari awal, "atau " awal
lagi. "
5
Adrenokortikal adalah salah satu hormon, misalnya kortisol, yang dikeluarkan bukan dari
medula interna tetapi dari korteks eksterna dari kelenjar adrenokortikal bilateral.
6
Kardiovaskuler yaitu sistem peredaran darah di dalam tubuh. Sistem Kardiovaskuler terdiri dari
darah,jantung dan pembuluh darah
7
Idiopatik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi medis yang belum dapat
terungkap jelas penyebabnya.
dalam waktu beberapa bulan. Gejala umum dari penyakit Addison’s Disease,
antara lain:
1. Kelemahan dan kelelahan pada otot
2. Penurunan nafsu makan yang menyebabkan hilangnya berat
badan
3. Tekanan darah rendah dan gula darah rendah
4. Mudah marah
5. Depresi
6. Diare, mual, dan / atau muntah yang menyebabkan dehidrasi
7. Kehilangan kesadaran
8. Sementara, gejala yang khas atau spesifik dari penyakit Addison’s
Disease meliputi:
a. Keinginan mengonsumsi garam
b. Kulit gelap (hiperpigmentasi)
c. Sakit di kaki, punggung bawah, dan perut
Gejala penyakit Addison kadang dapat terjadi secara tiba-tiba dan berat.
Kondisi ini disebut krisis Addisonian atau insufisiensi adrenal akut. Krisis adrenal
biasanya terjadi jika tubuh mengalami stress berat, seperti pembedahan, cedera
berat, atau infeksi hebat. Gejala – gejala yang dapat ditemukan pada krisis
Addisonian meliputi: rasa nyeri menusuk pada punggung bagian bawah, perut,
atau kaki yang tiba – tiba, muntah – muntah dan diare hebat, dehidrasi, tekanan
darah yang rendah, kadar kalium yang tinggi (hiperkalemia), dan hilangnya
kesadaran. Jika krisis Addisonian tidak ditangani, maka dapat berakibat fatal.
Pada penyakit Addison, kelenjar hipofise menghasilkan lebih banyak
kortikotropin8 sebagai usaha untuk merangsang pembentukan hormon – hormon
oleh kelenjar adrenal. Namun kortikotropin juga merangsang produksi melanin,
sehingga pada kulit dan mukosa penderita sering terbentuk pigmentasi yang gelap
(hiperpigmentasi). Kulit yang lebih gelap mungkin nampak seperti akibat sinar
matahari, tetapi terdapat pada area yang tidak merata. Hiperpigmentasi 9 paling
jelas terlihat pada jaringan parut kulit, lipatan – lipatan kulit, tempat – tempat
8
Kortikotropin adalah hormon stimulator hormon dari golongan kortikosteroid, dengan panjang
39 AA dan waktu paruh sekitar 10 menit.
9
Hiperpigmentasi merupakan gangguan pigmentasi kulit dimana warna kulit berubah menjadi
lebih gelap (kecoklatan, keabuan, kebiruan, atau kehitaman)
yang sering mendapat penekanan, seperti siku, lutut, ibu jari, bibir, dan membran
mukosa.
Etiologi
Etiologi dari adrenal insufisiensi primer atau penyakit addison terus
mengalami perubahan sepanjang tahun. Prior 1920, tuberkulosis merupakan
penyebab utama adrenal insufisiensi. Sejak 1950, adrenal autoimun dengan
adrenal atrofi dijumpai pada sekitar 80% dari kasus. Etiologi dari insufisiensi
adrenal primer ditampilkan pada tabel 1. Autoimun pada penyakit addison
semakin meningkat seiring meningkatnya penyebab autoimun pada penyakit
metabolik lainnya. Terdapat dua perbedaan autoimun sindrom pada adrenal
insufisiensi primer. Karakteristik yang paling baik yang telah diketahui pada
autoimun polyendocrinopaty-candidiasis-ectodermal syndrome (APCED), atau
autoimun poliglandular disease tipe I. Ini merupakan kelainan autosomal resesif
yang dijumpai pada anak anak dan selalu disertai dengan hipoparatiroidea, gagal
ginjal dan mukokutaneus candidiasis. APCED berasal dari mutasi dari
autoimmune regulator gene (AIRE), yang berlokasi pada kromosom 21q22.3.
pasien tersebut mengalami defek pada T cell-mediated immunit, terutama pada
antigen candida.
Tampilan yang paling sering pada autoimun adrenokortikal inssufisiensi
ialah berhubungan dengan kerusakan pada HLA (human leukocyte antigen)
termasuk diabetes melitus tipe I, penyakit tiroid autoimun, alopecia areata dan
vitiligo (Gardner DG et all 2007). Bilateral adrenal hemoragik saat ini relativ
sering dijumpai sebagai penyabab adrenal insufisiensi pada united state. Faktor
anatomik yang merupakan predisposisi terjadinya adrenal hemoragik. Adrenal
glandula memiliki banyak arteri untuk mensupply darah, namun hanya memiliki
single vena untuk drainase. Adrenal vein trombosis dapat terjadi periode stasis
atau aliran turbulen. Ini merupakan penyebab dari hemoragik pada gland. Adrenal
yang menyebabkan adrenal kortikal insufisiensi. Banyak pasien dengan adrenal
hemoragik menggunkan terapi antikoagulan untuk menghindari koagulopati atau
predisposisi terjadinya trombosis dan hemoragik (Cooper MS et all 2003). Infeksi
Human immunodefisiensi virus (HIV) memiliki efek yang kompleks pada
hipotalamik-pituitary-adrenal axis (Gardner DG et all 2007). Adrenal infeksi dan
peningkatan penggunaan obat seperti ripamfisin, ketokonazol dan megestrol asetat
meningkatkan resiko hipoadrenalisme (Bornstein SR 2009). Insufisiensi adrenal
pada pasien HIV mulai sering dijumpai. Adrenal nekrosis sering dijumpai pada
data postmortem pasien AIDS (accured immuno defisiensy syndrom). Adrenal
insufisiensi pada AIDS biasanya disebabkan oleh infeksi oppurtunistik seperti
cytomegalovirus dan micobacterium avium kompleks (Cooper MS et all 2003).
Sintesis adrenal kortisol dapat dipengaruhi oleh banyak mekanisme. Agen
anasthesi etomidate dan agen anti fungal ketokonazole dapat menginhibisi aktivasi
dari enzim yang mempengaruhi sintesis dari kortisol (Bornstein SR 2009).
Adrenal hemoragik dapat terjadi pada pasien yang sakit, terutama pada kondisi
septikemia dan gangguan koagulopati, dan insufisiensi adrenal dijumpai destruksi
massive jaringan adrenal karena tumor atau infeksi. Tingginya level inflamasi
sitokin pada pasien dengan sepsis dapat juga menginhibisi sistesis kortisol
(Gardner DG et all 2007). Eksogen kortikosteroid terapi dapat mensuppresi
produksi dari corticotropin-releasing hormon dan corticotropin dan dapat
menginduksi atrofi adrenal yang dapat menjadi persisten selama bebertapa bulan
setelah penggunaan terapi kortikosteroid (Cooper MS et all 2003).
Penyebab paling umum penyakit Addison adalah perusakan dan/atau atrofi
dari korteks adrenal. Pada sekitar 70% dari semua kasus, atrofi ini diduga terjadi
karena adanya gangguan autoimun. Pada sekitar 20% dari semua kasus, perusakan
korteks adrenal disebabkan oleh tuberkulosis. sisa kasus lainnya dapat disebabkan
oleh infeksi jamur, seperti histoplasmosis, coccidiomycosis, dan kriptokokosis,
yang mempengaruhi glandula adrenal (Gardner DG et all 2007). Pada sekitar 75%
dari semua pasien, penyakit Addison cenderung sangat bertahap, perlahan-lahan
berkembang penyakit. gejala signifikan tidak terjadi sampai sekitar 90% dari
korteks adrenal telah dihancurkan. Gejala yang paling umum termasuk kelelahan
dan hilangnya energi, penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare, sakit perut,
penurunan berat badan, lemah otot, pusing ketika berdiri, dehidrasi dan perubahan
pigmen kulit (Liotta EA et all 2008).

Diagnosis
- Kadar Na serum < 130 mEq/L, K> 5mEq/L, BUN dan kreatinin
meningkat
- Dapat ditemukan hipoglikemik.Keadaan elektrolit mingkin hanya
ditemukan pada penyakit addison yang disebabkan oleh kerusakan
adrenal karena harus terjadi kehilangan aldosteron yang disebabkan
oleh kerusakan adrenal,karena harus terjadi kehilangan aldosteron
untuk menghasilkan kelainan elektrolit
- Kadar kortisol di pagi hari rendah
- Uji perangsangan kortintropin.Berikan kosintropin 0,25 mg IV
sebelum pukul 09.00 pagi.Kortisol harus meningkat dari nilai
dasarnya yaitu 5 menjadi 25 pikogram/dl dan menjadi dua kali lipat
dalam 60-90 menit .Kadar >20 pikogram/dl dianggap merupakan
respon normal.Jika tetap mencurigai hipoadrenalisme , lakukan
ujia metirapron.
- Uji metirapron .Tentukan nilai dasar kortisol serum dasar.Berikan
3 g metirapon secara oral pada tengah malam.Ukur kortisol dan
deoksikortisol pada pukul 8 pagi hari berikutnya. Jika sumbu
hipofisi-adrenal normal , kadar kortisol plasma harus kurang dari 5
pikrogram /dl dan kadar 11-deoksikortisol lebih dari 10
mg/dl.Ukur kadar ACTH serum .ACTH serum akan meningkat
pada kegagalan adrenal primer dan normal atau rendah pada
kegagalan hipofisis primer.
Tata Laksana
Darurat. Berikan terapi segera!. Berikan hidrokortison suksinat 100 mg
IV bolus dan 100 mg lagi di dalam NS selama 2 jam dan total 300 mg
hidrokortison suksinat IV selama 24 jam pertama. Berikan NS IV untuk
mengoreksi hipotensi dansyok.
Terapi Jangka Panjang. Hidrokortison suksinat 150 mg IV pada 24 jam
yang kedua.Hidrokortison suksinat 75 mg IV pada 24 jam yang ketiga.Dosis
rumatannya adalah hidrokortison 30 mg Po setiap hari ditambah fludrokortison
asetat 0,1 mg PO setiap hari.
Pemeriksaan penunjang
- Pemerisaan laboratorium
1) Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia
dan hiponatremia)
2) Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)
3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
4) Penurunan kadar kortisol serum
5) Kadar kortisol plasma rendah
- Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi
diadrenal
- CT Scan
Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive
hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur,
penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik
adrenal
- Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik
abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit

Patomekanisme dan Patofisiologi Addison’s Disease


1. Patomekanisme
Antigen adrenal spesifik yang autoantibodinya meliputi 21-hidroksilase
(CYP21A2) dan enzim pemecah rantai mungkin bertanggung jawab atas
serangkaian proses yang menyebabkan insufisiensi meskipun tidak diketahui
apakah antibody ini secara signifikan dapat menyebabkan insufisiensi kelenjar
adrenal. Beberapa antibody menyebabkan insufisiensi adrenal dengan memblok
proses pengikatan ACTH dengan reseptornya.
2. Patofisiologi
Penyakit addison atau insufiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks
adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon
korteks adrenal. Atrofi10 autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan
penyebab pada 75% kasus penyakit addison (Stern & Tuck, 1994). Penyebab

10
Atrofi adalah pengecilan atau penyusutan jaringan otot atau jaringan saraf.
lainnya mencakup operasi peningkatan kelenjar adrenal atau infeksi yang paling
sering di temukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar tersebut.
Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis11 merupakan infeksi yang paling sering
ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun
kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberkulosis
sebagai penyebab penyakit addison, namun penigkatan tuberkulosis yang terjadi
akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi kedalam
daftar diagnosis. Sekresi ACTH ynag tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga
akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.
Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang
menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang
mengakibatkan hipoglikemia, insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan
sehingga merangsang sekresi melanin meningkat sehingga timbul ® MSH
hiperpigmentasi. Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan
kehilangan natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal
kekurangan garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume. Penurunan
volume plasma yang bersirkulasi akan dikaitkan dengan kekurangan air dan
volume mengakibatkan hipotensi.

Klasifikasi Penyakit Addison


Penyakit Addison diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu:
1. Addison Primer
Merupakan penyakit addison yang disebabkan karena infeksi kronis terutama
infeksi jamur pada bagian kelenjar adrenal, sel kanker yang menyebar dari bagian
tubuh lain ke kelenjar adrenal, pengangkatan kelenjar adrenal karena operasi.
2. Addison Sekunder
Merupakan penyakit Addison yang disebabkan karena tumor atau infeksi dari
area khususnya di bagian otak dan kelenjar pituitary12, kehilangan aliran darah ke

11
Histoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan karena inhalasi (menghirup) spora
Histoplasma capsulatum di udara hingga terbawa ke paru-paru dan menimbulkan infeksi awal
(primer) di organ tersebut.
12
Pituitary adalah kelenjar endokrin yang kira-kira sebesar kacang yang terletak di dasar tulang
tengkorak dan di bawah otak. Kelenjar hipofisis mengeluarkan bermacam-macam hormon,
pituitary, radiasi untuk perawatan tumor pituitary, operasi pengangkatan kelenjar
pitutary, operasi pengangkatan bagian hypotalamus.
3. Addison Idiopatik
Merupakan penyakit Addison yang disebabkan karena komplikasi penyakit
lain seperti TBC dan penyakit autoimun.

Macam – Macam Pemeriksaan Penunjang Addison’s Disease


Diagnosis dari penyakit Addison tergantung terutama pada tes darah dan
urin. Tes diagnostic fungsi adrenal kortikal meliputi:
1. Uji ACTH13
Pemeriksaan ini adalah tes yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosa
insufisiensi adrenal. Pemeriksaan ini akan mengukur kadar kortisol di dalam air
kemih dan darah sebelum dan sesudah diberikan ACTH sintetik melalui suntikan.
Normalnya, setelah mendapat suntikan ACTH, kadar kortisol di dalam air kemih
dan darah akan meningkat. Tetapi pada penyakit Addison atau insufisiensi adrenal
sekunder jangka panjang, kadar kortisol tidak atau hanya sedikit meningkat.
2. Pemeriksaan Stimulasi CRH14
Jika pemeriksaan stimulasi ACTH memberikan hasil yang abnormal, maka
pemeriksaan stimulasi CRH dapat dilakukan untuk membantu menentukan
penyebab insufisiensi adrenal. Pada penyakit Addison, dengan pemberian CRH
sintetik akan menghasilkan ACTH yang tinggi tetapi tanpa kortisol.
3. Tes Insulin-Induced Hypoglycemia
Dalam tes ini gula darah dan kadar kortisol diperiksa pada berbagai interval
setelah suntikan insulin diberikan. Jika kadar glukosa turun dan terjadi
peningkatan kortisol, orang tersebut dianggap sehat.
4. Tes Darah
Tes ini digunakan untuk mengukur tingkat potassium, kortisol natrium, dan
ACTH dalam darah. Komponen tersebut akan memberikan indikasi awal apakah

termasuk hormon yang mempengaruhi kelenjar lainnya.


13
ACTH adalah sebuah singkatan dari hormon Adrenokortikotropik nama lain dari ACTH adalah
kortikotropin.
14
CRH adalah Kortikoliberin yaitu hormon polipeptida dan neurotransmiter dengan rantai peptida
sepanjang 41 AA hasil irisan dari prohormon sepanjang 191 AA yang disekresi oleh nukleus
paraventrikular pada kelenjar hipotalamus saat tubuh mengalami stres.
gangguan kelenjar adrenal adalah penyebab dari tanda dan gejala yang dialami
pasien. Tes ini juga digunakan untuk mengukur antibodi yang berkaitan dengan
penyakit Addison.
5. Tes Pencitraan
Tes Computerized Tomography (CT) scan mungkin diperlukan untuk
memeriksa ukuran kelenjar adrenal serta untuk mencari adanya kelainan untuk
diagnosa lebih lanjut.
Pencegahan

Penyakit Addison
Berkembangnya insufisiensi adrenal pada pasien yang telah didiagnosis dan
diterapi sebelumnya hampir seluruhnya dapat dicegah pada individu yang
kooperatif. Elemen penting ialah pendidikan pasien dan meningkatkan dosis
glukokortikoid selama sakit. Pasien harus diberitahukan pentingnya untuk
melakukan terapi sepanjang hidupnya, kemungkinan-kemungkinan akibat-akibat
dari penyakit akut, dan kebutuhan meningkatkan terapi dan bantuan medis selama
penyakit akut. Suatu kartu atau gelang identifikasi harus dibawa atau dipakai
setiap waktu.
Dosis kortisol harus ditingkatkan oleh pasien sampai 60-80 mg/hari dengan
berkembangnya penyakit-penyakit minor; dosis rumatan umum yang diberikan
dalam 24-48 jam jika kemajuan terjadi. Peningkatan dosis mineralokortikoid tidak
dibutuhkan. Bila gejala-gejala menetap atau memburuk, pasien harus
meningkatkan dosis kortisol dan pergi ke dokter. Muntah-muntah yang dapat
timbul berakibat kortisol oral tidak dapat ditelan atau diabsorpsi, diare pada
pasien-pasien Addison dapat menimbulkan krisis karena kehilangan cairan dan
elektrolit dengan cepat. Pasien harus mengerti bahwa jika gejala-gejala ini terjadi,
mereka harus segera mencari bantuan medis sehingga terapi glukokortikoid
parenteral dapat diberikan.
Prognosis addison

Sebelum terapi glukokortikoid dan mineralokortikoid ada, insufisiensi


adrenokortikal primer tanpa kecuali akan fatal, dengan kematian biasanya terjadi
dalam 2 tahun setelah onset. Mereka yang bertahan hidup sekarang tergantung
pada dasar penyebab insufisiensi adrenal. Pada pasien dengan autoimun Addison
disease, kelangsungan hidup mencapai normal populasi, dan pasie terbanyak tetap
hidup normal. secara umum, kematian dari insufisiensi adrenal sekarang terjadi
hanya pada pasien dengan onset penyakit cepat sebelum didiagnosa tegak dan
mendapat terapi standar.Insufisiensi adrenal sekunder memiliki prognosis yang
baik dengan terapi glukokortikoid. Insufisiensi adrenal akibat perdarahan adrenal
bilateral tetap sering fatal, dengan paling banyak kasus didapat hanya saat
autopsy.

DAFTAR PUSTAKA

Greenstein, ben.2010. at glance system endokrin. Jakarta: Erlangga


Isselbacher,Jkurt.2000. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :

EGC

Price, A.Sylvia,Lorraine Mc.Carty Wilson.2006. Patofisiologi : Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 6 (Terjemahan).Peter Anugrah.

Jakarta : EGC

Waspandji, Rahman dkk. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai