Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... i


DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 3
2.1. Anatomi Orbita .................................................................................................... 3
2.1.1. Tulang Orbita ..................................................................................... 4
2.1.2. tulang dinding orbita ......................................................................... 5
2.1.3. Otot Ekstraokuler dan Jaringan lemak mata ...................................... 8
2.1.4. Vaskularisasi Orbita ........................................................................... 10
2.1.5. Persyarafan Orbita ............................................................................. 11
2.1.6. Glandula Lakrimalis........................................................................... 11
2.2. Orbit Orbital Compartment Syndrome (OCS) .................................................... 12
2.2.1 Definisi ............................................................................................. 12
2.2.2 Etiologi ............................................................................................. 12
2.2.3 Patogenesis ....................................................................................... 13
2.2.4 Diagnosis ........................................................................................... 16
2.2.5 Penatalaksanaan ................................................................................ 18
2.2.6 Prognosis .......................................................................................... 24
2.2.7. Kesimpulan ........................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 26

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Rongga Orbita ................................................................................................ 8


Gamabr 2 : Tulang Orbita ................................................................................................ 4
Gambar 3 : Septum Orbita ................................................................................................ 6
Gambar 4 : Orbital Roof ................................................................................................... 6
Gambar 5 : Lateral Orbital Wall ....................................................................................... 7
Gambar 6 : Medial Orbital Wall ....................................................................................... 7
Gambar 7 : Orbital Floor................................................................................................... 8
Gambar 8 : Otot Ektraokuler Mata Kiri ............................................................................ 9
Gambar 9 : Lemak Orbita ................................................................................................. 9
Gambar 10: Vaskularisasi Orbita ...................................................................................... 10
Gambar 11: Persyarafan Orbita ........................................................................................ 12
Gambar 12: Algorita penatalaksanaan OCS ..................................................................... 19
Gambar 13: Identifikasi kantus Lateral............................................................................. 22
Gambar 14: Crushing Kantus Lateral dengan Forcep....................................................... 22
Gambar 15: Identifikasi Ligament Kantus ........................................................................ 23
Gambar 16: Kantolisis Lateral .......................................................................................... 23
Gambar 17: Kantotomi ..................................................................................................... 24

ii
I. PENDAHULUAN

Orbital Compartment Syndrome (OCS) merupakan keadaan darurat pada mata yang
termasuk kejadian langka ditandai oleh peningkatan tekanan okular yang mengancam
penglihatan dan memerlukan identifikasi dengan cepat dan pengobatan segera untuk mencegah
kehilangan penglihatan. 1,2,3

Orbital Compartment Syndrome (OCS) pertama kali dijelaskan oleh Gordon dan McCrae
pada tahun 1950, dimana terjadi kebutaan monokular sebagai komplikasi setelah dilakukannya
perbaikan dari fraktur zigomatikum akibat trauma, OCS adalah suatu jenis kompartemen yang
sama bentuknya dengan kompetemen sindrom pada bagian tubuh yang lain seperti seperti
komparteman pada anggota ekstremitas yang dikaitkan dengan morbiditas yang signifikan serta
kerusakan yang permanen karena tekanan intra komparteman yang meningkat secara cepat. 4,5

OCS terjadi sebagai akibat dari efek massa dalam batas- batas orbita, setiap proses yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan orbita dapat menyebabkan OCS. Tekanan intra orbita
dapat meningkat karena proses haemoragik dan non haemoragik, seperti akumulasi cairan
termasuk luka bakar wajah dan periorbita, resusitasi cairan masif pada luka bakar yang berat
yang menyebabkan terperangkap nya cairan dalam kompatemen orbita .Penyebab non traumatik
perdarahan termasuk prosedur orbital, kelopak mata, dan operasi lakrimal. Perdarahan orbital
juga dapat disebabkan oleh anestesi yang umum digunakan seperti anestesi lokal peribulbar atau
retrobulbar. Perdarahan terkait valsava dalam kasus karsinoma sinus nasal, perdarahan terkait
malformasi orbital limfatik, tumor ekstraokuler yang menyebabkan metastasis.

Tekanan intraokuler yang tinggi dan meningkat dengan cepat serta berkelanjutan dapat
mengakibatkan keadaan yang fatal, peningkatan tekanan intra orbital yang melebihi tekanan
perfusi vaskuler arteri oftalmika, hal ini dapat menyebabkan iskemik saraf optik dan retina yang
berpotensi terjadi kehilangan penglihatan yang iireversibel jika tidak segera ditatalaksana.3
meskipun durasi terjadinya iskemik yang menyebabkan kehilangan penglihatan belum diketahui
secara pasti namun penelitian pada hewan menunjukan bahwa iskemik retina yang berlangsung
lebih dari 100 menit dapat menyebabkan ireversibel kehilangan penglihatan, selain itu dari

1
beberapa penelitian melaporkan bahwa secara klinis kehilangan penglihatan terjadi setelah 1
hingga 2 jam setelah OCS. 7,8,9

Orbital Compartment Syndrome (OCS) merupakan salah satu kegawatdaruratan di


bidang Oftalmologis, terlepas dari etiologinya diharapkan semua dokter baik dokter mata atau
dokter umum dapat mendiagnosa kondisi ini secara klinis serta memahami dan mampu untuk
malakukan prosedur tindakan kantotomi lateral dan kantolisis yaitu dengan membebaskan
kelopak mata dari lateral yang menempel pada dinding orbita untuk membantu mencegah
kehilangan penglihatan yang permanen.1,7,8,9

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Orbita

Setiap mata terletak dalam orbit yang bertulang memiliki volume 30 ml, setiap orbita
berbentuk seperti buah pir, saraf optik menggambarkan sebagai sebuah batang. Tinggi orbita
sekitar 35 mm, lebar sekitar 45 mm, serta lebar dibelakang margin orbita sekitar 1 cm.
kedalaman orbit diukur dari pintu masuk orbita ke puncak orbita, yang bervariasi dari 40-45 mm,
tergantung pengukurannya dari dari dinding lateral atau dinding medial. Jarak dari posterior ke
foramen optik 18 mm, serta panjang segmen orbita nevus optikus yaitu 25-30 mm. Ras dan jenis
kelamin mempengaruhi masing- masing pengukuran ini. Rongga orbita yang terdiri dari rongga
tulang yang berisi bola mata, jaringan lemak, otot ekstra okuler, pembuluh darah, persyarafan,
glandula lakrimalis, sakkus lakrimalis dalam komparteman komplek fasial. 6,7,8,9

Rongga orbita dapat dibagi menjadi beberapa anatomi yaitu rongga subperiosteal,
ektrakonal, dan intrakonal.

Gambar 1. Rongga Orbita

Rongga subperiosteal merupakan ruang antara tulang dan periorbital ( periosteum orbita),
ruang ektrakonal adalah ruang yang terletak diantara periorbital dan muscle cone, intraconal
terletek didalam muscle cone, subarahnoid terletak pada saraf optik dan selubung saraf, sub
tenon yaitu terletak antara kapsul tenon dan bola mata 4,8

3
2.1.1. Tulang Orbita4,8

Dinding orbita berbentuk piramida, merupakan cavitas didalam skeleton facial dengan
basis nya dianterior dan apeknya mengarah ke posterior. Bola mata dan orbital isinya diikat pada
tiga sisi oleh empat tulang dinding orbita yaitu Roof of the Orbit, Lateral Wall of the Orbit ,
Medial Wall of the Orbit , Floor of the Orbit. Bagian anterior oleh septum orbita dan kelopak
mata. Tendon kantus medial dan lateral melekat pada kelopak mata ke tepi orbital dan
membatasi pergerakan bola mata ke depan.

Gambar 2. Tulang Orbita6

Tulang orbita mengelilingi bola mata yang membantu melindungi dari trauma tumpul.
Tulang orbita terdiri dari tujuh tulang yaitu tulang frontal, tulang zigomatikus, tulang rahang
atas, tulang ethmoid, tulang sphenoid, tulang lakrimalis, dan tulang palatine.

Gambar 3. Orbital septum6

4
Septum orbita adalah lembaran tipis jaringan ikat yang mengelilingi orbita sebagai
perpanjangan dari periosteum orbital roof dan orbit roof. Bagian superior septum melekat kuat
pada periosteum superior dari setengah margin orbita pada arkus marginalis. Melewati bagian
medial didepan troclearis dan berlanjut sepanjang margin medial orbita, sepanjang margin frontal
prosecus maksilaris dan ke margin orbital inferior. Bagian sentral septum orbita menempel pada
aponeurosis kelopak mata atas dan kelopak mata bawah. Septum membatasi penyebaran edema,
peradangan atau darah ke bagian anterior dan posterior. Contoh klinis termasuk selulitis
preseptal, orbital selulitis dan perdarahan retrobulbar.

2.1.2. Tulang Dinding Orbita4,6,8

2.1.2.1. Orbital Roof

Atap orbita terbentuk dari dua tulang yaitu tulang frontal dan tulang sphenoid, letaknya
berdekatan dengan fossa kranialis anterior dan sinus frontal dan untuk landmark Fossa glandula
lakrimalis, yang terdiri lobus orbita dan glandula lakrimalis, fossa tendon superior oblik
trochlearis yang berlokasi 5 mm dibelakang tepi superonasal orbita, foramen supraorbital yang
menstransmisikan percabangan pembuluh darah supraorbital dan persyarafan frontal.

Gambar 4. Orbital Roof6

2.1.2.2. Lateral Orbital Wall

Dinding lateral orbita paling tebal dan paling kuat, terdiri dari tulang zigomatikus dan tulang
sphenoid yang dipisahkan oleh fisura orbita superior. Lokasi nya berdekatan dengan fossa

5
kranial bagian tengah dan fossa temporal, perpanjangan dari anterior hingga ekuator bola mata,
membantu melindungi bola mata bagian belakang dan melihat bagian perifer, landmark tuberkel
whitnall orbital lateral, dengan beberapa perlengketan termasuk tendon kantus lateral, levator
aponeurosis kornu lateral, ligament rektus lateral, dan ligament lockwood, Ligamen whitnall,
yang berinsersi ke dinding orbital lateral beberapa millimeter diatas tuberkulum orbita lateral
melalui fasia glandula lakrimalis, sutura frontozigomatikum yang berlokasi 1 cm diatas
tuberkulum

Gambar 5.Lateral orbital wall6

2.1.2.3. Medial Orbital Wall

Dinding medial terdiri dari tulang etmoidalis, tulang lakrimalis, processus tulang maksilaris,
dan lesser wing tulang sphenoidalis.

Gambar 6. Medial Orbital Wall 6

6
2.1.2.4. Orbital Floor

Dasar orbita terdiri dari tulang maksilaris, tulang palatine, lempeng orbital tulang
zigomatikum, membentuk atap sinus maksilaris, landmark untuk infraorbital groove and
infraorbital canal, yang mentransmisikan arteri dan maksilaris nervus rigeminus yang muncul
diforamen infraorbita, dibawah margin tulang atas. Untuk alasan ini, pasien dievaluasi fraktur
lantai orbita.

Gambar 7. Orbita floor 4

2.1.3. Otot Ektraokuler dan jaringan lemak mata

Otot ektraokuler adalah otot yang berfungsi untuk pergerakan bola mata yang sinkron
dengan pergerakan kelopak mata. Semua otot ektraokuler kecuali otot oblik inferior berinsersi
dari apek orbita dan bagian anterior berinsersi pada kelopak mata, empat otot rektus (rektus
superior, rektus medial, rektus lateral, dan rektus inferior) berasal dari annulus zinn. Otot levator
muncul diatas annulus lesser wing tulang sphenoid. Otot oblik superior berorigo sedikit ke
medial dari otot levator dan berjalan ke anterior melalui troklearis pada tepi orbital superomedial,
otot oblik inferior berasal dari lateral dasar orbital anterior dari sakkus lakrimalis dan berjalan ke
bagian posterior didalam retraktor kelopak mata bagian bawah hingga berinsersi nferolateral
pada makula. 4,8

7
Gambar 8. Otot ekstraokuler mata kiri 6

Lemak orbita dari porterior ke septum orbita atau preaponeurotik yang merupakan
bantalan lemak orbita, dua terletak dibelakang septum superior dan tiga dibelakang septum
inferior.

Gambar 9. Lemak Orbita 6

2.1.4. Vaskularisasi Orbita

Sekitar 16-20 arteri siliaris posterior pendek dan 6-10 saraf siliaris pendek memasuki
orbita dalam sebuah cincin disekitar saraf optik. Vaskularisasi utama orbita berasal dari arteri
oftalmika yang merupakan cabang dari arteri karotis interna. Konstribusi yang lebih kecil berasal
dari arteri karotis interna melalui arteri maksilaris intena dan arteri fasialis .arteri oftalmika
berjalan di bawah saraf optik intrakranial melalui duramater sepanjang kanal optik untuk
8
memasuki orbita. Cabang utama dari arteri oftalmika adalah bercabang ke otot ektraokuler, arteri
retina sentral ke saraf optik dan retina, arteri siliaris posterior longus ke segmen anterior dan
yang pendak ke koroid. Cabang terminal dari arteri arteri oftalmika berjalan ke anterior dan
membentuk anastomosis yang kaya dengan cabang- cabang karotis eksterna diwajah pada
daerah periorbita. Vena oftalmika superior sebagai drainase vena utama dari orbita, vena ini
berasal dari kuadran superonasal orbita dan memanjang ke posterior melalui fisura orbita
superior ke dalam sinus kavernosum.4,8

Gambar 10. Vaskularisasi Orbita 6

Arteri siliais posterior dan anterior sekitar 16-20 arteri siliaris posterior pendek dan 6-10
saraf sialiaris pendek memasuki orbita dalam lingkaran sekitar nervus optikus. Dua arteri dan
nervus posterior panjang memasuki sklera dikedua sisi sraf optik dekat dengan miridian
horizontal, suprakoroidal bagian anterior dan berakhir pada siklus mayor arteri iris. Arteri siliaris
posterior berasal dari arteri oftalmika untuk vaskularisasi pada uvea, arteri siliarisretina, sklera,
margin kornea, dan konjungtiva yang berdekatan. Oklusi pembuluh darah siliaris posterior ,
dapat mengakibatkan neuropati optik iskemik anterior. Arteri siliaris anterior yang merupakan
cabang dari arteri oftalmika juga mensuplai darah ke muskulus rektus superior, medial, dan
muskulus rektus inferior. Setelah muncul pada permukaaan otot rektus dimana akan
beranastomose dengan arteri siliaris posterior panjang pada siklus mayor arteri iris. Didalam
mata, pembuluh darah sliaris posterior membentuk siklus iris intramuskuler cabang- cabang nya
mensuplai siklus arteri mayor dalam apek muskulus siliaris yang disupalai bersama dengan iris

9
2.1.5. Persyarafan Orbita

Inervasi sensoris daerah periorbita berasal dari oftalmika dan nervus kranial maksilaris.
setelah cabang dari ganglion trigeminal, nervus trigeminus berjalan di dinding lateral sinus
kavernosum, dimana terbagi menjadi 3 cabang utama yaitu frontalis, lakrimalis, nasosiliaris
memasuki orbita melalui fisura orbital superior diatas annulus Zinn dan berjalan ke anterior
dalam lemak ekstrakonal untuk mensyarafi kantus medial (cabang supratroklearis), kelopak mata
atas (lakrimalis dan cabang supratroclear), dahi (cabang supraorbital) Cabang nasosiliaris
memasuki orbital melalui fisura orbitalis superior dalam annulus Zinn, memasuki ruang
intrakonal dan berjalan ke anterior untuk mensyarafi mata melalui cabang ciliaris. Nervus siliaris
yang pendek mensyarafi sklera setelah melalui ganglion siliaris, nervus siliaris yang penjang
melewati ganglion siliaris dan memasuki sklera, dimana kemudian menpersyarfi iris, kornea, dan
badan siliaris.4,8

Gambar 11. Persyarafan Orbita 6

2.1.6. Glandula Lakrimalis

Kelenjar lakrimal terletak pada depresi dangkal diabgian orbita tulang frontal. Kelenjar
ini dipisahkan dari orbit oleh jaringan fibroadipose dan dibagi menjadi dua bagian, yaitu lobus
orbital dan lobus palpebral dipisahkan oleh aponeurosis levator lateral. Lobus orbital yang lebih
besar dan lobus palpebral yang lebih kecil, yang terletak didalam fossa tulang frontal orbital
superotemporal. Kedua lobus melewati lobus palpebral dan bermuara di fornik konjungtiva
bawah. Seringkali sebagian dari lobus palpebral terlihat pada pemeriksaan slitlamp dengan

10
kelopak mata atas dibalik Ketika kelopak mata atas miring , lobus palpebral yang lebih kecil
dapat dilihat pada fornik konjungtiva supeolateral, diantara lobus palpebral dan lobus orbita yang
lebih besar terdapat isthmus jaringan glandular.

Sejumlah variabel saluran eksresi berdinding tipis, pembuluh dara, limfatik, dan saraf
berpindah dari lobus orbital ke kelenjar lakrimal palpebral. Saluran terus kebawah , dan sekitar 1
mm diantarnya kosong ke dalam konjungtiva fornik sekitar 5 mm diatas margin tarsus atas. .

2.2. Orbital Compartment Syndrome (OCS)

2.2.1. Definisi

Orbital Compartment Syndrome (OCS) merupakan keadaan darurat pada mata yang
termasuk kejadian yang langka yang ditandai oleh peningkatan tekanan intra orbita yang cepat
dan mengancam penglihatan serta memerlukan identifikasi dengan cepat dan pengobatan
yang segera untuk mencegah kehilangan penglihatan yang irrevesibel.1,2,3

2.2.2. Etiologi

Setiap proses ekspansi dalam rongga orbita yang tertutup dapat menyebabkan keadaan
kompartemen sindrom, keadaan yang dapat menyebabkan OCS yaitu orbita haemoragik,
selulitis atau infeksi, emfisema, edema orbita, benda asing. 5, 23

2.2.2.1 Orbital Haemoragik

Perdarahan akut dalam rongga orbita yang terbatas dapat dengan cepat menggangu fungsi
perfusi. Perdarahan orbita dari berbagai penyebab termasuk trauma, pembedahan dan kondisi
lain yang mendasari terjadi perdarahan intra orbita.

1. Trauma

Trauma wajah dapat membuat suatu kompartemen sindrom karena perdarahan orbita sering
dikaitkan dengan fraktur orbital ataupun fraktur tulang wajah. Dalam satu penelitian, perdarahan
orbital dikaitkan dengan lebih dari setengah dari semua komplikasi kebutaan pada trauma wajah,
khususnya Le Fort II, Le Fort III, dan fraktur zigomatikamaksilaris. Bahkan trauma wajah tanpa
bukti fraktur wajah dapat mengakibatkan perdarahan, edema, kompresi, dan oklusi vaskuler.

11
Trauma tidak langsung seperti bersin dan batuk yang tidak terkontrol, valsava pesalinan, dan
barotrauma juga dapat mengakibatkan perdarahan orbita. 10,11,12,13

2. Pembedahan

Perdarahan orbital sebagai komplikasi paska operasi bedah, dimana septum orbita
dirusak, perdarahan orbital yang dilaporkan setelah perbaikan fraktur dan biopsi orbit bedah
orbita, kelopak mata, dan lakrimal beresiko terjadinya perdarahan, blepharosplasty (0,55% atau
1;2.000) dacryocystorinotomy (0,04-0,0045 % 1:2.500- 1:20.000) sebagian besar kasus terjadi
dalam 3 jam pertama setelah operasi, dan menurun secara signifikan setelah 24 jam, perdarahan
orbita diperkirakan terjadi ketika trauma pada septum orbita ketika eponeurotik pemotongan
lemak. Traksi pada lemak orbita juga dapat terjadi perobekan pembuluh darah orbita. Reflek
vasodilatasi setelah hilangnya efek epinefrin juga berkonstribusi pada perdarahan pasca operasi.
14
OCS dapat berkembang dari perdarahan retrobulbar setelah tindakan anestesi injeksi
peribulbar atau retrobulbar. Perdarahan retrobulbar terjadi kurang dari 2 % serta anestesi
peribulbar dapat menyebabkan kehilangan penglihatan apabila tidak segera ditangani.

Perdarahan orbita juga dapat terjadi sebagai akibat operasi non oftalmik, hal ini dikaitkan
dengan operasi kraniofasilais seperti operasi sinus yang paling umum adalah Functional
15,16
Endoscopic Sinus Surgery ( FESS ), bedah trauma wajah , ortho, dan bedah saraf kranial

3. Perdarahan pada lesi yang sudah ada sebelumnya

Selain tauma dan pembedahan, perdarahan orbita akut juga dapat terjadi karena penyakit
yang mendasari seperti anomaly vena dan limfatik, aneurisma arteri, myositis orbital, kronik
sinusitis. Malformasi vena orbita dan phangioma limfa dapat muncul dengan intralesi perdarah
akut yang mengakibatksan OCS.17,18 selain itu dapat juga tejadi perdarahan terkait valsava pada
pasien dengan karsinoma sinus nasal, perdarahan dalam malformasi vena orbita dan limfatik
orbita yang hadir dengan perdarahan akut intralesi perdarahan akut, metastasis orbita
ekstraokuler yang mengakibatkan OCS.28,29

12
4. Kondisi Medis

Obat anti koagulan seperti aspirin, NSAID, walfarin, clopidogrel, juga berperan terhadap
sekunder dari OCS terhdap pedarahan atau trauma, obat herbal seperti gingkobiloba, ginseng
mungkin juga memiliki efek yang sama. Pasien dengan diskrasia darah meningkat untuk tidak
terkendalinya perdarahan.18

2.2.2.2. Emfisema

Emfisema pada fraktur orbita jarang terjadi, dimana udara terperangkap didalam orbita
tetapi udara tidak keluar, sehingga menghasilkan tekanan orbita yang tinggi, empisema orbita
berkaitan dengan dekompresi orbita dan operasi sinus, terutama bila batuk dan valsava yang
tidak terkontrol. 19,20

2.2.2.3 Selulitis Orbita

Selulitis orbita adalah proses infeksi yang terjadi terutama pada anak-anak dan
dewasa muda yang umumnya berhubungan dengan penyakit sinus. Infeksi fulminant dengan pera
dangan orbita yang berkembang pesat dapat menyebabkan OCS. Abses subperiosteal atau
kombinasi dengan seluitis orbita dapat menyebabkan peningkatan tekanan akut di orbita..21

2.2.2.4. Edema orbita

Tekanan orbita yang tinggi menyebabkan progresifitas edema orbita, kondisi ini
berkaitan dengan trauma dan pembedahan. Pada cedera termal, dapat terjadi kebocoran kapiler
dan cairan resusitasi yang massif

2.2.2.5. Bahan asing dan penyebab lain

Tekanan cairan yang tinggi berkaitan dengan OCS, pada pewarnaan kontras saat
ekstravasasi arteri meningeal, injeksi hidraulic orbita mempengaruhi hidrokarbon. Saleb
bacitracin yang pada pembedahan sinus dapat juga meningkatkan tekanan orbita secara akut.
selain itu juga inflamasi orbita akut yang jarang terjadi yaitu reaksi alergi pada injeksi lidokain
peribulbar pada operasi katarak, rogresifitas inflamasi ini memerlukan dekompresi. 22,23

13
2.2.3. Patogenesa

Trauma pada wajah atau mata dapat menyebabkan perdarahan pada rongga orbita,
yang meningkatkan tekanan pada retrobulbar meningkat dengan cepat hal itu disebab kan oleh
distensibilitas struktur disekitar retrobulbar, karena tekanan intraocular normal 10-20 mmHg,
sehingga apabila terjadi peningkatan tekanan yang cepat akan menjadikan suatu iskemik retina
sehingga terjadi kehilangan penglihatan yang permanen, Peningkatan tekanan orbita
menyebabkan perpindahan bola mata ke anterior, terjadi pergeseran bola mata ke anterior yang
dibatasi oleh komplek kelopak mata , tepi orbita oleh tendon kantus lateral dan kantus medial.
Tekanan orbita mengikuti dinamika tekanan volume yang sama dengan sindrom kompartemen
lainnya. Orbita adalah struktur anatomi yang dibatasi oleh 4 dinding tulang, bagian anterior
dibatasi oleh kelopak mata dan septum orbita. Karena batas yang kaku ini hanya ada sedikit
ruang untuk mengakomodasikan setiap peningkatan takanan yang terkait dengan perdarahan,
edema, atau masuknya benda asing ke dalam orbita. Volume orbita normal adalah 30 mL atau
kurang, volume yang biasa ditempati oleh bola mata dan jaringan lunak akstraokuler adalah 26,5
mL, setiap peningkatan volume orbita menyisakan sedikit ruang untuk mengakomodasikan
ekspansi jaringan dikomparetemen ini. Peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup
menyebabkan penurunan perfusi. Ketika tekanan intraobita melebihi tekanan arteri yang
mensuplai saraf optik dan retina maka terjadi iskemia arteri retina sentralis5.24

Kehilangan penglihatan pada OCS dikaitkan dengan satu atau lebih dari penyebab
oklusi arteri retina sentralis, kompresi langsung neuropati optic, kompresi vaskuler nervus
optikus, dan neuropati optik iskemik akibat peregangan pembuluh darah kapiler tekanan rendah
dan arteri siliaris posterior, kompensasi peningkatan sedikit saja dari volume orbita dapat
menjadikan keadaan akut orbita oleh pergerakan bola mata dan prolaps jaringan lemak, diikuti
oleh peningkatan tekanan orbita yang cepat. Peningkatan dinamika volume orbita menjadi
patofisiologi pada kompartemen sindrom dimana peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup berhubungan dengan penurunan perfusi. 1,5,30

Tekanan intraorbital normal adalah 3-6 mmHg, ketika tekanan jaringan melebihi dari
dalam arteri maka aliran terhenti. Jika mempengaruhi vasa nervosum akan melibatkan nervus
optikum, iskemik retina terjadi jika apabila tekanan orbita melebihi tekanan arteri retina
sentralis. Karena tidak ada drainase jalur vena di orbita satu-satunya jalur aliran keluar adalah

14
melalui vena utama yaitu opthalmikus superior, jalur drainase ini dapat terganggu dan
memperburuk keadaan, selain mempengaruhi perfusi, peningkatan tekanan orbita dapat secara
langsung merusak komponen saraf optik dengan penekanan atau peregangan. Dalam sebuah
penelitian peningkatan volume orbita setelah injeksi retrobulbar 7 ml akan menjadikan edema
optik disk. 1,5,30,31

2.2.4. Diagnosis

OCS pada dasarnya merupakan diagnosa klinis, harus dicurigai pada pasien dengan
gejala seperti adanya proptosis yng akut, peningkatan tekanan intraocular (35-40 mmHg),
proptosis , kehilangan penglihatan yang cepat dan tiba- tiba, oftalmoplegia, defek pupil aferen
relative (RAPD) penatalaksaan yang baik tergantung pada cepat dan akuratnya diagnosis, sangat
penting untuk dilakukan anamnesa yang tepat dan mengetahui gejala klinis, dan memahami
tanda- tanda peningkatan orbita pada pemeriksaan.

1. Anamnesa

Anamnesa dan riwayat penyakit sangat penting pada OCS, adakah riwayat trauma
dalam waktu dekat, adakah penurunan penglihatan atau diplopia. Riwayat pemakain obat-
obatan seperti anti platelet, pengencer darah, atau trombolitik, pengguanaan kortikosteroid
kronik dapat juga meningkatkan kecendrungan perdarahan, obat-obat NSAID, suplemen herbal
seperti ginko biloba, ginseng, harus diperhatikan, riwayat operasi orbita atau periorbita dalam
waktu dekat atau operasi sinus, apakah ada infeksi terutama selulitis preseptal atau orbita,
sinusitis akut atau kronik, adanya lesi atau tumor.18,25

2. Gejala Klinis dan Pemeriksaan

Pasien mengeluhkan penurunan penglihatan, penglihatan ganda, nyeri disekitar mata,


edem, dan proptosis, hal itu dialami secara tiba- tiba, gerakan orbita yang terbatas, proptosis,
edema periokular, ekimosis. Digital ocular palpasi peningkatan menandakan peningkatan
tekanan intraokular, peningkatan TIO dalam kasus OCS mencerminkan peningkatan tekanan
orbita dan hal itu bukan merupakan suatu indikasi glaucoma. Selain itu orbita yang tegang
dengan penurunan pergerakan ekstraokuler dan juga proptosis Gejala itu berkembang secara
cepat dalam beberapa menit hingga beberapa jam, oleh sebab itu tindakan dekompresi orbita

15
tidak bisa ditunda dengan menunggu uji imaging lebih lanjut. Diagnosa berdasarkan klinis dan
tindakan yang segera menimbang resiko kehilangan penglihatan yang permanen, tingkat
keparahan mengacu pada intervensi segera namun tidak berpengaruh terhadap pencitraan.
Pemeriksaan lebih lanjut untuk mengkomfirmasi diagnosa, pencitraan dapat mengungkapkan
penyebab peningkatan tekanan orbital dan lokasi patologis, lebih lanjut untuk pengobtan.
Pencitraan darurat di indikasikan ketika dekompresi awal gagal untuk menghilangkan OCS,
karena ini dapat dicurigai sebagai suatu hematom subperiosteal yang besar yang dapat
diobati.2,3,4

Pemeiksaan tambahan yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosa pada kasus
yang lebih ringan dapat dilakukan CT scan dan MRI dimana ada ketidakpastian dan
penglihatan masih baik, setelah pengobatan awal, pencitraan dapat membantu menemukan
penyebab hematoma, emfisema, benda asing atau perluasan jaringan lunak sampai tingkat
tertentu, hal ini berguna untuk pertimbangan dekompresi, pada CT- scan orbita dapat terlihat
gambaran orbita, perdarahan retro orbita, proptosis, edema, atau adanya massa. Setelah
pemeriksaan lanjutan setelah menajemen awal apabila kelainan vaskuler dicurigai sebagai
penyebab OCS, maka MRI dengan angiografi/ venografi dapat membantu menemukan
malformasi pada vena atau arteri, limfangioma orbita atau patologi arteri karotis. 2,3,5

2.2.5. Penatalaksanaan

OCS merupakan kondisi langka dan berpotensi membutakan, diagnosa yang tepat,
cepat dan pengobatan segera sangat penting, dengan tujuan memaksimalkan peluang
pemulihan visual, waktu intervensi sebaiknya tidak lebih dari dua jam dari cedera secara
klinis, pasien yang diobati dalam waktu 2 jam akan mencapai ketajaman visual akhir lebih baik
dari 6/12.32

16
Gambar 12. Algoritma penatalaksanaan OCS 4

Pada pasien yang kita curigai sebagai suatu OCS pemeriksaan harus teliti, apakah
didahului oleh suatu pembedahan atau tidak, jika didahului oleh pembedahan luka harus dibuka,
pasang drain untuk hematoma eksplorasi luka adakah perdarahan yang aktif, kauterisasi untuk
hemostatis, jika tidak didahului oleh pembedahan dapat kita lakukan kantotomi lateral dan
kantolisis medial, setelah itu kita nilai kembali keadaan ocular, Jika kantotomi lateral dan
kantolisis gagal untuk menurunkan tekan dan mengurangi ketegangan orbita untuk
mengembalikan perfusi ke saraf optik dan retina dapat dilakukan disinsersi lebih lanjut pada
superior tendon kantus lateral, setelah kantotomi dan kantolisis dilakukan periksa kembali
tanda- tanda klinis jika tidak ada perbaikan dalam beberapa menit maka septum orbita harus
dipisahkan dari sisi orbit segera lakukan pencitraan orbita, konsultasi ke bagian bedah

17
oculoplasti Pemisahan septum ini dapat dilakukan transkonjungtiva dibawah kelopak mata
dengan memperluas sayatan kantotomi medial atau melalui anterior orbicularis untuk
mencapai septum.

1. Tindakan Dekompresi

Surgical decompression merupakan tindakan pertama yang dilakukan untuk mengurangi


peningkatan tekanan intra orbita yaitu dengan lateral kantotomi dan kantolisis,Tindakan ini
dapat dilakukan disamping tempat tidur dengan cepat, dengan pemotongan lateral tendon
kantus sepanjang tepi orbita dan melepaskan tendon juga dari tulang orbita. Beberapa
penelian menunjukan bahwa terjadi penurunan tekanan orbita yang signifikan setelah dilakukan
tindakan ini.

Tindakan dekompresi orbita yaitu dengan perluasan otot- otot dan lemak orbita menjadi
tambahan ruang, untuk mengurangi tekanan pada saraf optik dan suplai darah juga mengurangi
proptosis dan kongesti orbita. Tindakan dekompresi termasuk dengan pengangkatan dinding
orbita, atau menggabungkan satu atau lebih sayatan yang memungkinkan akses sayatan ke
dinding lateral, inferior, atau medial, masuk ke diorbita lateral dan inferior oleh sayatan lipatan
kelopak mata atas lateral diperpanjang insisi kantotomi tau insisi transkonjungtiva inferior
yang dikombinasi dengan insisi lateral kantotomi atau kantolisis.

Lateral Kantotomi dan kantolisis

Lateral kantotomi dan kantolisis di indikasikan apabila terjadi perdarahan retrobulbar


dengan gejala temasuk proptosis, peningkatan TIO yaitu apabila TIO lebih dari 40 mmHg,
penurunan visus, RAPD, restriksi pergerakan otot ekstraokuler karena progresifitas cepat dan
mengancam kehilangan penglihatan yang permanen dan OCS ini merupakan suatu diagnosa
klinis maka tindakan tidak boleh ditunda.

Kontaindikasi untuk dilakukannya lateral kantotomi adalah ruptur bola mata, dimana
pada mata yang terkena akan menunjukan tanda- tanda klinis seperti hifema, perdarahan
subkonjungtiva, bentuk pupil yang tidak teratur, enopthalmos, jaringan uvea yang terbuka,
dimana hal ini akan menyebabkan kerusakan tambahan pada bola mata

18
Adapun langkah dalam melakukan kantolisis lateral dan kantotomi adalah kita harus
menilai benar- benar kedaan mata jika tidak terjadi laserasi atau ruptur tindakan ini dapat
dilakukan, pertama- tama kita harus melakukan penjelasan kepada pasien mengenai manfaat,
resiko, dan prosedur tindakan. Pastikan pasien mendapatkan anelgetik yang adekuat dan
pencahayaan yang memadai, penggunaan lampu sangat berguna untuk melihat anatomi secara
jelas, dokumentasikan visus sebelum tindakan dan sesudah tindakan begitu juga dengan
tekanan intaokuler sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Adapun persiapan alat untuk tindakan ini adalah sarung tangan dan gown steril, eye
drape, normal salin untuk mencuci, suture kit, lidocain 1 % dengan epinefrin 2% 2:100.000 ,
setelah itu spuit dengan jarum 23 –gauge. Untuk langkah- langkah prosedur tindakan yaitu
pasien dalam posisi supine dengan kepala elevasi sekitar 10- 15 0, minta asisten untuk membantu
mempertahankan posisi kepala dikhawatirkan pergerakan kepala yang tiba-tiba akan
memperberat cedera ocular atau fasial.

Gambar 13. Identifikasi kantus lateral 32

Setelah itu identifikasi lateral kantus berikan anestesi local lidocain sekitar 1-2 mL
dicampur dengan epinefrin, bersihkan dan sterilkan lapangan operasi dengan povidone iodine,
pasang eye drape gunakan tangan yang tidak dominan untuk menahan traksi pada kelopak mata
lateral, ketika hendak menyuntikan anstesi lokal, pastikan jarum pada sisi lateral dan pastikan
tidak mengarah kemedial saat menyuntikan supaya menghindari trauma orbita.

19
Gambar 14. Crushing kantus lateral dengan forcep 32

Dengan menggunakan toothed forcep, clamp-crush kantus lateral sekitar 1-2 menit untuk
mengurangi perdarahan lalu gunting kantus lateral hingga batas lateral orbita

Gambar 15. Identifikasi ligament kantus 32

Setelah dilakukan tindakan kantotim lateral, kelopak mata kita tarik kearah bawah untuk
mengidentifikasikan inferior crus.

Gambar 16. Kantolisis lateral 32

20
setelah teridentifikasi crus inferior kemudian potong crus inferior dengan gunting steril
yang mengarah ketepi orbita inferior, hal ini lah yang dimaksud dengan kantolisis

Gambar 17. Kantolisis32

Setelah dilakukan tindakan kantolisis maka akan terjadi pergerakan bola mata kedepan ,
kemudian kita dapat melakukan pengecekan kembali tekanan intra orita, dikatakan berhasil
apabila tekanan intra orbita kurang dari tekanan intra orbita sebelum dilakukan tindakan. 32

2. Penatalaksanaan medikamentosa

Harus menghindari terhadap sesuatu hal yang dapat meningkatkan tekanan dan tegangan
dapat diberikan menekan batuk, antiemetic, pencahar, kepala harus ditinggikan setidaknya 45 o .
kompres dingin untuk mengurangi aliran darah dan edema pada orbita, tekanan darah dan
koagulopati harus dalam keadaan normal. Berikan obat- obatan yang mendasari pada OCS, jika
penyebabnya infeksi berikan antibiotik sistemik, kortikosteroid baik intravena atau pun oral jika
terjadi peradangan. 5,30,31

2.2.6 Prognosis

Prognosis baik dan dapat memulihkan penglihatan dengan sempurna apabila dilakukan
tindakan dekompresi orbita segera dan pemberian obat-obatan, sementara apabila tindakan dan
pengobatan yang tertunda dari OCS lebih cendrung terjadi kehilangan penglihatan yang
permanen.31,33

21
2.2.7. Kesimpulan

Orbital Compartment Syndrome (OCS) merupakan suatu keadaan darurat pada mata yang
jarang terjadi serta mengancam penglihatan dan memerlukan intevensi segera untuk mencegah
kehilangan penglihatan yang permanen. Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan resiko ini
adalah pemakaian obata aspirin, anti platelet, pemakaian trombolitik pada usia tua, trauma dan
pembedahan wajah. Meminimalkan resiko OCS setelah trauma dan pembedahan sama
pentingnya dengan diagnose yang tepat dan dekompresi untuk menyelamatkan penglihatan.
prosedur tindakan kantotomi lateral dan kantolisis inferior harus dilakukan dengan cepat.

22
Daftar Pustaka

1. Li KK, Meara JG, Rubin PA. Orbital compartment syndrome following orthognathic
surgery. J Oral Maxillofac Surg. 1995;53(8):964–968. doi:10.1016/0278-2391(95)90294-
5 [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]
2. Whitford R, Continenza S, Liebman J, Peng J, Powell EK, Tilney PVR. Out-of-hospital
lateral canthotomy and cantholysis: a case series and screening tool for identification of
orbital compartment syndrome. Air Med J. 2018;37(1):7–11.
doi:10.1016/j.amj.2017.11.002
3. Lima V, Burt B, Leibovitch I, Prabhakaran V, Goldberg RA, Selva D. Orbital
compartment syndrome: the ophthalmic surgical emergency. Surv Ophthalmol.
2009;54(4):441–449. doi:10.1016/j.survophthal.2009.04.005
4. American Academy of Opthalmology, Bacis and Clinical Science Course, Oculofacial
Plastic and orbital Surgery “Orbital trauma“ Orbita Compartement Syndrome, page 118-
121
5. Gordon S, Macrea H. Monocular blindness as a complication of the treatment of malar
fracture. Plast Reconstr Surg (1946). 1950;6(3):228–232
6. American Academy of Opthalmology, Bacis and Clinical Science Course, Fundamental
and Principles of Opthalmology“Orbit and Ocular Adneksa“ page 3-42
7. Koornneef L. Spatial Aspects of Orbital Musculo-Fibrous Tissue in Man: A New
Anatomical and Histological Approach. Amsterdam, Swets & Zeitlinger B.V, 1977
8. American Academy of Opthalmology, Bacis and Clinical Science Course, Oculofacial
Plastic and orbital Surgery “Orbital anatomy“ page 5-19
9. Dutton, Jonathon, Atlas of Clinical and Surgical Orbital Anatomy; The Eyelids and
Anterior Orbit. Elseveier (2nd edition), 2011. Chapter 8, pp 129-164, figures 8-1, 8-5, 8-
8, 8-16; Chapter 2, pp 15-27, figure 2-1; Chapter 5, pp 83-98, figure 5-1, 5-2
10. Burkat CN, Lemke BN. Retrobulbar hemorrhage: inferolateral anterior orbitotomy for
emergent management. Arch Ophthalmol. 2005;123:1260—2
11. Gerber SL, Duprat G. Orbital compression syndrome after orbital extravasation of x-ray
contrast material. Am J Ophthalmol. 2000;130:530--1

23
12. 27. Gerbino G, Ramieri GA, Nasi A. Diagnosis and treatment of retrobulbar haematomas
following blunt orbital trauma: a description of eight cases. Int J Oral Maxillofac Surg.
2005; 34:127—31
13. Yung C, Moorthy RS, Lindley D, et al. Efficacy of lateral canthotomy and cantholysis in
orbital hemorrhage. Ophthal Plast Reconstr Surg. 1994;10:137—41
14. Hass AN, Penne RB, Stefanyszyn MA, Flanagan JC. Incidence of postblepharoplasty
orbital hemorrhage and associated visual loss. Ophthal Plast Reconstr Surg. 2004;
20:426—32
15. Burkat CN, Lemke BN. Retrobulbar hemorrhage: inferolateral anterior orbitotomy for
emergent management. Arch Ophthalmol. 2005;123:1260—2
16. Mootha VV, Cowden TP, Sires BS, Dortzbach RK. Subperiosteal orbital hemorrhage
from retrobulbar injection resulting in blindness. Arch Ophthalmol. 1997;115:123—4
17. Sullivan TJ, Wright JE. Non-traumatic orbital haemorrhage. Clin Exp Ophthalmol.
2000;28:26—31
18. Wilcsek GA, Kazim M, Francis IC, et al. Acute orbital hemorrhage. In Holck DEE, Ng
JD (eds): Evaluation and Treatment of Orbital Fractures. Philadelphia, PA, Elsevier,
2006, pp. 381—9
19. Caesar R, Gajus M, Davies R. Compressed air injury of the orbit in the absence of
external trauma. Eye. 2003;17:661—2
20. Castro E, Seeley M, Kosmorsky G, Foster JA. Orbital compartment syndrome caused by
intraorbital bacitracin ointment after endoscopic sinus surgery. Am J Ophthalmol.
2000;130:376—8
21. Korinth MC, Weinzierl MR, Banghard W, Gilsbach JM. Extended pterional orbital
decompression in severe orbital cellulitis. Acta Neurochir. 2003;145:283—7
22. Gerber SL, Duprat G. Orbital compression syndrome after orbital extravasation of x-ray
contrast material. Am J Ophthalmol. 2000;130:530—1
23. alters G, Georgious T, Hayward JM. Sight-threatening acute orbital swelling from
peribulbar local anesthesia. J Cataract Refract Surg. 1999;25:444—6
24. Brandon C, Murchison A, orbital Compartement Syndrome, American Academy of
Ophtalmology, 2017

24
25. Ahmar W, Mason K, Harley N, Hogan C. An unusual complication of thrombolysis—
bilateral retro-orbital haematomata. Anaesth Intensive Care. 2005;33:271—3
26. Edmunds MR, Haridas AS, Morris DS, Jamalapuram K. Management of acute
retrobulbar haemorrhage: a survey of non-ophthalmic emergency department
physicians. Emerg Med J. 2019;36(4):245–247. doi:10.1136/emermed-2018-207937
27. Wladis EJ, Peebles TR, Weinberg DA. Management of acute orbital hemorrhage with
obstruction of the ophthalmic artery during attempted coil embolization of a dural
arteriovenous fistula of the cavernous sinus. Ophthal Plast Reconstr Surg.
2007;23(1):57–59. doi:10.1097/IOP.0b013e31802c7e5a
28. Yang P, Toomey C, Lin J, Kikkawa DO, Korn BS, Harrison A. Beware of the
sneeze. Surv Ophthalmol. 2019. doi:10.1016/j.survophthal.2019.04.001
29. Wyse E, Sorte DE, Mahoney NR, Pearl MS. Orbital compartment syndrome due to acute
hemorrhage within an orbital lymphatic malformation: emergency treatment with
percutaneous sclerotherapy. J Vasc Interv Radiol. 2016;27(3):453–455.
doi:10.1016/j.jvir.2015.11.050
30. Sun MT, Chan WO, Selva D. Traumatic orbital compartment syndrome: importance of
the lateral canthomy and cantholysis. Emerg Med Australas. 2014;26(3):274–278.
doi:10.1111/1742-6723.12236
31. Kratky V, Hurwitz JJ, Avram DR. Orbital compartment syndrome. Direct measurement
of orbital tissue pressure: 1. Technique. Can J Ophthalmol. 1990;25(6):293–297

32. Eye for an Eye at the Blunt Dissection ,Lateral Canthotomy & Cantholysis at Emerjency
Webb, spetember 25, 2014
33. Stiff HA, Chung AT, Benage M, Janson BT. Orbital Compartement Syndrome
curriculum. Eye Round. September, 2018

25

Anda mungkin juga menyukai