Oleh:
dr. Erick Yudistira
NIM: 157110002
Oleh:
dr. Erick Yudistira
NIM: 157110002
Pembimbing:
dr. Bobby Ramses Erguna Sitepu, M.Ked (Oph), Sp.M (K)
Prof. dr. H. Aslim D. Sihotang, Sp.M (KVR)
Dr. dr. Taufik Ashar, MKM
Latar Belakang: Tuberkulosis paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat diseluruh dunia. Salah satu obat anti tuberkulosis yang selalu diberikan yaitu
etambutol yang merupakan golongan antimikroba bakteriostatik. Toksisitas okular berupa
neuropati optik yang seringkali dilaporkan sebagai efek samping pada penggunaan
etambutol tersebut. Meskipun toksisitas etambutol dikatakan bersifat reversibel, pada
berbagai penelitian didapatkan defek yang progresif dan permanen yang dapat
menyebabkan penurunan nilai sensitivitas kontras penglihatan. Tes sensitivitas kontras
yang digunakan adalah Pelli-Robson Contrast Sensitivity Chart yang merupakan suatu
gold standard pemeriksaan sensitivitas kontras penglihatan. Pemberian suplemen vitamin
D pada penderita tuberkulosis paru yang mendapat terapi etambutol dalam studi ini
terbukti secara signifikan meningkatkan nilai sensitivitas kontras pada kedua mata dan
dapat mengurangi risiko terjadinya toksisitas saraf optik pada penderita tuberkulosis paru,
sehingga pemberian suplemen vitamin D sangat direkomendasikan.
Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan antara perubahan nilai sensitivitas kontras pada
kelompok penderita tuberkulosis paru yang mendapat terapi etambutol dengan pemberian
suplemen vitamin D (kelompok intervensi) dan kelompok penderita tuberkulosis paru
yang mendapat terapi etambutol tanpa pemberian suplemen vitamin D (kelompok
kontrol).
Metode: Desain penelitian ini adalah experimental prospective study. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan visus, segmen anterior, tekanan intraokuli, segmen
posterior dan sensitivitas kontras penglihatan. Analisa statistik yang digunakan adalah
Chi Square, Mann Whitney, Kruskal Wallis dan Wilcoxon.
Hasil: Sampel penelitian ini sebanyak 60 orang pasien tuberkulosis paru yang
mendapatkan terapi etambutol lebih dari 2 bulan yang datang ke Rumah Sakit Khusus
Paru Pemprov Sumut dan telah memenuhi kriteria inklusi. Subyek dibagi menjadi dua
kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 30 orang. Kelompok pertama
adalah kelompok intervensi yang mendapat vitamin D selama 8 minggu (2 bulan) dan
kelompok kedua adalah kelompok kontrol yang tidak mendapat vitamin D. Pada
kelompok intervensi baik pada mata kanan (OD) dan mata kiri (OS) menunjukkan
terdapat peningkatan nilai sensitivitas kontras yang signifikan (p<0,001) antara sebelum
dan sesudah pemberian vitamin D selama 8 minggu (2 bulan), setelah dianalisis dengan
menggunakan uji Wilcoxon. Namun, pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan
yang signifikan (p>0,05) nilai sensitivitas kontras pada mata kanan (OD) dan mata kiri
(OS).
i
ABSTRACT
Objective: This study aims to determine the difference between changes in contrast
sensitivity values in the group of pulmonary tuberculosis patients who received
ethambutol therapy with vitamin D supplementation (intervention group) and groups of
pulmonary tuberculosis patients who received ethambutol therapy without vitamin D
supplementation (control group).
Methods: The design of this study is an experimental prospective study. The examinations
performed were visual examination, anterior segment, intraocular pressure, posterior
segment and visual contrast sensitivity. Statistical analysis used is Chi Square, Mann
Whitney, Kruskal Wallis and Wilcoxon.
Results: The sample of this study was 60 pulmonary tuberculosis patients who received
ethambutol therapy for more than 2 months who came to the Special Lung Hospital of the
North Sumatra Provincial Government and met the inclusion criteria. Subjects were
divided into two groups with 30 people in each group. The first group was the
intervention group who received vitamin D for 8 weeks (2 months) and the second group
was the control group who did not receive vitamin D. In the intervention group, both the
right eye (OD) and left eye (OS) showed an increase in contrast sensitivity values.
significant (p<0.001) between before and after administration of vitamin D for 8 weeks (2
months), after being analyzed using the Wilcoxon test. However, in the control group
there was no significant difference (p>0.05) in contrast sensitivity values in the right eye
(OD) and left eye (OS).
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ vii
iii
2.5.2 Sensitivitas Kontras pada Toksik Etambutol ............. 32
2.6 Kerangka Teori....................................................................... 33
2.7 Kerangka Konseptual ............................................................. 34
2.8 Defenisi Operasional.............................................................. 35
BAB V PEMBAHASAN............................................................................. 51
LAMPIRAN.................................................................................................... 62
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR SINGKATAN
ACE2 : Angiotensin-Converting-Enzyme 2
ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome
ASI : Air Susu Ibu
BB : Berat Badan
BTA : Basil Tahan Asam
CAP : Community-Acquired Pneumonia
CPD : Cycle Per Degree
CRT : Cathode-Ray Tube
CSF : Contrast Sensitivity Function
DBP : vitamin D Binding Protein
GCC : Ganglion Cell Complex
INH : Isoniazid
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut
IU : International Unit
Kg : Kilogram
LAMP-2 : Lysosomal-Associated Membrane Protein-2
L max : Luminance max
L min : Luminance min
Log : Logaritma
KTP : Kartu Tanda Penduduk
Mg : Miligram
MTF : Modulation Transfer Function
NHBLI : National Heart, Lung and Blood Institute
NIH : National Institutes of Health
OAT : Obat Anti Tuberkulosis
RGCs : Retinal Ganglion Cells
RVD : Reseptor Vitamin D
SK : Sensitivitas Kontras
SPS : Sewaktu Pagi Sewaktu
TB : Tuberkulosis
vii
TPEN : Tetrakis (2-Pyridylmethyl) Ethylenediamine
UV-B : Ultraviolet-B
WHO : World Health Organization
25(OH)D3 : 25-Hidroksivitamin D3
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
aktif dari vitamin D yaitu 1,25D3, salah satunya cathelicidin yang mempunyai
peranan penting melawan infeksi Mycobacterium.7
Vitamin D merupakan salah satu mikronutrien yang bersifat larut dalam
lemak yang berperan dalam metabolisme kalsium dan fosfat, homeostasis
kalsium, kesehatan vaskuler, diferensiasi dan proliferasi sel. Vitamin D yang
juga disebut “sunshine vitamin”, sering dikaitkan dengan beberapa penyakit
mulai dari penyakit degeneratif sampai keganasan.7,8
Menurut Bintang Y.M Sinaga dkk (2017) bahwa pemberian vitamin D
pada TB paru beretnis Batak dengan dosis 1000 IU sebanyak 4 kali (minggu ke-0,
2, 4, 6) meningkatkan kadar vitamin D, namun tidak mempengaruhi perbaikan
foto toraks.8
Menurut Septilia Sugiarti dkk (2018) bahwa vitamin D diteliti berfungsi
sebagai imunomodulator yang terlibat dalam aktivasi makrofag melawan patogen.
Metabolit aktif akan memodulasi respon terhadap infeksi mikrobakteria sehingga
terjadi pengeluaran cathelicidin yang berfungsi sebagai antimikroba untuk
menginduksi autofagi. Defisiensi vitamin D merupakan salah satu faktor risiko
terpapar TB dan berhubungan erat dengan sistem imun yang menurun. Penelitian
sebelumnya menyatakan vitamin D mampu meningkatkan respon inflamasi
penderita TB sehingga terjadi perbaikan klinis yang cukup signifikan. Vitamin D
sebagai suplemen terapi OAT menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam
perbaikan klinis karena membantu dalam memodulasi respon imun dalam
melawan mycobacterium tuberculosis.20
Menurut Khasaf Junaid et al (2019) dari Pakistan bahwa tinggi prevalensi
defisiensi vitamin D pada pasien TB paru menunjukkan bahwa vitamin D
merupakan faktor risiko untuk perkembangan aktif tuberkulosis. Oleh karena itu,
mempertahankan pemberian vitamin D pada pasien TB mungkin berguna untuk
mengendalikan mycobacterium tuberculosis. Tingkat vitaminnya bisa
dipertahankan dalam batas referensi dengan mengubah gaya hidup dan
penggunaan suplemen multivitamin.8,9
Berdasarkan literatur bahwa etambutol bersifat reversibel setelah obat
dihentikan untuk jangka waktu tertentu. Namun pada beberapa penelitian,
kerusakan saraf optik akibat etambutol dapat pula bersifat permanen pada
4
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Defenisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian
besar kuman TB sering menyerang parenkim paru dan menyebabkan TB paru,
tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura,
kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya. Penyakit ini ditemukan
secara endemik hampir di seluruh dunia. Menurut World Health Organization
(WHO) tahun 2013 diperkirakan terdapat 9 juta orang di seluruh dunia menderita
TB (56% kasus terdapat di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat) dan 1,5 juta
kematian yang disebabkan oleh TB. Pada tahun 2013 Indonesia berada pada
urutan ke-5 estimasi insidensi kasus TB di seluruh dunia. Prevalensi TB berdasar
atas pemeriksaan dahak, foto toraks, atau keduanya pada penduduk Indonesia
sebesar 0,4% (tahun 2013).1,2
7
8
mengandung banyak sekali kuman dapat dilihat langsung dengan mikroskop pada
sediaan dahaknya (penderita BTA positif) adalah sangat menular. Penderita yang
kumannya tidak ditemukan dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (penderita
BTA negatif) sangat tidak menular. Penderita TB BTA positif menularkan kuman
ke udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin.
Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi debu yang
mengandung kuman tuberkulosis dan dapat bertahan di udara beberapa jam.
Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap oleh orang lain. Jika kuman
tersebut telah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, kemudian
membelah diri (berkembang biak).1,2,6
Orang yang serumah dengan penderita TB BTA positif adalah besar
kemungkinannya terpapar dengan kuman tuberkulosis. Orang yang telah
terinfeksi belum tentu langsung mejadi sakit, sementara waktu kuman berada
dalam tubuh dalam keadaan dormant (tidur) dan dapat ditentukan dengan tes
tuberkulin. Orang menjadi sakit biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3–6
bulan setelah terjadi infeksi. Orang yang tidak menjadi sakit tetap mempunyai
risiko untuk menderita TB sepanjang sisa hidupnya. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan terjadinya penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, gizi
buruk atau HIV/AIDS.1,2,6
Terduga TB
Etambutol: fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg
BB 3 kali seminggu, 45 mg/kg BB 2 kali seminggu atau :
o BB > 60kg : 1500 mg
o BB 40 -60 kg : 1000 mg
o BB < 40 kg : 750 mg
o Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
Streptomisin: 15mg/kgBB atau
o BB >60kg: 1000mg
o BB 40 - 60 kg : 750 mg
o BB < 40 kg : sesuai BB
Kombinasi dosis tetap Rekomendasi WHO untuk kombinasi dosis tetap,
penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan
fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis
seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman
pengobatan.21,23,24
2.2 Etambutol
Etambutol berupa tablet serbuk kristal putih, higroskopis, tidak berbau
atau hampir tidak berbau, berasa pahit; berat molekul 204,31; titik leleh 87,5oC -
88,8oC; titik didih 345,3oC; tekanan uap 1,82 x 10-6 mmHg pada 25oC; konstanta
disosiasi pKa2 = 9,49; koefisien partisi oktanol/air: log Kow = -0,41. Sifatnya
larut dalam kloroform, metilen klorida; kurang larut dalam benzen; sedikit larut
dalam air.30,31,32
optik (normal, edema, atau pucat) tidak spesifik dan tidak dapat membedakan
berbagai kemungkinan etiologi neuropati optik. Pemeriksaan fundus menunjukkan
papil saraf optik dalam batas normal. Pada tahap-tahap awal gambaran diskus
seringkali normal atau sedikit hiperemis. Pembengkakan diskus hanya dijumpai
pada sedikit kasus. Pada kasus yang tidak ditangani dengan baik dan sudah lanjut,
sering dijumpai atrofi optik.6,7
2.4 Vitamin D
2.4.1 Definisi Vitamin D
Vitamin D merupakan salah satu mikronutrien yang bersifat larut dalam
lemak yang berperan dalam metabolisme kalsium dan fosfat, homeostasis
kalsium, kesehatan vaskuler, diferensiasi dan proliferasi sel. Vitamin D, yang
juga disebut “sunshine vitamin”, sering dikaitkan dengan beberapa penyakit
mulai dari penyakit degeneratif sampai keganasan. Bukti menunjukkan apabila
kadar vitamin D lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk menjaga homeostasis
kalsium dapat mengurangi risiko resistensi insulin, obesitas, sindrom metabolik,
dan keganasan.12
lebih dari pada 3 huruf di sisi kanan. Semakin ke bawah, kontras dari huruf-huruf
ini juga semakin menurun.60,62
Ukuran dari huruf-huruf pada Pelli Robson adalah 4,9 x 4,9 cm (2 x 2
inci). Huruf-huruf disisi kiri atas memiliki kontras paling tinggi yaitu 1 atau l00%
dan huruf di kanan bawah memiliki kontras paling rendah, yaitu 0,006 atau 0,6%.
Pada lembar penilaian, tercantum nilai logaritma sensitivitas kontras yang
diperoleh dari pemeriksaan yang dilakukan pada jarak 1 meter, dihubungkan
dengan sebesar frekwensi spatial sebesar 1 cpd.60,62
Nilai logaritma kontras yang didapat adalah nilai dari triplet terakhir yang
mampu dibaca pasien dengan minimal pembacaan 2 dari 3 baris huruf yang
berada pada papan tripet tersebut. Papan harus di iluminasi seseragam mungkin,
sehingga pencahayaan pada ruangan pemeriksaan umumnya sebesar 85 cd/m2
(candelas/m2). Range yang dapat diterima adalah 60-120 cd/m2 ,yang mana dapat
disamakan dengan iluminasi 280 lux pada eksposur fotografik antara l/15 dan
1/30 detik), hindari glare. Pasien jangan melihat lampu ataupun cermin seperti
refleksi lampu pada permukaan papan. Papan harus digantung posisi sejajar
dengan mata pasien.60,62
Tes sensitivitas kontras telah secara luas diajukan dalam beberapa tahun
terakhir sebagai tambahan yang penting bahkan untuk mengganti tes visus.
Ukuran ketajaman mata diserap baik secara detail tetapi bias tidak adekuat
digambarkan oleh seseorang untuk melihat luas, objek low-contrast seperti
wajah.60,62
Kontras dinilai berdasarkan nilai logaritma yang didapatkan dari hasil
perhitungan dari rasio paling terang dan paling gelap sebuah kontras. Nilai 1
mewakili kontras putih sampai hitam, dan 0 adalah kontras yang seragam semua
warna putih, semua hitam atau semua abu-abu, secara matematika dinyatakan
dengan:
L max - L min
L max + L min
dimana L max adalah luminance dari pola area paling terang dan L min adalah
luminance area paling gelap. Ambang kontras adalah kontras minimal yang
dibutuhkan untuk mendeteksi warna. Sensitivitas kontras menghubungkan
32
seberapa banyak kontras dibutuhkan seorang pasien untuk melihat warna, yang
dinyatakan sebagai I / (ambang kontras). Contrast Sensitivity Function (CSF)
untuk pasien menunjukkan Sensitivitas Kontras dengan beberapa frekwensi yang
berbeda. Secara normal pada dewasa rentang nilai sensitivitas Kontras yang
dianggap masih adalah dengan log 1.80- 1.95.60,62
TUBERKULOSIS PARU
ETAMBUTOL
CLORPROMAZINE ALKOHOL
PENURUNAN NILAI
SENSITIVITAS KONTRAS
PENGLIHATAN
INTERVENSI (VITAMIN D)
paling gelap
sebuah
kontras
(monokrom
atau warna)
yang
dibutuhkan
untuk
mendeteksi
atau
mengenal
suatu target
visual.
5. Pemberian Mikronutrien Lembar Diberikan - Ya (Intervensi) Nominal
Vitamin D yang bersifat Observasi dengan - Tidak (Kontrol)
larut dalam dosis 1 kali
lemak yang sehari
berperan selama 8
dalam minggu
metabolisme (2bulan)
kalsium dan
fosfat,
homeostasis
kalsium,
kesehatan
vaskuler,
diferensiasi
dan
proliferasi
sel
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
37
38
b. Kriteria Ekslusi
1. Pasien tuberkulosis paru yang menderita katarak dan glaukoma.
2. Penderita retinopati hipertensi dan retinopati diabetik
3. Pasien yang mendapat obat lain yang dapat menyebabkan toksik optik
neuropati (Amiodarone, CPZ, Alkohol, Hidrocloroquine)
4. Pasien dengan kelainan segmen anterior.
5. Pasien dengan visus < 1/60.
Kriteria Inklusi
Pemeriksaan
Pelli-Robson Contrast Sensitivity Chart
Pemeriksaan
Pelli-Robson Contrast Sensitivity Chart
berikutnya setelah 8 minggu (2 bulan)
Dicatat dan
Analisa Data
44
45
itu, pada kelompok kontrol sebagian besar dengan visus 6/6 berjumlah 11 orang
(36,7%). Tidak terdapat perbedaan visus pada OD sebelum intervensi pada dua
kelompok studi (p = 0,347) setelah dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal
Wallis. Pada mata kiri (OS) pada kelompok intervensi sebagian besar
menunjukkan visus 6/7,5 dan 6/9 masing-masing berjumlah 8 orang (26,7%)
sebelum intervensi. Sementara itu, pada kelompok kontrol sebagian besar dengan
visus 6/7,5 berjumlah 10 orang (33,3%). Tidak terdapat perbedaan visus pada OS
sebelum intervensi pada dua kelompok studi (p = 0,347) setelah dianalisis dengan
menggunakan uji Kruskal Wallis.
Setelah dilakukan intervensi dengan pemberian vitamin D, baik pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, pada mata kanan (OD) dan mata kiri
(OS) tidak menunjukkan perubahan proporsi untuk masing-masing visus
dibandingkan sebelum pemberian intervensi.
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Visus OD dan OS Pre dan Post Intervensi
Kelompok Kelompok
Sensitivitas Kontras p*
Intervensi (n = 30) Kontrol (n = 30)
Pre Intervensi
OD
Rerata (SD) 1,65 (0,03) 1,64 (0,04) 0,411
Median (Min – Mak) 1,65 (1,55-1,70) 1,65 (1,55-1,70)
OS
Rerata (SD) 1,64 (0,04) 1,65 (0,03) 0,422
Median (Min – Mak) 1,65 (1,55-1,70) 1,65 (1,55-1,70)
Post Intervensi
OD
Rerata (SD) 1,93 (0,04) 1,63 (0,04) <0,001
Median (Min – Mak) 1,95 (1,85-1,95) 1,65 (1,55-1,70)
OS
Rerata (SD) 1,93 (0,04) 1,65 (0,03) <0,001
Median (Min – Mak) 1,95 (1,85-1,95) 1,65 (1,55-1,70)
*Mann Whitney
1.94
1.84
1.54
SK OD SK OD SK OS SK OS
Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol
Gambar 4.1. Grafik Error Bar Nilai Sensitivitas Kontras OD dan OS pada
Kelompok Intervensi dan Kontrol antara Pre dan Post Intervensi
4.4 Perubahan Nilai (Delta) Sensitivitas Kontras antara Pre dan Post
Intervensi pada OD dan OS
Tabel 4.4. Perubahan Nilai (Delta) Sensitivitas Kontras antara Pre dan Post
Intervensi pada OD dan OS
Kelompok Kelompok
Sensitivitas Kontras p*
Intervensi (n = 30) Kontrol (n = 30)
Delta SK
OD
Rerata (SD) 0,28 (0,05) -0,01 (0,03) <0,001
Median (Min – Mak) 0,30 (0,15-0,40) 0 (-0,10-0)
OS
Rerata (SD) 0,29 (0,06) -0,003 (0,02) <0,001
Median (Min – Mak) 0,30 (0,15-0,40) 0 (-0,10-0)
*Mann Whitney
kontras tertinggi sebesar 0,40. Sementara itu, pada kelompok kontrol, nilai delta
median sensitivitas kontras mata kanan (OD) menunjukkan nilai nol. Dengan
menggunakan uji Mann Whitney, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai
delta sensitivitas kontras mata kanan (OD) yang signifikan (p < 0,001) antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Pada kelompok intervensi, pada mata kiri (OS) menunjukkan peningkatan
sensitivitas kontras dengan nilai median sebesar 0,29, dengan peningkatan
sensitivitas kontras terendah sebesar 0,15 dan peningkatan senstivitas kontras
tertinggi sebesar 0,40. Sementara itu, pada kelompok kontrol, nilai delta median
sensitivitas kontras mata kiri (OS) menunjukkan nilai nol. Dengan menggunakan
uji Mann Whitney, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai delta sensitivitas
kontras mata kiri (OS) yang signifikan (p < 0,001) antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.
4.5 Perbedaan Sensitivitas Kontras pada OD dan OS antara Pre dan Post
Intervensi
Pada kelompok intervensi baik pada mata kanan (OD) dan mata kiri (OS)
menunjukkan terdapat peningkatan nilai sensitivitas kontras yang signifikan
(p<0,001) antara sebelum dan sesudah pemberian vitamin D selama 8 minggu,
setelah dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon. Namun, pada kelompok
kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) nilai sensitivitas kontras
pada mata kanan (OD dan mata kiri (OS).
2.04
1.99
1.94
1.89
1.84
1.79 Pre Intervensi
1.74
1.69 Post Intervensi
1.64
1.59
1.54
Sensitivitas Kontras Sensitivitas Kontras
OD OS
Gambar 4.2. Grafik Error Bar Nilai Sensitivitas Kontras OD dan OS pada
Kelompok Intervensi antara Pre dan Post Intervensi
1.7
1.68
1.66
1.64
1.62 Pre Intervensi
1.6 Post Intervensi
1.58
1.56
1.54
Sensitivitas Kontras OD Sensitivitas Kontras OS
Gambar 4.3. Grafik Error Bar Nilai Sensitivitas Kontras OD dan OS pada
Kelompok Kontrol antara Pre dan Post Intervensi
51
BAB V
PEMBAHASAN
6.1 Kesimpulan
1. Jumlah subyek berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 16 orang (53,3%)
pada kelompok yang diberikan suplemen vitamin D dengan rerata usia 47,8
tahun. Sementara itu, pada kelompok kontrol jumlah subyek berjenis kelamin
laki-laki adalah sebanyak 17 orang (56,7%) pada kelompok yang tidak
diberikan suplemen vitamin D dengan rerata usia 40,36 tahun.
2. Nilai sensitivitas kontras sebelum intervensi pada kelompok subyek yang
diberikan suplemen vitamin D dengan nilai median sebesar 1,65 (1,55-1,70)
dan nilai sensitivitas kontras sebelum intervensi pada kelompok subyek
kontrol dengan nilai median sebesar 1,65 (1,55-1,70).
3. Nilai sensitivitas kontras setelah intervensi pada kelompok subyek yang
diberikan suplemen vitamin D dengan nilai median sebesar 1,95 (1,85-1,95)
dan nilai sensitivitas kontras setelah intervensi pada kelompok subyek kontrol
dengan nilai median sebesar 1,65 (1,55-1,70).
4. Perubahan nilai sensitivitas kontras pada kelompok yang diberikan suplemen
vitamin D dengan nilai median sebesar 0,30 (0,15-0,40) dan nilai
sensitivitas kontras pada kelompok kontrol dengan nilai median sebesar
0 (-0,10-0).
5. Terdapat perbedaan perubahan nilai sensitivitas kontras yang signifikan
(p<0,001) antara kelompok yang diberikan suplemen vitamin D dengan
kelompok kontrol pada mata kanan (OD) dan mata kiri (OS).
54
55
6.2 Saran
1. Evaluasi pemeriksaan uji sensitivitas kontras pada penderita TB paru yang
mendapat terapi etambutol dapat dilakukan sebagai skrining awal terjadinya
kerusakan saraf optik.
2. Pemberian suplemen vitamin D pada penderita TB paru yang mendapat terapi
etambutol dalam studi ini terbukti secara signifikan meningkatkan nilai
sensitivitas kontras pada kedua mata subyek, sehingga pemberian suplemen
vitamin D sangat direkomendasikan.
3. Suplemen vitamin D sangat dianjurkan diberikan kepada penderita TB paru
karena vitamin D dapat berperan sebagai imunomodulator yang dapat
menghambat perkembangan dari infeksi mycobacterium tuberculosis dan
sebagai terapi penanganan terhadap penurunan sensitivitas kontras akibat efek
samping dari pemberian obat etambutol.
DAFTAR PUSTAKA
56
57
23. Reins RY, McDermott AM. Vitamin D: Implications for ocular disease an
therapeutic potensial.Exp Eye Res.2015;134:101-110.DOI:10.1016/j.exer.
2015.02.2019
24. Ozturk E Effect of Vitamin D Deficiency on Contrast Sensitivity Function.
Current Eye Research 45 (12):1-6. June 2020.
25. Mathieu Uro. Age-Related Vitamin D Deficiency Is Associated with Reduced
Macular Ganglion Cell Complex: A Cross-Sectional High-Definition Optical
Coherence Tomography Study. June 2015
26. Rindawati. Pengaruh Pemberian Zinc Terhadap Nilai Sensitivitas Kontras
pada Penderita Tuberkulosis yang Mendapat Etambutol. Tesis Program
Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Andalas. Padang. 2010
27. Nur Azizah Juzmi, Batari Todja Umar, Rahasiah Taufik.Neuropati Optik
Toksik Setelah Pemberian Etambutol Pada Penderita Tuberkulosis Di
Makassar. JST Kesehatan, Juli 2014, Vol.4 No.3 : 269 – 276
28. Merdian A. (2003). Peran Serta dokterPraktek Umum Swasta pada DOTS
dalam Simposium Hari TB sedunia. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. Meyer
D., Kubis KC. & WolfMA. (2003). Chiasmopathy. Survey ophthalmology,
44:329-35
29. Cem Cenkaya. Effect of Vitamin D Deficiency on Contrast Sensitivity
Function. January 2020. Pages 1619-1624
30. Kumar A, Sandramouli S, Verma L. Ocular ethambutol toxicity: Is it
reversible? J Clin Neuro-ophthalmol. 1993;1(13):15-18.
31. Menon V, Jain D, Saxena R, Sood R. Prospective evaluation of visual
function for early detection of ethambutol toxicity. Br J Ophthalmol.
2009;93:1251-4.
59
32. Choi SY, Hwang JM. Optic neuropathy associated with ethambutol in
Koreans. Korean J Ophthalmol. 1997;11:106-10.
33. Melamud A, Kosmorsky GS, Lee MS. Ocular ethambutol toxicity: a case re-
port. Mayo Clin Proc. 2003;78:1409-11.
34. Menon V., Jain D. & Saxena R.(2009). Prospective evaluation of visual
function for early detection of ethambutol toxicity. Br J ophthalmol, 93: 1251-
4.
35. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach (Sixth Edition).
London: Elsevier, 2017.
36. Trusiewicz D. Farnsworth 100-Hue test in diagnosis of ethambutol-induced
da-mage to optic nerve. Ophthalmologica. 2013;171:425-31.
37. Ryan SJ, Hinton DR, Scachat AP, Wilkinson CP. Retina (Fourth Edition).
London: Elsevier, 2016.
38. Kidd DP, Newman NJ, Biousse V. Neuro-Ophthalmology: Blue Book of
Neurology (First Edition). China: Elsevier, 2018.
39. Chan JW. Optic Nerve Disorders: Diagnosis and Management (First Edition).
New York: Springer, 2017.
40. Polak BC, Leys M, van Lith GH. Blue-yellow colour vision changes as early
symptoms of ethambutol oculotoxicity. Ophthalmologica. 2012;191:223-6.
41. Bansback, et all. In Determinants of health related quality of life and health
state utility in patients with age related macular degeneration: the association
of contrast sensitivity and visual acuity. Health Economics and Decision
Science. The University of Sheffield. Department of Ophthalomology.2016
September.(6):533–543.
42. Kim U, Hwang JM. Early stage ethambutol optic neuropathy: retinal nerve
fiber layer and optical coherence tomography. Eur J Ophthalmol
2019;19:466–469.
43. Chai SJ, Foroozan R. Decreased retinal nerve fibre layer thickness detected
by optical coherence tomography in patients with ethambutol-induced optic
neuropathy. Br J Ophthalmol 2017;91: 895–897.
60
44. Zoumalan CI, Agarwal M, Sadun AA. Optical coherence tomography can
measure axonal loss in patients with ethambutolinduced optic neuropathy.
Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol 2015;243:410–416.
45. Chan RY, Kwok AK. Ocular toxicity of ethambutol. Hong Kong Med J
2016;12:56–60.
46. Fraunfelder FW, Sadun AA, Wood T. Update on ethambutol optic
neuropathy. Expert Opin Drug Saf 2016;5:615–618.
47. Lee EJ, Kim SJ, Choung HK, et al. Incidence and clinical features of
ethambutol-induced optic neuropathy in korea. J Neuroophthalmol
2018;28:269–277.
48. Tsai RK, Lee YH. Reversibility of ethambutol optic neuropathy. J Ocul
Pharmacol Ther 2014;13:473–477.
49. Kumar A, Sandramouli S, Verma L, et al. Ocular ethambutol toxicity: is it
reversible? J Clin Neuroophthalmol 2013;13:15–17.
50. Menon V, Jain D, Saxena R, Sood R. Prospective evaluation of visual
function for early detection of ethambutol toxicity. Br J Ophthalmol
2019;93:1251–1254.
51. Kim YK, Hwang JM. Serial retinal nerve fiber layer changes in patients with
toxic optic neuropathy associated with antituberculosis pharmacotherapy. J
Ocul Pharmacol Ther 2019;25:531–535.
52. Kwok A. (2006). Ocular Toxicity of Ethambutol. Drug Review.
HongkongMedical Dairy. 2:2. Lavanya V., Rao., & Sulatha VB. (2006).
Ocular toxicity of antituberculosis treatment. Kerala journal of
ophthalmology, 18:3. Menon V., Jain D. & Saxena R. (2019).
53. Prospective evaluation of visual function for early detection of ethambutol
toxicity. Br J ophthalmol, 93: 1251-4.
54. Su-Ann L. (2016). Ethambutol-associatedoptic neuropathy. Singapore:
Department of ophthalmology Tan Tock Seng Hospital. Tsai RK. & Lee YH.
Reversibility of ethambutol optic neuropathy. J Ocul Pharmacol Ther,
13;473-7.
61
Lampiran 2
I. Data Demografi
Nama : …………………………………………………………….
Alamat lengkap : …………………………………………………………….
Telepon : …………………………………………………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
Umur : …………………………………………………………….
Suku : …………………………………………………………….
II. Anamnesis
1. Keluhan Utama:
2. Sudah berapa lama mendapat terapi etambutol:
3. Keluhan Tambahan:
Segmen Posterior:
Media
Papil
Retina
Makula
Lampiran 3
I. Data Demografi
Nama : …………………………………………………………….
Alamat lengkap : …………………………………………………………….
Telepon : …………………………………………………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
Umur : …………………………………………………………….
Suku : …………………………………………………………….
II. Anamnesis
1. Keluhan Utama:
2. Sudah berapa lama mendapat terapi etambutol:
3. Keluhan Tambahan:
Segmen Posterior:
Media
Papil
Retina
Makula
KETERANGAN:
1. INTERVENSI
2. KONTROL
73
OUTPUT ANALISIS
Cases
jk * kelompok Crosstabulation
kelompok Total
intervemsi kontrol
Count 16 17 33
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.50.
b. Computed only for a 2x2 table
74
Risk Estimate
Lower Upper
N of Valid Cases 60
kelompok Cases
Descriptives
Variance 91.338
Minimum 24
usia Maximum 66
Range 42
Interquartile Range 11
Median 39.00
Variance 213.068
Minimum 20
Maximum 63
Range 43
Interquartile Range 29
Tests of Normality
Mann-Whitney Test
Ranks
Total 60
Test Statisticsa
usia
Mann-Whitney U 329.500
Wilcoxon W 794.500
Z -1.784
Asymp. Sig. (2-tailed) .074
Crosstab
kelompok Total
intervensi kontrol
Count 6 11 17
Expected Count 8.5 8.5 17.0
6/6
% within Visus OD Awal 35.3% 64.7% 100.0%
% within kelompok 20.0% 36.7% 28.3%
Count 10 5 15
Expected Count 7.5 7.5 15.0
6/7,5
% within Visus OD Awal 66.7% 33.3% 100.0%
% within kelompok 33.3% 16.7% 25.0%
Count 7 8 15
Expected Count 7.5 7.5 15.0
Visus OD Awal 6/9
% within Visus OD Awal 46.7% 53.3% 100.0%
% within kelompok 23.3% 26.7% 25.0%
Count 7 5 12
Expected Count 6.0 6.0 12.0
6/12
% within Visus OD Awal 58.3% 41.7% 100.0%
% within kelompok 23.3% 16.7% 20.0%
Count 0 1 1
Expected Count .5 .5 1.0
6/15
% within Visus OD Awal 0.0% 100.0% 100.0%
% within kelompok 0.0% 3.3% 1.7%
Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
Total
% within Visus OD Awal 50.0% 50.0% 100.0%
% within kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 4.537a 4 .338
Likelihood Ratio 4.979 4 .289
Linear-by-Linear Association .313 1 .576
N of Valid Cases 60
a. 2 cells (20.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Risk Estimate
Value
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without
empty cells.
77
Kruskal-Wallis Test
Ranks
6/6 17 34.91
6/7,5 15 25.50
6/9 15 31.50
kelompok
6/12 12 28.00
6/15 1 45.50
Total 60
Test Statisticsa,b
kelompok
Chi-Square 4.462
df 4
Asymp. Sig. .347
Crosstab
kelompok Total
intervensi kontrol
Count 5 8 13
Count 8 10 18
Count 8 7 15
6/12 Count 7 5 12
78
Count 2 0 2
Chi-Square Tests
a. 2 cells (20.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
Risk Estimate
Value
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without
empty cells.
79
Kruskal-Wallis Test
Ranks
6/6 13 33.96
6/7,5 18 32.17
6/9 15 29.50
kelompok
6/12 12 28.00
6/15 2 15.50
Total 60
Test Statisticsa,b
kelompok
Chi-Square 3.259
df 4
Asymp. Sig. .515
Crosstab
kelompok Total
intervensi kontrol
Count 6 11 17
Expected Count 8.5 8.5 17.0
6/6
% within Visus OD Akhir 35.3% 64.7% 100.0%
Count 10 5 15
Count 7 8 15
Count 7 5 12
Count 0 1 1
Chi-Square Tests
a. 2 cells (20.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
Risk Estimate
Value
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for
a 2*2 table without empty cells.
81
Kruskal-Wallis Test
Ranks
6/6 17 34.91
6/7,5 15 25.50
6/9 15 31.50
kelompok
6/12 12 28.00
6/15 1 45.50
Total 60
Test Statisticsa,b
kelompok
Chi-Square 4.462
df 4
Asymp. Sig. .347
Crosstab
kelompok Total
intervensi kontrol
Count 5 8 13
Count 8 10 18
Count 8 7 15
Count 7 5 12
Count 2 0 2
Chi-Square Tests
a. 2 cells (20.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
Risk Estimate
Value
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without
empty cells.
83
Kruskal-Wallis Test
Ranks
6/6 13 33.96
6/7,5 18 32.17
6/9 15 29.50
kelompok
6/12 12 28.00
6/15 2 15.50
Total 60
Test Statisticsa,b
kelompok
Chi-Square 3.259
df 4
Asymp. Sig. .515
kelompok Cases
Descriptives
kelompok Statistic Std. Error
Mean 1.6500 .00587
Variance .002
Std. Deviation .04068
Minimum 1.85
Maximum 1.95
Range .10
Interquartile Range .00
Skewness -1.580 .427
Kurtosis .527 .833
Mean 1.6500 .00587
Tests of Normality
kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
intervensi .433 30 .000 .571 30 .000
SK_OD
kontrol .450 30 .000 .612 30 .000
intervensi .431 30 .000 .648 30 .000
SK_OS
kontrol .418 30 .000 .517 30 .000
intervensi .503 30 .000 .452 30 .000
SK_ODakhir
kontrol .447 30 .000 .634 30 .000
intervensi .488 30 .000 .492 30 .000
SK_OSakhir
kontrol .433 30 .000 .571 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
87
Mann-Whitney Test
Ranks
Test Statisticsa
SK_OD SK_OS SK_ODakhir SK_OSakhir
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 30b 15.50 465.00
SK_ODakhir - SK_OD
Ties 0c
Total 30
Negative Ranks 0d .00 .00
Positive Ranks 30e 15.50 465.00
SK_OSakhir - SK_OS
Ties 0f
Total 30
a. SK_ODakhir < SK_OD
b. SK_ODakhir > SK_OD
c. SK_ODakhir = SK_OD
d. SK_OSakhir < SK_OS
e. SK_OSakhir > SK_OS
f. SK_OSakhir = SK_OS
88
Test Statisticsa
Z -4.962b -4.961b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
Ranks
Total 30
Negative Ranks 1d 1.00 1.00
Total 30
Test Statisticsa
Z -1.633b -1.000b
Asymp. Sig. (2-tailed) .102 .317
Kedua Mata
kelompok Cases
Descriptives
Median 1.6500
Variance .001
Minimum 1.55
Maximum 1.70
Range .15
Median 1.6500
Minimum 1.55
Maximum 1.70
Range .15
Median 1.9500
Variance .002
Minimum 1.85
Maximum 1.95
Range .10
Median 1.6500
Variance .002
Minimum 1.55
Maximum 1.70
Range .15
Tests of Normality
Kelompok Kasus
Ranks
Total 60
Test Statisticsa
SK_Akhir - SK_Awal
Z -6.996b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Kelompok Kontrol
Ranks
Total 60
Test Statisticsa
SK_Akhir - SK_Awal
Z -1.890b
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
kelompok Cases
Descriptives
Median .3000
Variance .003
Minimum .15
Maximum .40
Delta SK OD
Range .25
Median .0000
93
Variance .001
Minimum -.10
Maximum .00
Range .10
Median .3000
Variance .004
Minimum .15
Maximum .40
Range .25
Median .0000
Variance .000
Minimum -.10
Maximum .00
Range .10
Tests of Normality
Mann-Whitney Test
Ranks
Total 60
intervensi 30 45.50 1365.00
Total 60
Test Statisticsa
Delta SK OD Delta SK OS
kelompok Cases
Descriptives
Median .3000
Variance .003
Minimum .15
Maximum .40
Range .25
Median .0000
Variance .001
Minimum -.10
Maximum .00
Range .10
Tests of Normality
Mann-Whitney Test
Ranks
Total 120
Test Statisticsa
DeltaSK
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 1830.000
Z -10.182
Asymp. Sig. (2-tailed) .000