Oleh:
Farid Alfarisy
177110004
Latar Belakang
Apakah ada hubungan antara derajat miopia dengan nilai sensitivitas kontras?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Manfaat Penelitian
Rancangan Penelitian
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
1. Memiliki kelainan media refraksi lain yang mempengaruhi tajam dan kualitas
penglihatan.
2. Memiliki riwayat trauma dan operasi mata sebelumnya.
1. Alat tulis
2. Snellen Chart
3. Slit Lamp
4. Indirect Funduscopy
5. Pelli-Robson Contrast Sensitivity Chart
Cara Kerja
USU
Myopia adalah salah satu kelainan refraksi di mana cahaya paralel dari tak
terhingga difokuskan di depan retina tanpa akomodasi. Prevalensi myopia di seluruh
dunia meningkat secara drastis dalam kurun waktu 50 tahun. Berdasarkan data dari 145
penelitian tentang prevalensi myopia, Holden menyimpulkan bahwa pada tahun 2000,
1,4 milyar orang menderita myopia (22,9% dari populasi) dan 163 juta orang menderita
myopia tinggi (2,7% dari populasi). Holden juga memprediksi pada tahun 2050
prevalensi myopia dan myopia tinggi meningkat secara tajam menjadi 4,7 milyar (49,8%
dari populasi) dan 938 juta (9,8% dari populasi). Prevalensi myopia paling tinggi
dijumpai di negara Asia Pasifik, Asia timur dan Asia tenggara. Peningkatan angka
myopia tinggi ini disebabkan karena kecenderungan timbulnya myopia pada usia yang
lebih muda dan semakin cepatnya kemajuan myopia. Myopia tinggi ini juga
berhubungan dengan komplikasi yang mengancam penglihatan seperti glaukoma, ablatio
retina, neovaskularisasi koroid dan degenerasi makula myopik.
Etiologi myopia dan faktor yang mempengaruhinya secara umum adalah genetik
dan faktor lingkungan. Namun faktor genetik tidak dapat berperan tunggal dalam
perkembanyan myopia tanpa ada pengaruh lingkungan. Penelitian sebelumnya banyak
yang menghubungkan antara myopia dengan faktor seperti myopia pada orang tua,
penurunan aktivitas di luar ruangan, tinggi badan, serum vitamin D yang rendah,
tingginya tingkat pendidikan, peningkatan aktivitas dekat, prestasi sekolah, BMI dan
kelainan refraksi pada masa anak. Pengaruh lingkungan yang berperan antara lain
meningkatnya waktu dalam pekerjaan dekat, tingginya status pendidikan dan malnutrisi.
Faktor protektif untuk mencegah serta progresifitas myopia antara lain aktivitas di luar
ruangan, penggunaan atropin dan penggunaan lensa orthokeratology.
Myopia berkembang sangat cepat pada usia remaja terutama ketika growth spurt.
Studi Yip tahun 2012 menunjukkan hubungan yang signifikan antara puncak kecepatan
pertambahan tinggi badan dan puncak progresifitas myopia pada anak di Singapura usia
6-14 tahun. Pada wanita growth spurt berhubungan dengan usia menarche yang
merupakan tanda pubertas. Sehingga penelitian mengenai hubungan antara usia
menarche dengan myopia dapat menjelaskan efek pertumbuhan fisik terhadap
perkembangan myopia. Studi Lyu tahun 2015 di Korean menunjukkan hubungan inversi
antara usia menarche dengan myopia yaitu usia menarche yang lebih tua menurunkan
resiko myopia.
Berdasarkan data di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara usia
menarche dengan panjang aksial, ketebalan lensa dan kedalaman bilik mata depan pada
mahasiswi myopia Fakultas Kdokteran USU.
Rumusan Masalah :
Adakah hubungan antara usia menarche dengan panjang aksial ketebalan lensa dan
kedalaman bilik mata depan pada mahasiswi myopia Fakultas Kedokteran USU?
Tujuan Penelitian :
Tujuan Umum :
Manfaat Penelitian :
Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan metode cross sectional study
yang dilakukan di Poli Mata Bagian Refraksi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
dan Rumah Sakit Jejaring.
Tempat Penelitian:
Poli Mata Divisi Refraksi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
Waktu Penelitian:
Direncanakan dimulai pada Januari 2021 hingga jumlah sampel terpenuhi
Kriteria Inklusi
Kriteria eksklusi
- Alat tulis
- Slit lamp
- Tetes mata Tropikamid 1%
- Tetes mata Tetrakain 0,05%
- Tetes mata Ofloksasin
- Snellen Chart
- Streak retinoskopi
- Biometri
- Kuesioner
Cara kerja
1. Pencatatan identitas pasien yang memenuhi kriteria inklusi
2. Pemeriksaan segmen anterior dengan slit lamp
3. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan snellen chart
4. Meneteskan sikloplegik berupa tropikamid 1% pada kedua mata
5. Melakukan pemeriksaan streak retinoskopi
6. Menetukan spherical equation tiap mata yaitu kekuatan sferis dalam dioptri
ditambah setengah kekuatan silindris dalam dioptri
7. Melakukan pengukuran panjang aksial, ketebalan lensa dan kedalaman bilik
mata depan menggunakan biometri.
8. Pengisian kuesioner oleh responden
9. Melakukan pencatatan penelitian
10. Melakukan pengolahan dan analisa data
Evaluasi Program Penilaian Skrining Tajam Penglihatan Guru Sekolah Dasar
Terhadap Angka Kejadian Kelainan Refraksi di Sekolah Dasar
Latar Belakang
Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan di banyak
negara. Salah satu permasalahan kelainan refraksi yang harus ditanggulangi dengan cepat dan tepat
yakni kelainan refraksi pada anak. Beberapa penelitian menyatakan bahwasanya apabila terjadi
kelainan refraksi pada anak yang tidak diketahui sedini mungkin, dapat mempengaruhi kemampuan
kognitif anak. Hal ini dikarenakan 80% informasi yang diperoleh selama 12 tahun pertama kehidupan
didapatkan melalui penglihatan.
Beberapa penelitian menyatakan gangguan penglihatan pada anak yang disebabkan
kelainan refraksi mencapai 33,3% dari total populasi anak-anak di India. Prevalensi gangguan
penglihatan pada anak-anak yang disebabkan kelainan refraksi di wilayah pedesaan mencapai 61%
dan wilayah perkotaan mencapai 81,7% dari seluruh populasi yang ada. Menurut WHO pada tahun
2008 menyatakan bahwa sedikitnya 13 juta anak di wilayah Asia Tenggara mengalami kelainan
refraksi terutama pada anak yang berusia 5-15 tahun. Pada tahun 2013, WHO juga menyatakan bahwa
prevalensi miopia terus meningkat terutama pada anak usia 6-12 tahun. Tingginya prevalensi
kelainan refraksi pada anak mencerminkan kurangnya pemeriksaan tajam penglihatan di layanan
pusat kesehatan maupun kurangnya edukasi mengenai pentingnya skrining pemeriksaan tajam
penglihatan. Program skrining tajam penglihatan diketahui menjadi salah satu tujuan utama WHO
yang berkaitan dengan program Vision 2020 terutama di negara berkembang. Skrining tajam
penglihatan sejak dini sejak dini diketahui bermanfaat mampu memperbaiki tajam penglihatan anak
mencapai >70%. Hal ini diketahui semenjak diberlakukan program The School Eye Screening (SES)
yang diinisiasi oleh NPCB (National Program for Control of Blindness) pada tahun 1994.8 Salah satu
program dari SES ialah memberikan edukasi kepada setiap guru di sekolah mengenai pentingnya
pemeriksaan tajam penglihatan. Diketahui bahwasanya program skrining tajam penglihatan di
sekolah lebih efektif dan lebih hemat biaya dibandingkan apabila anak-anak dilakukan pemeriksaan
tajam penglihatan di pusat pelayanan kesehatan maupun rumah sakit.
Menurut Saxena et al pada tahun 2014 menyatakan bahwa skrining pemeriksaan tajam penglihatan
yang dilakukan oleh para guru kepada anak didiknya sesuai dan akurat serta sangat membantu tenaga
medis dalam melakukan skrining kelainan refraksi. Menurut Reddy dan Bassett pada tahun 2017
menyatakan bahwa program skrining tajam penglihatan yang diterapkan oleh guru sekolah dengan
tenaga medis masih sesuai dan tepat pada anak-anak yang mengalami gangguan tajam penglihatan
hingga 6/12. Menurut Muralidhar pada tahun 2019 menyatakan bahwa skrining tajam penglihatan
yang dilakukan oleh guru sekolah menggunakan tumbling E chart didapatkan hasil sensitivitas 24,8%
dan spesifitas 98,65%. Hal ini berbanding jauh dengan skrining tajam penglihatan yang dilakukan
oleh tenaga medis menggunakan tumbling E chart didapatkan hasil sensitivitas 94,48% dan spesifitas
97,09%. Menurut Sudhan et al pada tahun 2009 menyatakan bahwa hasil skrining tajam pemeriksaan
yang dilakukan oleh guru sekolah menunjukkan 57,97% false postivies dan 6,08% false negatives
setelah dikaji ulang oleh tenaga medis yang berkaitan.
Menurut Teerawattananon pada tahun 2014 dan Ghonsikar pada tahun 2016 menyatakan
bahwa memberikan pelatihan kepada guru sekolah sangat efektif, dapat menghemat waktu dan biaya
untuk mendeteksi dini kelainan refraksi anak di sekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan
penelitian mengenai evaluasi penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar
Rumusan Masalah
Apakah terdapat pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar terhadap
angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan distribusi
demografis siswa.
2. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan sensitivitas
prosedur program skrining.
3. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan spesifitas
prosedur program skrining.
4. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan nilai prediksi
positif.
5. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan nilai prediksi
negatif.
Manfaat Penelitian
Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini merupakan studi prospektif analitik observasional
menggunakan desain pengambilan data secara cross sectional study.
Kriteria Eksklusi
1. Guru dan siswa sekolah dasar yang mempunyai riwayat operasi pada mata
2. Siswa sekolah dasar yang tidak kooperatif dalam skrining pemeriksaan tajam penglihatan
siswa sekolah dasar yang sudah memakai kacamata
Identifikasi Variabel
1. Variabel terikat: Skrining pemeriksaan tajam penglihatan oleh guru sekolah dasar
2. Variabel bebas: Hasil skrining pemeriksaan tajam penglihatan oleh guru sekolah dasar
Cara Kerja
1. Penjelasan kepada orang tua atau wali murid dan guru sekolah yang memenuhi kriteria
inklusi mengenai cara dan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Pencatatan identitas, anamnesa, dan data demografi siswa sekolah dasar.
3. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan siswa sekolah dasar oleh guru sekolah dasar
yang sudah dibekali pelatihan tata cara pemeriksaan tajam penglihatan.
4. Bagi siswa sekolah dasar yang terdeteksi mengalami kelainan refraksi maka akan
dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan subjektif oleh peneliti menggunakan Snellen
chart dan pemeriksaan segmen anterior menggunakan slitlamp.
5. Semua hasil dicatat dan dilakukan analisa data.