Anda di halaman 1dari 13

Usulan Judul Tesis Spesialis Kepada Yth :

1. Hubungan Derajat Miopia Dengan Nilai Sensitivitas Kontras


Menggunakan Pelli-Robson Contrast Sensitivity Chart pada Mahasiswa
Miopia Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. Hubungan Usia Menarche dengan Panjang Aksial, Ketebalan Lensa dan
Kedalaman Bilik Mata Depan pada Mahasiswi Myopia Fakultas
Kedokteran USU
3. Evaluasi Program Penilaian Skrining Tajam Penglihatan Guru Sekolah
Dasar Terhadap Angka Kejadian Kelainan Refraksi di Sekolah Dasar

Oleh:

Farid Alfarisy
177110004

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Hubungan Derajat Miopia Dengan Nilai Sensitivitas Kontras Menggunakan
Pelli-Robson Contrast Sensitivity Chart pada Mahasiswa Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

Latar Belakang

Mata sebagai sebuah indera penglihatan dapat dikategorikan dalam lima


fungsi utama yaitu high contrast acuity atau tajam penglihatan, sensitivitas terhadap
kontras, penglihatan terang (glare), lapang pandangan, dan penglihatan warna. Dari
keseluruhan fungsi ini, tajam penglihatan merupakan parameter yang paling sering
dikeluhkan secara subjektif oleh pasien-pasien yang datang untuk keluhan mata,
namun pada temuan klinisnya, kelima fungsi di atas tidak selalu berjalan linier atau
searah. Salah satu gangguan tajam penglihatan yang termasuk dalam refractive
error adalah miopia.
Secara definisi miopia diartikan sebagai kelainan refraksi di mana cahaya
paralel dari tak terhingga difokuskan di depan retina pada mata tak berakomodasi.
Miopia secara data dan statistik merupakan suatu kelainan refraksi yang diderita
hampir seluruh orang, baik di negara maju dan berkembang, di pusat aktivitas kota
maupun di lingkungan desa, laki-laki mapun perempuan dengan tingkat sosio-
ekonomi tinggi, menengah hingga paling bawah. Secara prevalensi miopia di
seluruh dunia meningkat secara drastis dalam kurun waktu 50 tahun terakhir
terutama di Asia Timur dan Asia Tenggara. Pada tahun 2020, prevalensi miopia di
seluruh dunia diprediksi sebesar 35% dan akan meningkat hingga 51% pada akhir
tahun 2050. Peningkatan angka prevalensi miopia ini juga dibarengi dengan
peningkatan prevalensi miopia tinggi yaitu 2,7% pada tahun 2010 menjadi 9,8%
pada tahun 2050. Peningkatan angka miopia tinggi ini disebabkan oleh karena
kecenderungan timbulnya miopia pada usia yang lebih muda dan semakin cepatnya
kemajuan miopia. Menurut data yang dipublikasikan International Review of
Ophthalmic Optics pada tahun 2016, disebutkan bahwa penderita miopia
dibandingkan dengan miopia tinggi pada tahun 2000 adalah 10:1 dan akan
meningkat jumlahnya menjadi 5:1 pada tahun 2030.
Miopia tinggi akan berdampak kepada komplikasi disfungsi retina yang
dapat mengancam penglihatan yang jika tidak ditangani secara komprehensif akan
berdampak serius terhadap kualitas hidup seseorang. Menurut Liou W dan Chiu J
pada tahun 2001, didapati bahwa derajat miopia berpengaruh terhadap sensitivitas
kontras penderitanya. Penelitian selaras juga diteliti di Iran pada tahun 2012 dan
menurut Hashemi H, et al diperoleh bahwa ada perbedaan sensitivitas kontras pada
penderita kelainan refraksi termasuk miopia dibandingkan dengan individu
emetropia. Penelitian yang lebih spesifik juga dilakukan oleh Gakeler K, et al di
Jerman tahun 2019 dikemukakan bahwa sensitivitas kontras seseorang yang
berpindah dari dataran rendah ke dataran tinggi akan mengalami penurunan oleh
karena hipoksia sementara berkaitan dengan saturasi parsial oksigen dataran rendah
dan tinggi yang berbeda.
Sensitivitas kontras dan pemeriksaan tajam penglihatan dalam berbagai
bentuk, telah menjadi standar dalam penentuan kelaianan refraksi. Dari beberapa
studi didapati bahwa banyak pasien miopia tetap mengeluhkan penglihatan yang
buruk meskipun secara objektif memiliki tajam penglihatan normal 20/20.
Pengamatan ini telah dikonfirmasi secara eksperimental dan beberapa studi
menunjukkan bahwa ketajaman visual bisa sangat normal dalam jenis gangguan
okular tertentu namun pada pemeriksaan sensitivitas kontras tidak selalu memiliki
hasil yang linier. Berdasarkan derajat keparahannya, miopia dapat dibagi menjadi
tiga tingkatan yaitu miopia ringan (SE < -3.00D), miopia sedang (SE >-3D hingga
< -6D) dan miopia berat (SE ≥ -6D). Selaras dengan penelitian oleh Kerber KL, et
al pada tahun 2016 mengungkapkan bahwa derajat miopia progresif dengan
penurunan sensitivitas kontras seseorang dibandingkan dengan pasien-pasien
emetropia. Sensitivitas kontras yang menurun baik yang sifatnya menetap dan
sementara akan berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap aspek
psikologis, sosio-ekonomi dan mempengaruhi kualitas hidup seseorang baik
sebagai individu, keluarga, bangsa, hingga negara.
Berdasarkan data statistik penderita, landasan teori dan penelitian yang
dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan derajat miopia
dengan nilai sensitivitas kontras.
Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara derajat miopia dengan nilai sensitivitas kontras?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara derajat miopia dengan nilai


sensitivitaskontras.

Tujuan Khusus

1. Untuk menilai sensitivitas kontras beradasarkan usia, jenis kelamin, dan


riwayat keluarga.
2. Untuk mengetahui hubungan derajat miopia dengan nilai sensitivitas kontras
berdasarkan lamanya menderita miopia.
3. Untuk menilai perbedaan nilai sensitivitas kontras pada pasien miopia dengan
dan tanpa koreksi.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai hubungan derajat miopia dengan nilai


sensitivitas kontras.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai hubungan antara
derajat miopia dengan nilai sensitivitas kontras.
3. Sebagai suatu skrining awal bagi usia remaja dan produktif dalam memilih
pekerjaan.
4. Memberikan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai seberapa besar
pengaruh miopia dalam mempengaruhi sensitivitas kontras seseorang.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan metode


pengambilan data secara cross sectional.
Pemilihan Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian : Poli Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit Universitas


Sumatera Utara dan rumah sakit jejaring.
Waktu Penelitian : Dimulai pada Bulan Januari 2022 hingga jumlah sampel
terpenuhi.

Kriteria Inklusi

1. Usia > 18 tahun


2. Tidak sedang mengalami infeksi mata baik segmen anterior maupun posterior.

Kriteria Eksklusi

1. Memiliki kelainan media refraksi lain yang mempengaruhi tajam dan kualitas
penglihatan.
2. Memiliki riwayat trauma dan operasi mata sebelumnya.

Bahan dan Alat

1. Alat tulis
2. Snellen Chart
3. Slit Lamp
4. Indirect Funduscopy
5. Pelli-Robson Contrast Sensitivity Chart

Cara Kerja

1. Penjelasan kepada pasien mengenai tujuan penelitian dan tatacara


pemeriksaan.
2. Pencatatan identitas semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
3. Dilakukan pemeriksaan visus dengan snellen chart dan dilakukan
pemeriksaan pinhole serta koreksi untuk memastikan miopia.
4. Dilakukan pemeriksaan segmen anterior dengan lampu slit
5. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior dengan Indirect Funduscopy
6. Melakukan pemeriksaan Pelli-Robson Contrast Sensitivity Chart
7. Hasil dicatat dan dilakukan analisis data
Hubungan Usia Menarche dengan Panjang Aksial, Ketebalan Lensa dan
Kedalaman Bilik Mata Depan pada Mahasiswi Myopia Fakultas Kedokteran

USU

Myopia adalah salah satu kelainan refraksi di mana cahaya paralel dari tak
terhingga difokuskan di depan retina tanpa akomodasi. Prevalensi myopia di seluruh
dunia meningkat secara drastis dalam kurun waktu 50 tahun. Berdasarkan data dari 145
penelitian tentang prevalensi myopia, Holden menyimpulkan bahwa pada tahun 2000,
1,4 milyar orang menderita myopia (22,9% dari populasi) dan 163 juta orang menderita
myopia tinggi (2,7% dari populasi). Holden juga memprediksi pada tahun 2050
prevalensi myopia dan myopia tinggi meningkat secara tajam menjadi 4,7 milyar (49,8%
dari populasi) dan 938 juta (9,8% dari populasi). Prevalensi myopia paling tinggi
dijumpai di negara Asia Pasifik, Asia timur dan Asia tenggara. Peningkatan angka
myopia tinggi ini disebabkan karena kecenderungan timbulnya myopia pada usia yang
lebih muda dan semakin cepatnya kemajuan myopia. Myopia tinggi ini juga
berhubungan dengan komplikasi yang mengancam penglihatan seperti glaukoma, ablatio
retina, neovaskularisasi koroid dan degenerasi makula myopik.
Etiologi myopia dan faktor yang mempengaruhinya secara umum adalah genetik
dan faktor lingkungan. Namun faktor genetik tidak dapat berperan tunggal dalam
perkembanyan myopia tanpa ada pengaruh lingkungan. Penelitian sebelumnya banyak
yang menghubungkan antara myopia dengan faktor seperti myopia pada orang tua,
penurunan aktivitas di luar ruangan, tinggi badan, serum vitamin D yang rendah,
tingginya tingkat pendidikan, peningkatan aktivitas dekat, prestasi sekolah, BMI dan
kelainan refraksi pada masa anak. Pengaruh lingkungan yang berperan antara lain
meningkatnya waktu dalam pekerjaan dekat, tingginya status pendidikan dan malnutrisi.
Faktor protektif untuk mencegah serta progresifitas myopia antara lain aktivitas di luar
ruangan, penggunaan atropin dan penggunaan lensa orthokeratology.
Myopia berkembang sangat cepat pada usia remaja terutama ketika growth spurt.
Studi Yip tahun 2012 menunjukkan hubungan yang signifikan antara puncak kecepatan
pertambahan tinggi badan dan puncak progresifitas myopia pada anak di Singapura usia
6-14 tahun. Pada wanita growth spurt berhubungan dengan usia menarche yang
merupakan tanda pubertas. Sehingga penelitian mengenai hubungan antara usia
menarche dengan myopia dapat menjelaskan efek pertumbuhan fisik terhadap
perkembangan myopia. Studi Lyu tahun 2015 di Korean menunjukkan hubungan inversi
antara usia menarche dengan myopia yaitu usia menarche yang lebih tua menurunkan
resiko myopia.
Berdasarkan data di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara usia
menarche dengan panjang aksial, ketebalan lensa dan kedalaman bilik mata depan pada
mahasiswi myopia Fakultas Kdokteran USU.

Rumusan Masalah :

Adakah hubungan antara usia menarche dengan panjang aksial ketebalan lensa dan
kedalaman bilik mata depan pada mahasiswi myopia Fakultas Kedokteran USU?

Tujuan Penelitian :
Tujuan Umum :

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara usia menarche dengan


panjang aksial ketebalan lensa dan kedalaman bilik mata depan pada Mahasiswi Myopia
Fakultas Kedokteran USU.
Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui rata-rata tajam penglihatan mahasiswi Fakultas Kedokteran


USU
2. Untuk mengetahui rata-rata panjang aksial mahasiswi Fakultas Kedokteran USU
3. Untuk mengetahui rata-rata ketebalan lensa mahasiswi Fakultas Kedokteran USU
4. Untuk mengetahui rata-rata kedalaman bilik mata depan mahasiswi Fakultas
Kedokteran USU
5. Untuk mengetahui rata-rata usia menarche mahasiswi Fakultas Kedokteran USU.

Manfaat Penelitian :

1. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai hubungan usia


menarche dengan panjang aksial, ketebalan lensa dan kedalaman bilik mata
depan pada mahasiswi myopia Fakultas Kedokteran USU
2. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang hubungan
usia menarche dengan panjang aksial, ketebalan lensa dan kedalaman bilik mata
depan pada mahasiswi myopia Fakultas Kedokteran USU
3. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan usia menarche
dengan panjang aksial, ketebalan lensa dan kedalaman bilik mata depan pada
mahasiswi myopia Fakultas Kedokteran USU kepada peneliti lain yang akan
melakukan penelitian selanjutnya.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan metode cross sectional study
yang dilakukan di Poli Mata Bagian Refraksi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
dan Rumah Sakit Jejaring.

Pemilihan Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian:
Poli Mata Divisi Refraksi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
Waktu Penelitian:
Direncanakan dimulai pada Januari 2021 hingga jumlah sampel terpenuhi

Kriteria Inklusi

• Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU usia > 18 tahun


• Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU myopia dengan spherical equivalen ≤ 1,00 D
• Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU yang emmetropia sebagai kontrol dengan -0,50

≤ sperical equivalent ≤ +0,50

• Mahasiswi FK USU yang bersedia menjadi sampel penelitian

Kriteria eksklusi

• Mahasiswi dengan penyakit sistemik


• Mahasiswi dengan penyakit infeksi berat pada mata
• Mahasiswi dengan riwayat trauma pada mata
• Mahasiswi dengan ambliopia
Bahan dan Alat

- Alat tulis
- Slit lamp
- Tetes mata Tropikamid 1%
- Tetes mata Tetrakain 0,05%
- Tetes mata Ofloksasin
- Snellen Chart
- Streak retinoskopi
- Biometri
- Kuesioner

Cara kerja
1. Pencatatan identitas pasien yang memenuhi kriteria inklusi
2. Pemeriksaan segmen anterior dengan slit lamp
3. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan snellen chart
4. Meneteskan sikloplegik berupa tropikamid 1% pada kedua mata
5. Melakukan pemeriksaan streak retinoskopi
6. Menetukan spherical equation tiap mata yaitu kekuatan sferis dalam dioptri
ditambah setengah kekuatan silindris dalam dioptri
7. Melakukan pengukuran panjang aksial, ketebalan lensa dan kedalaman bilik
mata depan menggunakan biometri.
8. Pengisian kuesioner oleh responden
9. Melakukan pencatatan penelitian
10. Melakukan pengolahan dan analisa data
Evaluasi Program Penilaian Skrining Tajam Penglihatan Guru Sekolah Dasar
Terhadap Angka Kejadian Kelainan Refraksi di Sekolah Dasar

Latar Belakang
Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan di banyak
negara. Salah satu permasalahan kelainan refraksi yang harus ditanggulangi dengan cepat dan tepat
yakni kelainan refraksi pada anak. Beberapa penelitian menyatakan bahwasanya apabila terjadi
kelainan refraksi pada anak yang tidak diketahui sedini mungkin, dapat mempengaruhi kemampuan
kognitif anak. Hal ini dikarenakan 80% informasi yang diperoleh selama 12 tahun pertama kehidupan
didapatkan melalui penglihatan.
Beberapa penelitian menyatakan gangguan penglihatan pada anak yang disebabkan
kelainan refraksi mencapai 33,3% dari total populasi anak-anak di India. Prevalensi gangguan
penglihatan pada anak-anak yang disebabkan kelainan refraksi di wilayah pedesaan mencapai 61%
dan wilayah perkotaan mencapai 81,7% dari seluruh populasi yang ada. Menurut WHO pada tahun
2008 menyatakan bahwa sedikitnya 13 juta anak di wilayah Asia Tenggara mengalami kelainan
refraksi terutama pada anak yang berusia 5-15 tahun. Pada tahun 2013, WHO juga menyatakan bahwa
prevalensi miopia terus meningkat terutama pada anak usia 6-12 tahun. Tingginya prevalensi
kelainan refraksi pada anak mencerminkan kurangnya pemeriksaan tajam penglihatan di layanan
pusat kesehatan maupun kurangnya edukasi mengenai pentingnya skrining pemeriksaan tajam
penglihatan. Program skrining tajam penglihatan diketahui menjadi salah satu tujuan utama WHO
yang berkaitan dengan program Vision 2020 terutama di negara berkembang. Skrining tajam
penglihatan sejak dini sejak dini diketahui bermanfaat mampu memperbaiki tajam penglihatan anak
mencapai >70%. Hal ini diketahui semenjak diberlakukan program The School Eye Screening (SES)
yang diinisiasi oleh NPCB (National Program for Control of Blindness) pada tahun 1994.8 Salah satu
program dari SES ialah memberikan edukasi kepada setiap guru di sekolah mengenai pentingnya
pemeriksaan tajam penglihatan. Diketahui bahwasanya program skrining tajam penglihatan di
sekolah lebih efektif dan lebih hemat biaya dibandingkan apabila anak-anak dilakukan pemeriksaan
tajam penglihatan di pusat pelayanan kesehatan maupun rumah sakit.
Menurut Saxena et al pada tahun 2014 menyatakan bahwa skrining pemeriksaan tajam penglihatan
yang dilakukan oleh para guru kepada anak didiknya sesuai dan akurat serta sangat membantu tenaga
medis dalam melakukan skrining kelainan refraksi. Menurut Reddy dan Bassett pada tahun 2017
menyatakan bahwa program skrining tajam penglihatan yang diterapkan oleh guru sekolah dengan
tenaga medis masih sesuai dan tepat pada anak-anak yang mengalami gangguan tajam penglihatan
hingga 6/12. Menurut Muralidhar pada tahun 2019 menyatakan bahwa skrining tajam penglihatan
yang dilakukan oleh guru sekolah menggunakan tumbling E chart didapatkan hasil sensitivitas 24,8%
dan spesifitas 98,65%. Hal ini berbanding jauh dengan skrining tajam penglihatan yang dilakukan
oleh tenaga medis menggunakan tumbling E chart didapatkan hasil sensitivitas 94,48% dan spesifitas
97,09%. Menurut Sudhan et al pada tahun 2009 menyatakan bahwa hasil skrining tajam pemeriksaan
yang dilakukan oleh guru sekolah menunjukkan 57,97% false postivies dan 6,08% false negatives
setelah dikaji ulang oleh tenaga medis yang berkaitan.
Menurut Teerawattananon pada tahun 2014 dan Ghonsikar pada tahun 2016 menyatakan
bahwa memberikan pelatihan kepada guru sekolah sangat efektif, dapat menghemat waktu dan biaya
untuk mendeteksi dini kelainan refraksi anak di sekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan
penelitian mengenai evaluasi penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar

Rumusan Masalah
Apakah terdapat pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar terhadap
angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan distribusi
demografis siswa.
2. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan sensitivitas
prosedur program skrining.
3. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan spesifitas
prosedur program skrining.
4. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan nilai prediksi
positif.
5. Untuk mengetahui pengaruh penilaian program skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar
terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa sekolah dasar berdasarkan nilai prediksi
negatif.
Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai pengaruh penilaian program


skrining tajam penglihatan guru sekolah dasar terhadap angka kejadian kelainan
refraksi pada siswa sekolah dasar.
2. Memberikan data dan informasi mengenai pengaruh penilaian program skrining tajam
penglihatan guru sekolah dasar terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada siswa
sekolah dasar bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
3. Memberikan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai pentingnya program skrining
tajam penglihatan guru sekolah dasar terhadap angka kejadian kelainan refraksi pada
siswa sekolah dasar.

Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini merupakan studi prospektif analitik observasional
menggunakan desain pengambilan data secara cross sectional study.

Pemilihan Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat : Beberapa sekolah dasar di Kota Medan dan Poliklinik Ilmu Kesehatan Mata
Divisi Pediatric Ophthalmology dan Strabismus RS USU.
Waktu : Direncanakan mulai pada bulan Januari 2021 sampai jumlah sampel terpenuhi

Populasi dan sampel penelitian


Populasi : Seluruh siswa sekolah dasar di Kota Medan.
Sampel : Siswa sekolah dasar di beberapa wilayah di Kota Medan

Kriteria Inklusi dan Kriteria


Eksklusi Kriteria Inklusi
1. Guru dan siswa sekolah dasar yang bersedia menjadi sampel penelitian.

Kriteria Eksklusi

1. Guru dan siswa sekolah dasar yang mempunyai riwayat operasi pada mata
2. Siswa sekolah dasar yang tidak kooperatif dalam skrining pemeriksaan tajam penglihatan
siswa sekolah dasar yang sudah memakai kacamata
Identifikasi Variabel

1. Variabel terikat: Skrining pemeriksaan tajam penglihatan oleh guru sekolah dasar
2. Variabel bebas: Hasil skrining pemeriksaan tajam penglihatan oleh guru sekolah dasar

Bahan dan Alat


1. Bolpoin
2. Kertas HVS
3. Snellen Chart Luminous Scale®
4. Slitlamp Righton®
5. Trial & Error Trial Lens Set
6. Penlight

Cara Kerja
1. Penjelasan kepada orang tua atau wali murid dan guru sekolah yang memenuhi kriteria
inklusi mengenai cara dan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Pencatatan identitas, anamnesa, dan data demografi siswa sekolah dasar.
3. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan siswa sekolah dasar oleh guru sekolah dasar
yang sudah dibekali pelatihan tata cara pemeriksaan tajam penglihatan.
4. Bagi siswa sekolah dasar yang terdeteksi mengalami kelainan refraksi maka akan
dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan subjektif oleh peneliti menggunakan Snellen
chart dan pemeriksaan segmen anterior menggunakan slitlamp.
5. Semua hasil dicatat dan dilakukan analisa data.

Anda mungkin juga menyukai