Anda di halaman 1dari 7

P-ISSN 1907 - 0357

Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No. 1, April 2019
E-ISSN 2655 – 2310

PENELITIAN
FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN MYOPIA PADA ANAK USIA SEKOLAH

Musiana*, Nurhayati*, Sunarsih*


*
Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang
Email: musiana74@gmail.com

Hingga saat ini diperkirakan sebanyak 1,6 miliar penderita miopia dan kemungkinan meningkat hingga 2,5
miliar pada tahun 2020. Miopia banyak ditemukan pada anak-anak sekolah. Data WHO menunjukkan 10%
dari 66 juta anak sekolah menderita gangguan refraksi yaitu myopia. Hasil presurvey pada siswa SMPN 2
Tanjungkarang didapatkan data lebih dari 20 siswa mengalami myopia. Tujuan penelitian ini adalah
diketahuinya faktor risiko yang berhubungan dengan miopia pada anak sekolah. Jenis penelitian kuantitatif
menggunakan pendekatan case control. Sampel diambil dengan teknik purposive, sebanyak 44 responden
terdiri dari 22 siswa miopia dan 22 siswa tidak myopia. Hasil penelitian didapat ada hubungan antara faktor
risiko keturunan, faktor risiko aktifitas jarak dekat dan faktor risiko aktifitas di luar ruangan dengan kejadian
miopia pada anak sekolah dengan p value = 0,018; 0,001 dan 0,048. Tidak ada hubungan antara faktor risiko
jenis kelamin dengan kejadian miopia pada anak sekolah dengan p value = 1,000. Hasil penelitian diperoleh
nilai odd rasio (OR) untuk masing-masing faktor risiko yaitu faktor jenis kelamin (1,000), faktor keturunan
(OR=11,560), faktor aktifitas jarak dekat (OR=11,560) dan faktor aktifitas luar ruangan (OR=0,773). Saran,
responden agar untuk faktor risiko yang dapat diubah yaitu membatasi aktifitas jarak dekat, tidak lebih dari 5
jam dalam sehari seperti membaca jarak dekat, bermain smartphone dan menonton televisi, dan lebih
meningkatkan jumlah jam untuk aktifitas di luar ruangan seperti kegiatan olah raga.

Kata Kunci: Miopia, faktor risiko

LATAR BELAKANG anak-anak di negara barat kurang dari 5%,


sedangkan anak-anak di Asia lebih tinggi
Miopia atau yang lebih sering disebut prevalensinya sekitar 29% (Yu et al., 2011).
dengan istilah rabun jauh merupakan Menurut WHO sebanyak 43% kelainan
kondisi gangguan penglihatan berupa refraksi dapat menyebabkan kebutaan
gangguan refraksi, dimana saat melihat (WHO, 2011) apabila tidak terkoreksi, untuk
objek dekat individu dapat melihat dengan itu melalui peringatan World Sight Day,
jelas, tetapi saat melihat objek yang jauh WHO mencanangkan tema count down 2020
tampak kabur. Miopia terjadi apabila bola (mengupayakan agar penduduk dunia dapat
mata terlalu panjang atau kornea terlalu terhindar dari masalah kebutaan dan
cembung sehingga cahaya yang masuk ke memperolah penglihatan yang optimal).
mata jatuhnya tidak tepat di retina sehingga Upaya pencegahan myopia dapat
objek yang jauh terlihat kabur (Yu et. al, diawali dengan mengidentifikasi faktor
2011). Miopia berkembang bersamaan risiko terjadinya miopia. Salah satu faktor
dengan perkembangan tubuh yaitu pada masa ekstrinsik yang berpengaruh dalam
pubertas dan biasanya berhenti berkembang perkembangan miopia adalah aktivitas
di usia 25 tahun (Youngson, 1995). Puncak melihat dekat atau nearwork dan kurangnya
miopia pada usia remaja dan paling banyak aktifitas di luar ruang. Adanya kemajuan
terjadi pada anak perempuan dari pada laki- teknologi dan telekomunikasi, seperti
laki dengan perbandingan 1,4:1. televisi, komputer, video game, dan lain-lain,
Prevalensi miopia semakin meningkat, secara langsung maupun tidak langsung
dari tahun ke tahun, sebanyak 1,6 miliar meningkatkan aktivitas melihat dekat.
penderita miopia dan diprediksi akan Peneliti dari Chinese University of Hong
meningkat jumlahnya hingga 2,5 miliar pada Kong mengamati anak yang banyak
tahun 2020. Prevalensi miopia pada orang menghabiskan waktunya pada aktivitas-
dewasa di Amerika sekitar 20-50%, dan di aktivitas jarak dekat (nearwork activity)
negara Asia 85-90%. Prevalensi miopia pada seperti belajar, membaca, menggunakan

[71]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No. 1, April 2019
E-ISSN 2655 – 2310
komputer, bermain video game, dan Lampung. Jumlah sampel sebanyak 44
menonton televisi. Tingginya akses terhadap responden, terdiri dari 22 siswa miopia
anak terhadap media visual ini apabila tidak sebagai kelompok kasus dan 22 siswa tidak
diimbangi dengan pengawasan ketat terhadap miopia sebagai kelompok kontrol. Pemilihan
perilaku berisiko seperti jarak melihat yang respon menggunakan teknik purposive
terlalu dekat saat membaca atau sampling, berdasarkan kriteria inklusi.
menggunakan media visual serta istirahat Pengumpulan data menggunakan
yang kurang dapat meningkatkan terjadinya lembar instrument yang diberikan pada kedua
miopia pada anak sekolah (Huang, Chang, & kelompok. Analisa data (analisa univariat)
Wu, 2015). Faktor lainnya yang diduga untuk melihat distribusi frekuensi faktor
mendukung perkembangan miopia adalah risiko jenis kelamin, keturunan, aktifitas
keturunan (genetik). Orang tua secara genetik jarak dekat dan aktifitas luar ruang. Analisis
dapat menurunkan sifat kelainan refraksi bivariat untuk melihat hubungan antara
baik secara autosomal dominan maupun faktor risiko jenis kelamin, keturunan,
autosomal resesif. Prevalensi miopia pada aktifitas jarak dekat dan aktifitas luar
anak yang kedua orang tuanya miopia adalah ruangan dengan kejadian myopia pada siswa.
32,9 %, sedangkan pada anak dengan hanya
salah satu orang tuanya yang mengalami
miopia adalah sekitar 18,2%, dan kurang dari HASIL
8,3% pada anak dengan orang tua tanpa
miopia (Komariah & Nanda, 2014). Analisis Univariat
Data WHO (2008) menunjukkan 10%
dari 66 juta anak usia sekolah menderita Responden pada penelitian ini sebagian
kelainan refraksi yaitu miopia. Penelitian besar berjenis kelamin perempuan (54,5%)
juga menunjukkan hubungan yang kuat dan sebagian besar tidak memiliki faktor
antara peningkatan skor kecerdasan dan keturunan myopia dari orang tuanya (72,7%).
risiko terjadinya miopia pada anak sekolah
(Williams, Miller, Gazzard, & Saw, 2008). Tabel 1: Distribusi Frekuensi Faktor Risiko
SMP Negeri 2 Tanjungkarang merupakan Aktifitas Jarak Dekat dan Faktor
salah satu sekolah menengah pertama negeri Risiko Aktifitas Luar Ruang
yang ada di provinsi Lampung dengan
akreditasi A dan merupakan sekolah favorit Faktor
Mean Median SD Min-Maks
di provinsi Lampung, oleh karena siswa yang Risiko
diterima di sekolah ini merupakan siswa Aktifitas
5,50 4,75 2,808 1-18
yang memiliki prestasi yang baik secara Jarak Dekat
akademik dan berbakat. Hasil presurvey pada Aktifitas
1,84 1,00 1,649 0-8
siswa SMPN 2 Tanjungkarang didapatkan Luar Ruang
sebagian siswa banyak melakukan aktifitas
membaca Hasil wawancara dengan petugas Tabel di atas menjelaskan rata-rata
UKS sekolah didapat informasi terdapat lebih aktifiras jarak dekat yang dilakukan
dari 20 siswa dari 305 siswa yang menderita responden adalah 5,5 jam, dengan nilai
miopia (6,5%). Berdasarkan uraian diatas median 4,75 dan standar deviasi 2,808. Lama
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian waktu aktifitas jarak dekat minimal 1 jam
tentang faktor risiko yang berhubungan dan maksimal 18 jam. Rata-rata responden
dengan kejadian miopia pada anak sekolah. melakukan aktifitas luar ruang 1,84 jam,
median 1,00 jam dengan standar deviasi
1,649. Lama waktu aktifitas luar ruang
METODE minimal 0 jam dan maksimal 8 jam.

Jenis penelitian kuantitatif dengan


desain case control. Populasi adalah semua
siswa kelas 8 pada salah satu SMP di Bandar

[72]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No. 1, April 2019
E-ISSN 2655 – 2310
Analisis Bivariat (54,5%) yang miopia tidak memiliki faktor
keturunan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
Tabel 2: Distribusi Responden Menurut = 0,018, maka dapat disimpulkan ada
Kejadian Miopia Dan Faktor Risiko hubungan yang signifikan antara faktor
Jenis Kelamin keturunan dengan kejadian miopia pada anak
sekolah. Hasil penelitian didapat nilai OR =
Jenis Kelamin 8,333 yang artinya bahwa siswa yang
Total memiliki faktor keturunan miopia dari orang
Kelompok Laki-Laki Perempuan
tuanya memiliki peluang sebanyak 8,333 kali
f % f % f %
mengalami miopia dibandingkan dengan
Miopia 10 45,5 12 54,5 22 100 siswa yang orang tuanya tidak miopia
Tidak Miopia 10 45,5 12 54,5 22 100
Jumlah 20 45,5 32 54,5 44 100 Tabel 4: Distribusi Responden Menurut
Kejadian Miopia dan Faktor Risiko
p value 1,000
Aktifitas Jarak Dekat
OR (95% CI) 1,000 (0,305 – 3,277)
Faktor Aktifitas
Hasil analisis hubungan antara miopia Jarak Dekat Total
dengan faktor risiko jenis kelamin pada anak Kelompok
≥ 5 jam < 5 jam
sekolah, diperoleh sebanyak 12 siswa
(54,5%) yang miopia adalah perempuan, f % f % f %
sedangkan sebanyak 10 siswa (45,5%) laki- Miopia 17 77,3 5 22,7 22 100
laki. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = Tidak Miopia 5 22,7 17 77,3 22 100
1,000, maka dapat disimpulkan tidak ada
Jumlah 22 50,0 22 50,0 44 100
hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan kejadian miopia pada anak p value 0,001
sekolah. Hasil penelitian didapat nilai OR = OR (95% CI) 11,560 (2,822 – 47,356
1,000 yang artinya bahwa siswa perempuan
memiliki peluang (berisiko) sebanyak 1,000 Hasil analisis hubungan antara miopia
kali mengalami miopia dibandingkan dengan dengan faktor risiko aktifitas jarak dekat
siswa laki-laki. pada anak sekolah, diperoleh sebanyak 17
siswa (77,3%) yang miopia memiliki aktifitas
Tabel 3: Distribusi Responden Menurut jarak dekat ≥ 5 jam, sedangkan sebanyak 5
Kejadian Miopia dan Faktor Risiko siswa (22,7%) yang miopia memiliki aktifitas
Keturunan jarak dekat < 5 jam. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p=0,001, maka dapat
Faktor Keturunan disimpulkan ada hubungan yang signifikan
Total antara faktor aktifitas jarak dekat dengan
Kelompok Ada Tidak ada
kejadian miopia pada anak sekolah. Hasil
f % f % f % penelitian didapat nilai OR 11,560 yang
Miopia 10 45,5 12 54,5 22 100 artinya bahwa siswa yang memiliki aktifitas
Tidak Miopia 2 9,1 20 90,9 22 100 jarak dekat ≥ 5 jam memiliki peluang
sebanyak 11,560 kali mengalami miopia
Jumlah 12 27,3 32 72,7 44 100 dibandingkan dengan siswa yang aktifitas
p value 0,018 jarak dekatnya kurang dari 5 jam.
OR (95% CI) 8,333 (1,556 – 44,642)

Hasil analisis hubungan antara miopia


dengan faktor risiko keturunan pada anak
sekolah, diperoleh sebanyak 10 siswa
(45,5%) yang miopia memiliki riwayat faktor
keturunan, sedangkan sebanyak 12 siswa
[73]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No. 1, April 2019
E-ISSN 2655 – 2310
Tabel 5: Distribusi Responden Menurut Responden yang ada dalam penelitian
Kejadian Miopia dan Faktor ini lebih banyak siswa perempuan
Aktifitas Luar Ruang dibandingkan laki-laki, yaitu 24 orang
(54,5%) sedangkan siswa laki-laki 20 orang
Faktor Aktifitas (45,5%), dan mayoritas yang menderita
Luar Ruangan Total miopia adalah siswa perempuan.
Kelompok Hasil penelitian menyimpulkan tidak
≤ 3 jam > 3 jam
ada hubungan antara jenis kelamin dengan
f % f % f % kejadian miopia pada anak sekolah.
Miopia 17 77,3 5 22,7 22 100 Meskipun secara teori terdapat hubungan
Tidak Miopia 22 100 0 0 22 100 antara jenis kelamin dengan kejadian miopia,
Jumlah 39 88,6 5 11,4 44 100 dan dari hasil penelitian didapatkan hasil
yang sesuai, namun perlu penelitian lebih
p value 0,048 lanjut pada populasi yang lebih luas dengan
OR (95% CI) 0,773 (0,616 – 0,969) karakteritik usia yang lebih heterogen,
dikarenakan pada penelitian ini usia siswa
Hasil analisis hubungan antara miopia cenderung homogen.
dengan faktor risiko aktifitas luar ruang pada
anak sekolah, diperoleh sebanyak 17 siswa Hubungan Faktor Keturunan dengan
(77,3%) yang miopia memiliki aktifitas luar Kejadian Miopia pada Anak Sekolah
ruang ≤ 3 jam, sedangkan sebanyak 5 siswa
(22,7%) yang miopia memiliki aktifitas jarak Hasil penelitian didapatkan ada
dekat > 3 jam. Hasil uji statistik diperoleh hubungan antara faktor keturunan dengan
nilai p=0,048, maka dapat disimpulkan ada kejadian miopia pada anak sekolah Hasil
hubungan yang signifikan antara faktor penelitian ini diperkuat dengan hasil
aktifitas luar ruang dengan kejadian miopia penelitian Nurjannah (2018) bahwa riwayat
pada anak sekolah. Hasil penelitian didapat genetik merupakan faktor risiko utama
nilai OR 0,773 (kurang dari 1) yang artinya penyebab miopia (OR=2.23; 95%CI; 1,23-
bahwa siswa yang memiliki aktifitas luar 4.02). Faktor genetik dapat menurunkan
ruang memiliki resiko lebih rendah sifat kelainan refraksi ke keturunannya,
mengalami miopia. baik secara autosomal dominan maupun
autosomal resesif.
Penelitian Rose, dkk (2008)
PEMBAHASAN membandingkan prevalensi dan faktor risiko
miopia pada anak-anak etnis Cina di
Hubungan Faktor Jenis Kelamoi dengan Sydney dan Singapura dengan kriteria
Kejadian Miopia pada Anak Sekolah inklusi kedua orang tua memiliki etnis Cina.
Miopia adalah keadaan dimana mata Prevalensi miopia pada anak dari etnis Cina
mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang lebih tinggi di Singapura (29,1%) daripada di
berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang Sydney (Rose et al., 2008). Beberapa
dibiaskan didepan retina. Penderita miopia kromosom yang terkait dengan miopia antara
akan melihat lebih jelas bila jaraknya dekat lain 22q12,14q, 4q22-28, 8q22.2, 10q22,
atau terlalu dekat, sedangkan bila melihat 11q23, 13q22, 14q23, dan 17qter. Gen
jauh kabur (Ilyas, 2002). Menurut Youngson PAX6 yang ada pada kromosom 11q23
(1995), myopia umumnya berkembang menunjukkan adanya keterkaitan dengan 5
bersamaan dengan perkembangan tubuh SNP (Young, 2009), dan gen PAX6 memiliki
(masa pubertas) dan berhenti di usia 25 keterkaitan dengan miopia yang tinggi dan
tahun. Puncak myopia pada usia remaja dan ekstrim (Tang et al., 2014).
banyak terjadi pada anak perempuan Pada penelitian ini terdapat 9 siswa
dibanding laki-laki dengan perbandingan (20,4%) yang salah satu orangtua nya
1,4:1. Namun belum ditemukan penelitian memiliki riwayat myopia yaitu ayah saja atau
lebih lanjut tentang fenomena ini. ibu saja. Siswa yang kedua orangtua nya

[74]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No. 1, April 2019
E-ISSN 2655 – 2310
(ayah dan ibu) memiliki riwayat miopia ada 2 menyebabkan semakin kuatnya akomodasi
orang (4,5%). Meskipun demikian ada juga mata (Kistianti, 2008). Jarak terlalu dekat
siswa yang salah satu orangtuanya memiliki membaca buku, menonton televisi, bermain
riwayat miopia namun siswa tersebut tidak games, main komputer, main handphone
menderita miopia. Hasil penelitian didapat ponsel, dan sebagainya. Terlalu lama
nilai OR 8,333 yang artinya bahwa anak beraktifitas pada jarak pandang yang sama
yang memiliki faktor keturunan dari orang seperti bekerja didepan komputer, didepan
tuanya berisiko 8,333 kali mengalami miopia layar monitor, didepan mesin, didepan
dibandingkan dengan yang tidak. berkas, dan lain-lain menyebabkan mata
Menurut Komariah & Nanda (2014), terus berkontraksi sehingga otot mata jadi
anak dengan orang tua yang mengalami tidak normal. Serta kebiasaan buruk yang
kelainan refraksi cenderung juga mengalami dapat mengganggu kesehatan mata seperti
kelainan refraksi. Prevalensi miopia pada membaca sambil tidur-tiduran, membaca
anak yang kedua orang tuanya miopia adalah ditempat yang gelap, membaca dibawah sinar
32,9 %, sedangkan pada anak dengan hanya matahari langsung yang silau, menatap
salah satu orang tuanya yang mengalami sumber cahaya terang langsung, dan lain
miopia adalah sekitar 18,2%, dan kurang dari sebagainya harus dihindari.
8,3% pada anak dengan orang tua tanpa Menurut Huang et.al (2015) semakin
miopia. banyak dan lama waktu yang dihabiskan
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk aktivitas jarak dekat, akan semakin
responden yang memiliki riwayat faktor besar risiko terjadinya miopia. Lamanya
keturunan memiliki risiko yang lebih besar aktivitas melihat jarak dekat akan
untuk mengalami miopia dibandingkan menstimulasi perubahan perubahan biokimia
dengan responden yang tidak memiliki faktor dan struktural pada sklera dan koroid
keturunan dari orang tuanya, sehingga untuk yang menyebabkan elongasi aksial
siswa yang memiliki riwayat keurunan agar (Ramamurthy, Lin Chua, & Saw, 2015).
mengurangi aktifitas-aktifitas dan kebiasaan Hasil penelitian didapatkan jenis
buruk untuk mencegah agar miopia tidak aktifitas jarak dekat yang dilakukan oleh
bertambah. siswa yang menggunakan waktu lebih dari 5
jam adalah smartphone, yaitu dilakukan oleh
Hubungan Faktor Aktifitas Jarak Dekat 7 orang siswa (15,9%), dan ke-7 siswa
dengan Kejadian Miopia Anak Sekolah tersebut semuanya menderita miopia. Jenis
Hasil penelitian ini sesuai dengan katifitas jarak dekat lain yang sering
penelitian Rahimi, et.al (2015), yang dilakukan oleh siswa yaitu membaca, dan
menunjukkan bahwa kelompok kasus menonton televisi. Dari hasil penelitian
(miopia) cenderung lebih banyak diperoleh nilai OR = 11,560 yang berarti
menghabiskan waktu beraktivitas dekat lebih bahwa responden yang mempunyai aktifitas
dari 3 jam dalam sehari. jarak dekat lebih dari 5 jam dalam sehari
Menurut Kristianti (2008), aktivitas memiliki risiko sebanyak 11,560 kali
melihat jarak dekat yang terlalu berlebihan dibandingkan dengan responden yang
akan menyebabkan mata menjadi mudah aktifitas jarak dekatnya kurang dari 5 jam.
lelah. Anak-anak yang banyak menghabiskan Untuk mencegah berkembangnya miopia
waktunya untuk melakukan aktivitas pada responden sebaiknya responden
aktivitas jarak dekat seperti membaca, mengurangi jumlah jam aktifitas jarak dekat
menggunakan komputer, bermain video yang dilakukannya atau dengan cara setiap
games, menonton televisi akan lebih berisiko 20 menit istirahat selama 20 menit dan
untuk terjadi myopia dikarenakan adanya memandang sejauh 20 meter.
efek fisik langsung akibat akomodasi yang Berikut beberapa upaya untuk
terjadi secara terus menerus sehingga mencegah terjadinya miopia yang disebabkan
menyebabkan tonus otot siliaris pada bola aktifitas jarak dekat yang banyak dilakukan
mata menjadi tinggi dan lensa menjadi oleh siswa yaitu menonton televisi jangan
cembung. Jarak yang semakin dekat akan terlalu dekat, jarak aman untuk menonton

[75]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No. 1, April 2019
E-ISSN 2655 – 2310
televisi 2 meter untuk TV ukuran 14 inchi, mengalami miopia, sehingga responden
Nonton layar bioskop sebaiknya ambil kursi disarankan untuk dapat meningkatkan jumlah
yang paling belakang. Bekerja dan bermain jam aktifitas di luar ruang.
komputer jangan terlalu lama, biasakan Aktivitas di luar ruangan merupakan
memberi waktu dalam beraktivitas didepan suatu faktor protektif yang dapat mencegah
layar komputer. Misalnya setiap 15 atau 30 terjadinya miopia. Terdapat mekanisme
menit sekali beristirahat melihat yang jauh- yang mendukung aktivitas di luar
jauh selama 5 sampai 10 menit agar mata ruangan sebagai faktor protektif yaitu
tidak selalu dalam keadaan tegang karena meningkatnya depth of focus dan kejernihan
melihat layar dengan jarak yang sangat dekat. retina yang menyebabkan konstriksi pupil
Bermain video game jangan terlalu dekat. karena intensitas cahaya yang tinggi dan
Jarak yang aman membaca buku adalah 30 berkurangnya permintaan untuk melihat jarak
cm. Bila terlalu dekat dapat membuat mata dekat saat berada di luar ruangan. Semakin
tegang dan mengakibatkan rabun jauh dalam tinggi intensitas cahaya, tingkat perlindungan
jangka panjang. Membaca buku juga tidak terhadap miopia juga semakin meningkat
boleh sambil tiduran. Penerangan juga harus (Ramamurthy et al., 2015). Paparan cahaya
cukup misalnya dengan lampu neon yang yang terang akan menstimulasi pelepasan
terang. Dengan demikian kesehatan mata dopamin yang dapat menghambat elongasi
akan tetap terjaga. bola mata (French, Ashaby, Morgan, & Rose,
2013). Teori lainnya yaitu bahwa paparan
Hubungan Faktor Aktifitas di Luar radiasi ultraviolet B (UVB) dapat
Ruang dengan Kejadian Miopia Anak menstimulasi pelepasan vitamin D. Vitamin
Sekolah D berperan dalam pembentukan kolagen
Penelitian Lisa A. Jones et al. (2007) yang merupakan komponen utama sklera
menyatakan bahwa aktivitas di luar ruangan (Ramamurthy et al., 2015).
yang rendah akan meningkatkan kejadian
miopia pada anak yang memiliki kedua
orang tua miopia. Penelitian di Australia KESIMPULAN
membandingkan gaya hidup anak dari etnis
Cina yang tinggal di Sidney, dengan yang Hasil penelitian ini menyimpulkan
tinggal di Singapura didapatkan sebanyak bahw tidak ada hubungan antara faktor risiko
29% anak-anak di Singapura mengalami jenis kelamin dengan kejadian miopia pada
miopia, sedangkan di Sidney hanya 3,3% anak sekolah. Namun sebaliknya ada
yang miopia. Padahal, anak-anak di Sidney hubungan faktor risiko keturunan, faktor
membaca lebih banyak buku tiap minggu dan risiko aktifitas jarak dekat dan faktor resiko
melakukan aktifitas dalam jarak dekat lebih aktifitas di luar ruangan dengan kejadian
lama daripada anak di Singapura, tetapi miopia pada anak sekolah.
mereka juga menghabiskan waktu di luar Berdasarkan simpulan tersebut penulis
rumah lebih lama (13,75 jam per minggu) menyarankan untuk mencegah
dibandingkan dengan anak-anak di Singapura berkembangnya miopia pada siswa sekolah
(3,05 jam) (Sahat, 2006). sebaiknya dilakukan dengan cara mengurangi
Hasil penelitian diperoleh sebanyak jumlah jam aktifitas jarak dekat yang
77,3% siswa dengan miopia melakukan dilakukannya atau dengan cara setiap 20
aktifitas di luar ruang kurang dari 3 jam. menit istirahat selama 20 menit dan
Jenis aktifitas di luar ruang yang dilakukan memandang sejauh 20 meter. Cara lain
yaitu olah raga berenang, futsal, bulu tangkis, adalah dengan meningkatkan jumlah jam
basket, pencak silat dan sebagainya dengan aktifitas di luar ruang selama lebih dari 3 jam
lama waktu rata-rata 1,84 jam. Dari hasil seperti olah raga dan kegiatan lain yang
penelitian diperoleh nilai OR = 0,773 yang dilakukan di luar ruangan.
berarti bahwa responden yang memiliki Selanjutnya bagi siswa yang memiliki
aktifitas di luar ruangan selama kurang dari 3 faktor resiko keturunan agar mengurangi
jam memiliki risiko sebanyak 0,773 untuk aktifitas dan kegiatan yang dapat mencegah

[76]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 15, No. 1, April 2019
E-ISSN 2655 – 2310
bertambahnya miopi seperti membaca, Ramamurthy, D., Chua, S.Y.L. & Saw, S.M.
bermain smartphone selama lebih dari 5 jam (2015). A Review of Environmental
dalam sehari. Risk Factors for Myopia During Early
Life, Childhood and Adolescence.
Clinical and Experimental Optometry,
DAFTAR PUSTAKA 497–506.
Rahimi, B.M., Yanwirasti & Sayuti, K.
French, A. N., Ashaby, R. S., Morgan, I.G. & (2015). Faktor-Faktor yang
Rose, K. A. (2013). Time Outdoors and Mempengaruhi Insiden Myopia pada
The Prevention of Myopia. Siswa SMA di Kota Padang. Jurnal
Experimental Eye Research Journal, 1- Kesehatan Andalas, 901-907.
11. Rose K.A, et al. (2008). Myopia, Lifestyle,
Huang H.M, Chang, D.S.T. & Wu, P.C. and Schooling in Students of Chinese
( 2015). The Association between Ethnicity in Singapore And Sydney.
near work activities and myopia in Archives of Ophthalmology, 527–530.
children - A Systematic Review and Tang, S.M., Rong, S.S., Young, A.L., Tam,
Meta-Analysis. Plos One, 1–15 P.O.S., Pang, C.P., & Chen, L.J.
Ilyas, S. (2002). Ilmu Penyakit Mata. Edisi (2014). PAX6 Gene Associated
Ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.. with High Myopia. Optometry and
Kistianti F. (2008). Faktor Risiko Yang Vision Science, 419–29.
Berhubungan dengan Terjadinya Cacat WHO. World Health Organization (WHO).
Mata Miopia pada Mahasiswa. Jurnal 2011. Visual impairment and
Ilmu Keperawatan UGM, 78-84. blindness.http://www.who.int/mediacen
Komariah C. & Nanda, W.A. (2014). tre/factsheet.
Hubungan Status Refraksi, dengan Williams, C. Miller, L.L. Gazzard, G. &
Kebiasaan Membaca, Aktivitas di Saw, S.M. (2008). A Comparison of
Depan Komputer dan Status Refraksi Measures of Reading and Intelligence
Orang Tua pada Anak Usia Sekolah as Risk Factors for The Development
Dasar. Jurnal Kedokteran Brawijaya, of Myopia in A UK Cohort of
137–140. Children. British Journal of
Nurjannah. 2018. Skrinning Myopia pada Ophthalmology, 1117–1121.
Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Yu L, Li, Z.K. Gao, J.R. Liu, J.R & Xu,
Temanggung. Jurnal Ilmu Kesehatan C.T. ( 2011). Epidemiology, Genetics
Masyarakat, 134-140. And Treatments For Myopia.
International Journal of
Ophthalmology, 658–69.
Youngson, R. (1995). Penyakit Mata.
Jakarta: ARLAN.

[77]

Anda mungkin juga menyukai