PROPOSAL METODE
ILMIAH
Disusun oleh:
Muhammad Fajri Raihan
030.19.159
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
atas 16 tahun, meskipun dengan derajat yang tidak parah dan dalam populasi yang
kecil. Studi menyimpulkan bahwa 40% penderita hiperopia rendah dan emetropia
yang memasuki bangku kuliah dan pendidikan militer menjadi miopia pada saat usia
25 tahun. Sebaliknya, pada studi yang tidak memasukkan mahasiswa dalam
perhitungan menunjukkan hasil yang lebih sedikit yaitu <10%. 3(1)
Sebagai mahasiswa, , membaca adalah aktivitas utama dalam proses pembelajaran.
Maka dari itu penulis mencoba menghubungkan kebiasaan membaca tersebut dengan
kejadian miopia. Sebagaimana ditulis dalam penelitian Helena, dkk yaitu sSalah satu contoh
dari faktor perilaku adalah membaca pada jarak terlalu dekat, pencahayaan lampu kurang
bagus, membaca sambil tiduran, dll sangat sering terjadi pada pelajar(2) Sehingga penulis
mencakup kebiasaan membaca yang perlu diteliti adalah jarak membaca, posisi membaca,
lama membaca, pencahayaan saat membaca.
Orang yang mengalami miopia biasanya mengeluhkan tidak dapat melihat dengan
jelas benda yang jauh tanpa menggunakan alat bantu optik seperti kaca mata atau lensa
kontak.(8)Kelainan miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif atau
lensa cekung (concave 1 lens) sehingga cahaya yang datang akan disebarkan oleh lensa
koreksi sebelum masuk kedalam mata, sehingga cahaya yang masuk dapat jatuh ke titik
fokus lebih posterior atau tepat pada retina.(16)
Dalam pencarian referensi penulis menemukan banyak sekali pro dan kontra terhadap
tiap-tiap faktor kebiasaan baca. Seperti pada penelitian Mutia, dkk ini
memperlihatkanmenunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama
aktivitas membaca dengan derajat miopia Mahasiswa Pendidikan Dokter FK Unand
Angkatan 2010.(3). Sseperti halnya ditulis juga pada penelitian Anisa, dkk bahwa tidak ada
hubungan antara lama membaca, penerangan, dan posisi membaca dengan derajat miopia
remaja.(4). Di lain referensi, pada penelitian Indah dkk terdapat hubungan yang bermakna
terhadap kebiasan membaca dengan miopiamyopia.(5) dan Ditambah lagi sSebuah hasil
skripsi dari Mahasiswa Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Malang, Faridah Rahman juga
(6)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara lama membaca buku
terhadap progresivitas miopia pada anak usia sekolah (6-12 tTahun) di RSU Dr. Saiful
Anwar Malang.(6)
3
Selain kebiasaan membaca hal-hal yang mempengaruhi kejadian myopia adlah….usia,
jenis kelamin….
Perbedaan kesimpulan tiap-tiap penelitian di atas membuat penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terkait. Pentingnya penelitian ini dibuat agar sebagai mahasiswa dapat
memperhatikan kebiasaan membaca sehingga mampu melakukan tindakan preventif terhadap
kejadian miopia.
Dampak myopia
1.4 Hipotesis
4
Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan membaca (jJarak, lLama membaca,
pPosisi membaca, dan pPenerangan), usia dan jenis kelamin deangan kejadia miopimyopia
pada mahasiswa kedokteran Universitas Trisakti pada …..
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuanPenelitian ini dapat memberikan
manfaat untuk pengetahuan atau referensi mengenai kebiasaan membaca terhadap
miopia
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan suatu nilai kontribusi keilmuan pada
kebiasaan baca terhadap resiko terjadinya kejadian miopia.
1.5.2 Manfaat bagi profesi/institusiemberikan manfaat preventif untuk mahasiswa yang
memiliki intensitas baca tinggi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan khususnya bidang
kedokteran, dalam hal meneliti kejadian miopia.
1.5.3 Manfaat bagi masyarakatemberikan informasi kepada penderita miopia mengenai
Tindakan preventif terhadap progresivitas miopia.
1.5.4
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi bagi masyarakat
mengenai fakctor yang dapat menyebabkan kejadian miopia.
5
BAB II
2.1.1 Mimyopia
2.1.1.1 PengertianDefinisi Miopia
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik
kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletakdi depan makula
lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif
atau bola mata terlalu panjang (Sidarta, 2003).
2.1.1.22.2 Klasifikasi(9)
Klasifikasi Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada
mata, miopia dapat dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang
ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat. Biasanya
tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam
penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6 D.
Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.
2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.
6
Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika
terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek.
Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta,
2007).
7
3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
8
Genetik memiliki peranan penting dalam terjadinya miopía. Bukti dari
adanya pengaruh genetik terhadap kejadian miopía diturunkan dari orang tua
dengan melakukan studi sebagai langkah awal. Anak dengan orang tua yang
miopía memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menderita miopía
daripada anak yang orang tuanya tidak menderita miopía. Memiliki 2 orang tua
yang miopía memiliki resiko yang lebih tinggi dari pada satu orang tua (Morgan
dan Rose, 2005)(14)
2.1.1.4.2 Lingkungan
Faktor lingkungan yang timbul karena adanya tingkat pendidikan dengan
patogenesis miopia adalah akomodasi yang berlebihan. Akomodasi yang
berlebihan disebabkan oleh aktivitas melihat dekat. Aktivitas melihat dekat yang
sering diteliti pada anak sekolah dasar adalah membaca, menulis, menonton
televisi, penggunaan komputer dan bermain video games (Foster dan Jiang, 2014)
(15)
Pengertian Membaca disini menurut KBBI adalah melihat serta memahami isi dari
apa yang tertulis(7). Maka membaca merupakan aktivitas yang mengandalkan indera
9
penglihatan (mata) terhadap sesuatu yang terlihat (Visual). Melihat sendiri memiliki
pengertian menggunakan mata untuk memandang; (memperhatikan)(7)
2.1.2.2
Kebiasaan Membaca
Menurut latar belakang penelitian, variable yang akan diteliti dari kebiasaan
membaca yang akan dibahas diantaranya :
Jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat (7)
benda disini adalah indra penglihatan dan teks yang dibaca sehingga jarak
membaca adalah ruang sela dari mata ke objek yang dilihat/baca. Jarak
membaca juga pernah beberapa kali diteliti pada kebiasaan membaca jarak
dekat meningkatkan kejadian miopia 13 kali dibandingkan remaja yang
membaca dengan jarak optimal atau > 30 cm (ORadjusted = 13,164) (Sofiani
& Puspita, 2016).
Lama atau durasi memiliki pengertian lamanya sesuatu berlangsung; rentang waktu;
(7)
maka Lama membaca adalah waktu awal mula membaca sampai selesai.
Posisi membaca sendiri merupakan postur yang dilakukan saat melakukan aktivitas
membaca(2)
10
Penerangan disini adalah intensitas cahaya saat membaca, Gangguan penerangan
dapat menimbulkan gangguan akomodasi mata, kontraksi otot siliaris secara terus-
menerus akan menimbulkan gangguan refraksi mata yaitu miopia. Kebiasaan buruk
yang dapat mengganggu kesehatan mata kita seperti membaca di tempat yang
gelap, membaca di bawah sinar matahari langsung yang silau, menatap sumber
cahaya terang langsung, dan lain sebagainya. Tingkat penerangan juga dianggap
sebagai faktor pencetus yang mempengaruhi timbulnya miopia pada faktor
lingkungan.(8)
Miopia
2.1.2.1 Pengertian Miopia
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik kuning). Pada
miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletakdi depan makula lutea. Hal ini dapat
disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu
panjang (Sidarta, 2003).
2.1.2.2 Klasifikasi(9)
Klasifikasi Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, miopia dapat
dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini berupa
kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan
organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat
kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut juga dengan miopia
fisiologi.
2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia
progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda
miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan
oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan
tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat
pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007).
Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu panjang atau
indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
11
2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling kurang cahaya.
Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap pencahayaan yang ada.
Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk
memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi
miopia.
3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang lensa kristalina.
Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya sementara
sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru –
buru memberikan lensa koreksi. Universitas Sumatera Utara 6
4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia
progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah
normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke
waktu.
5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar
gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.
Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksikannya
(Sidarta, 2007):
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):
1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.
4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
2.1.2.3 Etiologi Miopia(9)
Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata untuk panjangnya bola
mata akibat :
1. Kornea terlalu cembung.
2. Lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan dibiaskan kuat.
12
3. Bola mata dan sumbu mata (jarak kornea - retina) terlalu panjang, dinamakan miopia sumbu.
Daya bias kornea, lensa atau akuos humor terlalu kuat, dinamakan miopia pembiasan.
4. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi ini disebut
miopia indeks.
5. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misal pasca operasi glaukoma mengakibatkan posisi
lensa lebih ke anterior
Faktor risiko:…..
Secara fisiologik sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga membentuk bayangan
menjadi kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus sinar yang datang dari benda
yang jauh terletak di depan retina. Titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau sinar
datang tidak sejajar
Hubungan antara….(3 variabel bebas) dengan kejadian miopia
13
Puspita 26 Laki-laki) Terhadap derajat miopia Pener
Santik(4) Memb
deraja
Indah Padang, Cross- 89 Responden Kegiatan Near Work : Lama 1 tahun Adany
A.R BR Sumatra Barat Sectional Anak SD Negeri Membaca dan Jarak Membaca Duras
Tobing, Percobaan baca t
Kemala Padang kelas 5-6 Miopi
Sayuti,
Afdal(5)
Khusni Kotabumi, Cross- Siswa SMA Tingkat Penerangan dan Jarak 1 tahun Terda
Karim, Jawa Barat Sectional Negeri 03 Membaca berma
Ihsan Kotabumi pener
Taufiq Kecamatan memb
(10)
Kotabumi kejadi
Selatan dengan
jumlah sampel
85 orang
Mutia
Padang, Cross- Mahasiswa FK Lama Aktivitas Membaca 2 tahun Lama
Maulud
Sumatra Barat Sectional Unand tidak
Fauziah,
Angakatan 2010 berma
M.
berjumlah 121 miopi
Hidayat,
Sampel
Julizar (3)
14
)
Tidak progresif)
15
2.3 Kerangka Teori
Jarak
Posisi
Durasi
Penerangan
Miopia
16
BAB III
Variabel
Variabel Bebas
Tergantung
Kebiasaan
Karakteristik
Membaca:
Sosio-
-Jarak demografi
Membaca : KejadianProgres
-Usia ivitas Miopi
-Lama Membaca
-Jenis kelamin
-Posisi Membaca
-Intensitas Cahaya
17
3.2. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Referensi
Operasional Pengukuran
Variabel
1 Kejadian Peningkatan Snellen Cardn Interpretasi Miopia (+) Ordinal Martiningsih WR, Devi F,
1 MiopiaJa dari derajat 6/6 pemeriksaan:Meli Miopia (-) Ordinal Novitasari A, Ratnanigrum
rak Miopia Kuisioner hat data yang Jarak Baca K(12)
sebelumnya didapat dari dengan kategori
di Universitas responden
Trisaktiruang Apabila ada
sela (panjang kelainan dari 30 cm Cukup
atau jauh) kemampuan baca KBBI(6)
antara dua pasien terhadap < 30 cm Dekat
benda atau kemampuan baca Martiningsih WR, Devi F,
tempat orang normal. Novitasari A, Ratnanigrum
Ex: 6(jarak K(12)
pasien)/20 (orang
normal)
2 Lama/ lamanya Kuisioner WawancaraMelih Lama baca Ordinal KBBI(6)
durasi sesuatu at data yang dengan kategori:
berlangsung; didapat dari Martiningsih WR, Devi F,
rentang respondem Baik (<2jam) Novitasari A, Ratnanigrum
waktu Kurang baik K(12)
(2-3 jam)
Buruk
18
(>3jam)
3 Posisi letak: Kuisioner WawancaraMelih Satu posisi Nominal KBBI(6)
kedudukan at data yang
(orang, didapat dari Kombinasi Sofiani A, Santik YDP (4)
barang) responden
4 Peneraan pencahayaan Kuisioner WawancaraMelih Tidak Ideal dan Nominal Karim K, Taufiq I(10)
gan ketika at data yang Ideal
membaca, didapat dari
dapat di kuesioner
ruangan
maupun
pencahayaan
outdoor
19
6 Jenis Peran dan Kuisioner Melihat data Nominal Sofiani A, Santik YDP (4)
Kelamin tanggung kuesioner
jawab pria responden Pria
dan wanita Wanita
yang
diciptakan
dalam
keluarga.
Masyarakat
maupun
budaya.
7 Usia Kuisioner Melihat data Ordinal Diananda A(13)
Lama Hidup kuesioner
Responden responden
sampai
sekarang Pra remaja
(12-13) atau 14
Remaja awal
13 atau 14 – 17
Remaja lanjut
17-20 atau 21
20
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.3.1 Populasi
4.3.2 Sampel
Kriteria Inklusi:
Kriteria Ekslusi:
1. Mahasiswa yang memiliki gangguan penglihatan yang membuat
visus menurun (selain miopia)
2. `Yang memiliki Riwayat miyopia sebelum kuliahkebutaan
Pada penelitian ini sample diambil secara non random sampling dengan
Teknik consecutive sampling, yang dilakukan sampai responden / subjek
penelitian terpenuhi. Besar sample yang akan digunakan dalam penelitian
dihitung menggunakan rumus populasi infinit dan dilanjutkan dengan rumus
populasi finit.
n0= (z)2 x p x q / d2
=341
Keterangan:
n = n0 / (1 + n0 / N) N= 200
= 126
Keterangan:
= 145 orang
1. Kuisioner
Dalam kuisioner ini akan diajukan pertanyaan dengan tujuan diperolehnya data-
data sebagai berikut:
a. Jarak baca
b. Lama baca
c. Posisi baca
d. Penerangan baca
*Kuisioner Terlampir.
2. Snellen Chart(134)
Snellen Chart adalah alat untuk melakukan pemeriksaan visual acuity yang
akan digunakan untuk menilai derajat miopia, dan progresivitasnya. Berikut prosedur
pemeriksaan menggunakan Snellen Chart:
1. Pasien diberi jarak dari Snellen Chart sejauh 5 meter atau 6 meter
atau 20 kaki (denominatornya akan berbeda untuk setiap jarak yang
digunakan. Seringkali digunakan jarak 5 meter.)
2. Tingkat mata pasien dengan Snellen Chart harus sejajar dan lurus.
3. Pasien diminta untuk menutup satu mata dengan okluder, atau bila
tidak ada, dengan telapak tangan, bukan dengan jari karena dapat
menekan mata. Biasanya yang ditutupi mata kiri dahulu, atau mata
yang bermasalah dahulu, agar pasien tidak menghafal huruf yang ada
di chart.
4. Pasien diminta untuk membaca huruf yang ditunjuk oleh dokter.
Catat denominator pada baris terakhir yang masih bisa dibaca oleh
pasien. Bila pasien bisa membaca semua huruf sampai denominator
20, berarti ketajaman matanya normal (5/5 atau 6/6 atau 20/20).
5.
6. Bila mata pasien masih kabur saat membaca Snellen Chart, gunakan
pinhole untuk mengetahui apakah matanya kabur karena kelainan
refraksi atau kelainan lain (contoh: katarak). Pasien yang memiliki
kelainan refraksi akan lebih jelas membaca chart saat menggunakan
pinhole.
7. Bila Pasien sama sekali tidak bisa melihat huruf di chartnya dari atas,
akan dilakukan pemeriksaan lanjutan, yaitu hitung jari hingga
lambaian tangan.
Ya Menandatangani
persetujuan dan Tidak
inform consent
Analisis data
DAFTAR PUSTAKA