Anda di halaman 1dari 11

Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP

Unggulan Di Kota Padang

Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP Unggulan


Di Kota Padang

Hengki Haryanda1, Naima Lassie2, Ade Teti Vani,3


1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah,
2,3
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah
E-mail : hengki.haryanda94@gmail.com

Abstrak
Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering terjadi, di mana kelainan
refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Kelainan refraksi terutama
miopia sering terjadi pada anak usia sekolah, remaja, maupun dewasa. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah faktor risiko kelainan refraksi miopia pada siswa SMP unggulan di Kota
Padang. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional. Sampel
penelitian ini adalah 49 siswa-siswi SMP Negeri 1, SMP Negeri 8 dan MTs Negeri 6 Padang.
Subjek yang memenuhi syarat dan bersedia mengikuti penelitian ini serta telah menandatangani
surat persetujuan penelitian akan diminta untuk melakukan pemeriksaan visus. Pada hasil
penelitian didapatkan bahwa faktor pemeriksaan rutin menunjukkan ada hubungan antara
pemeriksaan mata rutin dengan terjadinya miopia dengan nilai p = 0,025 sedangkan faktor riwayat
keluarga, posisi membaca buku, jarak membaca buku, riwayat trauma, dan lama penggunaan alat
elektronik menunjukkan tidak ada hubungan dengan terjadinya miopia dengan nilai p>0,05.
Kesimpulan, pada penelitian ini pemeriksaan mata rutin merupakan faktor resiko miopia pada
siswa/i SMP/MTsN unggulan di Kota Padang.

Kata kunci : Miopia, Faktor risiko, Pelajar SMP

Risk factor Refractive Errors Of Myopia In Middle School Students At Padang


City

Abstract
Refractive errors is the most common eye disorders, where refractory errors are still a public
health problem in the world. Refractive errors myopia mostly occurs in school aged children and
adult. The study to identify most dominant risk factors of the myopia in the junior high school
students in Padang. This study uses a analytic research with cross sectional design. The total of is
49 students at SMP Negeri 1, SMP Negeri 8 and MTs Negeri 6 Padang. Assessment on the visual
acuity were performed on the subjects who qualified and have agreed to participate in the
research and has signed the informed consent. The result of study get routine examination factor
showed a relationship between routine eye examination of myopia with p value = 0,025. Family
history, reading position, reading distance, trauma history, and duration of electronic usage
showed no relation with myopia with p value> 0.05. Conclution, regular eye examination is a risk
factor of myopia amongst prominent students of SMP / MTs in Padang City.

Keywords : Myopia, Risk factors, Middle school students

1
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

Kelainan refraksi salah satunya


Pendahuluan adalah miopia. Miopia merupakan
ketidakmampuan mata untuk melihat
Kelainan refraksi adalah keadaan di objek atau benda pada jarak jauh
mana bayangan tegas tidak dibentuk dengan jelas. Mata miopia
pada retina tetapi di bagian depan mempunyai bentuk memanjang atau
atau belakang bintik kuning dan daya refraktif berlebihan, sehingga
tidak terletak pada satu titik yang cahaya akan difokuskan tepat di
tajam. Kelainan refraksi merupakan depan retina dan mengakibatkan
salah satu kelainan mata yang paling gejala yang jelas pada penderita
sering terjadi, di mana kelainan miopia adalah pendeknya jarak
refraksi masih merupakan masalah pandang.6 Gejala-gejala yang
1
kesehatan masyarakat di dunia. dirasakan oleh penderita miopia yang
belum mendapatkan koreksi refraksi
Pada tahun 2004, World Heatlh biasanya akan mengalami keluhan
Organization (WHO) menyatakan pandangan kabur saat melihat benda
prevalensi kelainan refraksi pada atau objek jarak jauh adalah pusing
umur 5–15 tahun sebanyak 12,8 juta dan sakit kepala.7
orang (0,97%).2 WHO merekomen-
dasikan untuk dilakukannya skrining Prevalensi miopia di Asia Tenggara
penglihatan dan pelayanan kesehatan sebesar 20% pada anak-anak
yang ditujukan bagi anak sekolah.3,4 pendidikan dasar dan 80% pada
Insiden refraksi di Indonesia remaja.8 Insiden miopia pada orang
menempati urutan pertama pada dewasa di Indonesia diperkirakan
penyakit mata, di mana kasus mencapai 25% populasi orang
kelainan refraksi dari tahun ke tahun dewasa dan pada anak sekitar 10-
mengalami peningkatan. Jumlah 12%.9 Survey kesehatan indera
pasien yang menderita kelainan penglihatan yang dilakukan oleh
refraksi di Indonesia hampir 25% Depkes di 8 provinsi (Sumatera
dari populasi atau sekitar 55 juta Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat,
jiwa.5 Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi

2
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

Utara, Sulawesi Selatan, dan NTB) karena sekolah ini merupakan


pada tahun 1993-1997 ditemukan sekolah negeri unggulan di Kota
kelainan refraksi pada golongan usia Padang yang memiliki kurikulum
sekolah sebanyak 5%.10 Penelitian padat, banyak di sekolah, dan
yang pernah juga dilakukan oleh aktivitas yang berhubungan dengan
Fitriliza pada tahun 2016 melihat dekat. Hal ini menarik
menyatakan penderita miopia pada dilakukan karena dengan mengetahui
anak sekolah etnis Cina usia 13–15 faktor risiko terjadinya miopia dapat
tahun di Kota Padang, didapatkan mencegah kejadian miopia sehingga
hasil prevalensi miopia 57,5% anak usia sekolah dapat melakukan
terbagi atas miopia ringan 65,6%, aktivitas sehari-hari dan meraih
miopia sedang 30,2% dan miopia prestasi dengan baik.
berat 2,8%.11
Penelitian ini bertujuan untuk
American Optometric Association mengetahui apakah faktor risiko
(AOA) menyatakan, faktor terjadinya kelainan refraksi miopia pada siswa
miopia belum diketahui secara pasti. SMP unggulan di Kota Padang.
Namun, diduga faktor genetik, stress
visual, membaca jarak dekat, Metode Penelitian
menonton TV dan menggunakan
komputer dengan jarak dekat dalam Penelitian ini merupakan penelitian
waktu yang cukup lama, menjadi analitik dengan rancangan cross
faktor risiko dan faktor prediposisi sectional. Penelitian ini dilakukan di
terjadinya miopia.12 Trauma tumpul SMPN 1, SMPN 8, dan MTsN 6
pada mata juga diduga menjadi Kota Padang pada bulan November -
13
faktor risiko terjadinya miopia. Desember 2017. Populasi pada
penelitian ini adalah semua siswa
Berdasarkan masalah, peneliti SMP unggulan di Kota Padang yaitu
tertarik melakukan penelitian SMPN 1, SMPN 8, dan MTsN 6
mengenai faktor risiko kelainan Kota Padang. Besar sampel dihitung
refraksi miopia pada siswa SMPN 1, dengan menggunakan rumus analitik
SMPN 8, dan MTsN 6 Kota Padang, korelasi berjumlah 49 orang.

3
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

Pemilihan kelas dipilih secara memiliki riwayat keluarga miopia


stratified random sampling. adalah 25 orang yaitu 51,0%.
Pada penelitian ini data yang Tabel 2. Karakteristik Subjek
Berdasarkan Posisi Membaca Buku
digunakan adalah data primer, yaitu Karakteristik
Subjek Kategori f %
dengan melakukan wawancara Penelitian
Posisi Duduk 42 85,7
menggunakan kuesioner dan
membaca
Berbaring 7 14,3
pemeriksaan visus kepada sampel buku
Total 49 100
penelitian secara bersamaan saat
penelitian berlangsung. Data subjek
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui
yang telah diperoleh kemudian
bahwa subjek penelitian yang
diolah secara statistik lalu
menderita miopia terbanyak dengan
dilanjutkan dengan analisis univariat
posisi membaca buku duduk adalah
dan bivariat. Variabel yang
42 orang yaitu 85,7%.
digunakan pada penelitian ini adalah
numerik dan ordinal sehingga uji Tabel 3. Karakteristik Subjek
Berdasarkan Jarak Membaca Buku
korelatif yang digunakan adalah uji Karakteristik
Subjek Kategori f %
Spearman. Hasil analisis statistik Penelitian
Jarak <30 cm 11 22,4
dengan SPSS ditampilkan dalam membaca
>30 cm 38 77,6
buku
bentuk tabel dan diagram.
Total 49 100

Hasil Penelitian Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui


bahwa subjek penelitian yang
Analisis Univariat menderita miopia terbanyak dengan
jarak membaca buku >30 cm adalah
Tabel 1. Karakteristik Subjek
Berdasarkan Riwayat Keluarga 38 orang yaitu 77,6%.
Karakteristik
Subjek Kategori f %
Tabel 4. Karakteristik Subjek
Penelitian
Berdasarkan Pemeriksaan Mata Rutin
Riwayat Ya 25 51,0
Karakteristik
keluarga Tidak 24 49,0 Subjek Kategori f %
Total 49 100 Penelitian
Pemeriksaan Ya 19 38,8
mata rutin Tidak 30 61,2
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui Total 49 100
bahwa subjek penelitian yang
menderita miopia terbanyak dengan

4
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui Analisis Bivariat


bahwa subjek penelitian yang
menderita miopia terbanyak dengan Berdasarkan hasil penelitian yang
tidak melakukan pemeriksaan mata diperoleh, hasil pemeriksaan visus
rutin adalah 30 orang yaitu 61,2 %. miopia pada siswa SMP diolah
meggunakan uji Sperman. Hasil uji
Tabel 5. Karakteristik Subjek Sperman pemeriksaan visus miopia
Berdasarkan Riwayat Trauma
Karakteristik diperoleh sebagai berikut :
Subjek Kategori f %
Penelitian
Tabel 7. Riwayat Keluarga dan Miopia
Ya 0 0
Trauma Riwayat keluarga
Tidak 49 100
r = -0,250
Total 49 100 Miopia
p = 0,083
n = 49
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui
bahwa subjek penelitian yang Berdasarkan tabel 7 didapatkan nilai
menderita miopia terbanyak dengan p=0,083 (p>0,05). Hal ini berarti
riwayat tidak mengalami trauma riwayat keluarga tidak memiliki
adalah 49 orang yaitu 100%. pengaruh yang signifikan terhadap
kelainan refraksi miopia. Nilai
Tabel 6. Karakteristik Subjek korelasi sebesar -0,250 menunjukkan
Berdasarkan Lama Penggunaan
Alat Elektronik
korelasi negatif dengan kekuatan
Karakteristik korelasi lemah.
Subjek Kategori f %
Penelitian
Lama <2 Tabel 8. Posisi Membaca Buku dan
20 40,8 Miopia
penggunaan jam/hari
alat >2 Posisi membaca buku
29 59,2
elektronik jam/hari r = -0,104
Miopia
Total 49 100 p = 0,479
n = 49

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui Berdasarkan tabel 8 didapatkan nilai


bahwa subjek penelitian yang p=0,479 (p>0,05). Hal ini berarti
menderita miopia terbanyak dengan posisi membaca buku tidak memiliki
lama penggunaan alat elektronik >2 pengaruh yang signifikan terhadap
jam/hari adalah 29 orang yaitu kelainan refraksi miopia. Nilai
59,2%. korelasi sebesar -0,104 menunjukkan

5
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

korelasi negatif dengan kekuatan


Berdasarkan tabel 11 bahwa faktor
korelasi sangat lemah.
risiko miopia terhadap trauma tidak
Tabel 9 Jarak Membaca Buku dan dapat dianalisis.
Miopia
Jarak membaca buku
r = -0,067 Tabel 12 Lama Penggunaan Alat
Miopia Elektronik dan Miopia
p = 0,649
n = 49 Lama penggunaan alat
elektronik
Miopia r = 0,039
Berdasarkan tabel 9 didapatkan nilai p = 0,791
n = 49
p=0,649 (p>0,05). Hal ini berarti
jarak membaca buku tidak memiliki Berdasarkan tabel 123 didapatkan
pengaruh yang signifikan terhadap nilai p=0,791 (p>0,05). Hal ini
kelainan refraksi miopia. Nilai berarti lama penggunaan alat
korelasi sebesar -0,067 menunjukkan elektronik tidak memiliki pengaruh
korelasi negatif dengan kekuatan yang signifikan terhadap kelainan
korelasi sangat lemah. refraksi miopia. Nilai korelasi
sebesar -0,039 menunjukkan korelasi
Tabel 10. Pemeriksaan Rutin dan Miopia
Pemeriksaan mata negatif dengan kekuatan korelasi
rutin
Miopia r = -0,321 sangat lemah.
p = 0,025
n = 49
Pembahasan
Berdasarkan tabel 10 didapatkan
nilai p=0,025 (p<0,05). Hal ini Riwayat Keluarga dan Kelainan
berarti pemeriksaan rutin memiliki Refraksi Miopia
pengaruh yang signifikan terhadap
kelainan refraksi miopia. Nilai Hasil penelitian didapatkan sebanyak
korelasi sebesar -0,104 menunjukkan 25 orang (51,0%) yang memiliki
korelasi negatif dengan kekuatan riwayat keluarga dengan menderita
korelasi lemah. miopia dengan nilai p>0,05, artinya
kondisi riwayat keluarga miopia
Tabel 11. Riwayat Trauma dan Miopia menderita miopia tidak berpengaruh
Trauma
Miopia
r=~ terhadap insiden miopia. Hal ini
p=~
n = 49 serupa dengan penelitian yang

6
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

dilakukan oleh Martga Bella Rahimi posisi membaca buku tidak


16
pada tahun 2015 juga menunjukkan memengaruhi terjadinya miopia.
bahwa riwayat keluarga tidak Namun, hasil penelitian peliti
memengaruhi terjadinya miopia.14 berbeda dengan yang dilakukan oleh
Ristiana Prafitasari (p<0,05) pada
Orang tua yang menderita refraksi tahun 2011 didapatkan bahwa posisi
miopia tidak selalu menurunkan membaca buku dapat memengaruhi
secara genetik kepada anaknya. insiden miopia. Perbedaan hasil
Miopia secara genetik diturunkan peneliti dengan penelitian yang
dari orangtua secara resesif. dilakukan oleh Ristiana Prafitasari
Beberapa laporan masih terjadi terdapat pada desain yang digunakan.
perdebatan, dimana ada yang Peneliti menggunakan desain
berpendapat riwayat keluarga penelitian crossectional sedangkan
merupakan faktor autosomal Ristiana Prafitasari menggunakan
dominan dan x-linked resesif. Anak desain penelitian kasus kontrol.17
yang mengalami miopia akan
menampakkan gejala miopia pada Membaca sambil berbaring membuat
usia 9-10 tahun.15 adanya kecenderungan mata tidak
bekerja secara seimbang sehingga
Posisi Membaca Buku dan ada kecenderungan untuk memaksa
Kelainan Refraksi Miopia otot mata bekerja secara maksimal
pada satu sisi dan mengakibatkan
Pada hasil data perhitungan antara kerusakan mata pada satu sisi. Posisi
posisi membaca buku berbaring berbaring membuat otot bola mata
dengan kelainan refraksi miopia akan menarik bola mata kearah
didapatkan sebanyak 7 orang bawah untuk bisa melihat kearah
(14,3%) dengan nilai p>0,05, artinya bawah sehingga otot bola mata tidak
kondisi posisi membaca buku rileks. Jadi, seharusnya posisi
berbaring tidak berpengaruh terhadap membaca buku yang baik dilakukan
miopia. Hal ini serupa dengan dengan posisi punggung yang lurus
penelitian yang dilakukan oleh Lely dan duduk tegak sehingga terhindar
I. Porotu’o pada tahun 2014 bahwa dari terjadinya miopia.15

7
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

Jarak Membaca Buku dan mata. Apabila dalam jangka waktu


Kelainan Refraksi Miopia yang lama lensa mata dipaksa terus-
menerus berakomodasi untuk
Pada hasil data perhitungan antara memfokuskan jatuhnya sudut benda
jarak membaca buku <30 cm dengan tepat diretina, maka akan
kelainan refraksi miopia didapatkan menyebabkan lensa bertambah
sebanyak 11 orang (22,4%) dengan cembung. Kecembungan lensa ini
nilai p>0,05, artinya kondisi jarak apabila mata dalam keadaan tidak
membaca buku <30 cm tidak berakomodasi maksimal menyebab-
berpengaruh terhadap insiden kan sudut jatuh banyangan
miopia. difokuskan tidak pada retina
sehingga menyebabkan mata
Pada penelitian ini, jarak membaca mengalami rabun jauh/miopia. Jadi,
buku bukanlah faktor yang sebaiknya membaca buku dengan
memengaruhi insiden miopia. Hal ini jarak ≥30 cm sehingga terhindar dari
serupa dengan penelitian yang kelainan refraksi salah satunya
dilakukan oleh Febriana Kistianti miopia.1
pada tahun 2008 bahwa jarak
membaca buku yang <30 cm tidak Pemeriksaan Mata Rutin dan
18
memengaruhi terjadinya miopia. Kelainan Refraksi Miopia
Namun, berbanding terbalik dengan
Penelitian yang dilakukan oleh Chen- Pada penelitian ini didapatkan bahwa
Wei Pan pada tahun 2011 didapatkan pemeriksaan mata rutin
kebiasaan membaca buku <30 cm memengaruhi terjadinya miopia
memiliki risiko menderita miopia dengan nilai p<0,05. Terjadinya
sebesar 2,5 kali lebih besar miopia bukan karena disebabkan
dibandingkan dengan kebiasaan oleh pemeriksaan rutinnya,
membaca buku >30 cm.19 melainkan terdeteksinya secara dini
saat melakukan pemeriksaan rutin.
Kekuatan akomodasi akan meningkat Jadi, apabila seseorang datang
sesuai dengan kebutuhan, makin melakukan pemeriksaan mata, maka
dekat benda makin kuat akomodasi

8
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

akan terdeteksi dini apabila orang dilakukan oleh Ikeda et al.,


tersebut menderita miopia. ditemukan subjek yang mengalami
trauma mata. Riwayat trauma pada
Deddy et al mengatakan pemeriksaan mata dapat menyebabkan perubahan
rutin pada mata sebaiknya dimulai pada badan ciliaris mata dan lensa
sejak dini. Pada anak 2,5–5 tahun, mata sehingga badan ciliaris terjadi
skrining mata perlu dilakukan untuk edema dan adanya penebalan pada
mendeteksi apakah menderita lensa mata sehingga menyebabkan
gangguan tajam penglihatan yang terjadi adanya miopia pada riwayat
nantinya akan mengganggu aktivitas trauma.20
di sekolahnya. Deteksi dini dan
penanganan segera dapat mencegah Lama Penggunaan Elektronik dan
kehilangan penglihatan yang Kelainan Refraksi Miopia
17
permanen.
Pada hasil data perhitungan antara
Riwayat Trauma dan Keainan lama penggunaan alat elektronik >2
Refraksi Miopia jam/hari dengan kelainan refraksi
miopia didapatkan sebanyak 29
Pada penelitian ini tidak satupun dari orang (59,2%). Hasil uji statistik
sampel penelitian yang mengatakan didapatkan nilai p>0,05, artinya lama
bahwa kelainan refraksi miopia penggunaan alat elektronik >2
disebabkan oleh riwayat trauma. jam/hari tidak berpengaruh terhadap
Namun, penelitian yang dilakukan insiden miopia. Hal ini serupa
oleh Ikeda et al., pada tahun 2013 dengan penelitian yang dilakukan
mengatakan bahwa riwayat trauma oleh Ristiana Prafitasari pada tahun
dapat memengaruhi kelainan refraksi 2011 bahwa menggunakan alat
miopia. Perbedaan hasil peneliti elektronik >2 jam/hari tidak
dengan penelitian Ikeda et al., memengaruhi terjadinya miopia.22
terdapat pada subjek penelitian. Pada Berbeda dengan penelitian Lely I
peneliti tidak ditemukannya subjek Porotu’o pada 2014 didapatkan
yang mengalami riwayat trauma bahwa penggunaan alat elektronik >2
mata, sedangkan penelitian yang

9
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

jam/hari dapat menyebabkan insiden miopia pada siswa SMP unggulan


16
miopia. di Kota Padang.
2. Posisi membaca buku tidak
Penggunaan alat elektronik dalam mempengaruhi refraksi miopia
jangka waktu yang cukup lama dapat pada siswa SMP unggulan di Kota
mengakibatkan mata berakomodasi Padang.
terus menerus, peningkatan daya 3. Jarak membaca buku tidak
akomodasi terus menerus ini mempengaruhi refraksi miopia
menyebabkan mata menjadi rabun pada siswa SMP unggulan di Kota
jauh. Dianjurkan untuk mengi- Padang.
stirahatkan mata sedikitnya 5 menit 4. Pemeriksaan mata rutin
setiap 30 menit menggunakan alat merupakan faktor risiko refraksi
elektronik seperti smartphone, miopia pada siswa SMP unggulan
televisi, komputer dan yang lainnya. di Kota Padang.
Masa istirahat itu dimanfaatkan 5. Riwayat trauma tumpul bola mata
untuk melihat yang jauh, seperti tidak mempengaruhi refraksi
melihat ke luar jendela atau ke luar miopia pada siswa SMP unggulan
rumah, tujuannya untuk pemulihan di Kota Padang.
sel-sel retina yang rusak akibat 6. Lama penggunaan alat elekttronik
terpapar sinar ultraviolet, dengan tidak mempengaruhi refraksi
kata lain mengembalikan mata miopia pada siswa SMP unggulan
kekondisi seimbang.20 di Kota Padang.

Kesimpulan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan Pada penelitian ini didapatkan bahwa


pembahasan yang telah dilakukan pemeriksaan rutin mempengaruhi
maka dapat ditarik kesimpulan terjadinya miopia sehingga
sebagai berikut : disarankan bagi peneliti selanjutnya
1. Riwayat keluarga dengan miopia melakukan penelitian mengenai
tidak mempengaruhi refraksi pemeriksaan mata rutin.

10
Hengki Haryanda : Faktor Risiko Kelainan Refraksi Miopia Pada Siswa SMP
Unggulan Di Kota Padang

Daftar Pustaka Pathogenesis of transient high myopia


after blunt eye trauma. Opthalmology.
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: 2013;
Balai Penerbit FKUI; 2012. 20. Prafitasari R. Kebiasaan melakukam
2. Resnikoff S. Global data on visual aktivitas melihat dekat dan kurangnya
impairment in the year 2008. 2010; aktivitas fisik di luar ruangan sebagai
3. Vitale S. Prevalence of visual faktor risiko miopi pada siswa smpn i
impairment in the United State. 2008; jepara. 2011;
4. El-Bayomi B. Prevalence of refractive
error and low vision among
schoolchildren in Cairo. 2007;
5. Handayani-Ariestanti, T., Supradnya-
Anom P-D. Characteristic of patients
with refractive disorder at eye clinic of
sanglah general hospital Denpasar,
Bali-Indonesia Period of 1st January –
31st December 2011. 2012;101–7.
6. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan
Kacamata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008. 158 hal.
7. Kannan U. Refractive Error and
Associated risk factors in 6-12 years
Schoolchildren. 2016;
8. Lin L, Shih Y, Hsiao C, Chen C.
Prevalence of myopia in Taiwanese
school-children: 2005 to 2010. 2012;.
9. Tisnadja, Sukarya, Dkk. Okulometri
pada miopia di Rumah Sakit Mata
Cicendo Bandung. Bandung; 2008.
10. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
pemeliharaan tajam penglihatan di
sekolah. Jakarta; 2009.
11. Fitriliza H. Prevalensi Miopia Pada
Anak Sekolah Etnis Cina di Kota
Padang dan Hubungannya dengan
Aktivitas Melihat Dekat. 2016;
12. Optometric Clinical Practice Guideline
Care of The Patient with Myopia. Am
Optom Assoc. 2010;
13. Ikeda N, Ikeda T, Al E. Pathogenesis of
transient high myopia after blunt eye
trauma. 2012;109:501–7.
14. Martga Bella R. Faktor-faktor yang
Memengaruhi Insiden Miopia Pada
Siswa Sekolah Menengah Atas di Kota
Padang. 2015;
15. Vaugan D. Oftalmologi Umum. 2010.
16. Lely I. P. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan ketajaman
penglihatan pada pelajar sekolah dasar
katolik santa theresia 02 kota manado.
2014;
17. Chen-Wei P. Worldwide prevalence
and risk factors for myopia. 2011;
18. Deddy F. Prevalensi Kelainan Tajam
Penglihatan pada pelajar SD “X”
Jatinegara Jakarta Timur. 2009;
19. keda N, Ikeda T, Nagata M, Mimura O.

11

Anda mungkin juga menyukai