Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar – sinar sejajar garis pandang pada keadaan mata tidak berakomodasi difokuskan di depan retina. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias yang tinggi atau akibat indeks refraksi lensa dan kornea terlalu kuat, dalam hal ini disebut miopia refraktif (American Academy of Opthalmology 2009 – 2010) Miopia merupakan salah satu gangguan mata yang mempunyai prevalensi yang tinggi. Prevalensi miopia di Amerika Serikat dan Eropa adalah kira –kira 30-40% daripada jumlah penduduk dan penderita miopia di Asia mencapai kira-kira 70% daripada jumlah penduduk (Walling, 2002).Dalam satu penelitian di Cina, 83,1 % anak-anak dengan rerata umur 14 tahun mempunyai miopia -0.5 D atau kurang. Di Swedia, satu penelitian menunjukkan anak-anak 12-13 tahun menderita miopia dan 23.3% dari populasi tersebut membutuhkan kaca mata. Dan dari satu penelitian dilakukan di sebuah sekolah di Jakarta, enam puluh anak (47%) menderita miopia. Kejadian miopia semakin lama semakin meningkat dan diestimasikan bahwa separuh dari penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020 (WHO,2008).Dalam hal ini, dari semua kelainan refraksi yang ada, angka kejadian miopia di dunia terus meningkat, data WHO pada tahun 2004 menunjukkan angka kejadian 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi yaitu miopia. Di Indonesia terutama anak- anak remaja yang golongan ekonomi keluarganya menengah ke atas mempunyai angka kejadian miopia yang semakin meningkat. Puncak terjadinya miopia adalah pada usia remaja yaitu pada tingkat SMA dengan prevalensi miopia meningkat sesuia dengan peningkatan umur (10.52% pada anak umur 12 tahun ke bawah, 54.4 % pada anak umur 12 tahun keatas. Faktor resiko yang penting pada perkembangan miopia adalah riwayat keluarga dengan miopia. Penelitian memperlihatkan 33%-60% prevalensi miopia pada anak yang kedua orang tuanya miopi sedangkan pada anak yang mempunyai salah satu orang tua dengan miopia prevalensi sekitar 23%-40%. Faktor pendukung terjadinya miopia yang lain adalah aktivitas melihat dekat atau nearwork. Adanya kemajuan teknologi dan telekomunikasi seperti televisi, komputer, video game dan lain-lain secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan terjadinya prevalensi miopia. Faktor gaya hidup mendukung tingginya akses anak terhadap media visual yang ada. Hampir seluruh murid di sekolah manapun terutama Indonesia mempunyai resiko tinggi miopia, akibat tingginya akses terhadap media visual yang tidak diimbangi dengan pengawasan terhadap perilaku buruk. Oleh karena latar belakang inilah maka diperlukan penelitian – penelitian lebih lanjut tentang gambaran pengetahuan tentang miopia
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana gambaran pengetahuan siswa- siswi SMA tentang miopia.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1.Tujuan Umum Mengetahui gambaran pengetahuan siswa-siswi
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian adalah : a. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA tentang miopia menurut tingkat pendidikan, umur, dan jenis kelamin.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : a. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan b. Bagi peneliti, dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat c. Bagi peneliti, dapat meningkatkan dalam mengaplikasikan dan menerapkan pengetahuan statistik kedokteran ke dalam penelitian d. Bagi masyarakat, dapat menambah wawasan tentang jarak membaca dan lama membaca yang baik e. Bagi masyarakat, membantu pencegahan kepada miopia dan progresi miopia ditingkatkan.