Di susun oleh :
FANNY AMALIA SAFITRI
1814401103
Tingkat 2 Reguler 3
A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.
A.2. PENYEBAB
Fisiologis:
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuskuler
4. benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis,anastesi)
Situasional:
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
Mayor:
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan atau ronchi kering
5. Mekonium dijalan napas (pada neonatus)
Objektif:
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah
A.4. KONDISI KLINIS TERKAIT (Uraikan patofisiologi kondisi klinis yang terkait,
boleh ditambahkan barisnya)
1. Guillain barre syndrome
Guillain–Barré syndrome (GBS) adalah sekumpulan gejala yang
merupakan suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang
menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan
karakterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik
yang sifatnya progresif. Guillain-Barré syndrome ini memiliki
beberapa subtipe yaitu:
2. Sklerosis multiple
Multiple Sclerosis merupakan penyakit demyelinasi idiopatik dan
berulang yang melibatkan substantia alba pada sistem saraf pusat. Penyakit
ini menyerang selubung myelin akson. Kerusakan pada selubung myelin
akson ini menyebabkan terganggunya hubungan antar akson dalam susunan
saraf pusat pada otak dan chorda spinalis.
Multiple Sclerosis merupakan suatu penyakit yang menyerang
substantia alba pada sistem saraf pusat. Proses patologis yang utama adalah
terjadinya demyelinasi pada serabut myelin akson. Walaupun begitu dapat
juga terjadi kerusakan daripada akson itu sendiri. Kerusakan myelin
berhubungan dengan proses infiltrasi sel mononuklear perivaskular lokal
diikuti terjadinya kerusakan myelin yang disebabkan makrofag. Pada tahap
selanjutnya secara khas terjadi proliferasi astrosit yang disertai terbentuknya
jaringan fibroglial.
Oleh karena kemampuannya untuk merusak substantia alba dimana
pun letaknya pada sistem saraf pusat, terdapat berbagai macam variasi
abnormalitas motorik okular, dimana tak satupun gejala Multiple Sclerosis
yang khas atau patognomonis. Gejala yang muncul pada Multiple Sclerosis
dapat berupa gejala okular maupun non okular.
3. Myasthenia gravis
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl
Choline Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang
tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial
aksi menuju membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran
ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah
serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu, inilah yang kemudian
menyebabkan rasa sakit pada pasien. Pengurangan jumlah AChR ini
dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di dalam tubuh yang
memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan merusak
membran post-synaptic. Etipatogenesis proses autoimun pada Miastenia
gravis tidak sepenuhnya diketahui, walaupun demikian diduga kelenjar
timus turut berperan pada patogenesis Miastenia gravis. Sekitar 75 % pasien
Miastenia gravis menunjukkan timus yang abnormal, 65% pasien
menunjjukan hiperplasi timus yang menandakan aktifnya respon imun dan
10 % berhubungan dengan timoma.
4. Stroke
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1) Stroke Iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar
pada sirkulasi serebrum.
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas: 1.
Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam
waktu kurang dari 30 menit, 2. Reversible Ischaemic Neurological
Deficit (RIND): defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu, 3.
Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke, 4. Completed Stroke.
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20%
dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Beberapa
penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum
hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma
sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena (MAV), trauma;
penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak;
infark hemoragik; penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi
antikoagulan (Price, 2005).
Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas klien
efektif.
Kriteria Hasil
1. Klien dapat batuk dengan efektif
2. Sputum berkurang
3. Tidak ada mengi, wheezing atau ronkhi kering
Intervensi :
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman dan usaha nafas)
Rasional : Mengetahui keefektifan jalan nafas pasien
2. Monitor bunyi nafas tambahan (mengi, wheezing, ronkhi kering)
Rasional : Mengetahui penyebab jalan nafas tidak efektif