Bahkan
kondisi
kebutaan
di
Indonesia merupakan yang terburuk
di ASEAN (Depkes RI, 1983).
Kelainan
refraksi
(12,9%)
merupakan penyebab low vision/
penglihatan terbatas terbanyak kedua
setelah katarak (61,3%) di Indonesia,
dari seluruh kelompok umur
(disesuaikan dengan populasi sensus
1990) (Saw, 2003). Penelitian pada
mahasiswa kedokteran di National
University
of
Singapore
menunjukkan bahwa prevalensi
kejadian miopia pada mahasiswa
sebesar
89.8%,
hipermetropia
Total
n
40
34
74
%
54,1
45,9
100
Total
n
40
34
74
%
54,1
45,9
100
p value
0,005
diinterpretasikan
bahwa
lama
membaca untuk kesenangan (hobi)
memiliki
hubungan
signifikan
dengan kejadian miopia.
Varian
menonton
televisi
dengan miopia diperoleh p=0,011
dimana 0,011 <0,05 dengan OR
(Exp{}) yaitu 1,050 (tabel 6). Hal
R
OR
p value
square (Exp ) < 0,05
13,2%
1,050
0,011
Tabel 7. Analisis bermain video game (smart phone), bekerja dengan komputer
dengan miopia
p value
R
OR
p value
Aktivitas Min Max Mean
SD
model square (Exp ) < 0,05
Kasus
7
112 39,02 25,50
0,002 16,1% 1,043
0,009
Kontrol
5
56
24,89 12,54
Varian diopterhours (Dh)
dengan miopia diperoleh p=0,000
dimana 0,000 <0,05 dengan OR
(Exp{}) yaitu 1,045 (tabel 8). Hal
R
OR
p value
square (Exp ) < 0,05
58,9%
1,045
0,000
Tabel 9.Analisis menghabiskan waktu berolah raga di luar rumah dengan miopia
p value
R
OR
p value
Aktivitas Min Max Mean
SD
model square (Exp ) < 0,05
Kasus
0
6
2,35
1,53
0,008 12,0% 0,825
0,023
Kontrol
0
16
4,54
4,89
PEMBAHASAN
Hasil
yang
didapatkan
menyatakan bahwa ada hubungan
antara faktor keturunan dengan
miopia dengan nilai p value = 0,005.
Mahasiswa yang memiliki salah satu
atau kedua orang tua miopia
kemungkinan mengalami miopia
(70,3%), dibandingkan mahasiswa
yang tidak memiliki keturunan
(29,7%). Dari penelitian lain juga
didapatkan bahwa orang yang
mempunyai polimorfisme gen PAX6
akan mengalami miopia dan 50%
faktor keturunan mempengaruhi
pemanjangan aksis bola mata
(Dirani, 2008).
Hasil
analisis
didapatkan
bahwa ada hubungan yang signifikan
antara membaca atau belajar
pelajaran dengan miopia dengan
p value = 0,012, OR sebesar 1,096.
Konstantopoulos (2008) menyatakan
bahwa seseorang dengan miopia
lebih banyak menghabiskan waktu
untuk membaca (0-10 jam/hari)
dibandingkan dengan seseorang
tanpa miopia hanya 0-4 jam/hari.
Ada hubungan yang signifikan
antara membaca untuk kesenangan
(hobi) dengan miopia dengan p value
= 0,000, OR sebesar 1,184. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan
Ramadhan
(2010)
menyatakan
bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara membaca untuk
hobi dengan miopia dengan p =
0,023.
Penelitian
lain
juga
menyatakan
seseorang
dengan
miopia lebih banyak menghabiskan
waktu untuk membaca untuk
kesenangan (5,84,8 jam/minggu)
dengan
seseorang
dengan
hipermetropia (3,62,9 jam/minggu).
(Mutti, 2002).
terhadap
meningkatnya
gejala
penglihatan.
Selain
itu,
menggunakan
komputer
dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan
kumpulan masalah mata dan
penglihatan yang disebut Computer
Vision Syndrome (CVS). Orang yang
paling beresiko meningkatkan gejala
CVS adalah orang-orang yang
menghabiskan dua jam atau lebih
secara terus menerus di depan
komputer setiap hari (American
Optometric Association, 2011).
Hal yang juga dipertimbangkan
adalah lama pemakaian komputer
dalam tahun. Hasilnya adalah
pengguna berat komputer memiliki
kelainan penglihatan, termasuk di
dalamnya miopia dan glaukoma,
sehingga dapat diketahui penggunaan
komputer yang berat memiliki
hubungan
langsung
dengan
timbulnya miopia dan glaukoma
(Fauzi, 2007).
Hasil
analisis
didapatkan
bahwa ada hubungan yang signifikan
antara menghabiskan waktu berolah
raga di luar ruangan dengan miopia
dengan p value = 0,023 OR sebesar
0,825 (0,825<1) sehingga dapat
dikatakan bahwa mengabiskan waktu
untuk berolah raga di luar rumah
merupakan fakor protektif terhadap
kejadian miopia.
McCredie
(2008)
telah
membandingkan gaya hidup 124
anak dari etnis Cina yang tinggal di
Sidney, dengan 682 anak dari etnis
yang sama di Singapura. Prevalensi
miopia di Singapura ada 29%, dan
hanya 3,3% di Sidney. Padahal,
anak-anak di Sidney membaca lebih
banyak buku tiap minggu dan
melakukan aktivitas dalam jarak
dekat lebih lama daripada anak di
Singapura. Tetapi, anak-anak di