Anda di halaman 1dari 19

Usulan Judul Tesis Magister Kepada Yth :

1. Hubungan Kadar Serum Homosistein dengan Ketebalan Retinal Nerve


Fiber Layer (RNFL) pada Pasien Retinopati Diabetik
2. Hubungan Kadar Magnesium (Mg2+) dengan Ketebalan Retinal Nerve
Fiber Layer (RNFL) pada Pasien Retinopati Diabetik
3. Hubungan Kadar Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF- α) dengan
Ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada Pasien Retinopati
Diabetik

Oleh:

Rini Nurrakhmah
207041020

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Hubungan Kadar Serum Homosistein dengan Ketebalan Retinal Nerve Fiber
Layer (RNFL) pada Pasien Retinopati Diabetik

Latar Belakang
Retinopati Diabetik (RD) adalah salah satu komplikasi mikrovaskuler utama
pada penderita Diabetes Melitus (DM). Retinopati diabetik tetap menjadi penyebab
utama kehilangan penglihatan pada orang dewasa usia kerja (Kowluru et al, 2020).
Diabetes melitus adalah penyakit seumur hidup, sekarang dianggap sebagai salah satu
tantangan kesehatan yang tumbuh paling cepat diabad ke-21 dengan hampir 463 juta
orang antara usia 21-79 menderita diabetes melitus (Atlas Diabetes, Edisi 9, 2019,
Federasi Diabetes Internasional)

World Health Organization (WHO) memprediksikan kenaikan jumlah


penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang
DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan Federasi Diabetes
Internasional memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia
dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (Perkeni, 2015).

Berdasarkan data menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun


2018, DM di tahun 2013 mencapai 1,5% dan meningkat menjadi 2,0% pada tahun
2018. Tingginya prevalensi DM ini juga berdampak dengan peningkatan komplikasi,
salah satunya adalah Retinopati Diabetik. Menurut data dari Federasi Diabetes
Internasional pada tahun 2019, Retinopati Diabetik merupakan penyebab utama dari
kehilangan pandangan pada dewasa usia kerja (20-65 tahun). Diperkirakan sebanyak
1 dari tiga orang yang terkena DM memiliki komplikasi Retinopati Diabetik dan 10%
dari penderita DM akan mengalami kehilangan pandangan yang progresif. (Deschler,
2014; Takamura, 2017).

Di seluruh dunia, 127 juta orang menderita retinopati diabetik pada tahun
2010, dan jumlah ini diperkirakan akan mencapai lebih dari 190 juta orang 2030.
Oleh karena itu penting untuk dilakukan pengembangan metode baru untuk
mengidentifikasi dan mengobati RD pada tahap awal. Neurodegenerasi retina telah
diidentifikasi sebagai patologi paling awal dari RD karena menyebabkan perubahan
mikrovaskuler awal termasuk kerusakan sawar darah-retinal dan gangguan dalam
interaksi neurovaskular. Perubahan ini pada akhirnya mengarah pada perkembangan
menjadi RD. Mengenali dan mencegah perkembangan neurodegenerasi retinal pada
tahap awal RD bermanfaat untuk meningkatkan prognosis RD.
Berbasis sel dan hewan studi eksperimental menjelaskan bahwa hilangnya
fungsi retina pada pasien diabetes tidak hanya disebabkan oleh kelainan
mikrovaskuler tetapi juga neurodegenerasi retina. Apoptosis neuronal dan gliosis
reaktif telah terdeteksi pada pasien diabetes tanpa perubahan mikrovaskuler.
Neurodegenerasi retinal meliputi apoptosis neuronal, hilangnya badan sel ganglion,
defek reaktivitas glial, dan pengurangan ketebalan retina bagian dalam.
Neurodegenerasi retinal jugadapat berkontribusi pada degenerasi kapiler termasuk
kerusakan pada barrier darah retinal dan gangguan dalam interaksi neurovaskular. Sel
ganglion di retina diabetik adalah yang paling rentan apoptosis karena mereka
mengekspresikan beberapa proapoptosis molekul seperti caspase-3, Fas, dan Bax.
Mengurangi kelangsungan hidup neuron retinal untuk menginduksi perubahan reaktif
glial retinal dan menyebabkan munculnya pembengkakan yang tidak normal akson
sentrifugal. Kern dan Engerman dkk mempercayai beberapa bagian retina
kekurangan vasokonstriktor normal respon terhadap rangsangan seperti hipoksia
yang dapat menyebabkan mereka lebih rentan untuk mengembangkan kerusakan
oksidatif dan hilangnya sel saraf. Oleh karena itu antara perubahan saraf ini, penipisan
Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL), komponen penting dari retinal dalam lapisan,
telahdianggap sebagai perubahan paling awal dalam lesi neurodegeneratif dari RD.
Optical Coherence Tomography (OCT) adalah teknologi yang muncul untuk
melakukan pencitraan Cross - Sectional retina resolusi tinggi, yang merupakan alat
yang menjanjikan dalam mendeteksi awal lesi neurodegeneratifretina. Oleh karena itu
peneliti ingin menyelidiki perubahan ketebalan RNFL dan parameter cakram optik
pada tahap awal RD dengan pemeriksaan OCT.

Studi Barber dan rekan melaporkan penurunan 10% sel lapisan sel ganglion
pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. Mereka juga melaporkan
pengurangan yang nyata dalam ketebalan lapisan plexiform bagian dalam (IPL) dan
lapisan inti bagian dalam (INL) dan peningkatan 10 kali lipat dalam jumlah sel
nonvaskular apoptosis. Hilangnya badan sel ganglion retinal juga tercermin dari
berkurangnya jumlah akson pada saraf optik. Dijk dkk. dan Oshitari et al. juga
menunjukkan bahwa ketebalan lapisan RNFL berkurang dari waktu ke waktu pada
pasien RD dan tingkat penipisan berhubungan dengan tingkat keparahan RD.
Faktor risiko dalam perkembangan Retinopati Diabetik adalah peningkatan
kadar homosistein, suatu senyawa non-protein asam amino, dan hiperglikemia dan
homosistein terbukti menghasilkan sinergis merugikan berpengaruh pada pembuluh
darah. Hiperhomosisteinemia dikaitkan dengan peningkatan stres oksidatif, dan
dalam patogenesis Retinopati Diabetik, mendahului disfungsi stres oksidatif-
mitokondria perkembangan karakteristik histopatologi Retinopati Diabetik.
Selanjutnya, homosistein biosintesis dari metionin membentuk S-adenosil metionin
(SAM), dan SAM adalah co-substrat DNA metilasi. Pada diabetes, mesin DNA
methylation diaktifkan, dan mitokondria DNA (mtDNA) dan beberapa gen yang
terkait dengan homeostasis mitokondria mengalami modifikasi epigenetik.
Akibatnya, homosistein tinggi, dengan lebih lanjut mempengaruhi metilasi mtDNA
dan gen terkait dengan kerusakan mtDNA dan biogenesis, tidak memberikan jeda
pada mitokondria yang sudah rusak, dan lingkaran setan radikal bebas terus berlanjut.
Jadi, suplementasi yang masuk akal kontrol glikemik dengan terapi yang
menargetkan hyperhomocysteinemia dapat bermanfaat bagi penderita diabetes pasien
untuk mencegah/memperlambat perkembangan penyakit yang mengancam
penglihatan ini.
Berdasarkan beberapa penelitian dan landasan teori diatas, maka peneliti
tertarik ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kadar serum
homosistein dengan ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien
Retinopati Diabetik.

Pertanyaan Penelitian:
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan kadar Serum Homosistein dengan
ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik di
Rumah Sakit Univeristas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Jejaring?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:
Untuk melihat apakah ada hubungan kadar Serum Homosistein dengan
ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik di
Rumah Sakit Univeristas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Jejaring.

Tujuan Khusus:
1. Mengetahui karakteristik demografi penderita Retinopati Diabetik di Rumah
Sakit Univeristas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Jejaring.
2. Untuk mengetahui hubungan kadar Serum Homosistein dengan ketebalan Retinal
Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik
3. Untuk mengetahui hubungan kadar Serum Homosistein dengan ketebalan Retinal
Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik berdasarkan usia

Manfaat Penelitian:

1. Di bidang akademik/ ilmiah: Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti


mengenai hubungan kadar Serum Homosistein dengan ketebalan Retinal Nerve
Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik

2. Di bidang pelayanan masyarakat: Memberikan informasi kepada masyarakat


sebagai bahan edukasi pada Pasien Retinopati Diabetik bahwa terdapat
hubungan antara kadar Serum Homosistein dengan ketebalan Retinal Nerve
Fiber Layer (RNFL).
3. Di bidang pengembangan penelitian: Memberikan informasi mengenai
hubungan kadar Serum Homosistein dengan ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer
(RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian selanjutnya.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian observasional analitik
dengan metode pengumpulan data secara cross sectional yang dilakukan di Poliklinik
Mata Divisi Vitreo-Retinal Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dan Rumah
Sakit Jejaring.
Pemilihan Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian : Poli Penyakit Mata Divisi Vitreo-Retina Rumah
Sakit Universitas Sumatera Utara dan RS Jejaring.
Waktu Penelitian : Direncanakan dimulai pada bulan Januari 2022
hingga jumlah sampel terpenuhi.

Kriteria Inklusi
1. Pasien yang di diagnosa dengan DM Tipe 2
2. Pasien yang di diagnosa dengan Retinopati Diabetik
3. Memiliki media refraksi yang jernih
4. Pasien yang bersedia menjadi sampel penelitian

Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan kelainan segmen anterior
2. Pasien dengan opasitas media
3. Pasien Retinopati Diabetik dengan peningkatan tekanan intraokuli
4. Pasien yang di diagnosa dengan segala jenis glaukoma ataupun memiliki riwayat
keluarga dengan glaukoma
5. Pasien dengan riwayat tumor orbita
6. Pasien dengan riwayat operasi mata
7. Pasien dengan pemberian injeksi anti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
8. Pasien dengan riwayat terapi laser

Bahan dan Alat


1. Alat Tulis (pulpen, kertas)
2. Midriatikum
3. Snellen chart
4. Slit lamp Righton RS-1000
5. Tonometri Non-Kontak @Nidek
6. Ullman Indirect
7. Lensa 20D
8. SD-OCT Optovue
Cara Kerja

1. Penjelasan kepada pasien Retinopati Diabetik yang memenuhi kriteria inklusi


mengenai cara pemeriksaandan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan.

2. Pasien mengisi lembar informed consent.

3. Pencatatan identitas pasien yang memenuhi kriteria pemilihan sampel.

4. Pasien dilakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan snellen chart


5. Dilakukan pemeriksaan slit lamp untuk melihat keadaan segmen anterior.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan intra okuli dengan Tonmeter Non-Kontak.
7. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior menggunakan Ullman Indirect
dengan pupil didilatasikan.
8. Dilakukan pemeriksaan ketebalan lapisan serabut saraf retina dengan
menggunakan SD-OCT Optovue di Poliklinik Mata divisi Vitreo-Retina
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara danRumah Sakit Jejaring
9. Pengambilan sample darah untuk pemeriksaan kadar serum homositein
10. Pemeriksaan kadar serum homositein di Laboratorium Terpadu FK USU
11. Pencatatan hasil penelitian.
12. Data dikumpulkan dan diolah dalam bentuk tabulasi data.
Hubungan Kadar Magnesium (Mg2+) Serum dengan Ketebalan Retinal Nerve
Fiber Layer (RNFL) pada Pasien Retinopati Diabetik

Latar Belakang
Retinopati Diabetik (RD) adalah salah satu komplikasi mikrovaskuler utama
pada penderita Diabetes Melitus (DM). Retinopati diabetik tetap menjadi penyebab
utama kehilangan penglihatan pada orang dewasa usia kerja (Kowluru et al, 2020).
Diabetes melitus, penyakit seumur hidup, sekarang dianggap sebagai salah satu
tantangan kesehatan yang tumbuh paling cepat diabad ke-21 dengan hampir 463 juta
orang antara usia 21-79 menderita diabetes melitus (Diabetes atlas, Edisi 9, 2019,
Federasi Diabetes Internasional)

World Health Organization (WHO) memprediksikan kenaikan jumlah


penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang
DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes
Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (Perkeni,
2015).

Berdasarkan data menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun


2018, DM di tahun 2013 mencapai 1,5% dan meningkat menjadi 2,0% pada tahun
2018. Tingginya prevalensi DM ini juga berdampak dengan peningkatan komplikasi,
salah satunya adalah Retinopati Diabetik. Menurut data dari International Diabetes
Federation pada tahun 2019, Retinopati Diabetik merupakan penyebab utama dari
kehilangan pandangan pada dewasa usia kerja (20-65 tahun). Diperkirakan sebanyak
1 dari tiga orang yang terkena DM memiliki komplikasi Retinopati Diabetik dan 10%
dari penderita DM akan mengalami kehilangan pandangan yang progresif. (Deschler,
2014; Takamura, 2017).

Di seluruh dunia, 127 juta orang menderita retinopati diabetik pada tahun
2010, dan jumlah ini diperkirakan akan mencapai lebih dari 190 juta orang 2030.
Oleh karena itu penting untuk dilakukan pengembangan metode baru untuk
mengidentifikasi dan mengobati RD pada tahap awal. Neurodegenerasi retina telah
diidentifikasi sebagai patologi paling awal dari RD karena menyebabkan perubahan
mikrovaskuler awal termasuk kerusakan sawar darah-retinal dan gangguan dalam
interaksi neurovaskular. Perubahan ini pada akhirnya mengarah pada perkembangan
menjadi RD. Mengenali dan mencegah perkembangan neurodegenerasi retinal pada
tahap awal RD bermanfaat untuk meningkatkan prognosis RD.
Berbasis sel dan hewan studi eksperimental menjelaskan bahwa hilangnya
fungsi retina pada pasien diabetes tidak hanya disebabkan oleh kelainan
mikrovaskuler tetapi juga neurodegenerasi retina. Apoptosis neuronal dan gliosis
reaktif telah terdeteksi pada pasien diabetes tanpa perubahan mikrovaskuler.
Neurodegenerasi retinal meliputi apoptosis neuronal, hilangnya badan sel ganglion,
defek reaktivitas glial, dan pengurangan ketebalan retina bagian dalam.
Neurodegenerasi retinal jugadapat berkontribusi pada degenerasi kapiler termasuk
kerusakan pada barrier darah retinal dan gangguan dalam interaksi neurovaskular. Sel
ganglion di retina diabetik adalah yang paling rentan apoptosis karena mereka
mengekspresikan beberapa proapoptosis molekul seperti caspase-3, Fas, dan Bax.
Mengurangi kelangsungan hidup neuron retinal untuk menginduksi perubahan reaktif
glial retinal dan menyebabkan munculnya pembengkakan yang tidak normal akson
sentrifugal. Kern dan Engerman dkk mempercayai beberapa bagian retina
kekurangan vasokonstriktor normal respon terhadap rangsangan seperti hipoksia
yang dapat menyebabkan mereka lebih rentan untuk mengembangkan kerusakan
oksidatif dan hilangnya sel saraf. Oleh karena itu antara perubahan saraf ini, penipisan
Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL), komponen penting dari retinal dalam lapisan,
telahdianggap sebagai perubahan paling awal dalam lesi neurodegeneratif dari RD.
Optical Coherence Tomography (OCT) adalah teknologi yang muncul untuk
melakukan pencitraan Cross - Sectional retina resolusi tinggi, yang merupakan alat
yang menjanjikan dalam mendeteksi awal lesi neurodegeneratifretina. Oleh karena itu
peneliti ingin menyelidiki perubahan ketebalan RNFL dan parameter cakram optik
pada tahap awal RD dengan pemeriksaan OCT.
Studi Barber dan rekan melaporkan penurunan 10% sel lapisan sel ganglion
pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. Mereka juga melaporkan
pengurangan yang nyata dalam ketebalan lapisan plexiform bagian dalam (IPL) dan
lapisan inti bagian dalam (INL) dan peningkatan 10 kali lipat dalam jumlah sel
nonvaskular apoptosis. Hilangnya badan sel ganglion retinal juga tercermin dari
berkurangnya jumlah akson pada saraf optik. Dijk dkk. dan Oshitari et al. juga
menunjukkan bahwa ketebalan lapisan RNFL berkurang dari waktu ke waktu pada
pasien RD dan tingkat penipisan berhubungan dengan tingkat keparahan RD.
Hipomagnesemia adalah gambaran umum pada pasien dengan diabetes tipe
2. Meskipun diabetes dapat menyebabkan hipomagnesemia, defisiensi magnesium
juga telah diusulkan sebagai faktor risiko diabetes tipe 2. Magnesium merupakan
kofaktor yang diperlukan untuk beberapa enzim yang berperan penting dalam
metabolisme glukosa. Status magnesium yang rendah telah berulang kali ditunjukkan
pada pasien dengan diabetes tipe 2. Kekurangan magnesium tampaknya memiliki
dampak negatif pada homeostasis glukosa dan sensitivitas insulin pada pasien dengan
diabetes tipe 2 .Kekurangan magnesium telah ditemukan terkait dengan penyakit
mikrovaskular pada diabetes. Hipomagnesemia telah ditunjukkan pada pasien dengan
retinopati diabetik, kadar magnesium yang lebih rendah memprediksi risiko yang
lebih besar untuk retinopati diabetik (Gundagatti et al, 2020)
Berdasarkan beberapa penelitian dan landasan teori diatas, maka peneliti
tertarik ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan Magnesium
(Mg2+) dengan ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati
Diabetik.

Pertanyaan Penelitian:
Adakah hubungan kadar Magnesium (Mg2+) Serum dengan ketebalan Retinal
Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien retinopati di Rumah Sakit Univeristas
Sumatera Utara dan Rumah Sakit Jejaring?

Tujuan Khusus:
1. Mengetahui karakteristik demografi penderita Retinopati Diabetik di Rumah
Sakit Univeristas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Jejaring.
2. Untuk mengetahui hubungan kadar Magnesium (Mg2+) dengan ketebalan Retinal
Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik
3. Untuk mengetahui hubungan kadar Magnesium (Mg2+) dengan ketebalan Retinal
Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik berdasarkan usia

Manfaat Penelitian:

1. Di bidang akademik/ ilmiah: Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti


mengenai hubungan kadar Magnesium (Mg2+) dengan ketebalan Retinal Nerve
Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik

2. Di bidang pelayanan masyarakat: Memberikan informasi kepada masyarakat


sebagai bahan edukasi pada Pasien Retinopati Diabetik bahwa terdapat
hubungan antara kadar Magnesium (Mg2+) dengan ketebalan Retinal Nerve
Fiber Layer (RNFL).
3. Di bidang pengembangan penelitian: Memberikan informasi mengenai
hubungan kadar Magnesium (Mg2+) dengan ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer
(RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian selanjutnya.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian observasional analitik
dengan metode pengumpulan data secara cross sectional yang dilakukan di Poliklinik
Mata Divisi Vitreo-Retinal Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dan Rumah
Sakit Jejaring.

Pemilihan Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat Penelitian : Poli Penyakit Mata Divisi Vitreo-Retina Rumah
Sakit UniversitasSumatera Utara dan RS Jejaring.
Waktu Penelitian : Direncanakan dimulai pada bulan Januari 2022
hingga jumlah sampel terpenuhi.

Kriteria Inklusi
1. Pasien yang didiagnosa dengan DMT2
2. Pasien yang didiagnosa dengan Retinopati Diabetik
3. Memiliki media refraksi yang jernih
4. Pasien yang bersedia menjadi sampel penelitian

Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan kelainan segmen anterior
2. Pasien dengan opasitas media
3. Pasien Retinopati Diabetik dengan peningkatan tekanan intraokuli
4. Pasien yang didiagnosa dengan segala jenis glaukoma ataupun memiliki riwayat
keluarga dengan glaukoma
5. Pasien dengan riwayat tumor orbita.
6. Pasien dengan riwayat operasi mata
7. Pasien dengan pemberian injeksi anti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
8. Pasien dengan riwayat terapi laser

Bahan dan Alat


1. Alat Tulis (pulpen, kertas)
2. MiRDiatikum
3. Snellen chart
4. Slit lamp Righton RS-1000
5. Tonometri Non-Kontak @Nidek
6. Ullman Indirect
7. Lensa 20D
8. SD-OCT Optovue

Cara Kerja

1. Penjelasan kepada pasien Retinopati Diabetik yang memenuhi kriteria inklusi


mengenai cara pemeriksaandan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan.

2. Pasien mengisi lembar informed consent.

3. Pencatatan identitas pasien yang memenuhi kriteria pemilihan sampel.

4. Pasien dilakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan snellen chart


5. Dilakukan pemeriksaan slit lamp untuk melihat keadaan segmen anterior.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan intra okuli dengan Tonometer Non-Kontak.
7. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior menggunakan Ullman Indirect
dengan pupil didilatasikan.
8. Dilakukan pemeriksaan ketebalan lapisan serabut saraf retina dengan
menggunakan SD-OCT Optovue di Poliklinik Mata divisi Vitreo-Retina
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara danRumah Sakit Jejaring
9. Pengambilan sample darah untuk pemeriksaan kadar Magnesium (Mg2+)
10. Pemeriksaan kadar Magnesium (Mg2+) di Laboratorium Terpadu FK USU
11. Pencatatan hasil penelitian.
12. Data dikumpulkan dan diolah dalam bentuk tabulasi data.
Hubungan Kadar Tumor Necrosis Factor (TNF) Alfa dengan Ketebalan Retinal
Nerve Fiber Layer (RNFL) pada Pasien Retinopati Diabetik

Latar Belakang
Retinopati Diabetik (RD) adalah salah satu komplikasi mikrovaskuler utama
pada penderita Diabetes Melitus (DM). Retinopati diabetik tetap menjadi penyebab
utama kehilangan penglihatan pada orang dewasa usia kerja (Kowluru et al, 2020).
Diabetes melitus, penyakit seumur hidup, sekarang dianggap sebagai salah satu
tantangan kesehatan yang tumbuh paling cepat diabad ke-21 dengan hampir 463 juta
orang antara usia 21-79 menderita diabetes melitus (Diabetes atlas, Edisi 9, 2019,
Federasi Diabetes Internasional)

World Health Organization (WHO) memprediksikan kenaikan jumlah


penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang
DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes
Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (Perkeni,
2015).

Berdasarkan data menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun


2018, DM di tahun 2013 mencapai 1,5% dan meningkat menjadi 2,0% pada tahun
2018. Tingginya prevalensi DM ini juga berdampak dengan peningkatan komplikasi,
salah satunya adalah Retinopati Diabetik. Menurut data dari International Diabetes
Federation pada tahun 2019, Retinopati Diabetik merupakan penyebab utama dari
kehilangan pandangan pada dewasa usia kerja (20-65 tahun). Diperkirakan sebanyak
1 dari tiga orang yang terkena DM memiliki komplikasi Retinopati Diabetik dan 10%
dari penderita DM akan mengalami kehilangan pandangan yang progresif. (Deschler,
2014; Takamura, 2017).

Di seluruh dunia, 127 juta orang menderita retinopati diabetik pada tahun
2010, dan jumlah ini diperkirakan akan mencapai lebih dari 190 juta orang 2030.
Oleh karena itu penting untuk dilakukan pengembangan metode baru untuk
mengidentifikasi dan mengobati RD pada tahap awal. Neurodegenerasi retina telah
diidentifikasi sebagai patologi paling awal dari RD karena menyebabkan perubahan
mikrovaskuler awal termasuk kerusakan sawar darah-retinal dan gangguan dalam
interaksi neurovaskular. Perubahan ini pada akhirnya mengarah pada perkembangan
menjadi RD. Mengenali dan mencegah perkembangan neurodegenerasi retinal pada
tahap awal RD bermanfaat untuk meningkatkan prognosis RD.
Berbasis sel dan hewan studi eksperimental menjelaskan bahwa hilangnya
fungsi retina pada pasien diabetes tidak hanya disebabkan oleh kelainan
mikrovaskuler tetapi juga neurodegenerasi retina. Apoptosis neuronal dan gliosis
reaktif telah terdeteksi pada pasien diabetes tanpa perubahan mikrovaskuler.
Neurodegenerasi retinal meliputi apoptosis neuronal, hilangnya badan sel ganglion,
defek reaktivitas glial, dan pengurangan ketebalan retina bagian dalam.
Neurodegenerasi retinal jugadapat berkontribusi pada degenerasi kapiler termasuk
kerusakan pada barrier darah retinal dan gangguan dalam interaksi neurovaskular. Sel
ganglion di retina diabetik adalah yang paling rentan apoptosis karena mereka
mengekspresikan beberapa proapoptosis molekul seperti caspase-3, Fas, dan Bax.
Mengurangi kelangsungan hidup neuron retinal untuk menginduksi perubahan reaktif
glial retinal dan menyebabkan munculnya pembengkakan yang tidak normal akson
sentrifugal. Kern dan Engerman dkk mempercayai beberapa bagian retina
kekurangan vasokonstriktor normal respon terhadap rangsangan seperti hipoksia
yang dapat menyebabkan mereka lebih rentan untuk mengembangkan kerusakan
oksidatif dan hilangnya sel saraf. Oleh karena itu antara perubahan saraf ini, penipisan
Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL), komponen penting dari retinal dalam lapisan,
telahdianggap sebagai perubahan paling awal dalam lesi neurodegeneratif dari RD.
Optical Coherence Tomography (OCT) adalah teknologi yang muncul untuk
melakukan pencitraan Cross - Sectional retina resolusi tinggi, yang merupakan alat
yang menjanjikan dalam mendeteksi awal lesi neurodegeneratifretina. Oleh karena itu
peneliti ingin menyelidiki perubahan ketebalan RNFL dan parameter cakram optik
pada tahap awal RD dengan pemeriksaan OCT.

Studi Barber dan rekan melaporkan penurunan 10% sel lapisan sel ganglion
pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin. Mereka juga melaporkan
pengurangan yang nyata dalam ketebalan lapisan plexiform bagian dalam (IPL) dan
lapisan inti bagian dalam (INL) dan peningkatan 10 kali lipat dalam jumlah sel
nonvaskular apoptosis. Hilangnya badan sel ganglion retinal juga tercermin dari
berkurangnya jumlah akson pada saraf optik. Dijk dkk. dan Oshitari et al. juga
menunjukkan bahwa ketebalan lapisan RNFL berkurang dari waktu ke waktu pada
pasien RD dan tingkat penipisan berhubungan dengan tingkat keparahan RD.

Komplikasi vaskular terkait dengan bahaya diabetes mellitus (DM), yang


semakin umum terjadi penyakit metabolik dan salah satu sumber penting dari
penyakit yang melumpuhkan. Telah diterima secara luas bahwa retinopati diabetic
(DR), komplikasi mikrovaskular progresif DM, terjadi pada sekitar 18,5%-34,6%
individu dengan diabetes, terutama di antara pasien berusia 60 hingga 69 tahun, dan
risiko meningkat tajam dengan durasi DM. Di hadapan hiperglikemia berkelanjutan,
patologis Perubahan mikrovaskuler retina disebabkan oleh peristiwa yang melibatkan
pembentukan tingkat lanjut produk akhir glikasi. Sekunder dari pengikatan produk
akhir glikasi ke reseptor yang sesuai yang berlabuh di permukaan sel imun dan
endotel sel, berbagai sitokin proinflamasi, termasuk tumor faktor nekrosis-alpha
(TNF-α), disintesis dan disekresikan. Dilaporkan bahwa TNF-α terutama terlibat
dalam penghancuran sawar darah retina dan pembentukan pembuluh darah baru.
Penelitian yang dilakukan oleh Yao dkk. menyarankan bahwa ekspresi TNF-α pada
pasien DR secara signifikan berbeda dari itu dalam kontrol yang sehat, dan
penghambatan TNF telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam mencegah
perkembangan DR pada tikus model diabetes. Oleh karena itu, TNF-α berfungsi
sebagai elemen penting dalam patogenesis DR.
Berdasarkan beberapa penelitian dan landasan teori diatas, maka peneliti
tertarik ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan Tumor Necrosis
Factor-Alfa (TNF-α) dengan ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien
Retinopati Diabetik.

Pertanyaan Penelitian:
Adakah hubungan kadar Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α) dengan ketebalan
Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien retinopati di Rumah Sakit Univeristas
Sumatera Utara dan Rumah Sakit Jejaring?

Tujuan Khusus:
1. Mengetahui karakteristik demografi penderita Retinopati Diabetik di Rumah
Sakit Univeristas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Jejaring.
2. Untuk mengetahui hubungan kadar Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α) dengan
ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik
3. Untuk mengetahui hubungan kadar Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α) dengan
ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik
berdasarkan usia

Manfaat Penelitian:

1. Di bidang akademik/ ilmiah: Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti


mengenai hubungan kadar Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α) dengan
ketebalan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik

2. Di bidang pelayanan masyarakat: Memberikan informasi kepada masyarakat


sebagai bahan edukasi pada Pasien Retinopati Diabetik bahwa terdapat
hubungan antara kadar Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α) dengan ketebalan
Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL).
3. Di bidang pengembangan penelitian: Memberikan informasi mengenai
hubungan kadar Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α) dengan ketebalan Retinal
Nerve Fiber Layer (RNFL) pada pasien Retinopati Diabetik bagi peneliti lain
yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian observasional analitik
dengan metode pengumpulan data secara cross sectional yang dilakukan di Poliklinik
Mata Divisi Vitreo-Retinal Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dan Rumah
Sakit Jejaring.

Pemilihan Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat Penelitian : Poli Penyakit Mata Divisi Vitreo-Retina Rumah
Sakit UniversitasSumatera Utara dan RS Jejaring.
Waktu Penelitian : Direncanakan dimulai pada bulan Januari 2022
hingga jumlah sampel terpenuhi.

Kriteria Inklusi
1. Pasien yang didiagnosa dengan DMT2
2. Pasien yang didiagnosa dengan Retinopati Diabetik
3. Memiliki media refraksi yang jernih
4. Pasien yang bersedia menjadi sampel penelitian

Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan kelainan segmen anterior
2. Pasien dengan opasitas media
3. Pasien Retinopati Diabetik dengan peningkatan tekanan intraokuli
4. Pasien yang didiagnosa dengan segala jenis glaukoma ataupun memiliki riwayat
keluarga dengan glaukoma
5. Pasien dengan riwayat tumor orbita.
6. Pasien dengan riwayat operasi mata
7. Pasien dengan pemberian injeksi anti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
8. Pasien dengan riwayat terapi laser

Bahan dan Alat


1. Alat Tulis (pulpen, kertas)
2. MiRDiatikum
3. Snellen chart
4. Slit lamp Righton RS-1000
5. Tonometri Non-Kontak @Nidek
6. Ullman Indirect
7. Lensa 20D
8. SD-OCT Optovue

Cara Kerja

1. Penjelasan kepada pasien Retinopati Diabetik yang memenuhi kriteria inklusi


mengenai cara pemeriksaandan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan.

2. Pasien mengisi lembar informed consent.

3. Pencatatan identitas pasien yang memenuhi kriteria pemilihan sampel.

4. Pasien dilakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan snellen chart


5. Dilakukan pemeriksaan slit lamp untuk melihat keadaan segmen anterior.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan intra okuli dengan Tonmeter Non-Kontak.
7. Dilakukan pemeriksaan segmen posterior menggunakan Ullman Indirect
dengan pupil didilatasikan.
8. Dilakukan pemeriksaan ketebalan lapisan serabut saraf retina dengan
menggunakan SD-OCT Optovue di Poliklinik Mata divisi Vitreo-Retina
Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara danRumah Sakit Jejaring
9. Pengambilan sample darah untuk pemeriksaan kadar Tumor Necrosis Factor-
Alfa (TNF-α)
10. Pemeriksaan kadar Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α) di Laboratorium
Terpadu FK USU
11. Pencatatan hasil penelitian.
12. Data dikumpulkan dan diolah dalam bentuk tabulasi data.

19

Anda mungkin juga menyukai