0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
69 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang kasus infeksi orbita akibat penyebaran infeksi odontogen (gigi). Dokumen memberikan penjelasan mengenai gejala awal, tatalaksana, dan cara membedakan penyebab infeksi orbita odontogen dan non-odontogen.
Deskripsi Asli:
sesi tanya jawab jurnal Gimul tentang infeksi odontogenik yang dapat menyebabkan infeksi orbita
Dokumen tersebut membahas tentang kasus infeksi orbita akibat penyebaran infeksi odontogen (gigi). Dokumen memberikan penjelasan mengenai gejala awal, tatalaksana, dan cara membedakan penyebab infeksi orbita odontogen dan non-odontogen.
Dokumen tersebut membahas tentang kasus infeksi orbita akibat penyebaran infeksi odontogen (gigi). Dokumen memberikan penjelasan mengenai gejala awal, tatalaksana, dan cara membedakan penyebab infeksi orbita odontogen dan non-odontogen.
1. Bagaiamana tanda awal terjadinya infeksi orbita ?
Jawab : Infeksi Orbital diklasifikasikan menjadi lima menurut Smith and Spencer dan dimodifikasi oleh Chandler et al: 1-3 1) Grup I preseptal cellulitis edema inflamatorik dari kelopak mata dan kulit periorbital, tidak mengenai orbita edema palpebra, tidak ada orbital sign (kemosis, proptosis, visual loss) 2) Grup II orbital cellulitis infeksi jaringan lunak orbita tanpa adanya abses orbital sign and symptoms (kemosis, visual loss), edema dengan atau tanpa mikroabses, demam, leukositosis 3) Grup III subperiosteal abscess kumpulan material purulent diantara dinding tulang orbita dan periosteum orbital involvement signs (kemosis, visual loss), terbatasnya motilitas ocular, ophthalmoplegia, proptois 4) Grup IV orbital abscess kumpulan pus diantara jaringan lunak orbita eksoftalmus berat, kemosis, ophthalmoplegia komplit, papilledema pada pemeriksaan funduskopi, orbital apex syndrome (ptosis unilateral, proptosis, visual loss, ophthalmoplegia internal dan eksternal, anestesi nervus cranialis V1) 5) Grup V cavernous sinus thrombosis thrombosis sinus cavernous yang terinfeksi sakit kepala, demam tinggi, edema periorbital, proptosis, kemosis, paralisis gerakan bola mata, visual impairment, defisit neurologis, bilateral orbital apex syndrome, hipestesi kornea, meningeal sign dan penurunan kesadaran bila sudah menyebar ke SS
2. Mengapa pada kasus, abses orbita di tatalaksana terlebih dahulu ?
Jawab : Penatalaksanaan yang didahulukan adalah abses orbita, dikarenakan abses orbita dapat menyebabkan komplikasi yang lebih fatal dibandingkan dengan infeksi pada gigi molar. Abses orbita dapat menyebabkan kebuataan, penyebaran infeksi ke meningens dan otak melalui canal optic dan vena ophtalmika. Komplikasi dari gigi molar sendiri dapat menyebabkan komplikasi dari abses orbita dikarenakan abses orbita juga merupakan salah satu komplikasi dari infeksi gigi molar. Akan tetapi dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk terjadinya komplikasi tersebut.
3. Infeksi odontogen yang bagaimana yang bisa menyebabkan infeksi orbita
? Jawab : Infeksi orbita dapat terjadi karena adanya infeksi odontogen yang menyebar menuju orbita. Infeksi gigi molar maksila mudah menyebar ke orbita karena posisinya yang dekat dengan sinus maksila.
Infeksi odontogen yang dapat menyebabkan infeksi orbita adalah sebagai
berikut :
1. Caries yang mencapai pulpa gigi sehingga menyebabkan pulpitis.
Pulpitis yang menyebar ke tulang sekitarnya menyebabkan abses periapikal. Abses periapikal berpotensi menyebar secara subperiosteal menuju orbita. 2. Periapical abses yang bukan karena karies tetapi karena adanya trauma, celah pada gigi. 3. Periodontal disease 4. Erupsi gigi ( khususnya impaksi parsial gigi molar tiga bawah) yang dapat menyebabkan inflamasi dan infeksi pada operculum dengan pus disekitar crown (pericoronitis). 5. Retained roots supragingival atau subgingival.
4. Tatalaksana apa yang dapat dilakukan dokter umum dalam menangani
kasus tersebut ? Jawab : Pada kasus abses orbita akibat penyebaran infeksi odontogen seperti yang tertera dalam jurnal, tindakan kita sebagai dokter umum yaitu merawat inap pasien serta dilihat kondisi umum pasien apabila kondisi umum pasien buruk maka dapat diberikan infus RL atau NaCl 0,9%. Selain itu untuk tatalaksana awal diberikan terapi antibiotik sistemik ceftriakson 2 gram 2 kali sehari intravena, metronidazole 3 kali sehari per infus dan analgetik injeksi 2 kali 100 mg intravena. Setelah itu kita merujuk bagian mata, bagian THT-KL , dan bagian gigi dan mulut untuk pemeriksaan infeksi gigi sebagai sumber infeksi. Apabila kondisi kita tidak memungkinkan untuk merujuk seperti ditempat yang sangat terpencil, dan membutuhkan waktu berhari-hari untuk sampai ditempat rujukan, kita sebagai dokter umum dapat melakukan tatalaksana awal insisi abses orbita dan dilakukan drainase, pus yang keluar apabila memungkinkan dilakukan pemeriksaan kultur. Tatalaksana ini diperlukan dikarenakan kasus ini merupakan kasus kegawatan dimana abses orbita dapat menimbulkan kebuataan, penyebaran infeksi ke meningens dan otak melalui canal optic dan vena ophtalmika. Selain itu selulitis orbita odontogen biasanya tidak memberiakn respon terhadap antibiotik saja dan memerlukan insisi dan drainase. Setelah tindakan awal dilakukan kita tetap harus merujuk ke bagian mata, THT-KL dan bagian Gigi dan mulut untuk penanganan lebih lanjut.
5. Mengapa diberi obat amikacin dan diamox secara bersamaan ?
Jawab : Amikacin digunakan untuk mengobati infeksi dengan multidrug-resistant, bacteria gram negatif, terutama Pseudomonas, Acinetobacter, Enterobacter, E. Coli, Proteus, Klebsiella, dan Serratia.5 Diamox digunakan pada kasus sebagai diuretik karena dapat mencegah penimbunan cairan pada mata untuk itu dapat menggurangi tekanan okuler.6 Pemberian Amikacin dan diamox secara bersamaan dilakukan atas indikasi yang berbeda. Amikacin diberikan karena terdapat infeksi oleh bakteri gram negatif sementara diamox diberikan untuk mengurangi tekanan okuler.
6. Bagaimana cara membedakan infeksi orbita yang disebabkan infeksi
odontogen dan infeksi non odontogen? Jawab : Infeksi orbita (selulitis orbita) merupakan infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak posterior dari septum orbita. 90% kasus infeksi orbita terjadi akibat kasus sekunder. Penyebab dan faktor predisposisi infeksi orbita antara lain sinusitis, trauma okuli, riwayat operasi, dakriosistitis, sisa benda asing dimata atau periorbita, infeksi gigi (odontogen), tumor orbita dan intraokuler, serta endoftalmitis.4 Cara membedakan infeksi orbita yang disebabkan infeksi odontogen dan infeksi non odontogen dilihat dari gejala dan menifestasi klinis yang ada. Pada kasus infeksi orbita yang disebabkan oleh infeksi odontogen didahului adanya keluhan sakit gigi pada gigi rahang atas (seringnya gigi geraham) dan gusi bengkak pada pasien yang dibiarkan lama sehingga menjadi fokus infeksi yang menjalar hingga orbita. Penyebaran infeksi orbita odontogen melalui 3 rute dasar yaitu sinus paranasalis, jaringan lunak premaksila atau fossa infratemporalis dan fisura orbitalis inferior . manifestasi klinis infeksi orbita menurut klasifikasi Chandler dibagi menjadi 5 stadium, ialah :4 Stadium I : edema inflamasi Stadium II : selultis orbita Stadium III : abses periosteal Stadium IV : abses orbita Stadium V : trombosis sinus kavernosus Daftar Pustaka
1. Mathew A, Craig E, Al-Mahmoud R, Batty R, Raghavan A, Mordekar S,
et al. Paediatric Post-septal and Pre-septal Cellulitis: 10-year Experience at a Tertiary-level Children's Hospital. Br J Radiol. 2013 Nov 28. 2. Nemet AY, Ferencz JR, Segal O, Meshi A. Orbital cellulitis following silicone-sponge scleral buckles. Clin Ophthalmol. 2013. 7:2147-52. 3. Ahmad R, Salman R, Islam S, Rehman A. Cavernous Sinus Thrombosis As A Complication Of Sphenoid Sinusitis: A Case Report And Review Of Literature. Internet J Otorhinolaryngol. 12(1): 4. Heni R, Balgis D, Hendrian D, Soebagyo. Orbital Cellulitis and Endopthalmitis Associated with Odontogenic Paranasal sinusitis. Indonesian Opthalmology Journal.2009 5. US National Library of Medicine. Amikacin Sulfate. DailyMed. 2017. 6. WebMD. Acetazolamide. 2017. 7. Youssef OH, et al. Odontogenic Orbital Cellulitis. Ophthalmo Plasty Reconstruction Surgery. 2008; 24(1): pp. 2934.