L LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISUSUN OLEH :
dr. Ahmad Wahyuddin
SUPERVISOR PEMBIMBING :
Dr. dr. Muh. Fajar Perkasa, Sp.T.H.T.K.L(K)
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Septum nasi merupakan bagian dari hidung yang membatasi rongga hidung
kiri dan kanan. Septum nasi merupakan dinding medial dari rongga hidung.
Septum nasi berfungsi sebagai penopang dan terdiri dari tulang pada posterior dan
tulang rawan pada anterior sebagai komponen yang membentuknya. Septum nasi
3
dilapisi perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian
tulang. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista
nasalis os maksila dan krista nasalis os palatine. Sedangkan tulang rawan terdiri
dari lamina kuadrangularis dan kolumela. Septum juga berpengaruh dalam luas
dan sempitnya kavum nasi. [4,5]
4
Gambar 3. Perdarahan pada septum
2.3 Epidemiologi
Estimasi prevalensi perforasi septum pada populasi umum sekitar 1,2%,
meskipun jumlah prevalensi beberapa literature berbeda. Usia dan jenis kelamin
tidak berpengaruh pada perforasi septum. Sementara perforasi bagian anterior
adalah lokasi perforasi septum yang paling sering dengan persentase 92%,
sedangkan pada perforasi posterior dan superior hanya sekitar 10%. Perforasi
septum bagian anterior lebih sering disebabkan oleh trauma (terutama area hidung
atau akibat operasi) dan biasanya berhubungan dengan dengan gejala sinonasal
yang persisten atau berulang. Sedangkan perforasi pada bagian posterior dan
superior sering terjadi tanpa gejala dan lebih sering disebabkan oleh penyakit
sistemik. Manifestasi klinis utama perforasi septum pada orang dewasa termasuk
epistaksis (58%), pengerasan kulit (43%), hidung tersumbat (39%), nyeri wajah
(17%), dan whistling (15%). [7]
5
Gambar 4. Tampakan endoskopi perforasi septum nasal yang menunjukkan krusta
dan adhesi dinding nasal lateral
6
Tabel 1. Penyebab perlukaan pada septum nasal
7
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Sejauh ini belum ada literatur yang mengemukakan patogenesis terjadinya
perforasi septum dengan jelas. Beberapa literatur mengatakan bahwa patogenesis
berhubungan dengan penyebab dari perforasi itu sendiri. Pada perforasi yang
disebabkan oleh trauma, perforasi terjadi akibat robekan dari mukoperikondrium
yang membentuk ulkus. Ulkus akibat trauma yang berkali-kali membentuk krusta
dan krusta memperdalam ulkus sampai menyingkapkan tulang rawan. Tulang
rawan menjadi nekrosis dari perforasi yang terjadi meluas ke membrane mukosa
pada isi berlawanan.[4,10]
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik; di kavum nasi dijumpai perforasi pada septum, adanya
krusta dan epistaksis.
8
c. Laboratorium
1. Biopsi, untuk mengeluarkan kemungkinan disebabkan proses
keganasan
2. Tes serologi, paska penderita yang diduga terkena sifilis
3. Tes urin, pada penderita yang diduga menggunakan kokain.
4. CT-scan/MRI ; pada beberapa kasus tertentu untuk menilai luasnya
erosi tulang dan mengukur besarnya perforasi.
9
Gambar 6. Perforasi yang tampak pada endoskopi, a. Fossa nasal kiri, perforasi
kecil dengan area yang berdarah; b. Fossa nasal kanan, perforasi yang luas dengan
iskemik, dan infeksi pada mukosa; c. Fossa nasal kanan, perforasi septal diukur
langsung, dilihat dengan endoskopi; d. Fossa nasal kiri, perforasi septal bentuk oval
2.8 Tatalaksana
Terapi
10
2.8.1 Penanganan Awal
Perawatan medis difokuskan pada mengurangi gejala sinonasal. Pasien dengan
krusta di intranasal direkomendasikan untuk meningkatkan kebersihan hidung dan
hindari mengorek dengan tangan atau jari karena dapat meneyebabkan iritasi dan
infeksi bakteri. Pengurangan penumpukan krusta bisa ditangani dengan
humidifikasi intranasal, irigasi dengan larutan isosaline , mengoles pada area lokal
dengan salep antibiotik, dan emolien topikal. Semprotan estrogenik hidung
topikal dapat digunakan untuk mengurangi kekeringan.[14,15]
Pemberian vitamin, dan prosthesis seperti nasal septum button. Prosedur bedah
dilakukan ketika pengobatan konservatif gagal. Seperti yang diketahui manajemen
konservatif sebagai lini pertama perawatan untuk kasus-kasus simptomatik,
meninggalkan pembedahan perbaikan untuk mereka yang tidak membaik dengan
terapi konservatif.[1,3]
11
Gambar 7. a. Tampakan endoskopi endonasal dengan perforasi nasal
anterior, b. Irigasi nasal
2.8.2 Non-operatif
Nasal Septal Button
Alat prostetik ini dapat sementara waktu menutup perforasi septum yang
memiliki gejala. Nasal septal button dapat digunakan selama proses penyembuhan
dengan bantuan topikal atau anestesi lokal. Setelah nasal septal button
diposisikan, itu dapat tetap berada di lokasi perforasi selama 1 tahun atau lebih.
Sayangnya, nasal septal button telah dikaitkan dengan banyak komplikasi, seperti
nyeri, epistaksis, iritasi, atau krusta dan dapat menyebabkan erosi dari tepi
perforasi dan pembesaran perforasi yang ada .[3,6]
12
Gambar 9. Algoritma penanganan perforasi septal
2.8.3 Operatif
Penaganan dengan metode bedah untuk perforasi septum tidaklah mudah.
Operasi dapat dipertimbangkan pada pasien dengan gejala berulang setelah terapi
konservatif. Tujuan operasi adalah untuk mencapai imemperbaiki struktur
anatomi menjaga fungsi hidung dan, dalam beberapa kasus, merekonstruksi
13
struktur hidung. Banyak teknik perbaikan bedah telah dijelaskan. Namun, tidak
ada pendekatan standar, sehingga teknologi Nique dipilih sesuai dengan
osteokartilaginosa yang mendukung dan berdasarkan pengalaman, keberhasilan
teknik ini pada perforasi ukuran besar sekitar 78%, sedangkan untuk ukuran
perforasi kecil-menengah perforasi 93%. Dikarenkan etiologi dan variasi yang
kompleks di lokasi dan dimensi perforasi septum, tidak dapat ditentukan teknik
tunggal yang dapat digunakan pada semua pasien, sementara untuk perforasi
besar, tidak lagi dilakukan pembedahan dengan pertimbangan resiko kegagalan
operasi lebih besar.[1,3]
14
Gambar 10. Teknik pembedahan penangan perforasi septum
15
Gambar 11. Indikasi flap mukosa unilateral
Cross-over Flap:
Teknik bedah ini digunakan untuk memperbaiki perforasi septum berukuran
sedang, tidak lebih dari 2 cm diameter. Teknik ini dilakukan dengan membuat
dua flaps (superior dan inferior). Kedua flaps akan saling bersilangan
melewati batas perforasi ke rongga kontralateral. [1,3]
16
Gambar 12. Ilustrasi teknik pembedahan pada perforasi septal
17
Gambar 14. a. Perforasi septal, b. Katup arteri ethmoidal anterior (sisi kiri)
B. Tanpa Osseocartilaginous
Gambar 16. a.
Peforasi septal, b.
Katup meatus
inferior dan dasar
nasal (sisi kanan)
18
Flap berguna untuk perbaikan perforasi septum dari caudal septum hingga 2
cm. vaskularisasi ini diperoleh dari arteri nasal posterolateral. Dalam 15%
kasus, turbinate inferior dapat menerima suplai dari cabang-cabang arteri
palatine. Flap ini dapat digunakan pada defek yang melibatkan columella . [3]
Gambar 18. a. Perforasi septal di septum medial, b. Evaluasi katup mukosa dengan
jarum
19
Gambar 19. Fiksasi dan stabilisasi katup
2.9 Komplikasi
20
- Diameter lebih dari 1 cm merupakan faktor risiko indipenden
untuk kegagalan
- Devitalisasi flap
b. Epistaksis dari tepi mukosa perforasi
c. Infeksi
d. Krusta karena turbulensi aliran udara di sekitar rekonstruksi.[1,4]
21
BAB III
LAPORAN KASUS
Data Pasien
Nama : Nn. N
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Makassar
MRS : 13 Maret 2019
Anamnesis
keluhan suara nafas pada hidung bersiul sekitar 1 tahun terus menerus disertai
obstrusi nasi hilang timbul, rinore tidak, post nasal drips tidak, facial pain tidak,
cefalgia tidak, riwayat keluar bercak darah sebelumnya ada, riwayat epistaksis
dan blood stein rinore tidak ada. Riwayat operasi septoplasty sekitar 1 tahun lalu.
Keluhan lain tidak ada.
Pemeriksaan Fisik
22
Pemeriksaan Penunjang
23
Laporan Operasi
24
7. Elevasi mukosa subperiosteal kartilago pada daerah infiltrasi
dengan respatorium, mukosa yang sudah dielevasi didekatkan dari
atas dan bawah hingga menutup perforasi septum.
Follow Up:
Anamnesis:
Keadaan umum pasien baik, keluhan bersiul pada hidung bila bernafas sudah
tidak dirasakan, epistaksis tidak ada, obstruksi nasi ada, chepalgia tidak, mual dan
muntah tidak
Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : Tampak luka post operasi baik pada septum bagian anterior,
tampak jahitan luka operasi baik, perdarahan aktif tidak ada
Faringoskopi : dalam batas normal
25
26 Maret 2019
Anamnesis:
Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul sudah tidak dirasakan, epistaksis tidak,
obstruksi nasi masih dirasakan, rinore tidak, chepalgia tidak.
Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : Tampak krusta pada luka operasi pada septum bagian
anterior, tampak jahitan luka operasi baik, perdarahan aktif
tidak ada
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal
26
2 April 2019
Anamnesis:
Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul tidak dirasakan, epistaksis tidak,
obstruksi nasi berkurang, rinore tidak, chepalgia tidak.
Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : Tampak krusta berkurang pada luka bekas operasi pada
septum, tampak jahitan luka operasi terarbsorbsi, perdarahan
aktif tidak ada
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal
28 Juni 2019
Anamnesis:
Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul kembali dirasakan sejak sekitar 2
minggu sebelum masuk rumah sakit, epistaksis tidak, obstruksi nasi berkurang,
rinore tidak, chepalgia tidak.
27
Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : Tampak perforasi septum bagian anterior dengan diameter
berukuran kurang lebih 7mm, tampak perdarahan aktif tidak
ada
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal
A: Perforasi Septum
Telah dilakukan operasi prosedur operasi revisi penutupan defek septum pada
tanggal 29 Juni 2019
28
Follow Up:
Anamnesis:
Keadaan umum pasien baik, keluhan bersiul pada hidung bila bernafas sudah
tidak dirasakan, epistaksis tidak ada, obstruksi nasi ada, chepalgia tidak, mual dan
muntah tidak
Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : terpasang tampon cavumnasi dekstra, perdarahan aktif tidak
Ada af tampon perdarahan aktif tidak ada
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal
A: Post operasi penutupan defekseptum hari 1
P: Pasien boleh rawat jalan.
6 Juli 2019
Anamnesis:
Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul tidak dirasakan, epistaksis tidak,
obstruksi nasi ada, rinore tidak, chepalgia ada.
Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : luka operasi baik, perdarahan aktif tidak ada, tampak krusta
pada cavum nasi sinistra, tampak sinekia konka inferior.
Perforasi septum tidak tampak
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal
29
- Metil Prednisolon 4mg / 12 jam / oral
- Asamefenamat 500mg / 12 jam / oral
20 Juli 2019
Anamnesis:
Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul tidak dirasakan, epistaksis tidak,
obstruksi nasi berkurang, rinore tidak, chepalgia tidak adaada.
Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : perdarahan aktif tidak ada, tampak krusta pada cavum nasi
sinistra berkurang, tampak sinekia konka inferior. Perforasi
septum tidak tampak.
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal
A: Post operasi penutupan defekseptum hari 20
P: - Cefadroxil 500mg / 12 jam / oral
- Metil Prednisolon 4mg / 12 jam / oral
- Asamefenamat 500mg / 12 jam / oral
Diskusi
Pada kasus ini adalah perempuan berusia 26 tahun. Insiden perforasi septum
menurut kepustakaan tidak berhubungan dengan usia dan jenis kelamin. Keluhan
yang membuat pasien datang berobat adalah bunyi siulan saat bernafas, obstruksi
nasi dirasakan hilang timbul, riwayat epistaksis tidak ada, pasien hanya merasakan
adanya bercak darah keluar dari hidung, sedangkan cefalgia tidak ada. Bunyi
siulan biasanya terjadi bila perforasi berada di bagian anterior. Adanya riwayat
operasi hidung pada pasien ini menjadi penyebab terjadinya perforasi septum,
sehingga menimbulkan krusta pada bekas operasi yang menyebabkan adanya
bercak darah yang keluar dari hidung dan juga obstruksi nasi yang muncul hilang
30
timbul. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa penyebab perforasi septum
paling sering diantaranya trauma, penyakit dan zat iritan. Trauma yang paling
sering ialah trauma iatrogenic pasca operasi septoplasty.
Pada pasien ini dilakukan operasi revisi dengan mumbuat sinekia pada konka
inferior. Menurut kepustakaan keberhasilan operasi tergantung pada penyebab,
lokasi dan besar perforasi. Operasi ulangan dapat dilakukan 6 sampai 12 bulan
setelah operasi pertama tergantung kondisi pasien.
31
BAB IV
KESIMPULAN
Perforasi bagian anterior adalah lokasi perforasi septum yang paling sering
dengan persentase 92%, sedangkan pada perforasi posterior dan superior
hanya sekitar 10%.
Perforasi septum paling sering diakibatkan oleh trauma, dalam hal ini
trauma iatrogenik post operasi septoplasty.
Perforasi kecil dibagian anterior memberikan gejala bunyi siulan,
sedangkan perforasi yang berukuran lebih besar dan berada di posterior
septum nasi umumnya tidak bergejala.
Penanganan perforasi septum dilakukan dengan cara operasi dengan teknik
endonasal mucosal flap apabila perforasi berukuran dibawah 1 cm,
sedangkan bila perforasi diatas 1 cm operasi revisi tidak dilakukan.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Downs BW, Sauder HM. Septal Perforation. Funct Reconstr Nasal Surg.
2020;1–5.
5. Erkan Y, Şahin U, Orhan Kemal K. What are the Factors Leading to Nasal
Septal Perforations after Septoplasty? J Otolaryngol Rhinol. 2019;5(3):4–7.
8. Ghorab S, Taylor CM, Bansberg SF. The Nasal Swell Body and Septal
Perforation Repair. Laryngoscope. 2020;(April 2019):1–7.
33
9. Chang DT, Irace AL, Kawai K, Rogers-Vizena CR, Nuss R, Adil EA.
Nasal septal perforation in children: Presentation, etiology, and
management. Int J Pediatr Otorhinolaryngol [Internet]. 2017;92:176–80.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijporl.2016.12.003
10. Sapmaz E, Toplu Y, Somuk BT. A new classification for septal perforation
and effects of treatment methods on quality of life. Braz J Otorhinolaryngol
[Internet]. 2019;85(6):716–23. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.bjorl.2018.06.003
13. Hier MP, Yoskovitch A, Panje WR. Endoscopic repair of a nasal septal
perforation. J Otolaryngol. 2002;31(5):323–6.
34