Anda di halaman 1dari 34

DEPARTEMEN ILMU T.H.T.K.

L LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020
UNIVERSITAS HASANUDDIN

PENUTUPAN DEFEK PERFORASI SEPTUM NASI

DISUSUN OLEH :
dr. Ahmad Wahyuddin

SUPERVISOR PEMBIMBING :
Dr. dr. Muh. Fajar Perkasa, Sp.T.H.T.K.L(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN ILMU T.H.T.K.L
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Perforasi septum adalah suatu keadaan terjadinya defek pada pada


septum (struktur antara lubang hidung dan kanan dan kiri) akibat proses trauma
atau inflamasi yang mengakibatkan terbentuknya ulkus atau lubang-lubang dan
luka terbuka. Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang, kanan dan kiri.
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang yang membentuk
septum adalah lamina perpendikularis os etmoid, os vomer, krista nasalis maksila
dan krista nasalis palatum. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina
kuadraangularis) dan kolumela. Septum dilapisi perikondrium pada bagian tulang
rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi oleh
mukosa hidung. [1,2]

Penyebab terjadinya perforasi septum sangat bervariasi. Ada beberapa


penyebab yang sering ditemukan pada penderita perforasi septum seperti
pembedahan hidung, cedera berulang misalnya kejadian yang disebabkan oleh
kebiasaan mengorek dan membersihkan hidung menggunakan, tangan, infeksi
tuberculosis dan sifilis, dan pemakaian narkoba seperti kokain yang dihirup.
Lokasi yang paling sering dijumpai adalah pada daerah anterior septum. Kelainan
ini sering tanpa gejala, tergantung dari ukuran perforasi. Bila perforasi kecil,
hidung seperti bersiul dapat terdengar pada waktu respirasi. Gejala lain yang dapat
dijumpai adalah krusta, epistaksis dan obstruksi hidung. [1,2]

Penanganan perforasi septum terdiri dari konservatif dan tindakan bedah.


Penanganan yang tepat akan mencegah perkembangan dari perforasi dan hal ini
penting dilakukan tatalaksana dini pada anak-anak, kerena perforasi septum yang
terjadi dalam masa pertumbuhan dapat menganggu perkembangan struktur dan
fungsi organ penghidu.[3]

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Perforasi septum nasi didefinisikan sebagai kerusakan struktur yang


membatasi rongga hidung kiri dan kanan yang disebabkan oleh defek septum
sebagai akibat dari nekrosis mucoperichondrium dan mucoperiosteum diikuti oleh
nekrosis tulang rawan dan / atau tulang (Gbr. 1). [4,5]

Gambar 1. Tampakan endoskopi perforasi septum, a. Perforasi anterior kecil, b.


Perforasi anterior sedang

Perforasi septum juga mengakibatkan terganggunya aliran udara intranasal.


Aliran yang menghasilkan pola aliran udara turbulen, dengan kerusakan bertahap
dari epitel pada septum dan gangguan fisiologi hidung [6]

2.2 Anatomi Septum Nasi

Septum nasi merupakan bagian dari hidung yang membatasi rongga hidung
kiri dan kanan. Septum nasi merupakan dinding medial dari rongga hidung.
Septum nasi berfungsi sebagai penopang dan terdiri dari tulang pada posterior dan
tulang rawan pada anterior sebagai komponen yang membentuknya. Septum nasi

3
dilapisi perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian
tulang. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista
nasalis os maksila dan krista nasalis os palatine. Sedangkan tulang rawan terdiri
dari lamina kuadrangularis dan kolumela. Septum juga berpengaruh dalam luas
dan sempitnya kavum nasi. [4,5]

Gambar 2. Anatomi septum nasi

Septum nasi diperdarahi oleh A. etmoidalis anterior dan posterior, A.


sfenopalatina, A. palatine mayor dan A. labialis superior. A. sfenopalatina
mendarahi bagian posterior dari septum nasi dan dinding lateral hidung bagian
posterior. A. etmodalis anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri
oftalmika yang berasal dari A. karotis interna. Vena-vena pada hidung
mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arteri yang
ada[4,5]

4
Gambar 3. Perdarahan pada septum

2.3 Epidemiologi
Estimasi prevalensi perforasi septum pada populasi umum sekitar 1,2%,
meskipun jumlah prevalensi beberapa literature berbeda. Usia dan jenis kelamin
tidak berpengaruh pada perforasi septum. Sementara perforasi bagian anterior
adalah lokasi perforasi septum yang paling sering dengan persentase 92%,
sedangkan pada perforasi posterior dan superior hanya sekitar 10%. Perforasi
septum bagian anterior lebih sering disebabkan oleh trauma (terutama area hidung
atau akibat operasi) dan biasanya berhubungan dengan dengan gejala sinonasal
yang persisten atau berulang. Sedangkan perforasi pada bagian posterior dan
superior sering terjadi tanpa gejala dan lebih sering disebabkan oleh penyakit
sistemik. Manifestasi klinis utama perforasi septum pada orang dewasa termasuk
epistaksis (58%), pengerasan kulit (43%), hidung tersumbat (39%), nyeri wajah
(17%), dan whistling (15%). [7]

Beberapa pekerjaan tertentu memiliki risiko lebih tinggi. Seperti pekerja di


pabrik plester krom mengalami peradangan, erosi, dan perforasi setelah paparan
kabut kromik yang dihirup (Legge, 1902). Saat ini, pekerja kayu dan pekerja
logam yang terpapar debu nikel berisiko lebih tinggi terkena karsinoma intranasal.
[8,9]

5
Gambar 4. Tampakan endoskopi perforasi septum nasal yang menunjukkan krusta
dan adhesi dinding nasal lateral

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi perforasi septum termasuk trauma, autoimun, infeksius (sifilis,


penyakit jamur, TBC), atau neoplastik. Individu yang immunocompromised
mungkin berisiko lebih tinggi untuk infeksi oportunistik seperti infeksi jamur.
Perforasi septal iatrogenik dapat terjadi setelah manipulasi oleh pasien, setelah
kauterisasi untuk epistaksis, atau komplikasi dari septoplasti. Insiden perforasi
septum yang dilaporkan setelah septoplasti berkisar antara 0,5% hingga 3,1%.
Etiologi yang paling sering dari perforasi septum adalah komplikasi dari
septoplasty yakni berkisar hingga 39% kasus. [1,3,4]

Anamnesis dan pemeriksaan fisis adalah hal yang terpenting dalam


menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang juga dapat membantu informasi
dalam diagnosis termasuk laboratorium, radiologi (CT scan), atau biopsi.
Sehubungan dengan biopsi, di masa lalu itu dianggap sebagai tes mendasar ketika
menilai patologi septum nasi. Namun, penelitian terbaru mengatakan biopsi hanya
digunakan bila dicurigai adanya keganasan.[3,10]

6
Tabel 1. Penyebab perlukaan pada septum nasal

7
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Sejauh ini belum ada literatur yang mengemukakan patogenesis terjadinya
perforasi septum dengan jelas. Beberapa literatur mengatakan bahwa patogenesis
berhubungan dengan penyebab dari perforasi itu sendiri. Pada perforasi yang
disebabkan oleh trauma, perforasi terjadi akibat robekan dari mukoperikondrium
yang membentuk ulkus. Ulkus akibat trauma yang berkali-kali membentuk krusta
dan krusta memperdalam ulkus sampai menyingkapkan tulang rawan. Tulang
rawan menjadi nekrosis dari perforasi yang terjadi meluas ke membrane mukosa
pada isi berlawanan.[4,10]

2.6 Gambaran Klinis


Kebanyakan perforasi septum tidak memberikan gejala. Gejala perforasi
septum bervariasi menurut ukuran, penyebab dan lokasinya. Lokasi perforasi di
posterior memberikan gejala yang lebih sedikit. Perforasi di anterior dapat
menimbulkan whistling, sedangkan bila ukurannya besar biasanya tidak. Bila ada
krusta besar akan menyebabkan obstruksi dan terasa seperti ada benda asing, bila
dikeluarkan dengan paksa atau dikorek dengan jari, dapat menimbulkan
perdarahan. Epistaksis berat bisa terjadi bila tepi posterior dari perforasi mengenai
a. sfenopalatina [6,11]

Penyebab utama obstruksi nasi adalah aliran udara secara turbulen


mengakibatkan perforasi bertambah besar, begitu pula aliran udara yang kuat
dapat meningkatkan sekresi mukosa. Dalam kasus tertentu, kerusakan yang parah
dan atrofi mukosa mengakibatkan aliran udara turbulen semakin meningkat,
sehingga dipertimbangkan untuk dilakukan septoplasti koreksi untuk penutupan
defek perforasi. [12]

2.7 Diagnosis dan Differensial Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan : [3,4,9,12,13]

a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik; di kavum nasi dijumpai perforasi pada septum, adanya
krusta dan epistaksis.

8
c. Laboratorium
1. Biopsi, untuk mengeluarkan kemungkinan disebabkan proses
keganasan
2. Tes serologi, paska penderita yang diduga terkena sifilis
3. Tes urin, pada penderita yang diduga menggunakan kokain.
4. CT-scan/MRI ; pada beberapa kasus tertentu untuk menilai luasnya
erosi tulang dan mengukur besarnya perforasi.

Gambar 5. Algoritma modifikasi oleh Batniji

9
Gambar 6. Perforasi yang tampak pada endoskopi, a. Fossa nasal kiri, perforasi
kecil dengan area yang berdarah; b. Fossa nasal kanan, perforasi yang luas dengan
iskemik, dan infeksi pada mukosa; c. Fossa nasal kanan, perforasi septal diukur
langsung, dilihat dengan endoskopi; d. Fossa nasal kiri, perforasi septal bentuk oval

2.8 Tatalaksana
Terapi

Lini pertama perawatan ketika pasien menunjukkan gejala adalah pendekatan


konservatif. Penting untuk menyelidiki penyebab perforasi sebelum intervensi
medis diberikan. Pencegahan perforasi septum pada pasien berisiko tinggi
(misalnya pengguna kokain) juga harus dipertimbangkan. [3,9]

10
2.8.1 Penanganan Awal
Perawatan medis difokuskan pada mengurangi gejala sinonasal. Pasien dengan
krusta di intranasal direkomendasikan untuk meningkatkan kebersihan hidung dan
hindari mengorek dengan tangan atau jari karena dapat meneyebabkan iritasi dan
infeksi bakteri. Pengurangan penumpukan krusta bisa ditangani dengan
humidifikasi intranasal, irigasi dengan larutan isosaline , mengoles pada area lokal
dengan salep antibiotik, dan emolien topikal. Semprotan estrogenik hidung
topikal dapat digunakan untuk mengurangi kekeringan.[14,15]

Pemberian vitamin, dan prosthesis seperti nasal septum button. Prosedur bedah
dilakukan ketika pengobatan konservatif gagal. Seperti yang diketahui manajemen
konservatif sebagai lini pertama perawatan untuk kasus-kasus simptomatik,
meninggalkan pembedahan perbaikan untuk mereka yang tidak membaik dengan
terapi konservatif.[1,3]

Tabel 2. Gejala dan penanganan

11
Gambar 7. a. Tampakan endoskopi endonasal dengan perforasi nasal
anterior, b. Irigasi nasal

2.8.2 Non-operatif
Nasal Septal Button

Alat prostetik ini dapat sementara waktu menutup perforasi septum yang
memiliki gejala. Nasal septal button dapat digunakan selama proses penyembuhan
dengan bantuan topikal atau anestesi lokal. Setelah nasal septal button
diposisikan, itu dapat tetap berada di lokasi perforasi selama 1 tahun atau lebih.
Sayangnya, nasal septal button telah dikaitkan dengan banyak komplikasi, seperti
nyeri, epistaksis, iritasi, atau krusta dan dapat menyebabkan erosi dari tepi
perforasi dan pembesaran perforasi yang ada .[3,6]

Gambar 8. Nasal Septal Button

12
Gambar 9. Algoritma penanganan perforasi septal

2.8.3 Operatif
Penaganan dengan metode bedah untuk perforasi septum tidaklah mudah.
Operasi dapat dipertimbangkan pada pasien dengan gejala berulang setelah terapi
konservatif. Tujuan operasi adalah untuk mencapai imemperbaiki struktur
anatomi menjaga fungsi hidung dan, dalam beberapa kasus, merekonstruksi

13
struktur hidung. Banyak teknik perbaikan bedah telah dijelaskan. Namun, tidak
ada pendekatan standar, sehingga teknologi Nique dipilih sesuai dengan
osteokartilaginosa yang mendukung dan berdasarkan pengalaman, keberhasilan
teknik ini pada perforasi ukuran besar sekitar 78%, sedangkan untuk ukuran
perforasi kecil-menengah perforasi 93%. Dikarenkan etiologi dan variasi yang
kompleks di lokasi dan dimensi perforasi septum, tidak dapat ditentukan teknik
tunggal yang dapat digunakan pada semua pasien, sementara untuk perforasi
besar, tidak lagi dilakukan pembedahan dengan pertimbangan resiko kegagalan
operasi lebih besar.[1,3]

Telah banyak dikemukakan beragam teknik freegraft dan flap rotation


berbeda, dengan atau tanpa interpose grafts. Sisa struktur hidung septum dan
menggunakan osseocartilaginous adalah penentu faktor dalam pemilihan teknik
bedah. Untuk menggeser atau memutar flap pada mukosa septum penting untuk
mengetahui terlebih dahulu jika mungkin untuk meningkatkan
mucoperichondrium atau mucoperiosteum pada septum secara terukur, tidak
mungkin menggunakan flap pada kasus ini. Flap utama digunakan dijelaskan di
bawah ini. Pendekatan bedah termasuk operasi endonasal, dengan atau tanpa
bantuan endoskopi, operasi hidung terbuka, sublabial, dan bahkan degloving
wajah. Baru-baru ini, endoskopi flap rotasi endonasal telah menunjukkan tingkat
keberhasilan yang tinggi, tanpa jaringan parut eksternal, dan memungkinkan
memadai eksposisi perforasi septum, diseksi flap, dan penjahitan.[1,3]

14
Gambar 10. Teknik pembedahan penangan perforasi septum

A. Dengan Menggunakan Osteocartilaginous & Flap


 Flap Mukosa Unilateral:
Flap ini berguna di hampir semua jenis perforasi septum dengan ukuran dan
bentuk berbeda. Dengan menggunakan teknik puntutupan defek dari mukosa
salah satu sisi dari bawah hingga bagian atas perforasi septum nasi.
Vaskularisasi flap ini diberikan oleh cabang septum arteri nasal posterior atau
arteri sphenopalatine .[3,4]

15
Gambar 11. Indikasi flap mukosa unilateral

 Cross-over Flap:
Teknik bedah ini digunakan untuk memperbaiki perforasi septum berukuran
sedang, tidak lebih dari 2 cm diameter. Teknik ini dilakukan dengan membuat
dua flaps (superior dan inferior). Kedua flaps akan saling bersilangan
melewati batas perforasi ke rongga kontralateral. [1,3]

16
Gambar 12. Ilustrasi teknik pembedahan pada perforasi septal

 Flap Septum Etmoidalis Anterior:


Flap ini menggunakan suplai dari arteri etmoidalis anterior (AEA) yang masih
intak. flap mukosa monolateral dengan pedikel besar dan fleksibel membawa
suolai darah yang cocok ke flap. Flap septum ini tidak dapat digunakan pada
perforasi bagian posterior (Gbr. 14).[3,13]

Gambar 13. a. Pengukuran perforasi septal, b. Kuretase pada perforasi septal

17
Gambar 14. a. Perforasi septal, b. Katup arteri ethmoidal anterior (sisi kiri)

B. Tanpa Osseocartilaginous

 Nasal Floor dan Inferior Meatus Flap:


Teknik ini dapat digunakan untuk perforasi kecil-sedang pada perforasi
septum bagian anterior dan medial. Dengan menggunakan insisi pada tiga
posisi yaitu mukosa dasar cavum nasi, konka dan septum, sehingga dapat
menutup defek dengan penuh. [3,6]

Gambar 15. Cavum


nasi dextra
dengan perforasi
septum

Gambar 16. a.
Peforasi septal, b.
Katup meatus
inferior dan dasar
nasal (sisi kanan)

 Flap Turbinate Inferior:

18
Flap berguna untuk perbaikan perforasi septum dari caudal septum hingga 2
cm. vaskularisasi ini diperoleh dari arteri nasal posterolateral. Dalam 15%
kasus, turbinate inferior dapat menerima suplai dari cabang-cabang arteri
palatine. Flap ini dapat digunakan pada defek yang melibatkan columella . [3]

Gambar 17. Tampakan endoskopi flap turbine inferior

 Middle Turbinate Flap:


Dengan teknik ini, mukosa cavum nasi digunakan untuk rekonstruksi anatomi
dan fisiologi hidung. Mukosa konka menunjukkan vaskularisasi yang baik.
suplai darah muncul daru lateral cabang-cabang dari arteri sphenopalatine dan
anterior etmoidal .[1,4]

Gambar 18. a. Perforasi septal di septum medial, b. Evaluasi katup mukosa dengan
jarum

19
Gambar 19. Fiksasi dan stabilisasi katup

2.8.4 Perawatan Post Operasi

Semua pasien harus diberikan penjelasan bahwa epistaksis mungkin saja


terjadi selama 24 jam post operasi. Hal ini disebabkan karena tepi perforasi yang
dilukai. Apabila pada saat operasi diberikan Gelfoam biasanya pasien akan
diinstruksikan untuk menggunakan tetes hidung saline 3 sampai 4 kali per hari. Ini
membantu menjaga kelembaban Gelfoam dan memungkinkan lebih mudah
pembersihan selama 7 hingga 10 hari berikutnya. Menggunakan ujung kapas
aplikator yang diberikan salap antibiotik untuk mencegah krusta paska operasi.
Jahitan dibuka pada hari kelima tetapi pada banyak kasus dipertahankan sampai 2
atau 3 minggu. Jika masih ada area kecil yang tidak tertutup, pasien diinstruksikan
untuk menjaga area ini tetap lembab menggunakan nasal spray. Tidak boleh
membersihkan krusta yang ada di sekitar daerah perforasi. Pasien diinstruksikan
untuk tidak menggunakan vasokonstriksi apapun baik dalam bentuk semprotan,
menghindari rokok dan bahaya asap selama fase penyembuhan [1,2]

2.9 Komplikasi

a. Kekambuhan / persistensi/ peningkatan ukuran perforasi

20
- Diameter lebih dari 1 cm merupakan faktor risiko indipenden
untuk kegagalan
- Devitalisasi flap
b. Epistaksis dari tepi mukosa perforasi
c. Infeksi
d. Krusta karena turbulensi aliran udara di sekitar rekonstruksi.[1,4]

21
BAB III
LAPORAN KASUS
Data Pasien
Nama : Nn. N
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Makassar
MRS : 13 Maret 2019
Anamnesis
keluhan suara nafas pada hidung bersiul sekitar 1 tahun terus menerus disertai
obstrusi nasi hilang timbul, rinore tidak, post nasal drips tidak, facial pain tidak,
cefalgia tidak, riwayat keluar bercak darah sebelumnya ada, riwayat epistaksis
dan blood stein rinore tidak ada. Riwayat operasi septoplasty sekitar 1 tahun lalu.
Keluhan lain tidak ada.

Pemeriksaan Fisik

Otoskopi : Dalam batas normal

Rinoskopi : Tampak perforasi pada bagian anterior dari


septum nasi dengan diameter kurang lebih
1 cm, krusta tidak ada.
Faringoskopi : Dalam batas normal.

22
Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium : Dalam batas normal


b. CT scan sinus paranasalis potongan koronal

Kesan : Penebalan mukosa septal nasal body


disertai defek kurang lebih 1 cm bagian
tengan septum nasi
Septum nasi deviasi minimal ke dekstra
Rinitis kronik hipertropicans
Concha bullosa dekstra
c. Foto thorax : Dalam batas normal

23
Laporan Operasi

Telah dilakukan prosedur penutupan defek septum tanggal 14 Maret 2019

1. Pasien berbaring terlentang dalam general anestesi, endotrakeal


tube terpasang
2. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine pasang doek steril
3. Identifikasi cavum nasi dengan endoskopi tampak perforasi septum
pada bagian anterior dengan ukuran kurang lebih 1 cm.

4. Infiltrasi lidokain:efedrin 1:100.000 pada mukosa septum disekitar


perforasi.

5. Insisi mukosa secara horizontal di daerah atas perforasi sampai


periosteum terpisah dari kartilago dan tulang septum.

6. Insisi secara vertikal dibawah septum nasi yang perforasi bentuk C


ke depan

24
7. Elevasi mukosa subperiosteal kartilago pada daerah infiltrasi
dengan respatorium, mukosa yang sudah dielevasi didekatkan dari
atas dan bawah hingga menutup perforasi septum.

8. Fiksasi flap dengan jahit sandwich.


9. Operasi selesai, perdarahan durante operasi 20 cc.

Follow Up:

Post op Hari I (15 Maret 2019):

Anamnesis:

Keadaan umum pasien baik, keluhan bersiul pada hidung bila bernafas sudah
tidak dirasakan, epistaksis tidak ada, obstruksi nasi ada, chepalgia tidak, mual dan
muntah tidak

Pemeriksaan Fisis:

Rinoskopi Anterior : Tampak luka post operasi baik pada septum bagian anterior,
tampak jahitan luka operasi baik, perdarahan aktif tidak ada
Faringoskopi : dalam batas normal

Otoskopi : dalam batas normal

A: Post operasi penutupan defekseptum

P: Pasien rawat jalan.

25
26 Maret 2019

Anamnesis:

Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul sudah tidak dirasakan, epistaksis tidak,
obstruksi nasi masih dirasakan, rinore tidak, chepalgia tidak.

Pemeriksaan Fisis:

Rinoskopi Anterior : Tampak krusta pada luka operasi pada septum bagian
anterior, tampak jahitan luka operasi baik, perdarahan aktif
tidak ada
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal

A: Post operasi penutupan defekseptum hari 12

P: - Cefadroxil 500mg / 12 jam / oral

- Metil Prednisolon 4mg / 12 jam / oral


- Asamefenamat 500mg / 12 jam / oral

26
2 April 2019

Anamnesis:

Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul tidak dirasakan, epistaksis tidak,
obstruksi nasi berkurang, rinore tidak, chepalgia tidak.

Pemeriksaan Fisis:

Rinoskopi Anterior : Tampak krusta berkurang pada luka bekas operasi pada
septum, tampak jahitan luka operasi terarbsorbsi, perdarahan
aktif tidak ada
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal

A: Post operasi penutupan defekseptum hari 19

P: - Cefadroxil 500mg / 12 jam / oral

- Metil Prednisolon 4mg / 12 jam / oral


- Asamefenamat 500mg / 12 jam / oral

28 Juni 2019

Anamnesis:

Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul kembali dirasakan sejak sekitar 2
minggu sebelum masuk rumah sakit, epistaksis tidak, obstruksi nasi berkurang,
rinore tidak, chepalgia tidak.

27
Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : Tampak perforasi septum bagian anterior dengan diameter
berukuran kurang lebih 7mm, tampak perdarahan aktif tidak
ada
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal
A: Perforasi Septum

P: Rencana revisi penutupan defekseptum

Telah dilakukan operasi prosedur operasi revisi penutupan defek septum pada
tanggal 29 Juni 2019

1. Pasien berbaring terlentang dalam pengaruh general anestesi, endotrakeal


tube terpasang.
2. Disinfeksi lapangan operasi, pasang doek steril.
3. Identifikasi cavum nasi dengan endoskopi, tampak perforasi septum
bagian anterior dengan diameter ukuran 7mm.
4. Infiltrasi mukoperikondrium dekstra sinistra dengan lidocain:efedrin
1:100.000, lakukan insisi hemitransfiksi dekstra, elevasi
mukoperikondrium dan mukoperiosteum dekstra sinistra melewati tepi
perforasi.
5. Tarik sisa mukosa septum yang masih perforasi, buat flap mukosa secara
advecement dan rotation untuk menutup perforasi. Hecting mukosa 4 kali,
buat luka pada konka inferior sinistra pagian medioanterior dan buat
sinekia antara konka inferior sinistra dan septum.
6. Pasang tampon cavum nasi dekstra sebanyak 2 buah dan pasang tampin
vestibulum sinisitra 1 buah.
7. Operasi selesai, perdarahan durante operasi sekitar 50 cc.

28
Follow Up:

Post op Hari I (30 Juni 2019):

Anamnesis:

Keadaan umum pasien baik, keluhan bersiul pada hidung bila bernafas sudah
tidak dirasakan, epistaksis tidak ada, obstruksi nasi ada, chepalgia tidak, mual dan
muntah tidak

Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : terpasang tampon cavumnasi dekstra, perdarahan aktif tidak
Ada  af tampon  perdarahan aktif tidak ada
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal
A: Post operasi penutupan defekseptum hari 1
P: Pasien boleh rawat jalan.

6 Juli 2019

Anamnesis:

Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul tidak dirasakan, epistaksis tidak,
obstruksi nasi ada, rinore tidak, chepalgia ada.

Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : luka operasi baik, perdarahan aktif tidak ada, tampak krusta
pada cavum nasi sinistra, tampak sinekia konka inferior.
Perforasi septum tidak tampak
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal

A: Post operasi penutupan defekseptum hari 6

P: - Cefadroxil 500mg / 12 jam / oral

29
- Metil Prednisolon 4mg / 12 jam / oral
- Asamefenamat 500mg / 12 jam / oral

20 Juli 2019

Anamnesis:

Pasien kontrol rawat jalan, keluhan bersiul tidak dirasakan, epistaksis tidak,
obstruksi nasi berkurang, rinore tidak, chepalgia tidak adaada.

Pemeriksaan Fisis:
Rinoskopi Anterior : perdarahan aktif tidak ada, tampak krusta pada cavum nasi
sinistra berkurang, tampak sinekia konka inferior. Perforasi
septum tidak tampak.
Faringoskopi : dalam batas normal
Otoskopi : dalam batas normal
A: Post operasi penutupan defekseptum hari 20
P: - Cefadroxil 500mg / 12 jam / oral
- Metil Prednisolon 4mg / 12 jam / oral
- Asamefenamat 500mg / 12 jam / oral

Diskusi

Pada kasus ini adalah perempuan berusia 26 tahun. Insiden perforasi septum
menurut kepustakaan tidak berhubungan dengan usia dan jenis kelamin. Keluhan
yang membuat pasien datang berobat adalah bunyi siulan saat bernafas, obstruksi
nasi dirasakan hilang timbul, riwayat epistaksis tidak ada, pasien hanya merasakan
adanya bercak darah keluar dari hidung, sedangkan cefalgia tidak ada. Bunyi
siulan biasanya terjadi bila perforasi berada di bagian anterior. Adanya riwayat
operasi hidung pada pasien ini menjadi penyebab terjadinya perforasi septum,
sehingga menimbulkan krusta pada bekas operasi yang menyebabkan adanya
bercak darah yang keluar dari hidung dan juga obstruksi nasi yang muncul hilang

30
timbul. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa penyebab perforasi septum
paling sering diantaranya trauma, penyakit dan zat iritan. Trauma yang paling
sering ialah trauma iatrogenic pasca operasi septoplasty.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan adanya perforasi anterior


dengan ukuran kurang lebih 1 cm, Menurut kepustakaan besar perforasi ini di
golongkan sebagai perforasi sedang berat. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
Penebalan mukosa septal nasal body disertai defek kurang lebih 1 cm bagian
tengan septum nasi, sedangkan menurut kepustakaan pada beberapa pasien tidak
ditemukan kelainan pada CT-scan.

Penanganan pasien perforasi septum dapat dilakukan dengan cara konservatif


untuk menjaga kelembaban mukosa hidung dan operatif untuk menutup perforasi.
Pada pasien ini dilakukan operasi septorinoplasti, dengan melakukan insisi
berbentuk C terbalik untuk menghilangkan regangan dari garis insisi kemudian
bagian pinggir perforasi dilukai dan bagian superior dan inferior direkaykan
dengan jahitan sandwich. Hal ini dilakukan karena diameter anterior superior
lebih besar daripada superior inferior. Setelah itu konka inferior dextra dilukai
agar terjadi sinekia antara septum dengan inferior sinistra sehingga dapat
memberikan suplai pendarahan pada perforasi septum yang dikoreksi.

Pada pasien ini dilakukan operasi revisi dengan mumbuat sinekia pada konka
inferior. Menurut kepustakaan keberhasilan operasi tergantung pada penyebab,
lokasi dan besar perforasi. Operasi ulangan dapat dilakukan 6 sampai 12 bulan
setelah operasi pertama tergantung kondisi pasien.

31
BAB IV
KESIMPULAN

 Perforasi bagian anterior adalah lokasi perforasi septum yang paling sering
dengan persentase 92%, sedangkan pada perforasi posterior dan superior
hanya sekitar 10%.
 Perforasi septum paling sering diakibatkan oleh trauma, dalam hal ini
trauma iatrogenik post operasi septoplasty.
 Perforasi kecil dibagian anterior memberikan gejala bunyi siulan,
sedangkan perforasi yang berukuran lebih besar dan berada di posterior
septum nasi umumnya tidak bergejala.
 Penanganan perforasi septum dilakukan dengan cara operasi dengan teknik
endonasal mucosal flap apabila perforasi berukuran dibawah 1 cm,
sedangkan bila perforasi diatas 1 cm operasi revisi tidak dilakukan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Downs BW, Sauder HM. Septal Perforation. Funct Reconstr Nasal Surg.
2020;1–5.

2. Li C, Maza G, Farag AA, Krebs JP, Deshpande B, Otto BA, et al.


Asymptomatic vs symptomatic septal perforations: a computational fluid
dynamics examination. Int Forum Allergy Rhinol. 2019;9(8):883–90.

3. Isam Alobid and Paolo Castelnuovo. Nasoseptal Perforations: Endoscopic


Repair Techniques. Vol. 53, Journal of Chemical Information and
Modeling. 2017. 50–204 p.

4. Pereira C, Santamaría A, Langdon C, López-Chacón M, Hernández-


Rodríguez J, Alobid I. Nasoseptal Perforation: from Etiology to Treatment.
Curr Allergy Asthma Rep. 2018;18(1).

5. Erkan Y, Şahin U, Orhan Kemal K. What are the Factors Leading to Nasal
Septal Perforations after Septoplasty? J Otolaryngol Rhinol. 2019;5(3):4–7.

6. Passali D, Spinosi MC, Salerni L, Cassano M, Rodriguez H, Passali FM, et


al. Surgical treatment of nasal septal perforations: SIR (Italian Society of
Rhinology) experts opinion. Acta Otorrinolaringol (English Ed [Internet].
2017;68(4):191–6. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.otoeng.2016.10.004

7. Gold M, Boyack I, Caputo N, Pearlman A. Imaging prevalence of nasal


septal perforation in an urban population. Clin Imaging [Internet].
2017;43:80–2. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.clinimag.2017.02.002

8. Ghorab S, Taylor CM, Bansberg SF. The Nasal Swell Body and Septal
Perforation Repair. Laryngoscope. 2020;(April 2019):1–7.

33
9. Chang DT, Irace AL, Kawai K, Rogers-Vizena CR, Nuss R, Adil EA.
Nasal septal perforation in children: Presentation, etiology, and
management. Int J Pediatr Otorhinolaryngol [Internet]. 2017;92:176–80.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijporl.2016.12.003

10. Sapmaz E, Toplu Y, Somuk BT. A new classification for septal perforation
and effects of treatment methods on quality of life. Braz J Otorhinolaryngol
[Internet]. 2019;85(6):716–23. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.bjorl.2018.06.003

11. Nomura T, Ushio M, Kondo K, Kikuchi S. Effects of nasal septum


perforation repair on nasal airflow: An analysis using computational fluid
dynamics on preoperative and postoperative three-dimensional models.
Auris Nasus Larynx [Internet]. 2018;45(5):1020–6. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.anl.2018.02.006

12. Kridel RWH, Delaney SW. Approach to Correction of Septal Perforation.


Facial Plast Surg Clin North Am. 2019;27(4):443–9.

13. Hier MP, Yoskovitch A, Panje WR. Endoscopic repair of a nasal septal
perforation. J Otolaryngol. 2002;31(5):323–6.

14. Taylor RJ, Sherris DA. Prosthetics for nasoseptal perforations: A


systematic review and meta-analysis. Otolaryngol - Head Neck Surg
(United States). 2015;152(5):803–10.

15. Ashraf N, Thevasagayam MS. Sizing a nasal septal button using a


methylene blue-marked template. Clin Otolaryngol. 2015;40(4):402–402.

34

Anda mungkin juga menyukai