DHIKY HIDAYAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua orang disegala
usia”, pada target ke-3.3 ialah mengkahiri epidemi penyakit tropis yang
masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Saat ini di dunia terdapat 893
filariasis atau yang dikenal juga dengan penyakit kaki gajah dan memerlukan
Sekitar 40 juta orang menjadi cacat dan lumpuh oleh penyakit tersebut. Dari
keseluruhan penderita, terdapat dua puluh lima juta penderita laki-laki yang
kulit/jaringan) pada tungkai dan hidrokel. Cacat tubuh ini sering kali
1
tidak langsung penyakit ini berdampak pada penurunan produktivitas kerja
penderita dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara yang tidak sedikit
kasus lainnya, dan Brugia timori yang juga menyebabkan penyakit filaria.
lebih tinggi dari tingkat normal sel darah putih yang melawan penyakit.
Manifestasi klinis sindrom eosinofilia paru tropis termasuk batuk, sesak napas,
dan merupakan salah satu penyebab infeksi paling penting dari cacat anggota
morbiditasnya yang parah hal ini menimbulkan beban fisik bagi pasien dan
2
malu, bersalah, penarikan diri, dan isolasi diri yang mempengaruhi kualitas
lebih tinggi. Hasil laporan kasus klinis kronis filariasis dari kabupaten/kota
2014 terdapat lebih dari 14 ribu orang menderita klinis kronis filariasis yang
tersebar di semua provinsi. Secara epidemiologis, lebih dari 120 juta penduduk
3
endemis filariasis dan penyakit kecacingan yang endemisitasnya di atas 30%
transmisi di semua negeri endemik (Seddoh et al., 2013; Lenk et al., 2016)
strategi utama program global yang diluncurkan tahun 2000 untuk mengurangi
pada tahun 2002 dan menjadi salah satu program prioritas nasional dengan
4
endemis serta mencegah dan membatasi kecacatan akibat filariasis (Data and
Epidemiologi, 2010)
Lebih dari 1,9 miliar orang di 125 negara memerlukan pemberian obat
massal atau Mass Drug Administration (MDA) untuk setidaknya satu dari
tujuh penyakit tropis terabaikan (NTD) (Webster et al., 2014). MDA adalah
yaitu individu yang terinfeksi dan tidak terinfeksi di daerah yang sebagian
filariasis, dan schistosomiasis adalah infeksi yang paling umum diobati melalui
5
bahwa efek samping dari pengobatan antifilaria adalah faktor utama dalam
jumlahnya cukup banyak tetapi sebagian minum obat tidak di depan petugas.
Ede menunjukkan beberapa responden telah diberi obat tetapi ketika ditanya
Drug Administration (MDA). Proporsi yang lebih tinggi dari mereka yang
Pemberian Obat Pencegahan Massal dengan orang lain dan didorong oleh
orang lain untuk minum obat tidak terkait dengan penerimaan Pemberian Obat
masyarakat akan menyadari bahwa setiap orang berisiko tertular filariasis dan
6
cenderung lebih patuh dalam mengonsumsi obat. Selain itu, persepsi bahwa
serius dan tidak merasa perlu minum obat selama Pemberian Obat Pencegahan
Obat Pencegahan Massal atau Mass Drug Administration (MDA) yang adalah
pelaporan yang buruk, tindak lanjut, dan penyebaran informasi. Informasi yang
tidak memadai tentang dinamika populasi dan isu tentang efek samping obat
obat yang tidak memadai dan motivasi yang buruk di antara para pemangku
7
Di Sulawesi Selatan tahun 2019, terdapat 81 kasus kronis penyakit
endemisitas filariasis melalui survei darah jari pada tahun 2012 dan dihasilkan
angka microfilaria rate sebesar 43,7%. Dari hasil tersebut dilakukan intervensi
tahun berturut-turut. Pada tahun 2015 kembali dilakukan surey darah jari dan
diketahui terjadi penurunan angka microfilaria rate menjadi 8,4%. Tahun 2017
Kabupaten Pangkep belum dapat dikatakan bebas filariasis setelah hasil survei
pada tahun tersebut didapatkan angka mikrofilaria rate sebesar 5,7%, Adapun
jumlah sampel yang diperiksa adalah 315 sampel dengan hasil 16 orang positif.
rate berada dibawah 1%. Daerah yang Mf rate tinggi artinya di daerah tersebut
darahnya. Semakin tinggi Mf rate semakin tinggi pula risiko terjadi penularan
8
Eliminasi filariasis bukan hal yang tidak mungkin untuk dilaksanakan,
eliminasi filariasis. Harapan masa depan yang bebas dari filariasis akan
terwujud serta dengan sendirinya berdampak pada kehidupan yang lebih baik,
9
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang
2. Tujuan Khusus
Pangkajene Kepulauan
Pangkajene Kepulauan
Pangkajene Kepulauan
Kepulauan
10
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Institusi
pelaksanaan program.
2. Manfaat Ilmiah
3. Manfaat Praktis
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tahun 1975 terutama di daerah endemis tinggi filariasis. Pada tahun 1977,
1. Pengertian Filariasis
yang hidup dalam kelenjar limphe dan mikrofilaria dalam darah manusia
cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening (limfe) serta
12
mengakibatkan gejala akut, kronis dan ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk. Gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening
dapat pula di daerah lain. Peradangan ini disertai demam yang timbul
berulang kali, dapat berlanjut menjadi abses yang dapat pecah dan
menjadi stadium kronis yang berupa elephantiasis yang menetap dan sukar
Kesehatan RI , 2006)
2. Diagnosis
juga ditemukan dalam kiluria, eksudat varises limfe dan cairan hidrokel.
matinya cacing dewasa dan jika telah terjadi elephantiasis akibat obstruksi
13
Mikrofilaria yang bersifat nokturnal dapat ditemukan dalam darah tepi
yang diambil pada waktu siang hari, dengan pemberian DEC 2mg/kg
2. Menghitung Mikrofilaria
Cell.
3. Cara konsentrasi
4. Cara Filtrasi
terendapkan.
5. Sero Diagnosis
14
6. Biopsi
7. Mazotti test
8. Darah Rutin
pemeriksaan lanjut.
kadang-kadang bilateral tapi simetris dari anggota badan dan pada jangka
(Melrose, 2004).
digunakan untuk mendeteksi mikrofilaria dalam darah tepi yang aktif pada
15
dikemukakan oleh Weil GJ et.el;1996, namun jarang digunakan (Shenoy,
3. Gejala klinis
yang disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses.
16
a. Limfedema
lutut, lengan di bawah siku tetapi siku dan lutut masih normal.
b. Lymph Scrotum
kecil pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi pakaian. Hal ini
c. Kiluria
2. Sukar kencing,
17
3. Kelelahan tubuh, dan
d. Hidrokel
Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantug buah zakar,
4. Epidemiologi filariasis
sangat kompleks, mulai dari faktor penyebab (agent) yaitu cacing filaria,
faktor manusia sebagai inang (host) dan nyamuk dewasa sebagai vektor
18
serta lingkungan fisik, biologik dan sosial termasuk ekonomi dan perilaku
penduduk setempat.
Eecke pada tahun 1889. Dari ketiga jenis cacing filaria penyebab filariasis,
Rote, Alor dan beberapa pulua kecil di Nusa Tenggara Timur. Sedangkan
2010)
1. Distribusi Global
pedesaan India, Asia Tenggara dan daerah pantai utara Cina, spesies
19
faktor seperti hospes, hospes reservoar, vektor, dan keadaan
(E.A.Ottesen 1997).
20
Brugia timori secara khusus ditemukan di Alor, Nusa Tenggara
2. Distribusi di Indonesia
2018
kasus), Jawa Barat (781 kasus), Papua Barat (622 kasus) dan Aceh
21
(578 kasus). Provinsi dengan jumlah kasus kronis filariasis terendah
22
C. Penentuan Tingkat Endemisitas
mulai dari cacing filaria sebagai agen penyakit, manusia sebagai inang
enam bulan sampai satu tahun kemudian dan dapat bertahan hidup hingga
23
Status endemisitas menjadi langkah awal yang penting ditetapkan
Prevalen
24
penyidikan kasus dalam membedakan tingkat morbiditas dan jenis
lebih(WHO, 2012).
dilakukan melalui Survei Darah Jari. Angka mikrofilaria rate dan densitas
Tabel 1
Kriteria Penetapan Endemisitas FilariasisKabupaten/Kota
Kab/ Penderita Penderita Lokaasi Hasil Status Tindak Lanjut
Kota filariasis filariasis SDJ SDJ
Kronis
A 100 % Ada 2 Lokasi Mf rate Endemis Pengobatan
Puskesmas penderita <1 % rendah selektif & MC
B 100 % Ada 2 Lokasi Mf rate Endemis POMP Filariasis
Puskesmas penderita >1 %
C* 100 % Ada 2 Lokasi Mf rate ? Lanjutkan SPK
Puskesmas penderita <1 %
25
D 100 % Ada 2 Lokasi Mf rate Endemis POMP Filariasis
Puskesmas penderita >1 %
E 100 % Ada < 2 Lokasi Mf rate Endemis Lanjutkan SDJ
Puskesmas penderita <1 % rendah
F 100 % Ada < 2 Lokasi Mf rate Endemis POMP Filariasis
Puskesmas penderita >1 %
G 100 % Ada < 2 Lokasi Mf rate ? Lanjutkan SPK &
Puskesmas penderita <1 % SDJ
H 100 % Tidak < 2 Lokasi Mf rate Endemis POMP Filariasis
Puskesmas Ada penderita >1 %
I 100 % Tidak < 2 Lokasi Mf rate ? Lanjutkan SDJ
Puskesmas Ada dicurigai <1 %
J 100 % Tidak < 2 Lokasi Mf rate Endemis POMP Filariasis
Puskesmas Ada dicurigai >1 %
K 100 % Tidak 2 Lokasi Mf rate Endemis POMP Filariasis
Puskesmas Ada dicurigai >1 %
L 100 % Tidak 2 Lokasi Mf rate Non
Puskesmas Ada dicurigai <1 % Endemis
Sumber : Pedoman Penentuan dan Evaluasi Daerah Endemis Filariasis (2012)
MC = Morbidity Control (Penatalaksanaan kasus)
SPK = Survei Penderita Filariasis Kronis
SDJ = Survei Darah Jari
PELF = Program Eliminasi Lymphatic Filariasis
26
Gambar 4 :Kabupaten/Kota Edemis Fiariasis dan Status
Pelaksanaan POMP Filariasis di Indonesia 2012
D. Pengobatan Filariasis
tubuh manusia. DEC menjadi pilihan utama yang efektif, aman dan
27
limpha, sehingga mengurangi kesempatan untuk terjadinya
penderita laki-laki efek FEC terhadap cacing filaria dapat dilihat melalui
2013).
28
W.bancrofti, B. malayi, termasuk B.timori dengan gejala klinis
tepat akibat infeksi bakteri dan jamur, penggunaan alas kaki yang
sesuai untuk melindungi cedera kaki, serta olah raga ringan yang
29
E. Tinjauan Umum Tentang Pemberian Obat Pencegahan Massal
tingkat prevaensi secara nyata (Ichimori and Ottesen, 2011). Berbagai studi
yang dilakukan untuk mendukung kegiatan ini termasuk uji coba klinis
30
a. Memantapkan perencanaan dan persiapan pelaksanaan termasuk
lainnya.
eliminasi dan melindungi sekitar 1,39 juta penduduk dari risiko tertular
filariasis atau Mass drug Administration (MDA) dengan dua jenis obat
Lymphatic filariasis.
31
Indonesia menetapkan Eliminasi Filariasis sebagai salah satu
menelan obat secara massal sekali dalam setahun selama lima tahun
Gambar 5
POMP Filariasis – Monitor dan Evaluasi
Dimulainya Mf Rate ≥1% atau
POMP Filariasis TAS (+) (ada risiko
penularan), POMP
Penu Filariasis diteruskan
Mf
Pemberian Obat Massal Rate laran
Pencegahan Filariasis ≥1% (+) 1 2 SDJ-3 TAS-1
Setiap Tahun, 5 tahun
1 2 3 4 5
Surveilans Periode Stop
POMP Filariasis Selama
5 tahun Terus Menenrus
Survei Mf 1 2 3 4 5
Cakupan Rate
Pengo- <1%
batan
Penu
SDJ-1 SDJ-2 SDJ-3 TAS-1 laran TAS-2 TAS-3
(≥13 th) (>5 th) (>5 th) (-)
32
Indikasi awal keberhasilan eliminasi Lymphatic filariasis
33
Elephantiasis (kaki gajah) dimana kulit bagian tubuh yang membesar
menjadi menebal, kasar dan keras seperti kulit gajah yang tidak bisa
disembuhkan(Stolk, 2005).
(kaki, lengan, payudara, buah zakar, vulva). Tindakan ini akan mengurangi
Sehingga dapat membatasi kecacatan dan penderita mampu hidup lebih baik
34
evaluasi penularan pada daerah kabupaten/kota menunjukkan angka
Citrate (DEC) dan Albendazole yang terbukti efektif dalam memutus rantai
sasaran penduduk >5 tahun. Pemeriksaan dilakukan pada malam hari mulai
35
pukul 20.00 sampai 24.00 terhadap seluruh penduduk desa yang dating pada
100
Pada penelitian ini volume darah yang diambil sebanyak 60 µl, sehingga
36
dilakukan survei ulang evaluasi penularan filariasis. Jika hasil survei ulang
37
Gambar …. Jumlah Kabupaten/Kota yang Masih Melaksanakan POPM
38
F. Tinjauan Umum Tentang ‘’’’’’’’’’’’’’’’’’
39
G. Kerangka Teori
Kerentanan
yang dirasakan
Variabel Demografi
- Jenis Kelamin
- Usia Keseriusan
- Status perkawinan
yang dirasakan
Pelaksanaan POPM
Karakter Psikologi
- Kepribadian
Health
Motivation
Persepsi
Hambatan
Manfaat yang
dirasakan
40
BAB III
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian di daerah Liukang Kalmas di Pulau Doang-Doangan Caddi dan
Pulau Bangko-Bangkoan. Alasan pemilihan lokasi ini karena berdasarkan
keberadaan LF aktif atau kronis.
41