Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Al-Qur’an & Al-Hadist sebagai Landasan


Yuridis bagi Ummat Islam

KELOMPOK 3
KELAS B1
Disusun oleh:
1. Rima Melati Iskandar 03120170005
2. Nur Alfiah Dwiyanti 03120170037
3. Atha Fakhira Abd.Walid 03120170100
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar
2. Daftar Isi
3. Bab I : pendahuluan
 Latar belakang
 Rumusan masalah
4. Bab II: pembahasan
 Pengertian Al-Qur’an
 Kehujanan Al-Qur’an sebagai landasan hukum islam
 Sifat hukum yang terdapat didalam Al-Qur’an
 Bukti ayat-ayat hukum didalam Al-Qur’an
 Pengertian Sunnah/Hadist
 Kehujahan Sunnah/Hadits sebagai landasan hukum Islam
 Hubungan Sunnah/Hadits dengan hukum didalam Al-Qur’an
5. Bab III : Penutup
 Kesimpulan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan
hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan
hukum memiliki sumbernya sendiri sebagai pedoman dalam pelaksanaannya dalam
kehidupan sehari-hari.

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukum yang datang dari Yang Maha
Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni Al
Qur’an Al Kariim. Kemudian sumber hukum agama islam selanjutnya adalah
Sunnah atau yang kita kenal dengan Hadits. Al Qur’an dan Hadits merupakan dua
hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan hidup demi
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat kelak.

  Rumusan Masalah
A.    Bagaimana pengertian Al-Qur’an ?
B.    Bagaimana kehujahan Al-Qur’an sebagai landasan hukum Islam ?
C.    Bagaimana sifat hukum yang terdapat didalam Al-Qur’an ?
D.    Bagaimana bukti ayat-ayat hukum didalam Al-Qur’an ?
E.    Bagaimana pengertian Sunnah/Hadits ?
F.   Bagaimana kehujahan Sunnah/Hadits sebagai landasan hukum Islam ?
G. Bagaimana Hubungan Sunnah/Hadits dengan hukum didalam Al-Qur’an ?

    Tujuan

A.    Untuk mengetahui pengertian Al-Qur’an


B.    Untuk mengetahui kehujahan Al-Qur’an sebagai landasan hukum Islam
C.    Untuk mengetahui sifat hukum yang terdapat didalam Al-Qur’an
D.    Untuk mengetahui bukti ayat-ayat hukum didalam Al-Qur’an
E.   Untuk mengetahui pengertian Sunnah/Hadits
F.   Untuk mengetahui kehujahan Sunnah/Hadits sebagai landasan hukum Islam
G.   Untuk mengetahui hubungan Sunnah/Hadits dengan hukum didalam Al-Qur’an

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Al-Qur’an

1.      Pengertian secara bahasa (etimologi)


Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur'an berasal dari bahasa Arab yang
berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur'an adalah
bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca,
kata qara’a ini berubah menjadi kata kerja suruhan iqra’ artinya bacalah, dan
berubah lagi menjadi kata benda qur’an, yang secara harfiah berarti bacaan atau
sesuatu yang harus dibaca atau dipelajari.
2.      Pengertian secara istilah (terminologi)
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT. Yang diturunkan denga perantara
malaikat jibril kepada Nabi Muhammad Sholallaahu alaihi wassalam, yang dimulai
dari surah Al-Fatihah dan ditutup dengan surah An-Naas. Al-Qur’an diturunkan
secara beransur-ansur dengan periode waktu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari,
mula-mula di Makkah kemudian di Madinah untuk menjadi petunjuk bagi umat
manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan di
akhirat kelak.

B.     Kehujahan Al-Qur’an sebagai landasan hukum Islam

Bukti bahwa Al-Qur’an itu adalah hujjah terhadap orang, dan hukum-
hukum Al-Qur’an itu merupakan undang-undang yang wajib bagi orang
mengikutinya. Al qur’an juga adalah rujukan pertama dan utama dalam islam yang
tidak boleh ada yang bertentangan dengannya. Sebagaimana dalam Qur’an surah
ke 4 ayat 105 : ‫ِين َخصِ ي ۭ ًما‬ َ ‫اس ِب َمٓا أَ َر ٰى‬
َ ‫ك ٱهَّلل ُ ۚ َواَل َت ُكن لِّ ْل َخٓا ِئن‬ ِ ‫ب ِب ْٱل َح ِّق لِ َتحْ ُك َم َبي َْن ٱل َّن‬
َ ٟ‫ْك ْٱل ِك َت‬ َ َ‫إِ َّنٓا أ‬
َ ‫نز ْل َنٓا إِلَي‬

Ada pula banyak bukti bukti yang meyakinkan bahwa Al-Qur’an itu
datangnya dari Allah SWT. Sebagai contoh, tidak ada satu pun syair di jazirah arab
yang kuasa melawan tantangan Al-Qur’an, sebagaimana yang tercantum dalam
surah Al-Baqarah (2) ayat 23: 
ِ ‫ب ِم َّما نَ َّز ْلنَا َعلَى َع ْب ِدنَا فَأْتُوا بِسُو َر ٍة ِم ْن ِم ْثلِ ِه َوا ْدعُوا ُشهَدَا َء ُك ْم ِم ْن د‬
‫ُون هَّللا ِ إِ ْن ُك ْنتُ ْم‬ ٍ ‫َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم فِي َر ْي‬
َ‫صا ِدقِين‬َ
 “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al quran yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang memang benar”

D.    Sifat hukum yang terdapat didalam Al-Qur’an


Al-qur’an memiliki keistimewaan tersendiri sebab terdapat sifat-sifat yang
terdapat didalamnya, umumnya hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an
itu bersifat garis besarnya saja, tidak sampai kepada perincian yang kecil kecil,
kebanyakan penjelasan Al-Qur’an ada dalam As-sunnah. Sekali pun demikian,
ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam Al-Qur’an cukup lengkap. Hal ini
dinyatakan Allah dalam QS. Al-An’am (6) :38:[8]

ْ ‫ض َوال طَائِ ٍر يَ ِطي ُر بِ َجنَا َح ْي ِه إِال أُ َم ٌم أَ ْمثَالُ ُك ْم َما فَر‬


ِ ‫ فِي ْال ِكتَا‬w‫َّطنَا‬
‫ب ِم ْن َش ْي ٍء ثُ َّم إِلَى‬ ِ ْ‫َو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِي األر‬
َ‫َربِّ ِه ْم يُحْ َشرُون‬
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu.
Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan.”

Keseluruhan Al-Qur’an sudah sangat sempurna, dan tak terdapat sedikit pun
kesalahan didalamnya, dan syariatnya pun juga sempurna, sebagaimana yang
dijeleskan Allah dalam Al-Maidah ayat (5): 3.
‫يت لَ ُك ُم اإْل ِ ْساَل َم ِدينًا‬
ُ ‫ض‬ ُ ‫م َوأَ ْت َم ْم‬wْ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫ْاليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬
“hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai islam itu jadi agama
bagimu”
Sebagaimana yang kita ketahui, dalil-dalil atau landasan pokok didalam
Islam adalah Al-Qur’an, As sunnah, ijma’, dan qiyas, semua itulah yang akan
menjelaskna Al-Qur’an, awalnya As-Sunnah, lalu Ijma’ dan yang terakhir Qiyas.
Keseluruhan landasannya berasal dari Al-Qur’an
Jadi kesimpulan tentang sifat-sifat hukum yang terkandung dalam Al-
Qur’an, mayoritas hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an itu kulli (umum, garis
besar, global) tidak membicarakan soal yang terperinci (juz’i).
E.     Bukti ayat-ayat hukum didalam Al-Qur’an

Ada beberapa bukti ayat didalam Al-Qur’an yang secara tegas menjelaskan
tentang hukum islam, baik hukum aqidah maupun muamalah dan sebagainya,
hukum tersebut  antara lain sebagai berikut :
1.      Larangan berbuat zhalim, sebagimana yang dijelaskan dalam ayat : Al-Baqarah:
279:
“maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),   maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasulul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiyaya dan
tidak (pula) dianiyaya”
َ‫ظلَ ُمون‬ْ ُ‫َظلِ ُمونَ َواَل ت‬ ْ ‫ب ِّمنَ ٱهَّلل ِ َو َرسُولِ ِهۦ َوإِن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُءوسُ أَ ْم ٰ َولِ ُك ْم اَل ت‬ ٍ ْ‫وا بِ َحر‬ w۟ ُ‫وا فَأْ َذن‬
۟ ُ‫فَإِن لَّ ْم تَ ْف َعل‬
2.      Larangan memakan riba, seperti dalam Surah Al-Baqarah: 275:
“orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya”
ْ ُ‫الَّ ِذينَ يَأْ ُكلُونَ ال ِّربَا الَ يَقُو ُمونَ إِالَّ َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيطَانُ ِمنَ ْال َمسِّ َذلِكَ بِأَنَّهُ ْم قَال‬
‫وا إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ بَا‬
wَ ِ‫َوأَ َح َّل هّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا فَ َمن َجاءهُ َموْ ِعظَةٌ ِّمن َّربِّ ِه فَانتَهَ َى فَلَهُ َما َسلَفَ َوأَ ْم ُرهُ إِلَى هّللا ِ َو َم ْن عَا َد فَأُوْ لَـئ‬
‫ك‬
َ‫ار هُ ْم فِيهَا خَالِ ُدون‬ ِ َّ‫أَصْ َحابُ الن‬
3.      Mengenai larangan minum khamar, dijelaskan dalam Surah Al-Maidah: 90:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.”
َ‫ان فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬ِ َ‫اب َواأْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيط‬ wُ ‫ص‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َواأْل َ ْن‬
4.      Larangan berzina, dijelaskan dalam Surah An-Nur: 2:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”
۟ ۟
ِ ‫ين ٱهَّلل ِ إِن ُكنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُونَ بِٱهَّلل‬ ِ ‫ بِ ِه َما َر ْأفَةٌ فِى ِد‬w‫ٱل َّزانِيَةُ َوٱل َّزانِى فَٱجْ لِدُوا ُك َّل ٰ َو ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ِمائَةَ َج ْل َد ٍة ۖ َواَل تَأْ ُخ ْذ ُكم‬
َ‫اخ ِر ۖ َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَٓائِفَةٌ ِّمنَ ْٱل ُم ْؤ ِمنِين‬ ِ ‫َو ْٱليَوْ ِم ٱلْ َء‬
5.      Larangan mecuri, Al-Qur’an menjelaskan dalam surah Al-Maidah: 38:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ ع‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ ِ ‫ق َوالس‬ wُ ‫َّار‬
ِ ‫َوالس‬
6.      Tentang hukum bunuh (qishash) atas pelaku pembunuhan sengaja dann
terencana, dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah: 178:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar
(diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa
yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.”
‫ى بِٱأْل ُنثَ ٰى فَ َم ْن ُعفِ َى لَ ۥهُ ِم ْن‬wٰ َ‫صاصُ فِى ْٱلقَ ْتلَى ْٱلحُرُّ بِ ْٱلحُرِّ َو ْٱل َع ْب ُد بِ ْٱل َع ْب ِد َوٱأْل ُنث‬ َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْٱلق‬ َ ِ‫وا ُكت‬۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
َ
ٌ‫يف ِّمن َّربِّ ُك ْم َو َرحْ َمةٌ فَ َم ِن ٱ ْعتَد َٰى بَ ْع َد ٰ َذلِكَ فَلَهۥُ َع َذاب‬ ٌ ِ‫ك ت َْخف‬ َ ِ‫ُوف َوأَدَٓا ٌء إِلَ ْي ِه بِإِحْ ٰ َس ٍن ٰ َذل‬
ِ ‫ر‬‫ع‬ْ ‫م‬ ْ
‫ٱل‬
َ ِ ‫ب‬ ٌ
‫ع‬ ۢ ‫ا‬َ ‫ب‬ ِّ‫أَ ِخي ِه َش ْى ٌء فَٱت‬
‫أَلِي ٌم‬
7.      Mengencai ancaman hukuman atas pelaku qazaf, yaitu menuduh orang lain
berzina tanpa saksi, Allah jelaskan dalam Surah An-Nur: 4:
“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan terhormat (berbuat
zina), kemudian itu tidak mengemukakan empat saksi, maka hendaklah mereka
didera delapan puluh kali dera an, dan janganlah diterima ke saksian dari mereka
selama lamanya. Itulah orang-orang fasik.”
‫م ثَ َمانِينَ َج ْل َدةً َواَل تَ ْقبَلُوا لَهُ ْم َشهَا َدةً أَبَدًا ۚ َوأُو ٰلَئِكَ هُ ُم‬wُْ‫ت ثُ َّم لَ ْم يَأْتُوا بِأَرْ بَ َع ِة ُشهَدَا َء فَاجْ لِدُوه‬ ِ ‫صنَا‬ َ ْ‫َوالَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ ْال ُمح‬
َ‫ْالفَا ِسقُون‬
8.      Tentang sanksi hukum bagi pelaku kejahatan perampokan, disebutkan dalam
Surah Al-Maidah: 33:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu
penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang
besar”
‫ أَوْ تُقَطَّ َع أَ ْي ِدي ِه ْم‬w‫ُصلَّبُوا‬
َ ‫ أَ ْن يُقَتَّلُوا أَوْ ي‬w‫ض فَ َسا ًدا‬ ِ ْ‫اربُونَ هَّللا َ َو َرسُولَهُ َويَ ْس َعوْ نَ فِي األر‬ ِ ‫إِنَّ َما َج َزا ُء الَّ ِذينَ ي َُح‬
ِ ‫اآلخ َر ِة َع َذابٌ ع‬
‫َظي ٌم‬ ِ ‫ي فِي ال ُّد ْنيَا َولَهُ ْم فِي‬ ٌ ‫ض َذلِكَ لَهُ ْم ِخ ْز‬ ِ ْ‫الف أَوْ يُ ْنفَوْ ا ِمنَ األر‬ ٍ ‫َوأَرْ ُجلُهُ ْم ِم ْن ِخ‬
9.      Kemudian tentang larangan melakukan kerusakan, terdapat dalam firman Allah
Al-Baqarah ayat: 205:
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah
tidak menyukai kebinasaan.”
‫ث َوٱلنَّس َْل َوٱهَّلل ُ اَل ي ُِحبُّ ْٱلفَ َسا َد‬ َ ْ‫ك ْٱل َحر‬ ِ ْ‫َوإِ َذا ت ََولَّ ٰى َس َع ٰى فِى ٱأْل َر‬
َ ِ‫ض لِيُ ْف ِس َد فِيهَا َويُ ْهل‬
10.  Tentang petunjuk untuk tetap bersikap adil meskipun dalam peperangan, Allah
berfirman dalam surah Al-Maidah ayat: 8:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
ُ‫م َشنَآنُ قَوْ ٍم َعلَ ٰى أَاَّل تَ ْع ِدلُوا ۚ ا ْع ِدلُوا هُ َو أَ ْق َرب‬wْ ‫ قَ َّوا ِمينَ هَّلِل ِ ُشهَدَا َء بِ ْالقِ ْس ِط ۖ َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك‬w‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكونُوا‬
َ‫لِلتَّ ْق َو ٰى ۖ َواتَّقُوا هَّللا َ ۚ إِ َّن هَّللا َ َخبِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُون‬
Masih banyak lagi hukum-hukum yang terkandung didalam Al-Qur’an dan
tidak kesemuanya dijelaskan atau diuraikan didalam makalah ini.
Dan dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ketentuan ketentuan hukum
dalam Al-Qur’an sebagai besarnya disampaikan dalam bentuk prinsip-prinsip
dasar, prinsip-prinsip umum dan bersifat global.[9]

F.     Pengertian Sunnah/Hadits

1.      Pengertian secara bahasa (etimologi)


Hadits secara bahasa adalah khabar, perkataan, atau sesuatu yang lampau.
Sedangkan secara istilah adalah perkaataan, perbuatan, diam dan persetujuan Nabi
Sholallaahu alaihi wassalam.
Sedangkan sunnah, berasal dari kata Bahasa Arab yang berarti "kebiasaan" atau
"biasa dilakukan" dapat pula diartikan "arus yang lancar dan mudah" serta pula
"jalur aliran langsung" dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan
cara rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan (tradisi) yang
dilaksanakan oleh rasulullah
Kata sunnah secara bahasa berarti “perilaku seseorang tertentu, baik perilaku
yang baik ataupun perilaku yang buruk”. Dalam pengertian inilah dipahami kata
sunnah dalam sebuah hadist Rasulullah yang artinya:
Dari al-munzir bin jarir, dari bapaknya, dari Nabi Muhammad SAW.
Bersabda:“barangsiapa yang melakukan perilaku (sunnah) yang baik dalam islam
ini, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang menirunya dan
sedikit pun tidak dikurangi, dan barangsiapa yang melakukan perilaku (sunnah)
yang buruk dalam islam, maka ia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang
menirunya dan sedikit pun tidak dikurangi” (HR.Muslim)
Dikalangan ulama ada yang membedakan Sunnah dengan Hadits karena dari
segi etimologi kedua kata itu memang berbeda. Kata hadits lebih banyak mengarah
pada ucapan-ucapan Nabi SAW, sedangkan kata Sunnah lebih mengarah pada
perbuatan dan tindakan Nabi SAW. Terlepas dari permasalahan tersebut
kebanyakan para ulama setuju menganggap keterkaitan antara dua kata tersebut
sebab, kata Sunnah dan Hadits hanya dan tetap untuk Rasulullah semata, tidak
ditujukan ke hamba Allah yang lainnya.
2.      Pengertian secara istilah (terminology)
Definisi, Sunnah dala arti syar’i , ialah apa yang bersumber dari Rasullullah.
Perkataan, atau perbuatan, atau ketetapannya. 
Pendapat lain mengatakan bahwa Menurut istilah Ushul-Fiqh, Sunnah
Rasulullah, seperti dikemukakan oleh Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, berarti “segala
perilaku Rasulullah yang berhubungan dengan hukum, baik berupa ucapan
(Sunnahqauliyah), perbuatan (Sunnah fii’liyah), atau pengakuan
(Sunnah taqririyah).

G.    Kehujahan Sunnah/Hadits sebagai landasan hukum Islam

Sebagian besar ulama sepakat mengatakan bahwa Sunnah Rasulullah dengan


beberapa jenisnya (qauliyah, fi’liyah, dan taqririyah) merupakan sumber hokum
Islam yang kedua dibawah Al-Qur’an. Ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang
menunjukkan kehujahan Sunnah, antara lain sebagai berikut :
1.      Al- Qur’an surah Ali Imran (3) ayat 31 :
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
ِ ‫م َوهّللا ُ َغفُو ٌر ر‬wْ ‫م هّللا ُ َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك‬wُ ‫قُلْ إِن ُكنتُ ْم تُ ِحبُّونَ هّللا َ فَاتَّبِعُونِي يُحْ بِ ْب ُك‬
‫َّحي ٌم‬
2.      Al-Qur’an surah Al-ahzab (33) ayat 21:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.”
‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل الَّ ِه أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو الَّهَ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر الَّهَ َكثِيرًا‬
3.      Al-Qur’an surah Al-Hasyr (59) ayat 7:
“apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-
orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orang-
orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberika Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumnya”
‫يل َك ْى اَل‬ ِ ِ‫ين َوٱب ِْن ٱل َّسب‬ ِ ‫َّمٓا أَفَٓا َء ٱهَّلل ُ َعلَ ٰى َرسُولِِۦه ِم ْن أَ ْه ِل ْٱلقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرسُو ِل َولِ ِذى ْٱلقُرْ بَ ٰى َو ْٱليَ ٰتَ َم ٰى َو ْٱل َم ٰ َس ِك‬
۟ ُ‫ُوا َوٱتَّق‬
ِ ‫وا ٱهَّلل َ إِ َّن ٱهَّلل َ َش ِدي ُد ْٱل ِعقَا‬
‫ب‬ ۟ ‫يَ ُكونَ دُولَ ۢةً بَ ْينَ ٱأْل َ ْغنِيَٓا ِء ِمن ُك ْم َومٓا َءات َٰى ُك ُم ٱل َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َوما نَهَ ٰى ُك ْم َع ْنهُ فَٱنتَه‬
َ َ

I. Hubungan Sunnah/Hadits dengan hukum didalam Al-Qur’an

Secara umum fungsi Sunnah adalah sebagai (bayan) penjelas


atau tabyiin(menjelaskan ayat-ayat hokum dalam Al-Qur’an) seperti yang
ditunjukkan oleh surah Al-Nahl ayat 44 :
َ‫اس َما نُ ّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلّهُ ْم يَتَفَ ّكرُون‬ ّ ‫ك‬
ِ ّ‫الذ ْك َر لِتُبَيّنَ لِلن‬ َ ‫ إِلَ ْي‬w‫ت َوال ّزب ُِر َوأَ ْن َز ْلنَا‬
ِ ‫بِ ْالبَيّنَا‬
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab, dan Kami turunkan
kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”
Dapat dikatakan juga fungsi Sunnah terhadap Al-Qur’an memang kiranya
sebagai bayan, dan dalam buku karya Suyatno yang berjudul “dasar-dasar ilmu
fiqh dan ushul fiqh” dikatakan sebagai berikut :
1.      Bayan ta’kid yakni, Sunnah menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang
tersebut didalam Al-Qur’an. Sunnah hanya mengulang apa yang telah dinyatakan
didalam Al-Qur’an
2.      Bayan Tafsir yakni, Sunnah sebagai penjelas terhadap hukum-hukum dalam Al-
Qur’an
3.      Bayan tasyri’ yakni, Sunnah menetapkan Hukum yang belum ditetapkan
didalam Al-Qur’an
Senada dengan hal tersebut, menurut Satria Efendi dalam bukunya “Ushul
fiqh” menjelaskan bahwa ada beberapa bentuk fungsi Sunnah terhadap Al-Quran :
1.      Menjelaskan isi Al-Qur’an, antara lain dengan merinci ayat-ayat
global.misalnya hadits fi’liyah (dalam bentuk perbuatan). Sepertihalnya kewajiban
sholat yang dijelaskan bentuknya dalam hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairah,
dan juga masalah haji yang dijelaskan oleh hadits riwayat Muslim dan Jabir.
2.      Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas suatu kewajiban yang
disebutkan pokok-pokoknya didalam Al-Qur’an.  Misalnya masalah li’an, bila
mana seorang suami menuduh istrinya berzina tetap tidak mampu mengajukan
empat orang saksi padahal istrinya itu tidak mengakuinya, maka jalan keluarnya
adalah dengan cara li’an (seumpah empat kali dari pihak laki-laki bahwa
tuduhannya adalah benar pada kali kelima ia berkata : “la’nat / kutukan Allah atas
ku jika aku termasuk kedalam orang-orang yang berdusta. Setelah itu istri pula
mengadakan lima kali sumpah membantah tuduhan tersebut sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah surah An-Nur ayat 6-9 :
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah
empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk
orang-orang yang benar (6), Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la`nat Allah
atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta (7), Isterinya itu
dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah
sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta (8),
dan (sumpah) yang kelima: bahwa la`nat Allah atasnya jika suaminya itu
termasuk orang-orang yang benar (9).”
ٍ ‫م َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ْم ُشهَدَا ُء إِاَّل أَ ْنفُ ُسهُ ْم فَ َشهَا َدةُ أَ َح ِد ِه ْم أَرْ بَ ُع َشهَادَا‬wُْ‫َوالَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ أَ ْز َوا َجه‬
(6).  َ‫ت بِاهَّلل ِ ۙإِنَّهُ لَ ِمن‬
َ‫الصَّا ِدقِين‬
(7).  َ‫َو ْالخَا ِم َسةُ أ َّن لَ ْعنَتَ ِ َعلَ ْي ِه إِ ْن َكانَ ِمنَ ال َكا ِذبِين‬
ْ ‫هَّللا‬ َ
(8).  َ‫ت بِاهَّلل ِ ۙإِنَّهُ لَ ِمنَ ْال َكا ِذبِين‬ ٍ ‫اب أَ ْن تَ ْشهَ َد أَرْ بَ َع َشهَادَا‬ َ ‫َويَ ْد َرأُ َع ْنهَا ْال َع َذ‬
(9).  َ‫ب هَّللا ِ َعلَ ْيهَا إِ ْن َكانَ ِمنَ الصَّا ِدقِين‬ َ ‫َو ْالخَا ِم َسةَ أَ َّن غ‬
َ ‫َض‬
 Sehingga dengan li’an yang dilakukannya, suami lepas dari hokum qazaf (delapan
puluh kali dera atas orang yang menuduh orang lain berzina tanpa saksi) dan istri
itu pun terbebas dari tuduhan zina, namun surah itu tak menjelaskan hubungan
mereka masih lanjut atau terputus. Sunnah Rasulullah menjelaskan hal itu yaitu
bahwa diantara keduanya dipisahlan untuk selama-lamanya (HR. Ahmad dan Abu
Daud).
3.      Menetapkan hukum yang belum disinggung dalam Al-Qur’an. Contohnya, hadits
riwayat Al-Nasa’I dari abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda mengenai
keharaman memakan binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang
mempunyai cakar sebagaimana disebut dalam hadits
“dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW. Bersabda semua jenis binatang buruan yang
mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar, maka hokum memakannya
adalah haram”. (HR, an-Nasa’i).
Namun perihal ini ada juga yang berpendapat bahwa sebenarnya As-Sunnah
tidaklah menetapkan hukum yang berdiri sendiri, sebab apabila ada As-Sunnah
bertentangan dengan Al-Qur’an maka As-Sunnah tersebut harus ditolak. dengan
demikian apapun ketentuan As-Sunnah tetap tidak berdiri sendiri tetapi tetap
bersandar pada Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Al qur’an dan hadits adalah dua sumber hukum islam yang utama, menjadi
rujukan setiap permasalahaan yang terjadi, kalaupun ada hukum yang belum ada di
dalam al qur’an dan sunnah kemudian mengharuskan ijma’ dan qiyas, maka
ijma’dan qiyas itu harus mengikuti kaidah yang di tetapkan di dalam al qur’an dan
sunnah.
Al qur’an dan sunnah juga menjadi rujukan ketika terjadi permasalahan di
kalangan masyarakat atau permasalahan yang terjadi di dalam agama. Maka dari
itu al qur’an dan sunnah adalah sumber rujukan utama dan terutama hukum islam.

Memang dilihat dari sifat Al-Qur’an jika dijadikan sebagai landasan Hukum
Islam masih bersifat global dan umum, maka setelah Al-Qur’an ada Sunnah
sebagai penjelas dari hukum-hukum yang tercantum didalam Al-Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai