“Acne Vulgaris”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 (KELAS B)
PRODI S1-KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Kuasa, karena atas limpahan rahmat
serta karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan asuhan keparawatan ini yang
membahas materi “Acne Vulgaris” dengan tepat pada waktu yang ditentukan.
Makalah ini bertujuan untuk membina dan mengembangkan potensi mahasiswa
dibidang kesehatan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III. Selama penyusunan makalah ini, kami mendapat pengetahuan
beserta wawasan mengani materi.
Untuk itu, ucapan terimakasih tak lupa kami sampaikan kepada dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III di Universitas Negeri Gorontalo
yang dalam hal ini telah memberi pengetahuan dalam bentuk materi maupun
pemikiran sehingga dalam penyusunan asuhan keperawatan ini berjalan dengan
lancar. Semoga asuhan keperawatan ini dapat bermafaat bagi semua pihak
khususnya bagi teman-teman para pembaca dan penyusunan asuhan keperawatan
ini.
Penyusun
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Etiologi
Acne Vulgaris belum diketahui secara pasti. Secara garis besar terdapat
empat faktor yang berperan dalam patogenesis Acne Vulgaris yaitu ( Afriyanti,
2015) :
1. Peningkatan produksi Sebum
Acne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu
kelenjar sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak dari
sebelumnya. Terdapat korelasi antara keparahan acne dengan produksi
sebum. Pertumbuhan kelenjar sebasea dan produksi sebum berada di
bawah pengaruh hormon androgen. Pada penderita acne terdapat
peningkatan konversi hormon androgen yang normal beredar dalam
darah (testoteron) ke bentuk metabolit yang lebih aktif (5>alfa
dehidrotestoteron).
Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya
menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum. Meningkatnya produksi
sebum pada penderita acne disebabkan oleh respon organ akhir yang
berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap
kadar normal androgen dalam darah, sehingga terjadi peningkatan unsur
komedogenik dan inflamatogenik sebagai penyebab terjadinya acne.
Terbukti bahwa pada kebanyakan penderita, lesi acne hanya ditemukan
di beberapa tempat yang kaya akan kelenjar sebasea.
2. Keratinisasi folikel
Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan olah adanya
penumpukan korneosit dalam saluran pilosebasea. Hal ini dapat
disebabkan oleh bertambahnya produksi korneosit pada saluran
pilosebasea, pelepasan korneosit yang tidak adekuat, atau dari kombinasi
kedua faktor. Bertambahnya produksi korneosit dari sel keratinosit
merupakan salah satu sifat komedo. Terdapat hubungan terbalik antara
sekresi sebum dan konsentrasi asam linoleik dalam sebum.
f. Iklim
Cuaca yang panas dan lembab dapat memperparah acne. Hidrasi
pada stratum koreneum epidermis dapat merangsang terjadinya acne dan
pajanan sinar matahari yang berlebihan dapat memperburuk acne.
g. Lingkungan
Acne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah
industri dan pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan.
h. Stres
Acne dapat kambuh atau bertambah buruk pada penderita stres
emosional.
Mekanisme yang tepat dari proses acne tidak sepenuhnya
dipahami, namun lebih sering disebabkan oleh sebum berlebih,
hiperkeratinisasi folikel, stres oksidatif dan peradangan. Selain itu
androgen, mikroba dan pengaruh pathogenetic juga bekerja dalam proses
terjadinya acne (Burch, 2018).
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi acne yang paling ‘tua’ adalah klasifikasi oleh Pillsburry
pada tahun 1956, yang mengelompokkan acne menjadi 4 skala berdasarkan
perkiraan jumlah dan tipe lesi, serta luas keterlibatan kulit. (Nelson 2015)
1. Acne komedonal
a. Grade 1: Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah
b. Grade 2 : 10-25 komedo pada tiap sisi wajah
c. Grade 3 : 25-50 komedo pada tiap sisi wajah
d. Grade 4 : Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah
2. Acne papulopustul
a. Grade 1 : Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah
b. Grade 2 : 10-20 lesi pada tiap sisi wajah
c. Grade 3 : 20-30 lesi pada tiap sisi wajah
d. Grade 4 : Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah
2.5 Patofisiologi
Hiperproliferasi epidermal folikular adalah kejadian yang pertama
sekali dikenal dalam perkembangan akne vulgaris. Penyebab pasti yang
mendasari hiperproliferasi ini tidak diketahui. Saat ini, ada 3 buah hipotesis
yang telah diajukan untuk menjelaskan mengapa epitelium folikular bersifat
hiperproliferatif pada individu dengan akne vulgaris. Pertama, hormon
androgen, yang telah dikenal sebagai pencetus awal. Komedo, lesi klinis yang
menyebabkan pembentukan sumbatan pada muara folikular, mulai timbul
disekitar usia pubertas pada orangorang dengan akne vulgaris. Derajat akne
vulgaris komedonal pada usia prapubertas berhubungan dengan kadar hormon
androgen adrenal yaitu dehydroepiandrosterone sulphate (DHEA-S). Apalagi,
reseptor hormon androgen ditemukan pada folikel-folikel dimana komedo
berasal.
Selain itu individu dengan malfungsi reseptor androgen ternyata tidak
akan mengalami akne vulgaris. Kedua, perubahan komposisi lipid, yang telah
diketahui berperan dalam perkembangan akne. Pada pasien akne biasanya
mempunyai produksi sebum yang berlebihan dan kulit yang berminyak.
Produksi sebum yang berlebihan ini dapat melarutkan lipid epidermal normal
dan menyebabkan suatu perubahan dalam konsentrasi relatif dari berbagai
lipid. Berkurangnya konsentrasi asam linoleat ditemukan pada individu
dengan lesi akne vulgaris, dan menariknya, keadaan ini akan normal kembali
setelah pengobatan yang berhasil dengan menggunakan isotretinoin.
Penurunan relatif asam linoleat dapat mengaktifkan pembentukan komedo.
Inflamasi adalah faktor hipotesis ketiga yang terlibat dalam pembentukan
komedo. Interleukin-1α adalah suatu sitokin proinflamasi yang telah
digunakan pada suatu model jaringan untuk menginduksi hiperproliferasi
epidermal folikular dan pembentukan akne vulgaris. Walaupun inflamasi
tidak terlihat baik secara klinis maupun mikroskopis pada lesi awal akne
vulgaris, ia tetap memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan
akne vulgaris dan komedo.
Peningkatan produksi sebum adalah faktor kunci yang berperan dalam
pembentukan akne vulgaris. Produksi dan ekskresi sebum diatur oleh
sejumlah hormon dan mediator yang berbeda. Hormon androgen khususnya,
meningkatkan pembentukan dan pelepasan sebum. Kebanyakan pria dan
wanita dengan akne vulgaris memiliki kadar hormon androgen yang
bersirkulasi dalam jumlah yang normal. 3 P. acnes merupakan suatu
organisme mikroaerofilik yang ditemukan pada banyak lesi akne vulgaris.
Walaupun tidak ditemukan pada lesi yang paling awal dari akne vulgaris, P.
acnes ini hampir pasti dapat ditemukan pada lesi-lesi yang lanjut. Adanya P.
acnes akan meningkatan proses inflamasi melalui sejumlah mekanisme. P.
acnes menstimulasi inflamasi melalui produksi mediator-mediator
proinflamasi yang berdifusi melalui dinding folikel. Penelitian terkini
menunjukkan bahwa P. acnes mengaktifkan toll-like receptor-2 pada monosit
dan neutrofil. Aktivasi toll-like receptor-2 ini kemudian akan memicu
produksi sitokin proinflamasi yang multipel, seperti IL-12, IL-8, dan TNF.
Hipersensitivitas terhadap P. acnes dapat juga menjelaskan mengapa beberapa
individu mengalami akne vulgaris inflamasi sedangkan yang lain tidak.
Inflamasi mungkin merupakan suatu fenomena primer atau sekunder.
Kebanyakan bukti sampai saat ini menyatakan bahwa akne vulgaris
merupakan suatu respons inflamasi sekunder terhadap P. acnes. Meskipun
demikian, ekspresi IL-1α telah diidentifikasi dalam mikrokomedo dan dapat
berperan dalam pembentukan akne vulgaris. Faktor-faktor lain yang berperan
pada patogenesis akne adalah usia, ras, familial, makanan, cuaca / musim,
stres psikologis yang dapat secara tidak langsung memicu peningkatan proses
patogenesis tersebut (Fransisca,2015)
2.6 Komplikasi
Semua tipe akne berpotensi meninggalkan sekuel. Hampir semua lesi
acne akan meninggalkan makula eritema yang bersifat sementara setelah lesi
sembuh. Pada warna kulit yang lebih gelap, hiperpigmentasi post inflamasi
dapat bertahan berbulan- bulan setelah lesi acne sembuh. Acne juga dapat
menyebabkan terjadinya scar pada beberapa individu. 10 Selain itu, adanya
acne juga menyebabkan dampak psikologis. Dikatakan 30–50% penderita
acne mengalami gangguan psikiatrik karena adanya akne (Nelson 2015)
2.7 Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Agen topikal
1) Sulfur / Sodium Sulfacetamide / resorcinol.
2) Asam salisilat
3) Benzoil peroksida
4) Antibiotik topical
5) Retinoid
b. Terapi sistemik
1) Tetrasiklin
2) Macrolides
3) Trimethoprim-sulfamethoxazole
4) Cephalexin
5) Clindamycin dan Dapsone
c. Hormonal Terapi
1) Oral Contraceptives
2) Glucocorticoids
3) Gonadotropin-Releasing Hormone Agonists.
4) Antiandrogens
5) Isotretinoin
2. Non Farmakologi
a. Mencuci muka dua kali sehari dengan cara yang lembut diikuti dengan
pemberian terapi pengobatan jerawat
b. Diet
(Kokandi, 2017)
2.8 Prognosis
Jerawat(acne vulgaris) dapat menyebabkan jaringan parut permanen
yang sulit untuk di perbaiki. Selain itu, jerawat dapat menyebabkan efek yang
lama dan merugikan terkait dengan psikososisal dan fisik terkait dengan
adanya depresi dan kecemasan,terlepas dari tingkat keparahan
penyakit,meskipun efek psikologis biasanya membaik seiring dengan
pengobatan.( Andy 2015)
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a) Anamnesis
a. Nama : (tidak dapat dikaji)
b. Umur : (tidak dapat dikaji)
c. Jenis kelamin : (tidak dapat dikaji)
d. Agama : (tidak dapat dikaji)
e. Suku dan kebangsaan : (tidak dapat dikaji)
f. Pendidikan : (tidak dapat dikaji)
g. Pekerjaan : (tidak dapat dikaji)
h. Alamat : (tidak dapat dikaji)
i. Nomor register : (tidak dapat dikaji)
j. Tanggal masuk rumah sakit : (tidak dapat dikaji)
k. Diagnosa medis : Acne Vulgaris
1) Keluhan utama
Pada pasien acne vulgaris mengeluh bintil merah pada wajah atau
punggung yang disertai gejala lokal seperti rasa nyeri dan
kemerahan.
2) Riwayat kesehatan sekarang:
Dilihat apakah acne yang terjadi pada pasien menyebar di seluruh
permukaan wajah atau di daerah yang lain juga. Selain itu kaji
tekstur, kelembaban lesi, perubahan warna, mobilitas, suhu, turgor,
edema, serta kebersihannya.
3) Riwayat kesahatan masa lalu:
Apakah klien pernah berjerawat sebelumnya, dan tanyakan pula
jerawat apa yang dulu pernah dialami.
4) Riwayat kesehatan keluarga:
Orangtua ; ayah/ibu ataupun keduanya menderita acne, dan
kemungkinan besar terdapat pada klien.
Sirkulasi - -
c) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur lesi kulit untuk me-rule out gram-negative folliculitis
dilakukan jika pasien tidak merespon pengobatan atau perbaikan
tidak dapat dipertahankan.
2) Mengukur kadar hormon DHEA-S untuk menentukan fungsi
adrenal, testosteron dan free testosteron untuk aktivitas ovarium,
luteinizing hormone/follicle stimulating hormone (LH/FSH) untuk
aktivitas polycistic ovarian syndrome (PCOS) dan prolaktin untuk
mengidentifikasi suatu gangguan hipofisis yang mungkin terjadi.
3.2 Diagnosis Keperawatan
1. Ganguan integritas kulit berhubungan dengan cedera jaringan dibuktikan
dengan timbulnya papula, pustule, nodul dan kista
2. Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamasi dibuktikan dengan
kontraksi otot polos yang menyebabkan nyeri
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan timbulnya acne dalam jumlah
yang banyak dibuktikan dengan meninggalkan bekas
4. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya papula dibuktikan dengan
adanya pus (nanah)
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan
dibuktikan dengan kurang menjaga hygiene dan pola hidup
3.3 Intervensi keperawatan
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Acne vulgaris adalah keadaan inflamasi pada kelenjar sebasea dengan area
predileksi pada wajah, bahu, dada dan punggung Akne dapat disebabkan oleh
berbagai macam faktor. Salah satunya adalah penggunaan kosmetik, khususnya di
kalangan wanita. (Yenni 2015)
4.2 Saran
Diharapakan agar para pembaca atau penulis dapat lebih memahami apa
itu acne vulgaris serta cara penanganan yang baik untuk pencegahan penyakit
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Albuquerque (2018). Could Adult Female Acne Be Associted With Modern Life.
Arch Dermatol, 306(8):683-688
Andy. Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Santo Thomas 1 Medan terhadap
Jerawat. [diakses 3 okt 2015]. dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/14281/1/09E02906.pdf
Burch (2018). Acne and Acneiform eruptions. Dalam: Fitzpatrick J & Morelli J.
Dermatology Secrets Plus. Ed. Ke-4. Singapore: Elsevier Inc.
Kokandi A (2017). Evaluation of acne quality of life and clinical severity in acne
female adults. Dermatol Res Practisce., 4: 1-4