Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

Konsep dan Asuhan Keperawatan Neuroma Akustik


Tujuan: Menjelaskan Tentang Konsep dan Neuroma Akustik

Pembimbing:
Zuliani, S.Kep.Ns

Oleh:
1. Aqidatul Izza A (7316001)
2. Livia Arumdani (7316029)
3. Sindi Dwi Pratita (7316016)
4. Farindatul Hasanah (7316035)
5. Ria Intan Sari (7316017)
6. Rizka (7316008)
7. M. Ridho (7316022)
8. Jamaluddin Arya Dela (7316042)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIPDU JOMBANG
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Segenap puji syukur kepada Allah karena atas rahmat dan karunianya,
perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian makalah ini yang berjudul “Konsep
dan Asuhan Keperawatan Neuroma Akustik” dapat terselesaikan dengan
lancar dan sukses.
Kesuksesan ini diperoleh karena dukungan banyak pihak. Oleh karena itu
terima kasih banyak kepada:
1. Bapak Prof. Dr.H. Ahmad zahro,MA. selaku Rektor Universitas
Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum
2. Zuliani, S.Kep.Ns selaku Dosen Universitas Pesantren TinggiDarul Ulum
Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Dan sungguh tiada manusia yang sempurna dimuka bumi ini dan kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya
dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami
untuk lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Akhirnya semoga amal baik yang telah diberikan mendapat balasan yang baik
dari Allah SWT dan semoga bermanfaat bagi kalangan umum.

Jombang, 25 Oktober 2018

Penyusun

ii
Daftar Isi

Halaman Judul..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PEDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Umum................................................................................................ 2
1.4 Tujuan khusus................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
2.1 Definisi .......................................................................................................... 4
2.2 Anatomi dan Fisiologi Telinga ...................................................................... 5
2.2.1 Anatomi Telinga ..................................................................................... 5
2.3 Epidemiologi ................................................................................................. 8
2.4 Etiologi .......................................................................................................... 9
2.5 Gejala Klinis ................................................................................................ 10
2.6 Patofisiologi................................................................................................. 11
2.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 13
2.8 Komplikasi .................................................................................................. 13
2.9 Penatalaksanaan ........................................................................................... 14
2.10 Patway ....................................................................................................... 15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................. 17
3.1 PENGKAJIAN ............................................................................................ 17
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN ................................................................. 20
3.3 NOC dan NIC .............................................................................................. 20
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 25
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 25
4.2 Saran ............................................................................................................ 25
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 26

iii
BAB I
PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neuroma akustik adalah tumor jinak intrakanial dan ekstraaksial
yang tumbuh dengan lambat, biasanya berasal dari bagian saraf
keseimbangan (vestibular) dari nervus kedelapan (Kondziolka et al., 2012).
Neuroma akustik adalah tumor jinak dari nervus kranialis kedelapan yang
ditemukan di cerebellopontine angle dan di kanalis auditoris interna (Shin,
2000).
Prevalensi penderita neuroma akustik adalah 1:100.000 (Shin, 2000).
Akan tetapi, angka kejadian neuroma akustik semakin bertambah,
kemungkinan oleh karena tumor yang tidak sengaja ditemukan dari
penggunaan magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography
(CT). Analisa retrospective dari 46.000 MRI menemukan setidaknya 8
tumor neuroma akustik (0,02%). Umur rata-rata dari penderta neuroma
akustik adalah 50 tahun Menurut Tew & McMahon, neuroma akustik lebih
banyak menyerang wanita daripada pria, dan pasien biasanya terdiganosis
pada umur 30-60 tahun. Neuroma akustik pada umumnya diderita oleh
orang dewasa, di Denmark terjadi peningkatan angka kejadian dari 7,8
menjadi 12,4 kasus per satu juta kasus tumor otak pada tahun 1976 sampai
1995,(Faraji, 2011). Dalam penelitan (Stefan Lon, Dkk.2004) studi kasus-
kontrol berbasis populasi mengidentifikasi semua kasus usia 20 hingga 69
tahun yang didiagnosis dengan neuroma akustik selama 1999 hingga 2002
di bagian-bagian tertentu Swedia. Kontrol dipilih secara acak dari basis
studi, dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan daerah
pemukiman. Informasi lengkap tentang penggunaan ponsel dan paparan
lingkungan lainnya dikumpulkan dari 148 (93%) kasus dan 604 (72%)
kontrol. Hasil: Rasio odds keseluruhan untuk neuroma akustik yang terkait
dengan penggunaan ponsel biasa adalah 1,0 (95% interval kepercayaan =
0,6-1,5). Sepuluh tahun setelah dimulainya penggunaan telepon seluler,
perkiraan risiko relatif meningkat menjadi 1,9 (0,9-4,1); ketika membatasi
ke tumor di sisi kepala yang sama seperti telepon biasanya digunakan, risiko
relatif adalah 3,9 (1,6-9,5)

1
Penyebab dari neuroma akustik tidak diketahui, tidak ada faktor
lingkungan (penggunaan telepon genggam atau diet) yang terbukti secara
ilmiah dapat menyebabkan tumor ini. Neuroma akustik dapat terjadi secara
sporadis sebagai penyakit yang diturunkan yang disebut neurofibromatosis
tipe 2 (NF2) (ludman,Harold,2012)
Menurut penelitian (Perisson O. Dkk.2017). Pasien dengan VS
(schwannoma vestibular) unilateral yang diterapi dengan radiosurgery
dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan radioterapi stereotaktik
fraksion, Tidak ada uji coba terkontrol secara acak (RCT) yang
diidentifikasi. Tak satu pun dari studi terkontrol yang diidentifikasi
membandingkan SRS dengan FSRT yang memenuhi syarat sesuai dengan
kriteria inklusi. Sembilan belas seri kasus pada SRS (n = 17) dan FSRT (n =
2) dimasukkan dalam tinjauan sistematis. Hilangnya kontrol tumor yang
memerlukan intervensi VS-target baru ditemukan pada rata-rata 5,0% pasien
yang diobati dengan SRS dan 4,8% diobati dengan FSRT. Rasio deteriorasi
rata-rata untuk pasien dengan pendengaran yang dapat diservis sebelum
pengobatan adalah 49% untuk SRS dan 45% untuk FSRT, masing-masing.
Risiko untuk kerusakan saraf wajah adalah 3,6% untuk SRS dan 11,2%
untuk FSRT dan untuk deteriorasi trigeminal saraf 6,0% untuk SRS dan
8,4% untuk FSRT. Karena hasil ini diperoleh dari seri kasus, meta analisis
reguler tidak dicoba.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah konsep teori dan Konsep Askep dengan penyakit
Neuroma Akustik?

1.3 Tujuan Umum


Dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara nyata
dalam merawat pasien dengan penyakit Neuroma Akustik.

1.4 Tujuan khusus


Tujuan khusus dari makalah ini adalah:

2
1. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan
penyakit Neuroma Akustik.
2. Mampu mendentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien
penyakit Neuroma Akustik.
3. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien sirosis
hepatis
4. Mampu melaksanakan keperawatan pada klien dengan penyakit
Neuroma Akustik.
5. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang dilakukan
6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan
penyakit Neuroma Akustik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Neuroma akustik adalah tumor jinak dari nervus kranial kedelapan
yang ditemukan di kanalis auditoris interna dan di cerebellopontine angle
(CPA) (Shin, 2000).
Neuroma akustik adalah tumor jinak intrakanial dan ekstraaksial yang
tumbuh dengan lambat, biasanya berasal dari bagian saraf keseimbangan
(vestibular) dari nervus kedelapan (ludman Harold,et al., 2011).
Neuroma akustik adalah tumor non-ganas jaringan fibrosa yang
berasal dari saraf keseimbangan (vestibular) atau pendengaran (koklea) yang
tidak menyebar (metastasis) ke bagian lain dari tubuh (Antonelli &
O’Malley, 2011).
Neuroma akustik adalah tumor jinak tumbuh lambat pada saraf cranial
VIII, biasanya tumbuh dari sel schwan pada bagian ventribuler saraf ini.
(Brunner & Suddart dkk, 2002).

4
2.2 Anatomi dan Fisiologi Telinga

2.2.1 Anatomi Telinga


a) Telinga Luar

Gambar 2.1 Irisan koronal v


Pada bagian telinga kanan. (Brödel.) 1, meatus akustikus eksterus,
bagian tulang rawan; 2, fossa media; 3, attic; 4, maleus; 5, inkus; 6, kanalis
semisirkularis lateralis; 7, posisi kanalis semisirkularis posterior; 8, kanalis
semisirkularis superior; 9, vestibulum; 10, nervus fasialis; 11, nervus
vestibular; 12, nervus koklea; 13, koklea; 14, tuba eustachius; 15, stapes;
16, arteri karotis internal; 17, meatus akustikus eksterna bagian tulang; 18,
tulang rawan.
Bagian pertama yang tampak pada telinga luar adalah daun telinga
atau aurikula. Aurikula adalah tulang rawan elastis yang ditutupi oleh kulit
kecuali pada bagian lobulus yang merupakan jaringan lemak areolar murni.
Bagian kedua pada telinga luar adalah meatus akustikus eksterna (MAE).
MAE pada orang dewasa memiliki panjang 2,5 cm, sepertiga luar dari MAE
terdiri dari tulang rawan sedangkan duapertiga dalam terdiri dari tulang,
hanya bagian sepertiga luar yang memiliki kelenjar dan folikel rambut.
Bagian ketiga dari telinga luar adalahmembran timpani. Membran timpani
adalah membran yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah,
mempunyai diameter kira-kira 1 cm. Pada membran timpani yang sehat,
pada bagian pars tensa akan menunjukkan reflek cahaya kecuali jika ada
radang. Suplai darah untuk telinga luar berasal dari arteri temporal
superfisial dan arteri post-aurikular (Flood, 2015).
b) Telinga Tengah

5
Telinga telinga adalah ruang yang berbentuk bikonkav tidak teratur
yang berkembang sejak lahir sampai dewasa. Isi dari telinga telinga tengah
adalah udara, osikula, tendon stapedius dan tensor timpani. Telinga tengah
berhubungan dengan nasofaring melalui tuba eustachius dengan pembukaan
auditus. Telinga tengah atau juga bisa disebut sebagai kavum timpani
terbagi menjadi 4 bagian, yaitu eitimpani, mesotimpani, protimpani, dan
hipotimpani.

Gambar 2.2 Osikula


Osikula terdiri dari tulang kecil yaitu malleus, inkus dan stapes.
Ketiga tulang ini terhubung satu sama lain oleh sendi sinovial. Tuba
eustachius berukuran kira-kira 17 mm saat lahir dan 36 mm saat dewasa.
Dalam keadaan isitirahat, hubungan antara tuba dan nasofaring menutup,
dan membuka saat menguap dan menelan .(Soepardi,2007)
c) Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis, dan
koklea. Vestibulum berbentuk oval berukuran 5 mm x 3 mm membentuk
bagian tengah labirin tulang. Di dalam vestibulum terdapat sakula, duktus
koklearis, dan utrikula. Bagian bawah dari vestibulum memiliki 5 lubang
yang berhubungan dengan kanalis semisirkularis. Pada dinding bagian
lateral, terdapat oval window, dan dinding bagian tengah berhubungan
dengan meatus akustikus internus (Soepardi,2007)
Terdapat 3 kanalis semisirkularis, yaitu kanalis semisirkularis lateral,
superior, dan posterior. Berukuran sekitar 0,8 mm dan masing-masing
memiliki pangkal yang disebut ampula (Tuli et al., 2013).

6
Gambar 2. 3 (A) Left bony labyrinth. (B) Left membranous
labyrinth. (C) Cut section of bony labyrinth
Koklea berbentuk seperti cangkang siput berukuran 35 mm x 5 mm.
Apex koklea menghadap bagian anterosuperior dari dinding medial rongga
telinga tengah dan dasarannya menuju ke fundus dari meatus akustikus
internus. Tulang lamina spiralis membagi koklea menjadi skala vestibuli
dan skala timpani, kedua skala ini berhubungan satu sama lain melalui
helichotrema di apex koklea (Tuli et al., 2013).

Gambar 2.4 Skala media dengan organ cortii. 1, tulang spiral lamina;
2, ganglion spiral; 3, spiral limbus; 4, bibir vestibular dari limbus spiral; 5,
sulkus bagian dalam; 6, membran tectorial; 7, membran Reissner’s; 8, stria
vaskularis; 9, ruang Nuel; 10, sel-sel Hensen; 11, sulkus bagian luar; 12, sel-
sel Claudius; 13, ligamen spiral; 14, membran basilar; 15, sel-sel rambut
luar; 16, pilar luar terowongan Corti; 17, serabut saraf; 18, terowongan
Corti; 19, sel-sel rambut bagian dalam; 20, lip timpani dari limbus spiral

7
Nervus VIII terbagi menjadi 2 yaitu bagian nervus koklearis anterior
dan nervus vestibularis posterior di dalam meatus akustikus internus.
Nervus koklearis terbagi menjadi banyak filamen yang akan berakhir pada
sel rambut dalam (95%) dan sel rambut luar (5%). Nervus vestibularis
mensarafi makula, utrikula dan ampula kanalis semisirkularis (Tuli et al.,
2013).

Sebuah sinyal suara di lingkungan dikumpulkan oleh pinna (aurikula),


melewati meatus akustikus eksterna (MAE) dan menggetarkan membran
timpani. Getaran dari membran timpani ditransmisikan tulang pendengaran
(stapes), stapes melalui rantai ossicles digabungkan dengan membran
timpani. Gerakan ossikula ini menyebabkan perubahan tekanan dalam
cairan labirin, yang menggerakkan membran basilar. Hal ini merangsang
sel-sel rambut organ corti. Sel-sel rambut ini yang bertindak sebagai
transduser dan mengubah energi mekanik menjadi impuls listrik, yang akan
diteruskan ke sepanjang saraf pendengaran (Dhingra et al., 2014).

2.3 Epidemiologi
Menurut Iranian Journal of Otorhinolaringology prevalensi penderita
neuroma akustik adalah 1:100.000 orang pertahun. Akan tetapi, angka
kejadian neuroma akustik tampaknya akan semakin bertambah,
kemungkinan oleh karena penggunaan magnetic resonance imaging (MRI)
dan computed tomography (CT) yang secara tidak sengaja menemukan
tumor neuroma akustik. Analisa retrospective dari 46.000 MRI menemukan
setidaknya 8 tumor neuroma akustik (0,02%). Umur rata-rata dari penderita
adalah 50 tahun (Faraji, 2011).
Tew & McMahon menerangkan, neuroma akustik lebih banyak
menyerang wanita daripada pria, dan pasien biasanya terdiagnosis pada

8
umur 30-60 tahun. Neuroma akustik pada umumnya diderita oleh orang
dewasa, di Denmark terjadi peningkatan angka kejadian dari 7,8 menjadi
12,4 kasus per satu juta kasus tumor otak pada tahun 1976 sampai 1995.
Menurut International Radiosurgery Associations (IRSA) sekitar 8%
dari semua tumor otak adalah neuroma akustik, kira-kira 1 dari 100.000
orang per tahun menderita neuroma akustik (Lunsford et al., 2006).

2.4 Etiologi
Etiologi dari neuroma akustik sebagian besar tidak dapat diketahui
(idiopatik). Tidak ada faktor lingkungan (seperti penggunaan telepon
genggam atau diet) yang telah dibuktikan secara ilmiah dapat menyebabkan
tumor ini. Tumor ini bisa timbul secara idiopatik atau bisa disebabkan oleh
kelainan yang diturunkan yang disebut neurofibromatosis tipe 2 (NF-2).
Tumor yang muncul secara idiopatik timbul sebanyak 95% dan yang
disebabkan oleh NF-2 sebanyak 5% (Tew & McMahon, 2013).
Neuroma akustik unilateral dan bilateral dapat disebabkan oleh karena
kelainan fungsi dari kromosom 22. Kromosom 22 memproduksi protein
(schamnamine/merlin) yang mengontrol pertumbuhan sel schwann. Pada
pasien NF-2 kelainan kromosom 22 ini diturunkan dan ada pada sebagian
besarsel somatis. Orang dengan NF-2 biasanya mengalami neuroma akustik
pada kedua sisi (bilateral). Akan tetapi, seseorang dengan neuroma akustik
unilateral tanpa sebab yang jelas mengalami gangguan pada fungsi
kromosom 22 dan hanya ada pada sel schwann nervus kedelapan saja
(Faraji, 2011).

Gambar 2.6 Neuroma akustik dalam kanalis auditoris interna (Faraji,


2011)
Saat ukuran tumor mendekati 1,5 cm maka batang otak akan mulai
terganggu, semakin lama batang otak akan tertekan dan terdorong kearah

9
kontralateral dari tumor. Nervus fasialis (VII) akan terganggu jika ukuran
tumor sudah mencapai 2 cm, maka akan terjadi manifestasi hipoestesi pada
wajah (penurunan sensitifitas). Ukuran tumor lebih dari 4 cm akan
menyebabkan penekanan pada akuaduktus otak dan ventrikel ke empat
sehingga meyebabkan hidrosefalus (Faraji, 2011).

2.5 Gejala Klinis


Gejala klinis neuroma akustik dapat dibagi menjadi :
1) Gejala Kokleovestibular (VIII)
Gejala awal yang timbul adalah gejala nervus kokleovestibular (VIII),
gejala ini timbul ketika tumor masih berada di kanalis auditoris interna yang
menyebabkan penekanan pada nervus koklearis atau vestibularis dan arteri
auditus internus (Tuli et al., 2013). Gangguan pendengaran progresif
unilateral tipe sensorineural yang sering disertai dengan tinnitus adalah
gejala yang muncul pada sebagian besar kasus. Terdapat kesulitan dalam
memahami pembicaraan, yang tidak sesuai dengan kelainan pada gangguan
pendengaran murni. Kedua gejala tersebut adalah ciri khas dari neuroma
akustik. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan pendengaran
mendadak. Gejala vestibular yaitu gangguan keseimbangan, gejala vertigo
jarang terjadi. (Mulyaningrum,2014)
2) Gejala Nervus Kranial
Nervus trigeminus (V) adalah nervus paling awal mengalami
gangguan seperti menurunnya sensitifitas kornea, numbness, dan parasetesia
pada wajah. Gangguan nervus trigeminus menunjukkan ukuran tumor sudah
mencapai ukuran 2,5 cm dan sudah mendesak cerebellopontine angle (CPA)
(Dhingra et al., 2014).
Adanya hipoaestesia pada meatus dinding posterior (Hitzelberger’s
Sign), hilangnya indra perasa (diuji oleh electrogustometry) dan
berkurangnya lakrimasi pada tes Schirmer adalah gejala adanya gangguan
dari nervus fasialis (VII). Terlambatnya reflek berkedip mungkin menjadi
gejala awal pada ganggaun nervus ini (Tuli et al., 2013).
Pada gangguan nervus glossofaringeus (IX) dan vagus (X) terdapat
gejala disfagia dan suara serak karena kelumpuham lidah, faring dan laring.

10
Sedangkan untuk nervus kranial lainnya, seperti nervus XI dan XII, III, IV
dan VI akan terpengaruh ketika ukuran tumor sangat besar (Tuli et al.,
2013).
3) Gejala Batang Otak
Kelemahan, mati rasa dari lengan dan kaki dan peningkatan refleks
tendon menunjukkan keterlibatan batang otak (Tuli et al., 2013). Ukuran
tumor lebih dari 4 cm akan menyebabkan penekanan pada akuaduktus otak
dan ventrikel ke empat sehingga meyebabkan hidrocephalus (Lunsford et
al., 2006),
4) Gejala Serebelum (Otak Kecil)
Gejala serebelum ditunjukkan dengan adanya gait ataxic, nistagmus,
dysdiadochokinesia dan ketidakmampuan untuk berjalan di sepanjang garis
lurus dengan kecenderungan untuk jatuh ke sisi yang terkena (inkoordinasi).
Hal ini dapat dibuktikan dengan tes jari hidung (fingernose test), uji lutut-
tumit (knee-heel test), dan ketidakmampuan untuk berjalan di sepanjang
garis lurus dengan kecenderungan untuk jatuh ke sisi yang terkena
(Faraji,2011).

2.6 Patofisiologi
Sebagian besar neuromas akustik berkembang dari investasi sel
Schwann dari bagian vestibular dari saraf vestibulocochlear. Kurang dari
5% timbul dari saraf koklea. Saraf superior dan inferior vestibular
tampaknya saraf asal dengan sekitar frekuensi yang sama.Pola pertumbuhan
yang terpisah dapat dibedakan dalam tumor akustik yaitu
1. Tidak ada pertumbuhan atau sangat lambat pertumbuhan,
2. Pertumbuhan yang lambat (yaitu 0,2 cm / y pada studi imaging)
3. Pertumbuhan cepat ( yaitu ≥ 1,0 cm / y pada studi imaging).
Meskipun beberapa tumor mentaati satu atau dari pola-pola
pertumbuhan, yang lain tampaknya alternatif antara periode pertumbuhan
tidak ada atau lambat dan pertumbuhan yang cepat. Tumor yang telah
mengalami degenerasi kistik (mungkin karena mereka telah melampaui
suplai darah mereka) kadang-kadang mampu ekspansi relatif cepat karena
pembesaran komponen kistik mereka. Karena tumor akustik timbul dari sel

11
Schwann investasi, pertumbuhan tumor umumnya kompres serat vestibular
di permukaan. (Brunner & Suddart dkk, 2002).
Penghancuran serat vestibular lambat, akibatnya, banyak pasien
mengalami ketidakseimbangan sedikit atau tidak atau vertigo. Setelah tumor
telah berkembang cukup besar untuk mengisi kanal auditori internal, hal itu
mungkin melanjutkan pertumbuhan tulang baik dengan memperluas atau
dengan memperluas ke sudut cerebellopontine. Pertumbuhan dalam sudut
cerebellopontine umumnya bulat. (Brunner & Suddart dkk, 2002).
Tumor akustik seperti lesi menempati ruang-lain, menghasilkan gejala
dengan salah satu dari 4 mekanisme dikenali kompresi atau distorsi dari
ruang cairan tulang belakang, perpindahan dari batang otak, kompresi dapat
mengakibatkan iskemia atau infark, atau kompresi dan/atau atenuasi saraf.
Karena sudut cerebellopontine relatif kosong, tumor dapat terus tumbuh
sampai mereka mencapai 3-4 cm sebelum mereka menghubungi struktur
penting. (Brunner & Suddart dkk, 2002).
Pertumbuhan seringkali cukup lambat bahwa saraf wajah dapat
menampung ke peregangan dikenakan oleh pertumbuhan tumor tanpa
kerusakan klinis jelas fungsi. Tumor yang timbul dalam pendengaran kanal
internal dapat menghasilkan gejala-gejala yang relatif awal dalam bentuk
gangguan pendengaran atau gangguan vestibular dengan menekan saraf
koklea, saraf vestibular, atau arteri labirin tulang dinding saluran
pendengaran internal. (Brunner & Suddart dkk, 2002).
Sebagai tumor pendekatan 2,0 cm diameter, ia mulai untuk kompres
permukaan lateral batang otak. pertumbuhan lebih lanjut dapat terjadi hanya
dengan penekanan atau menggusur batang otak ke sisi kontralateral. Tumor
yang lebih besar dari 4 cm sering memperpanjang cukup jauh anterior untuk
menekan saraf trigeminal dan menghasilkan hipestesia wajah. Sebagai
tumor terus tumbuh di luar 4 cm, penghapusan progresif dari saluran air
otak dan ventrikel keempat terjadi dengan perkembangan akhir hidrosefalus.
(Brunner & Suddart dkk, 2002).

12
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Tes audiometri adalah tes screening awal yang paling bagus untuk
mendiagnosis neuroma akustik, oleh karena hanya 5% pasien yang akan
mendapatkan hasil yang normal. Hasil tes biasanya menunjukkan gangguan
pendengaran sensorineural asimetris, biasanya lebih menonjol di frekuensi
yang lebih tinggi. Gangguan pendengaran tidak selalu berkorelasi dengan
ukuran tumor (Faraji, 2011).
Recruitment test positif, SISI (short increment sensitivity index) score
rendah (0–20% score), dan tone decay positif. (Tuli et al,. 2013)
Pemeriksaan speech audiometry menunjukkan adanya kelainan pada speech
discrimination, hal ini akan bertambah jika suara ditingkatkan melampaui
batas tertentu (Roll-over phenomenon) (Dhingra et al., 2014).
Plain X-Rays dapat memberikan temuan positif pada tumor neuroma
akustik, akan tetapi tumor yang masih berada pada kanalis auditori interna
tidak dapat terdeteksi. CT scan mampu mendeteksi tumor berukuran 0,5 cm
di dalam fossa posterior (Dhingra et al., 2014)
Tes diagnostik definitif (gold standar) untuk pasien dengan neuroma
akustik adalah adalah MRI dengan resolusi tinggi, thin slices, dengan
kontras gadolinium pada kanalis auditori interna.(Ludman,Harold, 2012)

2.8 Komplikasi
Menurut (Brunner & Suddart dkk, 2002) Neuroma akustik dapat
menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk:
1. Gangguan pendengaran
2. Kehilangan pendengaran
3. Telinga berdenging
4. Hidrosefalus akibat penekanan tumor besar pada batang otak sehingga
menghalangi aliran cairan selepbrospinl, yaitu cairan yang mengalir
diatara otak dan tulang belakang.
5. Mati rasa dan kelumpuhan pada otot wajah
6. Kesulitan dengan adanya gangguan keseimbangan dan kaku

13
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan neuroma akustik dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode pengobatan yaitu :
1. Operasi
Mikro untuk neuroma akustik adalah teknik satu-satunya yang
menghilangkan tumor. Operasi pengangkatan tumor adalah paling umum
untuk pengobatan neuroma akustik. Penatalaksanaan denga radiasi tidak
akan menghilangkan tumor, namun hanya akan memperlambat atau
menghentikan pertumbuhannya.
2. Stereotactic terapi radiasi
Terapi radiasi dilakukan dalam berbagai cara, tetapi terutama oleh
empat metode gamma, radioterapi, terapi radiasi stereotactic juga disebut
Radiosurgery atau radioterapi. Radiasi diberikan dalam dosis tunggal yang
besar. Tidak jelas berapa persentase tumor dikendalikan oleh metode ini
untuk waktu yang lama Di masa lalu ketika dosis radiasi yang lebih tinggi
digunakan, tingkat kegagalan sekitar 12% (yang kemudian diperlukan
operasi). Kebanyakan ahli bedah merasa bahwa tumor ini jauh lebih sulit
untuk dihilangkan setelah perawatan radiasi Radiasi tidak menghapus tumor
dan ketika tumor iradiasi pembedahan sering ditemukan bahwa mereka telah
tumbuh sel-sel tumor di dalamnya.
Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyebabkan penyusutan tumor
atau membatasi pertumbuhan tumor. Keberhasilan jangka panjang dan
risiko ini pendekatan pengobatan tidak diketahui. MRI periodik pemantauan
seluruh kehidupan pasien dianjurkan.
Terapi radiasi dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang dapat
kadang-kadang terjadi bahkan bertahun-tahun kemudian. Terapi radiasi
dapat juga menyebabkan kerusakan pada saraf kranial tetangga, yang dapat
mengakibatkan gejala seperti mati rasa, nyeri atau kelumpuhan otot-otot
wajah. Dalam banyak kasus gejala-gejala ini sementara. pengobatan radiasi
juga dapat menginduksi pembentukan dari schwannomas jinak atau ganas
lainnya. Tipe ini pengobatan karenanya mungkin kontraindikasi pada
perawatan neuromas akustik dari pada mereka yang NF2 yang cenderung

14
untuk schwannomas mengembangkan dan tumor lainnya.( British
Ascociation of Otorhinolaryngologist. 2001)

2.10 Patway

Gen NF2 : neuro indiopatik


fibromatosis

Berfungi untuk
mencegah terjadinya
Kelumpuhan
tumor pada saraf
saraf fasial

hilang Neuroma akustikus


Paralysis nervus
fasialis

Tumor jinak yang tumbuh Kompresi nervus VII


lambat pada syaraf cranial
VIII Kompresi otak kecil

Menekan selubung saraf Aliran CSF terganggu


pendengaran (idiopatik)

Penumpukan cairan

Gangguan neurologik
hidronefrosis

Gangguan
tinitus
pendengaran

tuli

GG. persepsi sensori

Menekan saraf
GG. keseimbangan
koklea

vertigo

Resiko cedera

15
Kompresi nervus V

Hipertensi wajah Nyeri wajah Kesulitan menelan

Sensitifitas kulit Nyeri Risiko nutrisi kurang


wajah berkurang dari kebutuhan
tubuh

Kompresi pada nervus IX, X, XII

Gg Disatria : Gg Afonia : suara Gg. Disfonia : Gg. Disfagia :


pengucapan tidak ada sama suara serak Gg menelan

Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas
 Jenis kelamin : sering dialami oleh perempuan
 Umur : sering banyak terjadi pada usia 30-60 tahun
2. Keluhan utama : fungsi pendengaran klien menurun, mual dan muntah,
pusing yang berlebih.
3. Riwayat peyakit dahulu : pernahkan pasien menderita penyakit THT
sebelumnya.
4. Riwayat keluarga
Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami
pasien. Hal ini sangat di butuhkan karena pada Neuroma Akustik yang
beretiologi pada herediter atau keturunan.
5. Pengkajian fisik.
a. Tes pendengaran
 Tes rine : membandingkan hantaran melalui udara dan melalui
tulang , caranya ialah garbu tala di getarkan lalu di letakkan pada
tulang di belakang telinga dengan demikian getaran akan sampai ke
telinga dalam, jika pasien tidak mendengar bunyi dari getaran
tersebut, maka garpu tala di pindahkan ke depan liang telinga. Kira
kira 2,5 cm. Hantaran disini ialah hantaran melalui udara. Pada
psien yang pendengarannya masih baik maka hantaran udara lebih
baik dari hantaran melalui tulang di belakang telinga.
 Tes weber
Membandingkan hantaran telinga kanan dengan telinga kiri
caranya , garpu tala di getarkan kemudian di letakkan pada garis
tengah seperti di ubun-ubun atau dahi, pasien dengan gangguan
pendengaran akan mengatakan bahwa salah satu telinganya
mendengar lebih jelas, jika pada orang normal akan mengatakan
tidak ada perbedaan bunyi kanan atau kiri.

17
b. Pemeriksaan Nervus kranialis
Pemeriksaan ini lebih di utamakan pada :
 N5 (Nervus krigeninus), : Gerakan mengunyah, sensasi wajah,
lidah dan gigi, reflek kornea dan reflek kedip (Menggerakan rahang
ke semua sisi, pasien memejamkan mata sentuh dengan kapas di
dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul.
Reaksi suhu di lakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh
permukaan korne dengan kapas)
 N7 (facialis), : Gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah
(senyum, bersiul, dan mengerutkan dahi, mengangkat alis mata,
menutup kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lidah untuk
membedakan gula dan garam)
 N8 (Auditorius) : Pendengaran dan keseimbangan , (tes weber dan
rine )
 N9 (Grasofaringeus), : Sensasi rasa 1/3 posterior lidah
(membedakan rasa manis dan asam)
 N10 (Fabus), : Reflek muntah dan menelan (menyentu pharing
posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh menyetuh aah)
 N12 (Hipoglosus) : Gerakan lidah (pasien suruh menjulurkan lidah
dan menggerakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi
bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan
tekanan tadi )
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat mengenai gaya hidup klien yang tidak sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan untuk makan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.
c. Pola eliminasi
Klien dengan Neuroma Akustik pola defekasinya lancar, peristaltic
usus normal, tidak terjadi inkontinensia urine.
d. Pola aktivitas dan latihan

18
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena vertigo yang di alami
klien. kelemahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien tidak mengalami gangguan pada pola tidur dan
istirahat klien.
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan pendengaran.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Pola pendengaran klien berkurang serta daya pemahaman terhadap
sesuatu tidak efektif. Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien tidak mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan pada muka
dan ekstremitas normal.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan, vertigo. (Doenges, 2000).

19
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dalam buku (Nanda.2015).
1. Gangguan persespsi sensori b/d penurunan fungsi pendengaran.
2. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakit
3. Resiko cedera b/d vertigo d/d gangguan keseimbangan
4. Nyeri b/d proses penyakit
5. Resiko nurisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ksulitan menelan

3.3 NOC dan NIC


NO DX NOC NIC
1. Gangguan persespsi Kreteria hasil  Kajilingkungan
sensori b/d penurunan  Menunjukan status terhadap kemungkinan
fungsi pendengaran. neurologis : fungsi bahaya terhadap
Definisi : Perubahan motoric sensorik/ karnial, keamanan
persepsi terhadap yang dibutuhkan oleh  Identifikasi fsktor
stimulus baik internal ganguan ektrem yangmenimbulkan
maupun eksternal yang  Menunjukan orientasi gangguan persepsi
disertai dengan respon kognitif sensori
yang berkurang,  Mengopensasi deficit  Pantau kemampuan
berlebihan atau sensori dengan untuk ketajaman
terdistorsi. memaksimalkan indra mendengar
Batasan Karakteristi : yang tidak rusak  Identivikasi keamanan
 Distorsi sensori pasien
 Perubahan pola  Ajarkan pasien bahwa
prilaku dapat dirasakan
 Perubahan berbeda dengan
ketajaman sensori pengunakan alat bantu

 Hambatan  Saat berkomunikasi

komunikasi jangan menutup mulut,

 Perubahan respon merokok, berbicara

yang biasanya dengan mulut terbuka

terdapat stimulus lebar atau mengunyah

20
 Iritabilitas permen karet.
 Mulai perujikan
kolaboratif terapi
okupasi

2. Ansietas b/d kurang  Anxiety self control Anxiety reduction


pengetahuan tentang Kriteria hasil (penurunan kecemasan)
penyakit  Klien mampu  Gunakan pendekatan
Definisi : Perasaan tidak mengindentifikasi dan yang menenangkan
nyaman atau hawatir mengungkapkan gejala dan bantu pasien
disertai respon autonom cemas mengenali situasi yang
karena perasaan takut  Mengindentifikasi, menimbulkan
yang tidak diketahui oleh mengungkap dan kecemasan
individu oleh menunjukkan teknik  Jelaskan semua
penyebabnya. untuk mengontrol cemas prosedur dan apa yang
Batasan Karakteristi :  Vital sign dalam batas dirasakan selama
 Gelisah normal prosedur
 Kontak mata yang  Postur tubuh, ekspresi  Dorong keluarga
buruk wajah, bahasa tubuh untuk menemani
 Kesedihan menunjukkan pasien
mendalam atau berkurangnya kecemasan  Intruksikan pasien
ketakutan menggunakan teknik

 Wajah tegang relaksasi untuk

tremor tangan mengurangi

 Bingung kecemasannya

 Ragu atau tidak  Berikan obat untuk

percaya diri mengurangi


kecemasannya
 Vertigo
 Kesulitan
berkonsentrasi

3. Resiko cedera b/d vertigo Risk control Manangemen lingkungan

21
d/d gangguan Kriteria hasil  Sediakan lingkungan
keseimbangan  Klien mampu yang aman untuk pasien
Definisi : beresiko menjelaskan cara untuk  Indentifikasi keamanan
mengalami cedera mencegah cidera pasien
sebagai akibat kondisi  Klien mampu  Menghindarkan
lingkungan yang menjelaskan factor resiko lingkungan yang
berintraksi dengan dari lingkungan berbahaya. Mis :
sumber adaptif dan  Mampu mengubah hidup memindahkan prabotan
sumber denfensif untuk mencegah cidera yang membahayakan
individu.  Menggunakan fasilitas  Memasang side rail pada
Factor resiko : kesehatan yang ada tempat tidur
 Biologis (tingkat  Berikan penjelasan pada
imunisasi dan pengunjung dan
mikroorganisme) keluarga adanya
 Usia perkembangan perubahan status
 Disfungsi sensorik kesehatan dan penyakit

4. Nyeri b/d proses penyakit Pain level Pain menegament :


Definisi : pengalaman Control level  Melakukan pengkajian
sensori yang tidak Kriteria hasil : nyeri secra
menenangkan yang  Mampu mengontrol nyeri komperattif, termasuk
muncul akibat kerusakan (tahu penyebab nyeri, lokasi, karakteristik,
jaringan atau potensial mampu menggunakan durasi, frekuensi,
atau gambaran dalam hal teknik mengurangi nyeri, kualitas, factor
kerusakan sedemikian mencari bantuan ) presipitasi
lupa.  Mampu mengenali nyeri  Observasi reaksi
Batasan karakteristik: (skala, intensitas, frekuensi nonverbal dari
 Mengekspresikan dan tanda nyeri) ketidaknyamanan
prilaku (gelisah,  Menyatakan raa nyamna  Gunakan teknik
merengek, berkurang. komunikasi terapeutik
menangis) untuk mengetahui
 Masker wajah pengalaman nyeri

22
(gangguan persepsi pasien.
nyeri, habatan proses  Kaji tipe dan sumber
berfikir, penurunan nyeri untuk
interaksi dengan menentukan intervensi
orang dan  Ajarkan relaksasi
lingkungan) untuk mengurangi
nyeri
 Kolaborasi dan
Berikan analgesic
untuk mengurangi
nyeri
 Monitori vital sigh
sebelum dansesudah
pemberian analgesic
pertamakali
 Evaluasi tanda gejala
nyeri.

23
5. Resiko nurisi kurang dari Nutritional status Nutrition managemen
kebutuhan tubuh b/d Kriteria hasil :  Memberikan informasi
ksulitan menelan  Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Definisi : Asupan nutrisi kebutuhan nutris  Monitor jumlah nutrisi
tidak cukup untuk  Adanya peningkat BB  Kaji kemampuan pasien
memenuhi kebutuhan sesuai dengan tujuan, BB unruk mendapatkan
metabolik ideal sesuai dengan TB kebutuhan nutrisi
Batasan karakteristik :  Tidak ada tanda mal  Kaji adanya alergi
 Menghindari nutrisi makanan
makanan  Peningkatan fungsi  Kolaborasi dengan ahli
 Berat badan 20% pengecapan dan menelan gizi untuk memberikan
atau lebih nutrisi yang dibutuhkan
dibawah BB yang pasien
ideal  Monitoring BB pasien
 Bising usus dalam batas normal,
hiperaktif tugor kulit normal

 Membrane  Monitoring

mukosa pucat pertumbuhan dan

 Ketidakmampuan perkembangan

menelan makanan

24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Neuroma akustik adalah tumor jinak tumbuh lambat pada saraf cranial
VIII, biasanya tumbuh dari sel schwan pada bagian ventribuler saraf ini. (Brunner
& Suddart dkk, 2002).
Neuroma akustik unilateral dan bilateral dapat disebabkan oleh karena
kelainan fungsi dari kromosom 22. Kromosom 22 memproduksi protein
(schamnamine/merlin) yang mengontrol pertumbuhan sel schwann. Pada pasien
NF-2 kelainan kromosom 22 ini diturunkan dan ada pada sebagian besarsel
somatis. Orang dengan NF-2 biasanya mengalami neuroma akustik pada kedua
sisi (bilateral). Akan tetapi, seseorang dengan neuroma akustik unilateral tanpa
sebab yang jelas mengalami gangguan pada fungsi kromosom 22 dan hanya ada
pada sel schwann nervus kedelapan saja (Faraji, 2011)..

4.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit
Neuroma Akustik ini,hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus
penyakit Neuroma Akustik di lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan
tindakan lebih awal dengan meminta pasien memeriksakan dirinya ke dokter.
Selainn itu asuhan keperawatan pada klien dengan Neuroma Akustik sangat
penting dipelajari Mahasiswa agar siswa dapat membuat asuhan keperawatan pada
klien dengan Neuroma Akustik dan merawat klien jika berhadapan langsung
dengan klien dengan Neuroma Akustik a.

25
Daftar Pustaka

Antonelly, PJ, O’Malley, MR2011, Acoustic Neuromas,University


of Florida ENT Vlinic, Florida
British Ascociation of Otorhinolaryngologist, 2001. Acustic
Neuromas. Clinical Efectiveness Guidelines : www.entuk.org/publications.
Brunnr & Suddarth, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC
Faraji MR. 2011, Acoustic Neuromas, Irania Journal of
Otorhinolaryngology Vol.23,Mashhad.
Kondziolka, D, Mousavi, S, Kano, et al 2012, The newly diagnosed
vestibular schwannoma : radiosurgery, resection, or observation?,
neurosurg focus Vol.3, Pensylvania
Marjory Gordon, d. 2001. Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2001-2002. Nursing Diagnoses: Definition & Classification
2001-2002,
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications
(NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Nanda(2015).Diagnosa Keperawatan NANDA International 2015-
2017.Jakarta : penerbit ECG
Shin, YJ, Fraysse, B, Cognard, C, et al 2000, Effectiveness of
Conservative management of Acoutic Neuromas, the American Journal of
Otology
Tuli, BS, Tuli, IP, Singh, A, et al 2013, Surgical Anatomy of Ear
dalam textbook of Ear, Nose and Throat 2nd ed. Lt Col BS Tuli, Jaypee
Brother Medical Publisher, Darayaganj, hh 3-18 : 108- 110.

26

Anda mungkin juga menyukai