EPISTAKSIS POSTERIOR
PENYUSUN :
Nurul Aisyah Manshur, S.Ked K1B120067
Nur Wahda Kusmiah, S.Ked K1B121049
PEMBIMBING :
dr. Nancy Sendra, M.Kes., Sp.THT-KL
Fakultas : Kedokteran
Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
A. PENDAHULUAN
fungsi yaitu sebagai indra penghidu, menyiapkan udara inhalasi agar dapat
memodifikasi bicara.1
diantaranya mencari bantuan medis. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila
tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal
dari bagian depan atau bagian belakang hidung. Terdapat 2 jenis epistaksis yaitu
epistaksis anterior yang berasal dari Pleksus Kiesselbach ataupun dari arteri
dibawah 10 tahun dan usia diatas 40 tahun. Epistaksis bagian anterior umumnya
dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada
B. Definisi
hidung yang dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina.
1
Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering
C. Anatomi
1. Rongga hidung
anatomi membagi organ menjadi dua hidung.1 Rongga hidung atau kavum
septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu
atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan
medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum
2
nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawn. Bagian tulang adalah
lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah
ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih
2. Vaskularisasi hidung
Pembuluh darah utama di hidung berasal dari arteri karotis interna dan
anterior lebih besar dibanding cabang posterior dan pada bagian medial
3
akan melintasi atap rongga hidung, untuk memperdarahi bagian superior
ke intrakranial.4
4
D. Etiologi
sistemik. faktor local terutama adalah trauma, sering karena kecelakaan lalu
lintas, olah raga, (seperti karena pukulan pada hidung) yang disertai patah tulang
hidung, mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada mukosa hidung,
adanya tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke hidung)
biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, infeksi atau
peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis). Penyebab sistemik artinya
penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung, yang sering meyebabkan
epistaksis posterior dari 81 kasus epistaksis dimana faktor paling umum yang
terkait dengan epistaksis posterior adalah riwayat hipertensi pada 39 pasien dari
E. Epidemiologi
5
Epistaksis merupakan kasus gawat darurat yang paling banyak ditemukan
satu episode epistaksis terjadi pada lebih dari setengah populasi di dunia. Dari
kasus gawat darurat THT, 15% adalah epistaksis. Epistaksis merupakan salah satu
kasus yang sering dijumpai, 10 - 12% dari populasi dimana 10% diantaranya
Epistaksis posterior sering terjadi pada orang tua usia 50-80 tahun dan biasanya
kardiovaskuler.3
F. Patofisiologi
posterior. Hal ini biasanya diduga karena perdarahan dari pleksus Woodruff, yang
merupakan cabang terminal posterior dan superior dari arteri sphenopalatina dan
arteri ethmoidalis posterior. Ini sering sulit dikendalikan dan berhubungan dengan
pendarahan dari kedua lubang hidung atau ke nasofaring, di mana darah dapat
tertelan atau membuat batuk, yang dapat muncul sebagai hemoptisis. Ini dapat
menghasilkan aliran darah yang lebih besar ke faring posterior dan memiliki
risiko lebih tinggi untuk menutup jalan napas atau aspirasi karena meningkatnya
Pada pemeriksaan arteri kecil dan sedang pasien berusia menengah dan
lanjut terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media menjadi
6
perubahan yang kompleks menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut
media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada orang
memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah
G. Evaluasi
dapat berhenti dengan tampon anterior dan jika tidak dapat mengidentifikasi
epistaksis posterior yaitu jika perdarahan berat dari kedua lubang hidung atau
2. Lokasi perdarahan
duduk tegak
5. Kecendrungan perdarahan
7
b. Pemeriksaan Fisik & Pemeriksaan Penunjang
mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha
3. Nasal Endoscopy
5. CT Scan.9
H. Tatalaksana
8
Gambar 3. Penanganan Pertama Epistaksis
lantai
oxymetazoline
c. Kauterisasi
dilakukan pada perdarahan aktif. Area tersebut pertama kali dibius secara
dilakukan dengan hati-hati dan dengan teknik khusus. Forceps bayonet dan
9
spekulum nasal digunakan untuk melipat lembaran kasa sedalam mungkin
pada kavum nasi. Setiap lipatan harus di tekan sebelum lembaran baru
tambahkan diatasnya. Setalah cavum nasi tersisi dengan kasa, ujung kasa
(Merocel atau Doyle Sponge). Tampon dimasukan dengan hati-hati pada dasar
cavum nasi karena akan mengembang apabila terkena darah atau cairan lain.
e. Tampon Posterior
1. Metode belloque
10
METODE BELLOQUE (
TRADITIONAL POSTERIOR PACKING)
1. Setelah mengoleskan anestesi
topikal, masukkan red rubber kateter
melalui hidung, pegang dengan hati-
hati di orofaring dengan forsep, dan
bawa keluar melalui mulut.
11
5. Lepaskan kateter “retraksi” opsional
setelah bungkus berada di posisi
yang tepat. Arahkan tampon secara
digital ke dalam nasofaring
2. Foley catheter
12
3. Isi ballon kateter dengan 5-7 ml air
13
Beragam sistem balon efektif dalam menangani perdarahan posterior
Tipe terbaru dari balon nasal adalah double balloon, gabungan dari
tempatnya setelah balon mengempis dan dilepas. Beberapa balon nasal dapat
f. Ligasi arteri
anestesi lokal. Dibuat insisi horizontal sekitar dua jari dibawah batas
2. Ligasi A. Maksillaris
14
dibuang, dan identifikasi perlekatan m. temporalis ke prosessus
3. Ligasi A. Ethmoid
15
anterior ke posterior, dan instrumentasi mukosa reses diminimalkan
ini dapat dipersempit oleh sel udara agger nasi. Arteri biasanya
dipisahkan oleh satu sel udara (yang mungkin besar atau kecil). Dalam
hal ini ujung dari arteri ethmoidalis anterior diidentifikasi dan diikat
16
Semua prosedur bedah dilakukan dengan bantuan endoskopi 0
proksimal di mana ia keluar dari foramen. Pada pasien yang tidak pasti
(TESPAL)
17
g. Obat yang diperlukan untuk pasien epistaksis
1. Antibiotik.
2. Asam traneksamat
pada epistaxis.10
3. Vit.K
4. Analgetik.10
pada balon kateter dengan spoit, pastikan jumlah yang dikeluarkan kurang
lebih sesuai dengan yang dimasukkan, kemudian klem kateter depan hidung
diberikan antibiotik dan tampon hidung dapat dipertahankan selama 3-5 hari
I. Komplikasi
18
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau
hebat dapat terjadi apirasi yang dalam ke saluran napas bawah, juga dapat
menyebabkan syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara
koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal
eustachius, dan air mata berdarah atau Bloody tears akibat mengalirnya darah
palatum mole atau sudut bibir bila benang yang keluar dari mulut terlalu ketat
dilekatkan pada bibir dan pipi. Dampak lainnya adalah nekrosis mukosa hidung
atau septum bila kateter balon atau tampon balon dipompa terlalu keras.4
J. Kesimpulan
Epistaksis adalah suatu gejala yang disebabkan oleh kondisi atau kelainan
tertentu. Dapat bersifat ringan ataupun berat, epistaksis disebabkan oleh beberapa hal
yaitu factor local, sistemik dan apabila penyebab belum diketahui disebut idiopatik.
19
DAFTAR PUSTAKA
20