Anda di halaman 1dari 12

Clinical Report Session

EPISTAKSIS

Oleh :

Aldo Winanda Aidil Putra 2140312196


Revi Annisa 2140312203

Farhan Ramadhan 2140312206

Preseptor :

Dr. dr. Yan Edward, Sp.THT-KL(K), FICS

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH


KEPALA LEHER RSUP DR M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS 2022
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Clinical Report Session

EPISTAKSIS
Aldo Winanda Aidil Putra, Revi Annisa, Farhan Ramadhan
1.2 Tujuan Penulisan
Affiliasi penulis : Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas RSUP Dr. M.Djamil Padang
Tujuan penulisan case report session ini bertujuan
untuk mengetahui dan memahami mengenai epistaksis.
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat Penulisan
1.1 Latar Belakang
Manfaat penulisan case report session ini adalah
Epistaksis atau perdarahan pada hidung merupakan
untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
kegawatdaruratan pada THT yang sering ditemukan pada
epistaksis.
unit gawat darurat maupun layanan primer. Insidensi
1.4 Metode Penulisan
epistaksis secara global masih belum diketahui secara pasti.
Penulisan case report session ini disusun
Diperkirakan 60% dari populasi dunia pernah mengalami
berdasarkan laporan kasus dan studi kepustakaan yang
satu kali episode epistaksis selama hidupnya, dan 6%
merujuk kepada berbagai literatur.
diantaranya mencari pertolongan medis.1 Epistaksis bukan
suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan, baik
TINJAUAN PUSTAKA
lokal maupun sistemik. Sebagian besar epistaksis dapat
berhenti sendiri.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
Di Amerika serikat, epistaksis menyumbangkan Hidung Luar dan Dalam
kasus emergensi kedua terbanyak pada otolaryngology Hidung bagian luar yang menonjol pada garis

setelah sakit tenggorok, dan menyumbangkan 0,5% dari tengah diantara pipi dan bibir atas. Struktur hidung luar

semua kasus emergensi. Angka kejadian tersering pada dibedakan atas bagian, pada bagian yang paling atas

anak anak usia kurang dari 10 tahun, dan orang tua usia adalah kubah tulang yang tak dapat digerakkan,

lebih dari 50 tahun. Pada anak-anak, kejadian epistaksis dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat

sering disebabkan oleh trauma dan kebiasaan mengorek digerakkan dan yang paling bawah adalah lobulus hidung

hidung, sedangkan pada orang tua disebabkan oleh yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid

penyakit sistemik seperti hipertensi atau adanya dengan bagian-bagian yaitu: 1) pangkal hidung, 2) batang

neoplasma.2 hidung, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumnela, dan 6)


5
Berat dan ringannya epistaksis dihubungankan lubang hidung.

dengan lokasi anatomi dari tejadinya ruptur pembuluh Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan

darah. Pada sebagian besar kasus epistaksis anterior sering tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan

dengan gejala ringan dan hampir semuanya dapat berhenti beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

sendiri. Sementara itu, robekan pada pembuluh darah menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:

posterior menimbulkan gejala yang lebih berat dan 1) tulang hidung, 2) prosesus frontalis os maxila, 3)

membutuhkan tindakan medis lebih lanjut.3 prosesus nasalis os frontalis; sedangkan kerangka tulang

Prinsip tatalaksana epistaksis ialah memperbaiki rawan yang terdiri atas beberapa pasang tulang rawan yang

keadaan umum, mencari sumber perdarahan, serta terletak di bagian paling bawah hidung, yaitu 1) sepasang

menghentikan perdahan. Setelah epistaksis teratasi, perlu kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago

dilakukan pencarian faktor penyebab untuk mencegah nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago

epistaksis berulang.
2
Epistaksis yang hebat dapat ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum. 6

menimbulkan kondisi berbahaya seperti aspirasi darah ke Bagian hidung dalam terdiri dari struktur yang

dalam saluran nafas bawah, syok, anemia dan gagal ginjal. membentang dari os. Internum di sebelah anterior hingga

Selain itu, pembuluh darah yang terbuka juga rentan terkena koana di posterior, yang memisahkan rongga hiidung dari

infeksi. Penanganan epistaksis yang tidak tepat dapat nasofaring. Setiap rongga hidung memiliki dinding lateral,

memperparah kondisi penderita.4 dinding medial, atap dan lantai. Pada dinding lateral terdapat
konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan Gambar 2. Vaskularisasi Dinding Lateral Hidung
meatus inferior, celah antara konka media dan inferior
disebut meatus media dan sebelah atas konka media
disebut meatus superior.8

Gambar 3. Vaskularisasi Septum


Persarafan Hidung
Gambar 1. Anatomi Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung dipersarafi
Vaskularisasi Hidung
oleh n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari
Daerah septum hidung berisi serangkaian
n.nasosiliaris dan berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga
anastomosis antara cabang arteri karotis internal (AKI) dan
hidung lainnya sebagian besar mendapat persyarafan
eksternal (AKE). Arteri oftalmika, yang merupakan cabang sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum.
dari AKI, bercabang dua menjadi arteri ethmoidalis anterior
selain memberikan persyarafan sensoris, ganglion
dan posterior. Cabang anterior lebih besar dibanding cabang
sfenopalatinum juga memberikan persyarafan vasomotor
posterior dan pada bagian medial akan melintasi atap
atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima
rongga hidung, untuk mendarahi bagian superior dari serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut
septum nasi dan dinding lateral hidung. AKE bercabang
parasimpatis dari n.petross superfisialis mayor dan serabut-
menjadi arteri fasialis dan arteri maksilaris interna. Arteri
serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion
fasialis memperdarahi bagian anterior hidung melalui arteri
sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung
labialis superior.5 Arteri maksilaris interna di fossa
posterior konka media. Nervus olfaktorius turun dari lamina
pterigopalatina bercabang menjadi arteri sfenopalatina,
kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan
arteri nasalis posterior dan arteri palatina mayor. Arteri
kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada
sfenopalatina memasuki rongga hidung pada bagian
mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. 5
posterior
konka media, memperdarahi daerah septum dan
5
sebagian dinding lateral hidung.
Pada bagian anterior dari cavum nasi, pembuluh-
pembuluh ini membentuk anastomosis yang disebut sebagai
pleksus Kiesselbach, yang terdiri dari a. spenopalatina, a.
palatina mayor, a. labialis superior dan a. etmoidalis
anterior. Pada daerah posterior terdapat pleksus woodruff
yang dibentuk oleh anastomosis dari a. sphenopalatina,
6
a.nasalis posterior, dan a. faringeal ascenden.

Gambar 4. Persarafan Hidung

Definisi dan Klasifikasi

Epistaksis merupakan gejala atau manifestasi


penyakit berupa perdarahan dari hidung. Epistaksis bukan
merupakan suatu penyakit melainkan suatu gejala dari
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

suatu kelainan. Perdarahan hidung ini banyak dijumpai perdarahan biasanya ringan, perdarahan berat,
sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut. Kebanyakan dapat dikontrol membutuhkan
ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan dengan mudah rawatan rumah
bantuan medis, tetapi epistaksis yang berat merupakan dengan tampon sakit dan
masalah kedaruratan yang dapat berakibat fatal apabila
anterior membutuhkan
tidak segera ditangani. Secara anatomi epistaksis biasanya
tampon posterior
9
dibagi atas pendarahan anterior atau posterior.

Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus


Epidemiologi
Kiesselbach atau dari arteri etmoid anterior. Pleksus
Kiesselbach menjadi sumber perdarahan yang paling sering
Insidensi epistaksis secara global masih belum
pada epistaksis, terutama pada anak-anak, biasanya ringan
diketahui secara pasti, namun diperkirakan 60% dari
dan dapat berhenti sendiri (secara spontan) dan mudah
populasi dunia pernah mengalami satu kali episode
diatasi.9
epistaksis selama hidupnya, dan 6% diantaranya mencari
pertolongan medis. Sedikitnya 56% pria dan 44% wanita
Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri
telah dilaporkan. Epistaksis jarang pada neonatus, namun
sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. Perdarahan
sering ditemui pada anak dan dewasa muda, dan mencapai
biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya.
puncaknya pada dekade ke-6 kehidupan. Di Kanada dari
Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi,
222 orang 73,4% mengalami epistaksis tanpa didahului
arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler.
trauma sebelumnya, sedangkan 10% lainnya mengalami
Perdarahan ini disebabkan oleh pecahnya arteri
9 perdarahan hebat yang membutuhkan intervensi medis,
sfenopalatina.
yang mana 42,9% diantaranya memiliki riwayat
Perbedaan epistaksis anterior dan posterior. 10 keluargadengan hemophilia, trombositopeni, dan von
11
willebrand disease lebih rentan mengalami epistaksis.
Epistaksis Anterior Epistaksis
Penelitian yang dilakukan di Manado dari tahun
Posterior
2010-2012 dari 1048 pasien dengan epistaksis, kelompok
insidensi lebih sering cukup jarang umur yang paling banyak mengalami epistaksis pada usia
25-44 tahun dengan jumlah 381 penderita (36,35%), pada

lokasi paling sering posterosuperior penderita usia <20 tahun umumnya pendarahan dapat
berhenti sendiri sehingga jarang memerlukan bantuan
berasal dari Little’s dari rongga hidung,
tenaga kesehatan. Penyebab yang paling sering memicu
area atau bagian cukup sulit untuk
epistaksis adalah gangguan sistemik yang dialami 613
anterior dari melokalissi sumber
penderita (58,49%) dan sisanya 387 penderita (36,93%)
dinding lateral perdarahan
karena penyebab lokal seperti trauma, bersin terlalu kuat
12
atau mengeluarkan secret terlalu kuat.

etiologi paling sering spontan, akibat Etiologi dan Faktor Risiko


trauma hipertensi atau
arteriosklerosis Epistaksis terjadi akibat robeknya pembuluh darah
pada cavum nasi yang seringkali timbul spontan tanpa
diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan
karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan
lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal
misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh
darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara
lingkungan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
9
epistaksis.
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

1. Trauma Pada anamnesis harus di tanyakan tentang awal


Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan, terjadi perdarahan, perdarahan pada satu sisi atau kedua
seperti mengorek hidung, benturan ringan, bersin atau sisi hidung, sudah berapa kali, apakah mudah dihentikan
mengeluarkan ingus terlalu keras, atau karena trauma dengan cara memencet hidung saja. riwayat perdarahan
langsung ke area hidung. Selain itu epistaksis bisa terjadi sebelumnya, durasi dan jumlah perdarahan, riwayat trauma
karena adanya benda asing tajam, spina septum, trauma hidung/muka sebelumnya, penyakit penyerta seperti
pada saat pembedahan dan tindakan. hipertensi, leukemia, hemofilia, purpura, gagal jantung,
riwayat kelainan darah atau leukemia dalam keluarga, dan
2. Infeksi pemakaian obat-obatan antikoagulansia. Riwayat
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus perdarahan hidung yang sering berulang disertai bagian
paranasal seperti rinosinusitis. Pada infeksi sitemik yang tubuh lain yang mudah memar atau perdarahan lainnya
sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah atau memberikan kecurigaan terhadap penyebab sistemik dan
DBD, demam tifoid. dianjurkan pemeriksaan hematologis.9,13
3. Tumor
Pemeriksaan Fisik
Epistaksis dapat juga timbul pada hemangioma dan
karsinoma. Pada epistaksis akibat adanya tumor biasanya
Setelah memeriksa keadaan umum pasien dan
bersifat berat dan sulit di atasi
memastikan tanda vital stabil, perhatian diarahkan pada
4. Penyakit kardiovaskular
hidung. Alat-alat yang perlu disiapkan untuk pemeriksa
Hipertensi merupakan penyumbang terbanyak kejadian
antara lain lampu kepala, spekulum hidung dengan ukuran
epistaksis akibat penyakit kardiovaskular. Penyebab lain
yang sesuai (anak atau dewasa), alat penghisap (Suction)
bisa seperti pada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis
dan pinset bayonet. Bahan-bahan yang harus disiapkan
hepatis atau diabetes melitus.
adalah kapas, kain kasa, larutan pantokain 2% atau
5. Kelainan pembuluh darah lokal
larutan lidokain 2%, larutan epinefrin 1:100.000 dan
6. Kelainan darah seperti leukemia, trombositopenia, 13
1:200.000.
anemia dan hemophilia.
7. Kelainan kongenital Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan ditempatkan dalam posisi duduk tegak atau tidur dengan
epsitaksis ialah telengiektasis hemoragik herediter. posisi kepala tinggi yang memudahkan pemeriksa bekerja
Epistaksis juga sering terjadi pada orang dengan kelainanf dan cukup sesuai untuk mengobservasi atau
aktor von willenbrand mengeksplorasi kavum nasi pasien. Dengan menggunakan
8. Perubahan udara atau tekanan. spekulum, hidung dibuka dan dengan alat pengisap
9. Gangguan hormonal. dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan,
sekret maupun bekuan darah, sesudah dibersihkan seluruh
Diagnosis kavum nasi diobservasi untuk mencari sumber perdarahan
dan kemungkinan faktor penyebab perdarahan.
Untuk menegakkan diagnosis penyebab terjadinya
Kemudian masukkan kapas tampon xylocaine jelly dengan
epistaksis diperlukan serangkaian pemeriksaan, meliputi:
adrenalin atau epinefrin 1:5000 atau dengan larutan efedrin
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1 - 2% atau kapas yang telah disemprot dengan larutan
Pada sebagian besar kasus, penyebab epistaksis sudah
epinefrin: lidokain 1 : 4 ke dalam hidung untuk
dapat ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi
Bila tidak dijumpai kehilangan darah yang berat, tidak ada
pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti
kecurigaan faktor sistemik dan lokasi perdarahan anterior
untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas
telah dapat ditentukan, maka tidak perlu dilakukan 13
dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
pemeriksaan laboratorium.13

Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis

Pemerikasaan penunjang dilakukan untuk


mencari penyebab perdarahan dari hidung. Pemeriksaan
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

yang dapat dilakukan yaitu: nasoendoskopi, foto kepala perdarahan telah terkontrol atau belum. Penderita
(posisi waters, lateral dan caldwell), Cumputed Tomografi sebaiknya tetap tegak namun tidak hiperekstensi untuk
Scan (CT Scan), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). menghindari darah mengalir ke faring yang dapat
9
Pemeriksaan nasoendoskopi dilakukan untuk evaluasi mengakibatkan aspirasi.
bagian kavum nasi dan muara sinus secara langsung
menggunakan tampilan berkualitas tinggi. Ini adalah
prosedur yang biasa dilakukan di bagian THT-KL dan
berfungsi sebagai alat diagnostik objektif dalam
mengevaluasi mukosa hidung, anatomi sinonasal, dan
patologi hidung. Nasoendoskopi dapat dilakukan dengan
13
menggunakan teleskop serat optik atau teleskop kaku.

Pemeriksaan foto kepala dilakukan dalam 2


Gambar 5. Penekanan Langsung pada Ala Nasi (a) Benar,
posisi, yaitu posisi Waters, Lateral dan Caldwell. 16
(b) Salah.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat gambaran sinus
paranasal, detail tulang kepala, dasar kepala dan struktur 2. Kauterisasi
tulang wajah pada epistaksis yang dicurigai akibat fraktur Perdarahan yang berasal dari plexus Kiesselbach dapat
nasal dan trauma wajah. Pemeriksaan Computed ditangani dengan kauteriasi kimia Perak Nitrat 30%, Asam
Tomography Scan (CT Scan) sangat penting untuk menilai Triklorasetat 30%, atau Polikresulen pada pembuluh darah
rongga hidung dan sinus paranasalis terhadap yang mengalami perdarahan selama 2 – 3 detik.
kemungkinan adanya penyakit primer yang menjadi Kauterisasi tidak dilakukan pada kedua septum karena
penyebab dari epistaksis. Beberapa penyakit yang dapat dapat menimbulkan perforasi.15
menjadi penyebab dari epistaksis antara lain trauma, Metode kauterisasi ini dilakukan pada perdarahan yang
neoplasma maupun kelaianan kongenital dapat ditegakkan lebih masif yang kemungkinan berasal dari daerah
diagnosis dengan bantuan CT Scan. Demikian juga, posterior, dan kadang memerlukan anestesi lokal. Terdapat
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih baik dua macam mekanisme elektrokauter, yaitu monopolar dan
dibandingkan CT scan dalam membedakan tumor dari bipolar.
sekitarnya terkait penyakit inflamasi. 13 3. Tampon Hidung
Tampon hidung dapat digunakan untuk menangani
Penatalaksanaan epistaksis yang tidak responsif terhadap kauterisasi.
Terdapat dua tipe tampon, tampon anterior dan tampon
Terdapat tiga prinsip utama dalam menanggulangi
posterior. Pada keduanya, dibutuhkan anestesi dan
epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah 14
vasokonstriksi yang adekuat.
komplikasi, dan mencegah berulangnya epistaksis.
Menghentikan perdarahan dapat dilakukan dengan Tampon Anterior. Untuk tampon anterior dapat
penekanan langsung pada ala nasi, kauterisasi, digunakan tampon Boorzalf atau tampon sinonasal atau
pemasangan tampon hidung (anterior dan posterior), ligasi tampon pita (ukuran 1,2 cm x 180 cm), yaitu tampon yang
arteri dan embolisasi. Pencegahan terhadap terjadinya dibuat dari kassa gulung yang diberikan vaselin putih
komplikasi dapat dilakukan dengan: mengatasi dampak (petrolatum) dan asam borat 10%, atau dapat
darai perdarahan yang banyak. Salah satu yang dilakukan menggunakan salep antibiotik, misalnya Oksitetrasiklin 1%,
adalah; pemberian infus atau transfusi darah. 14,15 tampon ini merupakan tampon tradisional yang sering
9
digunakan.
Menghentikan Perdarahan
Bahan lain yang dapat dipakai adalah campuran
1. Penekanan Langsung Pada Ala Nasi
bismuth subnitrat 20% dan pasta parafin iodoform 40%,
Penanganan pertama dimulai dengan penekanan
pasta tersebut dicairkan dan diberikan secara merata pada
langsung ala nasi kiri dan kanan bersamaan selama 5 – 30
tampon sinonasal/ pita, tampon ini dapat dipakai untuk
menit. Setiap 5 – 10 menit sekali dievaluasi apakah
membantu menghentikan epistaksis yang hebat. Pasang
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

dengan menggunakan spekulum hidung dan pinset 5. Embolisasi


bayonet, yang diatur secara bersusun dari inferior ke
superior dan seposterior mungkin untuk memberikan Perdarahan yang berasal dari system arteri karotis

tekanan yang adekuat. Apabila tampon menggunakan eksterna dapat diembolisasi. Dilakukan angiografi

boorzalf atau salep antibiotik harus dilepas dalam 2 hari, preembolisasi untuk mengevaluasi sistem arteri karotis

sedangkan apabila menggunakan bismuth dan pasta eksterna dan arteri karotis interna. Embolisasi dilakukan

paraffin iodoform dapat dipertahankan sampai 4 hari.


14 pada arteri maxilaris interna dan externa. Angiografi
postembolisasi dapat digunakan untuk menilai tingkat
14
oklusi.

Mencegah Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari


epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat dari usaha
Gambar 6. Skema Pemasangan Tampon Hidung Anterior penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat
9
(Tampon Boorzalf). dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran napas bawah,
syok, anemia, dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah
Tampon posterior. Epistaksis yang tidak terkontrol
secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia,
menggunakan tampon rongga hidung anterior dapat
iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard
ditambahkan tampon posterior. Secara tradisional,
sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini
menggunakan tampon yang digulung, dikenal sebagai
pemberian infus atau transfusi darah harus dilakukan
tampon Bellocq. Apabila melakukan pemasangan tampon
segera.14
posterior, maka tampon anterior seyogyanya tetap
dipasang. Antibiotik intravena tetap diberikan untuk Beberapa komplikasi yang terjadi pemasangan
14
mencegah rinosinusitis dan syok septik. tampon adalah: rhinosinusitis, hinosinusitis, Otitis Media,
Hemotimpanum, Septikemia/ toxic shock syndrome, Sinekia,
perforasi septum nasi, Bloody tears. Khusus pemasangan
tampon posterior (belloq) akan menimbulkan dampak
seperti: laserasi palatum mole atau sudut bibir bila benang
yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan pada bibir dan
pipi. Dampak lainnya adalah nekrosis mukosa hidung atau
septum bila balon dipompa terlalu keras.15

Mencegah Berulangnya Epistaksis

Mencari penyakit dasar yang menyebabkan


epistaksis sangat penting untuk mencegah berulangnya
epistaksis. Penanganan penyakit yang menjadi penyebab
epistaksis seperti hipertensi, trombositopenia, koagulopati,
14
Gambar 7. Skema Pemasangan Tampon Bellocq. keganasan, fraktur maksilofasial membantu dalam
14
penanganan epistaksis dan pencegahan rekurensi.
4. Ligasi Arteri
Prognosis
Pemilihan pembuluh darah yang akan diligasi
bergantung pada lokasi epistaksis. Secara umum, semakin Secara umum prognosis epistaksis baik, tapi
dekat ligasi ke lokasi perdarahan, maka kontrol bervariasi tergantung tatalaksana yang tepat, maka hasilnya
perdarahan semakin efektif. Pembuluh darah yang dipilih akan baik. Tatalaksana suportif yang baik dan pengendalian
antara lain: arteri karotis eksterna, arteri maksila interna etiologi penyebabnya memungkinkan pasien untuk tidak
14
atau arteri etmoidalis. mengalami rekurensi. Beberapa pasien mungkin sembuh
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

sendiri dengan tatalaksana minimal. Sebagian pasien • Riwayat alergi debu dan udara dingin tidak ada
15
mungkin juga memerlukan tatalaksana berulang. • Riwayat diabetes melitus tidak ada
• Riwayat hipertensi tidak ada
• Riwayat merokok dan mengonsumsi minuman
alkohol tidak ada.
LAPORAN KASUS • Riwayat keganasan tidak ada
IDENTITAS PASIEN • Riwayat mual dan muntah tidak ada
Nama : Tn. BR • Riwayat demam tidak ada
Umur : 26 tahun Riwayat Penyakit Keluarga:
Jenis Kelamin : Laki-laki • Riwayat Adenoid Karsinoma Kistik pada ibu pasien
Pekerjaan : Fotografer • Riwayat keluarga dengan keluhan serupa tidak ada
Alamat : Pengambiran, Padang • Riwayat DM dan Hipertensi pada keluarga tidak
Status : Belum Menikah ada
Nageri Asal : Indonesia
Agama : Islam Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:
• Pasien seorang lulusan Desain Komunikasi Visual
dan bekerja sebagai fotografer di salah satu studio di kota
ANAMNESIS
Padang
Seorang pasien laki-laki, berusia 26 tahun datang ke IGD
• Riwayat mengkonsumsi alkohol tidak ada
RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan keluhan keluar darah
PEMERIKSAAN FISIK
dari hidung kiri sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
• Keadaan Umum : sakit sedang
Keluhan Utama:
• Kesadaran :composmentis cooperative
Keluar darah dari hidung kiri sejak 6 jam sebelum masuk
• Tekanan darah : 125/88 mmHg
rumah sakit.
• Frekuensi nadi : 88 x / menit
Riwayat Penyakit Sekarang:
• Awalnya pasien sedang bersin kuat, tiba-tiba keluar • Suhu : 36,5°C

darah dari lubang hidung sebelah kiri, sekitar 10 lembar tisu. • Pernapasan : 20 x / menit
Kemudian pasien dibawa ke RSUP Dr.M.Djamil Padang, PEMERIKSAAN SISTEMIK
saat di IGD darah sudah berhenti, dan pasien kemudian ● Kepala : Normocephal
dipulangkan. Kemudian keluar darah lagi dari hidung 6 jam ● Mata
yang lalu saat pasien sedang tidur kurang lebih 10 lembar o Konjungtiva : Anemis (-/)
tisu, pasien kemudian berobat ke RSUP Dr.M.Djamil o Sklera : Ikterik (-/-)
Padang. ● Toraks
• Riwayat keluar darah dari hidung tidak ada o Jantung : Tidak diperiksa
• Rasa darah mengalir di tenggorok ada o Paru : Tidak diperiksa
• Hidung tersumbat tidak ada ● Abdomen : Tidak diperiksa
• Nyeri pada hidung tidak ada ● Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada,
• Penurunan penciuman tidak ada CRT<2 detik
• Rasa penuh di telinga tidak ada
• Riwayat mengorek-ngorek hidung ada STATUS LOKALIS THT-KL
• Riwayat trauma pada hidung tidak ada Telinga
• Riwayat bersin kuat ada Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
• Benjolan di leher, ketiak dan selangkangan tidak Kelainan - -
ada Daun Telinga Kongenital
• Riwayat darah sukar berhenti tidak ada Trauma - -
• Nyeri kepala hebat tidak ada Radang - -
• Pandangan ganda tidak ada Kelainan - -
Riwayat Penyakit Dahulu: Metabolik
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Nyeri Tarik - - Massa -


Nyeri Tekan - -
Dinding Liang Cukup Lapang + + Sinus Paranasal
Telinga (N) Pemeriksaan Dextra Sinistra
Sempit - - Nyeri Tekan - -
Hiperemi - - Nyeri Ketok - -
Edema - -
Massa - - Rinoskopi Anterior
Sekret/ Sekret - - Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Serumen Bau - - Vestibulum Vibrise Sedikit Sedikit
Warna - - Radang - -
Jumlah - - Kavum Nasi Cukup Lapang Cukup Cukup
Jenis - - (N) lapang Lapang
Membran Timpani Sempit - -
Utuh Warna Putih Putih Lapang + +
Keabuan Keabuan Clotting - +
Refleks Cahaya + + Ekskoriasi - +
Bulging - - Laserasi - -
Retraksi - - Darah - +
Atrofi - - merembes
Perforasi Jumlah - - Sekret Lokasi - -
Perforasi Jenis - -
Jenis - - Jumlah - -
Kuadran - - Bau - -
Pinggir - - Konka Inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Mastoid Tanda Radang - - Warna Merah Hiperemi
Fistel - - Muda s
Sikatrik - - Permukaan Licin,rata Licin,rata
Nyeri Tekan - - Edema - -
Nyeri Ketok - - Konka Media Ukuran Eutrofi Eutrofi
Tes Garpu Rinne + + Warna Merah Hiperemi
Tala Schwabach Sama Sama muda s
dengan dengan Permukaan Licin, Licin, rata
pemeriksa pemeriksa rata
Weber Tidak Ada Lateralisasi
Edema - -
Kesimpulan Normal
Septum Cukup Deviasi (+) spina
Audiometri Tidak dilakukan
Lurus/Deviasi
pemeriksaan
Permukaan Licin Licin
Timpanometri Tidak dilakukan
Warna Merah Hiperemi
pemeriksaan
Muda s
Spina - +
Hidung
Krista - -
Pemeriksaan Kelainan
Abses - -
Hidung Luar Deformitas -
Perforasi - -
Kelainan Kongenital -
Massa Lokasi - -
Trauma -
Bentuk - -
Radang -
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Ukuran - - Superior Warna Merah Merah


Permukaan - - Muda Muda
Warna - - Permukaan Licin Licin
Konsistensi - - Edema - -
Mudah - - Dinding Faring Warna Merah Merah
Digoyang Muda Muda
Pengaruh - - Permukaan Licin Licin
Vasokonstriktor Clotting +
Tonsil Ukuran T1 T1
Rinoskopi Posterior Warna Merah Merah
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra Muda Muda
Koana Cukup Lapang Lapang - Permukaan Licin Licin
(N) Muara Kripti Tidak Tidak
Sempit - Sempit Melebar Melebar
Lapang - - Detritus - -
Mukosa Warna Merah Merah Eksudat - -
muda muda Perlengketan - -
Edema - - dengan Pilar
Jaringan - - Peritonsil Warna Merah Muda
Granulasi Edema - -
Konka Ukuran Eutrofi Eutrofi Abses - -
Superior Warna Merah Hiperemi Tumor Lokas - -
Muda s Bentuk - -
Permukaan Licin Licin Ukuran - -
Edema - - Permukaan - -
Adenoid Ada/Tidak Ada Konsistensi - -
Muara Tuba Tertutup Sekret - - Gigi Karies/Radiks - -
Eustachius Edema Mukosa - - Kesan Hygiene Hygiene
Massa Lokasi - - Baik Baik
Bentuk - - Lidah Warna Merah Merah
Ukuran - - Muda Muda
Permukaan - - Bentuk Normal Normal
Post Nasal Ada/Tidak - - Deviasi - -
Driip
Jenis - - Massa - -

Orofaring dan Mulut Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra ● Pada inspeksi tidak terlihat pembesaran kelenjar
Trismus Ada/tidak - getah bening
Edema - ● Pada palpasi tidak teraba pembesaran kelenjar
Bifida - getah bening
Palatum Mole Simetris/Tidak Simetris Simetris
RESUME
+ Arkus Faring Warna Merah Merah
Muda Muda Seorang pasien laki-laki berusia 26 tahun datang ke IGD
Edema - - RSIP Dr.M.Djamil Padang dengan keluhan utama keluar

Bercak/Eksudat - - darah dari hidung kiri sejak 6 jam sebelum masuk rumah

Konka Ukuran Eutrofi Eutrofi sakit. Riwayat keluar darah dari hidung tidak ada. Rasa
Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

darah mengalir di tenggorok ada. Hidung tersumbat tidak telah dapat ditentukan, maka tidak perlu dilakukan
ada. Nyeri pada hidung tidak ada. Penurunan penciuman pemeriksaan laboratorium.
tidak ada. Rasa penuh di telinga tidak ada. Riwayat Tatalaksana pasien ini yang paling utama adalah
mengorek-ngorek hidung ada. Riwayat trauma pada hidung menghentikan perdarahan. Pada pasien ini teah dilakukan
tidak ada. Riwayat bersin kuat ada. Benjolan di leher, ketiak penekanan langsung pada ala nasi, dilakukan selama 15
dan selangkangan tidak ada. Riwayat darah sukar berhenti menit dengan posisi badan pasien agak kedepan dengan
tidak ada. Nyeri kepala hebat tidak ada. Pandangan ganda kepala sedikit fleksi. Akan tetapi, perdarahan masih juga
tidak ada. belum berhenti sehingga dilakukanlah pemasangan tampon
Pada pemeriksaan fisik rinoskopi anterior didapatkan kavum anterior saat di IGD. Pemasangan tampon anterior dipakai
nasi dekstra lapang, konka inferior dan konka media eutrofi, untuk membantu menghentikan epistaksis. Selain itu pada
serta terdapat cloting. Sedangkan pada kavum nasi sinistra, pasien juga diberikan IVFD RL 1 kolf/8 jam untuk mencegah
didapatkan kavum nasi lapang, konka inferior dan media syok hipovolemik pada pasien. Pada pasien juga diberikan
eutrofi, terdapat septum deviasi spina, adanya ekskoriasi obat injeksi ceftriaxone 2x1 gram, asam tranexamat 3x500
dan darah merembes. Pada tenggorok juga ditemukan mg, dan injeksi vitamin K 3X1 ampul. Setelah masuk ruang
cloting. rawatan, pasien diberikan terapi lanjutan.
Diagnosis utama:
Epistaksis Anterior DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis tambahan: - 1. Nabil Abdulghany S., Abdulsalam Mahmoud

Diagnosis Banding: - Algamal. 2014. Relationship between epistaxis and


hypertention: Acause and effect or coincidence? J Saudi
Pemeriksaan Anjuran: -
Heart Assos; 27:79-79.

Tindakan: 2. Foshee J, lloreta AM, Nyquist GG, Rosen MR.

Nose toilet 2016. Epistaxis. In Rhinology hand book.New York.p109-

Pemasangan Tampon Anterior 123

Prognosis: 3. Mangunkusumo E dan Wardani RS. 2012.

Quo ad vitam : Bonam Epistaksis, dalam Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung

Quo ad sanam : Dubia ad bonam tenggorok kepala dan leher edisi ketujuh. Jakarta.P131-135
4. Mangunkusumo, Endang., Retno S Wardani.,

DISKUSI 2012. Perdarahan Hidung dan Gangguan Penghidu di Buku

Pada pasien ini didapatkan adanya keluhan keluar darah Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokkan Kepala
dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
dari hidung kiri sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
5. Foshee J, lloreta AM, Nyquist GG, Rosen MR.
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat mengorek-
ngorek hidung dan juga riwayat bersin-bersin kuat. 2016. Epistaxis. In Rhinology hand book.New York.p109-
123
Berdasarkan literatur, kebiasaan mengorek-ngorek hidung
2 6. Sobotta. 2013. Sobbota atlas anatomi manusia.
dapat menyebabkan terjadinya epistaksis. Kemudian dari
pemeriksaan rinoskopi anterior, didapatkan adanya cloting Edisi 22. EEG penerbit buku kedokteran. Jakarta

di kavum nasal kanan dan kiri serta tenggorok, deviasi 7. Dhingra PL, Dhingra Shruti.2018. Disease of Er,
th
septum nasal ke arah kiri, dan terdapat ekskoriasi dan darah Nose and. Throat & Head and Neck Surgery 7 edition. New

merembes di kavum nasal kiri. Delhi:Elsevier

Untuk menegakkan diagnosis penyebab terjadinya 8. Santos PM, Lapore ML. Epistaxis. Dalam: Bailey

epistaksis diperlukan serangkaian pemeriksaan, meliputi: BJ. Head and Neck Surgery Otolaringology. Vol. 2. 3rd ed

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Philadelphia. JB Lippincot. 2001. P. 301302.

Pada sebagian besar kasus, penyebab epistaksis sudah 9. Soepardi AA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti

dapat ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok

Bila tidak dijumpai kehilangan darah yang berat, tidak ada kepala dan leher edisi ketujuh. Jakarta : Balai Penerbit FK

kecurigaan faktor sistemik dan lokasi perdarahan anterior UI. 2017


Dokter Muda THT-KL Periode Mei – Juni 2022
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

10. Dhingra PL, Dhingra Shruti.2018. Disease of Ear,


Nose and. Throat & Head and Neck Surgery 7th edition.
New Delhi:Elsevier
11. Nash CM MSc and Fiel S. MB Bch. 2008.
Epidemiology of Epistaxis in a Canadian Emergency
Departement. IJEM; 8(3) 23-28.
12. Limen Merry P, Ora Palandeng, and Ronny
Tumbel. 2013. Epistaksis di Poliklinik THT-KL BLU RSUP
Prof.Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010.
13. Husni T, Hadi Z. Pendekatan Diagnosis dan
Tatalaksana Epistaksis. J Kedokt Nanggroe Med.
2019;2(2):26–32.
14. Punagi AQ. Epistaksis Diagnosis dan
Penatalaksanaan Terkini. Makassar : Digi Pustaka, 2017.
15. Behrbohm H, et al. Ear Nose and Throat Diseases
With Head and Neck Surgery. 3rd Ed
16. Stuttgart : Thieme, 2009. pp. 191-97.Dhillon RS,
East CA. An Illustrated Colour Text Ear, Nose and Throat
and Head and Neck Surgery. 2nd Ed. Philadelphian:
Churchill Livingstone, 2000. pp. 48-9.

Anda mungkin juga menyukai