Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

KURETASE (PRE KURETASE)

A. Pengertian Kuretase
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam
untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus gunanya untuk
mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi (Sofian, 2011).
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi dengan alat kuretase (sendok
kuretase). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam
untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus (Manuaba, 2010).
Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum
uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument (sendok kuret) ke dalam
kavum uteri.
Kuret adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam Rahim. Jaringan
itu sendiri bisa berupa tumor, selaput Rahim, atau janin yang dinyatakan tidak berkembang
maupun sudah meninggal. Dengan alasan medis, tidak ada cara lain jaringan semacam itu
harus dikeluarkan.
B. Tujuan Kuretase
Damayanti (2008) mengatakan bahwa tujuan kuretase terbagi atas :
a. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim
Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat diketahui
penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya perdarahan pervaginam
yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan kanker endometriosis atau
kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/fertilitas
b. Kuret sebagai terapi
Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran kehamilan
dengan cara mengeluarkan hail kehamilan yang telah gagal berkembang,
menghentikanperdarahan akibat mioma dan polip dari dalam rongga rahim,
menghentikan perdarahan akibat gangguan hormone dengan cara mengeluarkan
lapisan dalam mengeluarkan lapisan dalam rahim misalnya kasus keguguran,
tertinggalnya sisa jaringan janin di dalam rahim setelah proes persalinan, hamil
anggur, menghilangkan polip Rahim
C. Prosedur Kuretase
Menurut fajar (2007) persiapan pasien sebelum kuretase adalah:
a. Puasa
Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan dirinya. Misal
berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut dalam keadaan kosong sehingga
kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
b. Persiapan psikologis
Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang kuret
sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang
biasa- biasa aja. Seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual.
Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan
bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi.
Sebab rasa takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka
obat bius yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya udah bekerja
lebih dahulu. Sebaliknya, bila disaat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa
mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik untuk itu sebaiknya
sebelum menjalani kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan psikis bisa dengan berusaha
menenangkan diri untuk mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila ibu meminta bantuan
kepada orang terdekat seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya.
c. Minta Penjelasan Dokter
Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada dokter secara lengkap,
mulai apa itu kuret, alasan kenapa harus dikuret, persiapan yang harus dilakukan, hingga
masalah atau resiko yang mungkin timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib
menjelakan segala sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap diharapkan dapat
membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang dalam pelaksanaan kuret.
D. Teknik Kuretase
a. Tentukan letak rahim
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai umumnya terbuat
dari metal dan biasanya melengkung. Karena itu alat-alat tersebut harus dimasukkan sesuai
dengan letak rahim. Tujuannya supaya jangan terjadi salah arah (fase route) dan perforasi.
b. Penduga rahim (sondage)
Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang atau dalamnya
penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim membentur fundus uteri,
telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar,
lalu baca berapa cm dalamnya rahim.
c. Kuretase
Seperti yang telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar. Jangan memaukkan
sendok kuret dengan kekuatan, dan pengerokan biasanya dimulai di bagian tengah. Pakailah
sendok kuret yang tajam (ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu
melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur kelapa). Dengan
demikian, kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan (Sofian, 2011).
d. Dilatasi dengan dua tahap
Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara yang memerlukan pembukaan
kanalis servikalis yang lebih besar (misalnya untuk mengeluarkan mola hidatidosa) dapat
dilakukan dilatasi dalam dua tahap. Dimasukkan dahulu ganggang laminaria dengan
diameter 2-5 mm dalam kanalis servikalis dengan ujung atasnya masuk sedikit kedalam
kavum uteri dan ujung bawahnya masih di vagina, kemudian dimasukkan tampon kasa
kedalam vagina. Ganggang laminaria memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi air,
sehingga diameternya bertambah dan mengadakan pembukaan dengan perlahan-lahan pada
kanalis servikalis. Sesudah 12 jam ganggang dikeluarkan dan pembukaan dapat dibesarkan
dengan busi hegar, bahaya pemakaian ganggang laminaria adalah infeksi dan perdarahan
mendadak.
e. Kuretase dengan cara penyedotan (suction curretage)
Dalam tahun-tahun terakhir ini lebih banyak digunakan oleh karena perdarahan tidak
seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil. Setelah diadakan persiapan seperlunya
dan letak serta besarnya uterus ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan
serviks dipegang dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk mengetahui
panjang dan jalanya kavum uteri. Anastesi umum dengan penthoal sodium, atau anastesia
percervikal block dilakukan dan 5 satuan oksitosin disuntikkan pada korpus uteri dibawah
kandung kencing dekat pada perbatasanya pada serviks. Sesudah itu, jika perlu diadakan
dilatasi pada serviks agar dapat memasukkan kuret penyedot yang besarnya didasarkan pada
tuanya kehamilan (diameter antara 6 dan 11 mm). Alat tersebut dimasukkan sampai
setengah panjangnya kavum uteri dan kemudian ujung luar dipasang pada alat pengisap
(aspirator). Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret
digerakkan naik turun sambil memutar porosnya perlahan-lahan. Pada kehamilan kurang
dari 10 minggu abortus diselesaikan dalam 3-4 menit. Pada kehamilan yang lebih tua,
kantong amnion dibuka dahulu dengan kuret dan cairan serta isi lainnya diisap keluar.
Apabila masih ada yang tertinggal, sisa itu dikeluarkan dengan kuret biasa (Prawirohardjo,
2007).
E. Komplikasi dilakukannya Kuretase
a. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan
terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke rongga
peritoneum, ke ligatum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus
ditetapkan terlebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks
jangan digunakan tekanan yang berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan dengan hati-
hati, akan tetapi penarikan kuret keluar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar.
Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga
terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan
umum nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunya hemoglobin dan keadaan perut bawah.
Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparotomi
percobaan dengan segera.
b. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksaan maka dapat timbul robekan pada
serviks dan perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang
segera timbul adalah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan
vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timnulnya incompetent cervik.
c. Perlekatan dalam kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi
harus dikeluarkan, tetapi jaringan sampai terkerok, karena hal itu dapat menyebabkan
terjadinya perlekatan dinding kavum uteri do beberapa tempat. Sebaiknya kerokan
dihentikan pada suatu tempat apabila tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu
lembut lagi. d. Perdarahan Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada molahidatidosa ada
bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfuse darah
dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kassa kedalam uterus dan vagina
(Prawirohardjo, 2007).
F. Kondisi dilakukannya Kuretase
Kuretase tak bisa asal dilakukan. Selain harus ada indikasi medis, juga harus ada
persetujuan dari pasangan suami-istri. Dan, keputusan tersebut ditentukan oleh tim dokter
dari hasil diagnosa.
Beberapa kondisi dimana seorang wanita harus menjalani kuretase:
1. Jiwa ibu terancam oleh kehamilan
Ada kalanya kehamilan dapat mengancam jiwa ibu, karena ibu mempunyai kelainan.
Seperti kelainan jantung atau paru-paru. Wanita dengan kelainan organ penting berisiko
tinggi bila hamil. Misalnya, mengalami kelainan pada paru-paru, untuk berbaring saja
sesak apalagi kalau hamil, dimana ada tekanan pada paru-paru risikonya akan makin
besar.
2. Perdarahan pascapersalinan
Kehamilan dan kelahiran bisa saja lancar. Namun, ada kalanya terjadi perdarahan hebat
pascapersalinan akibat sisa-sisa jaringan yang belum keluar atau terlepas. Pada kondisi
ini, tindakan kuretase harus dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa jaringan yang masih
tertinggal agar perdarahan tidak terus terjadi. Perdarahan pascapersalinan ini bisa
langsung terjadi setelah melahirkan, tapi bisa juga satu minggu atau satu bulan kemudian.
3. Ada gangguan haid
Kuretase bisa saja dilakukan pada wanita yang tidak hamil, yang mengalami perdarahan
akibat gangguan haid. Gangguan haid seperti itu, seringkali tidak dapat diatasi dengan
obat-obatan. Begitupun dengan perdarahan yang terjadi pada wanita usia di atas 40 tahun,
yang juga terjadi akibat gangguan haid. Pada kondisi seperti itu, harus dilakukan
kuretase, dengan dua tujuan. Pertama, untuk menghentikan perdarahan akibat adanya
sisa-sisa jaringan yang masih tertinggal dan kedua untuk mencari kepastian apakah
jaringan tersebut ganas atau tidak. Bila mengandung keganasan, akan ditentukan
pengobatan selanjutnya sehingga keganasan tersebut segera dapat dihentikan atau
diminimalkan.
4. Kehamilan bermasalah
Wanita yang kehamilannya mengalami masalah, seperti hamil anggur, hamil kosong,
ataupun janin meninggal dalam kandungan, juga harus diatasi dengan kuretase untuk
mengeluarkan sisa-sisa jaringan. Untuk mencegah perdarahan yang bisa saja terjadi.
Banyak wanita yang takut menjalani kuretase. Tapi, bila mengalami masalah seperti yang
telah disebutkan, mau tidak mau kuretase harus dilakukan demi menyelamatkan nyawa.
Tindakan kuretase sebaiknya dilakukan pada trimester pertama atau maksimal janin
berusia 12 minggu. Sebab, pada saat itu janin belum begitu besar, dan keamanannya
cukup tinggi. Tapi, pada kasus lain, misalnya, janin meninggal dalam kandungan usia 4-5
bulan pun bisa dilakukan meski risikonya lebih tinggi.
Tindakan kuretase memang relatif aman dilakukan saat usia kehamilan baru menginjak
trimester pertama. Sebab, pada saat itu risiko terjadinya efek samping sangat kecil.
G. Indikasi Kuretase
1. Abortus incomplete ( keguguran saat usia kehamilan < 20 mg dengan didapatkan sisa-
sisa kehamilan, biasanya masih tersisa adanya plasenta). Kuretase dalam hal ini
dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena keguguran.
Mekanisme perdarahan pada kasus keguguran adalah dengan adanya sisa jaringan
menyebabkan rahim tidak bisa berkontraksi dengan baik sehingga pebuluh darah pada
lapisan dalam rahim tidak dapat tertutup dan menyebabkan perdarahan.
2. Blighted ova ( janin tidak ditemukan, yang berkembang hanya plasenta ). Dalam kasus
ini kuretase harus dilakukan oleh karena plasenta yang tumbuh akan berkembang
menjadi suatu keganasan, seperti chorio Ca, penyakit trophoblas ganas pada kehamilan.
3. Dead conseptus ( janin mati pada usia kehamilan < 20 mg ). Biasanya parameter yang
jelas adalah pemeriksaan USG, dimana ditemukan janin tetapi jantung janin tidak
berdenyut. Apabila ditemukan pada usia kehamilan 16-20mg, diperlukan obat
perangsang persalinan untuk proses pengeluaran janin kemudian baru dilakukan
kuretase. Akan tetapi bila ditemukan saat usia kehamilan < 16 mg dapat langsung
dilakukan kuretase.
4. Abortus mola ( tidak ditemukannya janin, yang tumbuh hanya plasenta dengan gambaran
bergelembung2 seperti buah anggur, yang disebut hamil anggur ). Tanda2 hamil anggur
adalah tinggi rahim tidak sesuai dengan umur kehamilannya. Rahim lebih cepat
membesar dan apabila ada perdarahan ditemukan adanya gelembung2 udara pada darah.
Hal ini juga dapat menjadi suatu penyakit keganasan trophoblas pada kehamilan.
5. Menometroraghia ( perdarahan yang banyak dan memanjang diantara siklus haid ).
Tindakan kuretase dilakukan disamping untuk menghentikan perdarahan juga dapat
digunakan untuk mencari penyebabnya, oleh karena ganguan hormonal atau adanya
tumor rahim ( myoma uteri ) atau keganasan ( Kanker endometrium ) setelah hasil
kuretase diperiksa secara mikroskopik ( Patologi Anatomi jaringan endometrium ).
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti. 2008. Buku Ajar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Sarwono Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sofian. 2011. Rustam Muchtar Sinopsis Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai