PEMBAHASAN
A. Induksi Persalinan
Penatalaksanaan KPD
Penatalaksaan KPD menurut Sujiyatini (2009) ada 2 macam yaitu
penatalaksanaan pada KPD pada umur kehamilan < 37 minggu dan pada
umur kehamilan > 37 minggu.
1) Penatalaksanaan pada kehamilan < 37 minggu
Penatalaksanaan KPD secara konservatif pada kehamilan < 37minggu
adalah dengan memberikan Antibiotik profilaksis setiap 6 jam, dan tidak
terlalu sering dilakukan pemeriksaan dalam, yang tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya infeksi. Pasien dirawat dirumah sakit tidur dalam
posisi trendelenberg.Pasien juga diberi obat tokolitik untuk menunda
proses persalinan. Selain diberikan antibiotik dan tokolitik, pasien dengan
KPD juga diberikan kortikosteroid untuk mematangkan paru janin.Selama
dalam pengelolaan konservatif maka harus dilakukan pemantauan,
seperti pemeriksaan leukosit setiap hari, observasi tanda-tanda vital
terutama temperatur setiap 4 jam sekali, dan observasi denyut jantung
janin. Jika selama pengelolaan konservatif pasien mengalami infeksi maka
segera lakukan penatalaksanaan KPD secara aktif yaitu dengan melakukan
induksi tanpa melihat umur kehamilan. Jika induksi tidak berhasil maka
dilakukan tindakan bedah sesar.
2) Penatalaksanaan pada kehamilan > 37 minggu
Jarak antara pecahnya ketuban dengan permulaan persalinan disebut
periode laten. Makin muda umur kehamilan maka makin lama periode
laten. Menurut Sujiyatini (2009) sekitar 70-80% kehamilan cukup bulan
akan terjadi persalinan dalam waktu 24 jam. Jika dalam 24 jam persalinan
belum berlangsung maka segera dilakukan penatalaksanaan aktif yaitu
dengan induksi. Pada penatalaksanan KPD dengan kehamilan aterm juga
diberikan antibiotik profilaksis. Antibiotik diberikan setelah 6
jam KPD dengan pertimbangan bahwa kemungkinan infeksi telah
terjadi dan biasanya proses persalinan akan berlangsung lebih dari
6 jam.
Persalinan Preterm.
Definisi Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada
umur kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Dan pada tahun 2005 himpunan kedokterana fetomaternal pagi
disemarang menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan
yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
~ Ibu
- Penyakit berat pada ibu.
- Diabetusmellitus/DM.
- Preklamsi/Hiperensi.
- Infeksi seluruh kemih/genital/intra uterin.
- Penyakit infeksi dengan demam.
- Setres pesikologik.
- Kelainan bentuk uterus/serviks
- Riwayat persalinan preterm/abortus berulang.
- Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
- Pemakaian obat narkotik.
- Trauma.
- Perokok berat.
- Kelainan imunologi/kelainan resus.
Disamping faktor resiko diatas, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah
tingkat Sosio-ekonomi, riwayat lahir mati, dan kehamilan diliuar nikah,
merupakan langkah penting dalam pencegahan persalinan preterm,
adalah bagaimana mengidentifikasikan faktor resiko dan kemudian
memberikan perawat auteratal serta penyuluhan agar ibu dapat
mengurangi resiko tambahan.
DIAKNOSIS
PENGELOLAAN
Pengelolaan persalinan preterm adalah apakah memamg persalinan
preterm. Mencari penyebab nya dan menilai kesejahteraan janin yang
dapat dilakukan secara klinis, laboratories, atau pun USG. Meliputi
pertumbuhan/berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion, presentasi
dan keadaan janin atau kelainan kongenital. Dan bila proses ersalinan
kurang bulan masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah
dilakukan segala upaya pencegahan, maka perlu di pertimbangan :
- Seberapa besar kemampuan klinik untuk menjaga kehidupan bayi
preterm atau berapa persen yang akan hidup menurut berat dan usia
gestasi
- Bagaimana sebaiknya persalinan berakhir, pervaginaan atau bedah
sesar
- Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya perdarahan otak atau
sindroma gawat nafas
- Bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi
perawatan bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacat
- Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm,
dengan rencana perawatan intensif Neonatus.
Ibu hamil yang mempunyai resiko terjadi persalinan preterm dan / atau
menunjukan tanda – tanda persalinan preterm peru dilakukan intervensi
untuk meningkatkan Neonatal Outcomes.
Tokolisis
Aasan pemberian tokoisis pada persalinan preterm adalah :
- Mencegah Mortalitas dan Morbiditas pada bayi premature
- Memberi kesempatan bagi terapi Kortikoseteroid untuk mensetimulir
Surfaktan Paru janin
- Memberi kesempatan transfer Intrauterin pada fasilitas yang lebih
lengkap
- Optimalisasi personel.
Kortikosteroid
Untuk pematangan surfaktan paru janin, menurunkan insidensi RDS,
mencegah perdarahan Intraventikuler yang akhirnya menurunkan
kematian Neonatus.
Obat yang diberikan adalah : Dexamethason atau Betametason -> Dan
tidak diulang karena resiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat.
Dosis tunggal Kortikosteroid adalah :
- Betametason = 2x12 mg. im. dengan jarak pemberian 24jam
- Dexametason = 4x6 mg. im. dengan jarak pemberian 12jam
Antibiotika
Diberikan bilamana kehamilan mengandung resiko terjadinya infeksi
seperti kasus KPD. Obat Oral yang dianjurkan adalah : Eritromisin 3x500
mg selama 3 hari. Obat lain adalah Ampisilin 3x500 mg selama 3 hari.
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan KPD pada
preterm :
- Semua alat untuk periksa vagina harus steril.
- PD vagina tidak dianjurkan, tetapi dilakukan dengan Spekulum.
Penderita dengan KPD dilakukan pengakhiran persalinan pada usia
kehamilan 36mg. Bila ditemukan adanya bukti infeksi maka pengakhiran
persalinan dipercepat/di induksi, tanpa melihat usia kehamilan.
Cara Persalinan
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginaan
dan dengan melihat berat janin. SC tidak memberi Prognosis yang lebih
baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu. Prematuritas jangan dipakai untuk
indikasi melakukan SC. SC dilakukan atas indikasi Obstetri.
Pada kehamilan letak sungsang 30-34mg. SC dapat dipertimbagkan
setelah kehamilan lebih dari 34mg, persalinan dibiarkan terjadi karena
Morbiditas dianggap sama dengan kehamilan Aterm.
Perawatan Neonatus
Perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum,
Biometri kemampuan bernafas, kelainan fisik, dan kemampuan minum.
Keadaan kritis pada bayi preterm adalah kedinginan, pernafasan yang
tidak Adekwat, atau Trauma. Suasana hangat diperlukan untuk mencegah
Hipotermia pada Neonatus (suhu badan dibawah 36,5 derajat C).
Bayi dirawat secara KANGURU untuk menghindari Hipotermia. Dibuat
perencanaan pengobatan dan asupan cairan. ASI diberikan lebih sering
bila memungkinkan diberikan Sonde atau dipasang Infus. Bayi baru lahir
harus mendapat nutrisi sesuai dengan kemampuan dan kondisi bayi.
Persiapan Pasien
1. Cairan dan slang infus sudah terpasang. Perut bawah dan lipatan paha
sudah dibersihkan dengan air dan sabun.
2. Uji fungsi dan perlengkapan peralatan ekstraksi vakum.
3. Siapkan alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.
4. Medikamentosa Oksitosin, Ergometrin, Prolain 1
5. Larutan antiseptik (Povidon iodin 10%).
6. Oksigen dengan regulator.
7. Instrumen
-Set partus : 1 set
- Vakum ekstraktor: 1 setc.klem ovum: 2
-Cunam tampon: 1
-Tabung 5 ml dan jarum suntik no.23 ( sekali) : 2
- Spekulum sim‟s atau L dan kateter karet: 2 dan 1.
Persiapan Penolong
(Operatif dan Asisten)
Persiapan Bayi
Persiapan Bayi
2. Medikamentosa
- Larutan bikarbonas natrikis 7,5% atau 8,4%
-Nalokson (narkan) 0,01 mg/kg BB
- Epinefrin 0,01%
-Antibiotika
-Akubidestilata dan dekstose 10%
3. Oksigen dengan regulator.
Indikasi Penggunaan Normal
Indikasi Ibu
2. When the patient has had a previous caesarean section, to reduce the
strain on the
scar.
Ketika pasien telah mendapat sebuah operasi caesar sebelumnya, untuk
mengurangi
ketegangan pada bekas luka.
3. For prolapse of the umbilical cord in the second stage of labour as an
emergency in
a satellite clinic (in a hospital, a caesarean section would be
performance).
Untuk prolaps tali pusat pada tahap kedua persalinan sebagai darurat di
sebuah klinik
satelit (di rumah sakit, operasi caesar akan dilakukan).
Indikasi Janin
Keuntungan
Maternal (ibu)
Complication and Dangers with The
Use of the Vacuum Extractor
Fetal (Janin)
1. A type of caput known as a vacuum ‘chignon’ forms where the cup was
placed, but this should subside after 12-24 hours.
2. Lecet, nekrosis, ulserasi kulit kepala janin, terjadi jika vakum terlalu
besar
atau lengkungan (cup) ditinggal terlalu lama.
4. Cephalhaematomas
5. Asfiksia setelah kelahiran
6. Iritasi cerebral
7. Patah tengkorak.
8. Perdarahan retina perinatal
9. Perdarahan intrakranial dari trauma saat persalinan dan / atau dari
asfiksia
10. Perdarahan subaponeurotic / subgaleal dapat terjadi dan dapat luas
11. Kadang-kadang ikterus akan terjadi ketika perdarahan antar-jaringan
telah
terjadi, karena penyerapan darah.
-Mungkin ada kebutuhan untuk resusitasi bayi, jadi semua peralatan yang
diperlukan harus dalam keadaan baik.
-Bayi mungkin memiliki luka pada kulit kepala dan wajah, yang mungkin
memerlukan perhatian.
- Bayi diamati dalam perawatan tinggi setelah melahirkan dari
kemungkinan
cedera intra-kranial.
1. Mangkuk (cup)
2. Botol
3. Karet penghubung
4. Rantai penghubung antara mangkuk dengan
pemegang
5. Pemegang (extraction bandle)
6. Pompa penghisap (vacuum pump).
Kuretase.
TUJUAN KURETASE.
Indikasi Kuretase
Persiapan Pasien
1. Cairan dan selang infus sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha
sudah
dibersihkan dengan air dan sabun.
2. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmoner.
3. Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.
4. Medikamentosa
- Analgetika (pethidin 1- 2 mg/kg BB,ketamin HCL 0,5 mg/kg/BB, tremadol
1-2 mg/kg BB)
-Sedativa (diazepam 10 mg)
- Atropin sulfas 0,25- 0,50 mg/m.
5. Larutan antiseptik (povidon iodin 10%)
6. Oksigen dengan regulator
7. Instrumen
-Cunam tampon : 1
- Cunam peluru atau tenakulum : 1
-Klem ovum ( foerster/ fenster clamp) lurus dan lengkung : 2
-Sendok kuret : 1 set
- Penera kavum uteri (uterine sound/sondage) : 1
-Spekulum sim‟s atau L dan kateter karet : 2 dan 1
- Tabung 5 ml dan jarum suntik no.23 sekali pakai: 2
- Dilatator.
Persiapan Penolong
(Operator dan Asisten)
1. Baju kamar tindakan, apron, masker dan kacamata pelindung : 3 set
2. Sarung tangan DTT/steril : 4 pasang
3. Alas kaki ( sepatu boot/karet): 3 pasang
4. Instrumen
-Lampu sorot : 1
-Mangkok logam : 2
-Penampung logam dan jaringan : 1.
1. Forsep cincin
2. Dilator serviks – hegar atau pratt
3. Sonde uterus
4. Kuret tajam
5. Tenakulum
6. Klem Jacob
7. Speculum dua katup (cocor bebek)
8. Retractor anterior
9. Forsep biopsy
10. Forsep tampon uterus
11. Forsep placenta
12. Forsep polip
13. Kanula kuretase aspirasi, saluran isap,
botol dan pompa hampa
14. Kuret endoserviks.
Faktor Risiko
1. Usia ibu yang lanjut
2. Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik
3. Riwayat infertilitas
4. Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
5. Berbagai macam infeksi
6. Paparan dengan berbagai macam zat kimia
7. Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
8. Kelainan kromosom.
9.Pendarahan
10.Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan atau
lubang di
dinding rahim
11.Gangguan haid
12.Infeksi.
SEKSIO SASAREA
Seksio Sesarea Adalah prosedur bedah yang dilakukan untuk tujuan
pengeluaran janin yang layak melalui insisi pada dinding perut dan rahim.
Operasi dapat dilakukan baik di bawah anestesi umum atau di bawah
anestesi epidural (dalam kebanyakan kasus, tujuan dari prosedur ini
adalah untuk mendapatkan bayi hidup, dalam kondisi terbaik mungkin
dalam situasi) . Bidan harus, oleh karena itu, pastikan bahwa pasien dan
keluarganyasecara memadai ditenangkan, didukung dan dibantu setelah
kelahiran,
terutama jika ini tidak mungkin mendadak sebelum operasi caesar .
Informed Consent
Contoh Diagnosa :
G IV P III A0 gravid 38 minggu 4 hari inpartu kala II suspek anencephalus.
Pemeriksaan penunjang :
Hasil pemeriksaan USG : Gravid tunggal hidup intrauterin, presentasi
kepala, anencephalus,
punggung kiri, djj 132 x/menit, plasenta di fuundus posterior, AFI kesan
cukup (6,2 cm). EFW ≈
3605 gr. GA ≈ 38 minggu 6 hari.
Setelah dievaluasi selama 60 menit, ternyata tidak didapatkan kemajuan
persalinan
dan terdapat gawat janin, sehingga diupayakan jalan operasi
perabdominam.
Indikasi Umum
1. Placenta previa terutama placenta previa totalis dan sub totalis.
2. Tidak memungkinkan persalinan per vaginam
3. Induksi persalinan gagal
4. Maternal distress atau fetal distress
5. Panggul sempit
6. Pada anak hidup dilakukan SC kalau CV kurang dari 8,5 cm. Pada anak
mati terpaksa dilakukan
SC kalau CV kurang dari 6 cm. Kalau CV Antara 8,5 dan 10 cm dilakukan
persalinan percobaan
dan kalau persalinan percobaan tidak berhasil dilakukan SC ( SC
sekunder).
7. SC ke III
8. Letak lintang
9. Tumor yang menghalangi jalan lahir
10. Pada kehamilan setelah operasi vaginal, misal fistel vesico vaginal
atau Manchester operation
11. Keadaaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak per vaginam
gagal.
Indikasi Khusus
Indikasi ibu:
1. Disproporsi fetopelvik
2. Malposisi dan malpresentasi
3. Disfungsi uterus
4. Distosia jaringan lunak
5. NeoplasmaPersalinan yang tidak dapat maju
6. Pembedahan sebelumnya pada uterus, seperti :
Seksio sesarea, Histerotomi, Miomektomi
ekspansif, jahitan luka
7. Perdarahan, seperti : Plasenta
previa, Abruptio plasenta
8. Toxemia gravidarum
9. Preeklampsia dan eklampsia
10. Hipertensi essensial
11. Nefritis kronis
Indikasi janin:
1. Gawat janin
2. Cacat atau kematian janin sebelumnya
3. Prolapsus funiculus umbilicalis
4. Insufisiensi plasenta
5. Diabetes maternal
6. Inkompatibilitas rhesus
7. Postmortem sesarea
8. Infeksi virus herpes pada traktus genitalis
Lain lain :
1. Primigravida usia lanjut
2. Bekas jahitan pada vagina
3. Anomali uteri kongenital
4. Riwayat obsterik yang jelek
5. Forceps yang gagal.
Kontraindikasi
-Janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil.
- Jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dokter kurang
berpengalaman, keadaan tidak menguntungkan bagi pembedahan dan
bila tidak tersedia
tenaga asisten yang memadai.
Persiapan
1. Periksa ulang DJJ & presentasi janin
2. Tindakan pencegahan infeksi
3. Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif
4. Pasang infus
5. Anestesia: dapat anestesia lokal, ketamin, anestesia spinal, atau
anestesia
umum.
6. Insisi mediana (vertikal/ klasik) dianjurkan pada:
- Perlekatan SBR pada bekas Seksio sesarea
-Letak lintang
-Kembar siam
-Tumor (mioma uteri) di SBR
-Hipervaskularisasi SBR (pada plasenta previa)
-Karsinoma serviks
7. Jika kepala bayi telah masuk panggul, lakukan tindakan antisepsis pada
vagina.
3. Pembedahan Akut:
Dianjurkan untuk melakukan anastesi regional:
spinal atau epidural. Padakeadaan mendesak anastesi lokal dapat
dipertimbangkan; misalnya pada
keadaan gawat ibu (edema paru, gagal ginjal) dan gawat janin.Sebaiknya
diberi antasid (Na sitrat 0,3% - 30 ml atau magnesium trisilikat 300 mg)
sebelum pembedahan, sebagai profilaksi bila terjadi aspirasi.
4. Benang:
Benang yang dianjurkan untuk jahitan uterus ialah monofilamen atau
catgut kromik.
1. Benang yang sama dapat digunakan untuk fascia.
- Untuk subkutis/kulit dapat dipakai benang 3-0 (subkutiler) bila tidak ada
dapat
digunakan benang sutra.
2.Rencana Pembedahan
3.Antibiotik
4.Infus
5. Kateterisasi
6. Personalia.
Insiden
Sebanyak 85% dari perempuan yang melahirkan pervaginam akan mengalami trauma pada
perineum(1) dan 3-12% akan mengenai otot sfingter ani. Robekan pada otot sfingter ani akan
menyebabkan gangguan pada otot2 dasar panggul di kemudian hari.
Kepala janin terlalu cepat lahir persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya perineum kaku /
banyak jaringan parut persalinan distosia bahu partus pervaginam dengan tindakan.
Anatomi Perineum
Perineum yang kita kenal sehari-hari adalah badan perineum yaitu daerah diantara vagina dan anus
yang terbentuk dari gabungan otot-otot membrana perineal yaitu otot bulbo kavernosus, otot
tranversus perinealis superfisialis dan profundus, disertai otot pubo rektalis yang merupakan bagian
dari otot levator ani dan otot sfingter ani eksterna. Daerah ini mendapat suplai darah dari cabang-
cabang arteri pudenda interna dan mendapatkan persarafan sensoris dan motoris dari nervus
pudendus.
Pada wanita normal panjang badan perineum ini sekitar 3-5 cm, dan akan berkurang pada kondisi
prolaps organ pelvik yang lanjut atau pada keadaan terjadinya robekan perineum pasca persalinan
yang tidak dikelola dengan baik.
Pada kondisi terjadinya trauma perineum yang besar yang menyebabkan robeknya atau disrupsi
otot-otot yang membentuk perineum terutama levator ani dan sfingter ani maka akan terjadi
gangguan defekasi berupa inkontinensia fekal yang derajat beratnya bervariasi. Selain itu dapat pula
terjadi gangguan seksual, keputihan dan infeksi saluran kemih yang berulang.
Diagnosis
Pada setiap persalinan terutama persalinan yang berrisiko terjadi robekan perineum yang berat
seperti persalinan dengan bantuan alat (ekstraksi vacuum dan forceps), oksiput posterior, distosia
bahu, bayi besar, dan episiotomi mediana, kita harus waspada akan terjadinya robekan perineum
derajat III-IV. Oleh karena itu pasca persalinan harus dinilai benar robekan perineum yang terjadi.
Tindakan colok dubur dan pemaparan yang baik sangat membantu untuk mendiagnosis derajat
robekan perineum yang terjadi. Sultan dan kawan-kawan melaporkan terjadinya defek pada sfingter
ani eksterna maupun interna berkisar 15-44% pada evaluasi USG endoanal pasien-pasien pasca
perbaikan rupture perineum derajat III dan IV. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah
diagnosis substandar dalam penentuan derajat robekan sebelum perbaikan.
Derajat robekan perineum akut pasca persalinan menurut Sultan dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :
Derajat II : robekan yang lebih dalam mencapai otot-otot perineum tetapi tidak melibatkan
otot-otot sfingter ani
Derajat III : robekan sudah melibatkan otot sfingter ani, dibagi menjadi 3 sub grup, yaitu
III a :robekan mengenai < 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna
III b :robekan mengenai > 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna
Ruptur Perineum Gr 4
Repair mukosa rektum dengan jahitan satu-satu atau continues, cara tradisional benang
(poliglaktin910) tidak menembus mukosa rektum untuk mencegah fistula.
Dilakukan identifikasi otot sfingter ani eksterna dan interna, dan jahitan dengan benang yang
lebih kuat (PDS 2.0)
Pasang Foley Catheter menetap minimal 1 x 24 jam karena nyeri perineum dan periuretra
yang bengkak dapat menimbulkan retensio urine
Pemberian Analgetik adekuat (nonsteroid anti inflamatory à ibuprofen). Kompres es dapat
digunakan untuk mengurangi edema dan nyeri postpartum.
Pemberian antibiotik spektrum luas (Cefuroxim 1,5gr) dan metronidazol à evidence level IV
– Antibiotik untuk cegah infeksi yang resiko tinggi inkontinensia fekal dan fistula rektovaginal
Program rehabilitasi otot dasar panggul dilakukan setelah 3 hari pasca penjahitan (individual
sesuai rekomendasi fisioterapis).
Rujuk ke ahlinya (bedah digestif/uroginekologis) untuk evaluasi setelah 3 bulan pasca
melahirkan (apakah perlu pengobatan lanjutan/perbaikan sfingter)
Penjelasan pada pasien dan tidak dipulangkan sebelum aktivitas BAB kembali normal
Penjelasan detail tentang trauma dan bila ada masalah seperti infeksi atau kontrol BAB yang
sulit —–segera kontrol
Penjelasan pada pasien dan tidak dipulangkan sebelum aktivitas BAB kembali normal
Penjelasan detail tentang trauma dan bila ada masalah seperti infeksi atau kontrol BAB yang
sulit —–segera kontrol
Setelah 12 minggu perlu dinilai integritas sfingter ani dengan alat ultrasound endoanal dan
manometri anal