INDUKSI PERSALINAN
Disusun Oleh :
PROVINSI RIAU
2023
INDUKSI PERSALINAN
1. Definisi
Induksi persalinan adalah tindakan medis yang umum dilakukan untuk menstimulasi
terjadinya persalinan pada kehamilan post term, ketuban pecah dini, atau jika terjadi intrauterine
fetal death (IUFD). Tindakan ini bertujuan merangsang uterus untuk berkontraksi, setelah usia
kehamilan cukup bulan dan sebelum masuk waktunya persalinan, yang akan menghasilkan
dilatasi progresif dan penipisan serviks sehingga dapat memulai terjadinya persalinan.[1]
Induksi persalinan dapat dilakukan pada pasien dengan selaput ketuban yang masih utuh
dan juga pasien dengan selaput ketuban yang sudah robek. Secara garis besar induksi persalinan
dapat dilakukan secara mekanik menggunakan kateter Foley, sweeping membrane, atau
amniotomi, atau secara medikamentosa dengan memberikan prostaglandin atau oksitosin.[2]
Tujuan dari induksi persalinan adalah untuk mencapai persalinan per vaginam. Sebelum
induksi, ada beberapa elemen klinis yang perlu dipertimbangkan untuk memperkirakan
keberhasilan induksi dan meminimalkan risiko operasi Caesar. Keberhasilan induksi persalinan
terutama tergantung pada:
1. Paritas dan tingkat kematangan serviks: Serviks yang matang akan lunak dan lentur sehingga
meningkatkan keberhasilan induksi persalinan. Dalam praktik klinis, kematangan serviks
biasanya dinilai menggunakan Modified Bishop’s score. Skor 5 atau kurang menunjukkan
serviks yang belum matang, sedangkan 6 atau lebih menunjukkan serviks yang telah
matang[1]
2. Posisi vertex (Occipitoanterior versus Occipitoposterior): Posisi Occipitoposterior dikaitkan
dengan peningkatan kemungkinan kegagalan induksi persalinan[3]
3. Indeks Massa Tubuh: Indeks massa tubuh yang tinggi adalah faktor risiko terjadinya
kegagalan induksi dan meningkatkan risiko kelahiran melalui operasi sectio caesarea[3]
4. Metode induksi[1]
2. Indikasi
Indikasi induksi persalinan adalah ketika risiko pada ibu atau janin untuk melanjutkan
kehamilan lebih besar dibandingkan risiko induksi dan persalinan, misalnya pada preeklampsia
dengan usia gestasi >37 minggu. Induksi persalinan juga diindikasikan untuk dilakukan segera
pada usia gestasi >41 minggu untuk mencegah terjadinya morbiditas pada janin.
Indikasi utama induksi persalinan adalah:
Preeklampsia ≥ 37 minggu
Penyakit maternal yang signifikan dan tidak merespons terhadap pengobatan
Perdarahan antepartum yang stabil
Korioamnionitis
Ketuban pecah dini
Usia gestasi di atas 41 minggu[3]
Pada kehamilan postterm, induksi persalinan dahulu dianggap meningkatkan risiko
persalinan sectio caesarea. Akan tetapi, bukti ilmiah yang ada membuktikan bahwa induksi
persalinan yang dilakukan secepatnya sejak usia gestasi di atas 40 minggu tidak meningkatkan
risiko persalinan sectio caesarea dan justru mencegah terjadinya morbiditas pada janin.
Selain kondisi di atas, terdapat juga kondisi di mana induksi persalinan dapat dipertimbangkan,
yaitu:
Kehamilan kembar tanpa komplikasi dengan usia kehamilan ≥ 38 minggu
Diabetes mellitus yang tidak terkontrol pada usia kehamilan yang mendekati aterm
Intrauterine growth restriction
Oligohidramnion
Hipertensi dalam kehamilan ≥ 38 minggu
Intrauterine fetal death[3]
Perlu diingat bahwa induksi persalinan tidak diindikasikan untuk faktor kenyamanan
petugas kesehatan maupun pasien.[3]
Indikasi per Metode Induksi Persalinan :
Indikasi secara khusus tergantung dengan metode induksi persalinan yang digunakan.
a. Sweeping Membrane
Sweeping membrane diindikasikan jika belum terjadi persalinan pada usia kehamilan
antara 40 dan 41 minggu.[3,4]
b. Induksi dengan Kateter Foley atau Prostaglandin E2 dan Misoprostol
Induksi persalinan mekanik menggunakan kateter Foley atau medikamentosa
menggunakan prostaglandin E2 dan misoprostol merupakan metode induksi persalinan
yang dapat dilakukan pada kondisi serviks yang belum matang dengan Modified Bishop’s
Score ≤ 6. Walau demikian, prostaglandin E2 dan misoprostol tidak boleh digunakan
pada vaginal birth after caesarean section karena akan meningkatkan risiko ruptur uteri.
[3,4]
c. Amniotomi dan Oksitosin
Kedua metode ini dapat digunakan pada kondisi serviks yang sudah matang. Perlu
diperhatikan bahwa oksitosin baru dapat diberikan setelah setidaknya 4 jam dari
pemberian dosis terakhir misoprostol. Oksitosin juga dapat diberikan saat aterm ketika
ketuban pecah dan kontraksi tidak terjadi, keterlambatan fase laten pada partus lama,
keterlambatan timbulnya kontraksi saat ketuban pecah dini.[3,4]
3. Kontraindikasi
Induksi persalinan dikontraindikasikan jika ada kontraindikasi persalinan atau persalinan per
vaginam. Selain itu, terdapat kontraindikasi khusus per metode induksi, misalnya induksi dengan
misoprostol dikontraindikasikan pada vaginal birth after caesarean section (VBAC).
Kontraindikasi secara umum induksi persalinan adalah:
Plasenta previa partial dan total
Presentasi janin yang abnormal (misalnya sungsang)
Riwayat insisi uteri klasik atau T inverted atau operasi uterus yang signifikan seperti
miomektomi full thickness
Herpes genital
Cephalopelvic disproportion (CPD) atau adanya risiko distosia
Kanker serviks invasif
Riwayat ruptur uteri sebelumnya
Hasil pemeriksaan denyut jantung janin atau cardiotocography yang abnormal[3]
4. Teknik
Teknik induksi persalinan berupa induksi mekanik menggunakan kateter Foley, amniotomi,
dan sweeping membrane, atau induksi farmakologis menggunakan misoprostol atau oksitosin.
Induksi Persalinan Mekanik
Induksi persalinan mekanik dapat dilakukan menggunakan metode sweeping
membrane, kateter Foley, atau amniotomi.
a. Sweeping Membrane
Sweeping membrane direkomendasikan untuk mengurangi risiko induksi dengan metode
lainnya.[2] Membran dapat dilepas dari os internal dan segmen uterus bawah dengan
menggerakkan jari dan menyapu membran di sekitar bagian presentasi yang akan
menyebabkan pelepasan prostaglandin lokal.[1]
Sweeping membrane bekerja melalui pelepasan prostaglandins F2α, phospholipase A2
and sitokin dari jaringan intrauterin. [6] Beberapa hormon tersebut akan mempercepat
penipisan serviks dan akan menginisiasi terjadinya kontraksi uterus. Prosedur peregangan
manual pada serviks akan menginisiasi reflex ferguson dengan meningkatkan pelepasan
oksitosis dan aktifitas uterus. Tujuan dari sweeping membrane adalah untuk melembutkan
dan menipiskan serviks dan meningkatkan stimulasi kontraksi uterus secara spontan yang
akan mempercepat proses persalinan. [6]
b. Kateter Foley
Pilihan induksi persalinan secara mekanis untuk pematangan serviks yang sering
digunakan adalah dengan penggunaan kateter Foley dengan/tanpa ekstra infus cairan saline
ekstra amniotik yang akan memberikan tekanan pada saluran intraservikal os internal untuk
meregangkan segmen uterus bagian bawah dan akan meningkatkan produksi prostaglandin.
Secara garis besar, prosedur pemasangan kateter foley memiliki efek kerja yang sama dengan
tindakan sweeping membrane.
Keuntungan metode ini adalah prosedur yang sederhana, potensi untuk reversibilitas,
berkurangnya efek samping tertentu seperti aktivitas uterus yang berlebihan, dan biaya yang
murah.[3]
c. Amniotomi
Amniotomi dapat menjadi metode induksi persalinan yang sederhana dan efektif ketika
selaput ketuban dapat diakses dan serviks sudah matang, dan harus dilakukan dengan
indikasi yang kuat. Namun, jarak waktu dari tindakan amniotomi ke waktunya persalinan
dimulai tidak dapat diperkirakan. Dalam beberapa kasus, setelah dilakukan amniotomi saja,
persalinan tetap tidak berjalan maju.[3]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien yang harus dilakukan sebelum induksi persalinan dimulai adalah anamnesis
riwayat persalinan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik, cardiotocography, ultrasonografi,
dan informed consent kepada pasien dan pasangannya.
Anamnesis
Hal – hal yang harus diperhatikan sebelum induksi persalinan adalah dengan menanyakan
identitas pasien, usia pasien, riwayat paritas (persalinan sebelumnya), usia kehamilan ibu,
riwayat penyakit selama kehamilan pada ibu dan risiko kehamilan. Semua informasi dari pasien
didokumentasikan dan dicatat dalam rekam medis pasien.
Pemeriksaan Obstetrik
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan Leopold I-IV,
kontraksi uterus, dan pengukuran denyut jantung janin. Ultrasonografi juga dapat dilakukan jika
tersedia.
Pada pasien aterm, lakukan pemeriksaan dalam/bimanual vagina untuk mengetahui
kematangan serviks. Kematangan serviks ini dapat dihitung dengan menggunakan Modified
Bishop’s Score.[1]
Komponen Skoring Skor
0 cm 0
1-2 cm 1
Pembukaan serviks (cervical dilation)
3-4 cm 2
5-6 cm 3
0-30% 0
40-50% 1
Pendataran serviks (cervical effacement)
60-70% 2
80% 3
-3 cm 0
+1-2 cm 3
Keras 0
Lunak 2
Ke belakang 0
Ke depan 2
Posisi Pasien
Untuk melakukan induksi persalinan, pasien diposisikan tidur telentang dan bila diperlukan
dalam posisi litotomi (kedua kaki mengangkang).
Oksitosin: berikan melalui drip infus dengan laju 1-4 mU/menit dan naikkan dosisnya dalam
interval >20 menit hingga tercapai pola seperti persalinan normal. Dosis maksimum 20
mU/menit dengan total pemberian tidak boleh lebih dari 5 unit per hari. Sesuaikan dosis
berdasarkan denyut jantung janin dan kuatnya kontraksi dan hentikan bila ada gawat janin
atau uterus hiperreaktif. Turunkan dosis secara perlahan jika proses persalinan
berlangsung[1,3]
5. Follow Up
6. Komplikasi
7. Pertimbangan klinis
Pedoman klinis induksi persalinan yang harus diperhatikan adalah keputusan induksi
persalinan harus berdasarkan indikasi medis yang kuat, yaitu risiko menunggu proses persalinan
spontan dinilai lebih besar dari risiko induksi persalinan untuk mempercepat proses persalinan.
Contohnya adalah pada kondisi usia kehamilan 41 minggu atau lebih, ketuban pecah dini, atau
hipertensi dalam kehamilan pada usia gestasi >38 minggu.[4]
Dalam memutuskan induksi persalinan, harus mempertimbangkan hal–hal tersebut:
1. Induksi persalinan dapat dilakukan hanya ketika ada indikasi medis yang jelas dan manfaat
yang diharapkan lebih besar daripada potensi kerugiannya
2. Keputusan untuk dilakukan induksi persalinan harus diambil bersama pasien, dengan
mempertimbangkan kondisi pasien, status serviks, metode spesifik induksi persalinan yang
akan dilakukan, dan kondisi terkait seperti paritas dan robeknya selaput ketuban
3. Induksi persalinan harus dilakukan dengan hati-hati karena prosedur yang dilakukan
memiliki risiko hiperstimulasi dan ruptur uteri serta kemungkinan gawat janin
4. Di mana pun induksi persalinan dilakukan, harus tersedia fasilitas untuk menilai
kesejahteraan ibu dan janin.
5. Pasien tidak boleh diberikan oksitosin, misoprostol, atau prostaglandin jenis lainnya tanpa
pengawasan.
6. Induksi persalinan yang gagal tidak selalu mengindikasikan sectio caesarea
7. Bila memungkinkan, induksi persalinan sebaiknya dilakukan di fasilitas tempat sectio
caesarea dapat dilakukan[5]
1. Vikram Sinai Talaulikar. Induction of Labour. 2015. Available From
:https://www.researchgate.net/publication/288826761_Induction_of_labour
2. World Health Organization. Managing Complication in Pregnancy and Childbirth: a Guide
for Midwives and Doctors. Geneva, 2000. Available
from:http://www.who.int/reproductivehealth/publications/maternal_perinatal_health/
9241545879/en/index.html
3. Rane SM , Guirgis RR, Higgins B et al. The value of ultrasound in the prediction of
successful induction of labor. Ultrasound Obstet Gynecol. 2004 Oct;24(5):538-49.
4. Ennen CS, Bofill JA, Magann EF, Bass JD, Chauhan SP, Morrison JC. Risk factors for
cesarean delivery in preterm, term and post-term patients undergoing induction of labor with
an unfavorable cervix. Gynecol Obstet Invest. 2009;67(2):113-7
5. Dean Leduc, Anne Biringer, et al. SOGC Clinical Practice Guideline for Induction of
Labour. 2013. Available from : https://www.jogc.com/article/S1701-2163(15)30842-2/pdf
6. Andersen BB, Knudsen B, Lyndrup J, Faelling E, Illum D, Johansen M, et al. Acupuncture
and/or sweeping of the fetal membranes before induction of labor: a prospective,
randomized, controlled trial. Journal of Perinatal Medicine 2013;41(5):555‐60