Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia angka kematian ibu pada masa kehamilan masih cukup tinggi.
Padahal jumlah pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan di Indonesia cukup
memadai. Asuhan Kebidanan Kehamilan diperlukan dalam periode ini untuk
menangani masa kritis yang terjadi pada ibu hamil umumnya. Wanita hamil
merupakan hal yang harus selalu dipantau perkembangannya. Kematian selama
mengandung biasanya disebabkan faktor patologi yang kurang diperhatikan dan
dicegah lebih awal.

Perdarahan pervaginam pada ibu hamil muda harus dievaluasi dengan


seksama. Darah yang keluar melalui vagina merupakan perdarahan atau spotting.
Spotting disebut juga flek, yaitu perdarahan ringan yang biasa terjadi pada saat
kehamilan terutama trimester 1 (usia kehamilan 0 – 12 minggu). Sebagian wanita
mengalami flek kecoklatan dan ini merupakan hal yang normal pada kehamilan.
Namun, hal ini harus dipastikan tidak ada komplikasi yang bersifat patologis. Flek
darah dianggap normal jika terjadi pada trimester 1, darah yang keluar merupakan
bercak dalam jumlah sedikit, tidak mengotori celana dalam, tidak berlangsung
lama (kurang dari 1 hari), dan tidak disertai gejala lain. Namun, Flek menjadi
berbahaya jika diikuti gejala lain yang patologis seperti nyeri perut, demam,
lemas, pingsan, bahkan darah yang keluar berupa gumpalan atau jaringan,
kemudian diikuti perdarahan selanjutnya (perdarahan hebat).

Maka dari itu kami mambahas materi pardarahan pervaginam agar lebih
mengetahui apa itu pardarahan pervaginam dan penatalaksanaannya untuk
menangani masalah mengenai parametritis.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perdarahan pervaginam?
2. Apa penyebab perdarahan pervaginam?
3. Bagaimana penanganan perdarahan pervaginam?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian perdarahan pervaginam
2. Mengetahui penyebab perdarahan pervaginam
3. Mengetahui penanganan perdarahan pervaginam

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perdarahan pervaginam

Perdarahan pervaginam pada masa kehamilan adalah perdarahan


yang keluar dari vagina, yang terjadi pada masa kehamilan awal maupun
akhir. Perdarahan pervaginam berhubungan dengan abortus, kehamilan
molahidatidosa, kehamilan ektopik, dsb.

2.2 Penyebab perdarahan pervaginam

Abortus atau Keguguran : keluarnya hasil konsepsi (pertemuan sel


telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Perdarahan pervaginam yang terjadi biasanya terlihat dari tanda dan gejala
abortus antara lain nyeri abdomen bawah, nyeri lepas, uterus terasa lemas,
perdarahan berlanjut,lemah, lesu, demam, sekret vagina berbau, sekret dan
pus dari serviks, dan nyeri goyang serviks. Komplikasinya adalah
infeksi/sepsis.

Tanda dan gejala lainnya adalah nyeri atau kaku pada abdomen,
nyeri lepas, distensi abdomen, abdomen terasa tegang dan keras, nyeri
bahu, mual-muntah, dan demam. Komplikasinya adalah perlukaan uterus,
vagina atau usus.

 Jenis-jenis abortus adalah :


1) Abortus spontan

adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas


(usia kehamilan 22 minggu). Tahapan abortus spontan meliputi :

3
1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut)

Penanganan :

 Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total.


 Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.

Jika perdarahan :

 Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian


jika perdarahan terjadi lagi.
 Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG).
Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain.
Perdarahan berlanjut, khususnya jika ditemukan uterus yang lebih
besar dari yang diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan
ganda atau mola.

Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik


(misalnya salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat
mencegah abortus.

Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan


berkembang menjadi abortus inkomplit atau abortus komplit).

Penanganan :

Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus


dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :

 Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15


menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang
sesudah 4 jam bila perlu).
 Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.

Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :

4
 Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil
konsepsi.
 Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan
intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40
tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.

Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

2. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan).

Penanganan :

Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16


minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum
untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika
perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau
misoprostol 400 mcg per oral.

Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan


kurang 16 minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :

 Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih.


Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi
vakum manual tidak tersedia.
 Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400
mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).

Jika kehamilan lebih 16 minggu :

 Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam


fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
 Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).

5
 Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

3. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan).

Penanganan :

Tidak perlu evaluasi lagi.

Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.

Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per
hari selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.

Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.

2) Abortus yang disengaja

Adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin


mencapai viabilitas.

3) Abortus tidak aman

Adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak


berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar
medis minimal atau keduanya.

4) Abortus septic

Adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi-sepsis


dapat berasal dari infeksi jika organisme penyebab naik dari saluran kemih
bawah setelah abortus spontan atau abortus tidak aman. Sepsis cenderung
akan terjadi jika terdapat sisa hasil konsepsi atau terjadi penundaan dalam
pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan peralatan.

6
Blighted ovum : suatu kehamilan yang tidak berkembang
sempurna, yaitu hanya tumbuh kantung janin saja tanpa ada tanda – tanda
pertumbuhan janin didalamnya. Gejalanya yaitu :

a) Merasa bahwa dirinya sedang mengalami kehamilan secara


normal danmemiliki gejala yang sama dengan kehamilan, seperti haid
yang terlambat disertai hasil tes kehamilan yang positif.

b) Merasakan kram perut

c) Terjadi bercak pendarahan dari vagina.

Penanganan :

Jika ibu telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan


selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim yaitu dengan
kuretase.

Hasil kuretase akan dianalis untuk memastikan apa penyebab


blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya.

Jika karena infeksi maka maka dapat diobati agar tidak terjadi
kejadian berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan
program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.

Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang ditemukan,


namun masih dapat diupayakan jika kemungkinan penyebabnya diketahui.

Sebagai contoh, tingkat hormon yang rendah mungkin jarang


menyebabkan kematian dini ovum. Dalam kasus ini, pil hormon seperti
progesteron dapat bekerja. Namun efek samping dari pemakaian hormon
adalah sakit kepala, perubahan suasana hati, dan lain-lain.

Jika terjadi kematian telur di awal kehamilan secara berulang,


maka pembuahan buatan mungkin efektif dalam memproduksi kehamilan.
Dalam hal ini perlu donor sperma atau ovum untuk memiliki anak. Akan

7
tetapi, pembuahan buatan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan risiko
kelahiran kembar seringkali lebih tinggi. Jika belum berhasil maka adopsi
adalah pilihan lain bagi banyak pasangan.

Pada pasien diterapi dengan pemberian preparat misoprostol,


setelah terjadi dilatasi serviks kemudian dilakukan kuretase.

4) Kehamilan Ektopik 
Adalah kondisi ketika pembuahan sel telur terjadi di luar rahim
(biasanya terjadi di tuba fallopi). Kehamilan berawal dari sel telur yang
telah di buahi oleh sperma. Dalam proses normal, sel telur yang telah
dibuahi ini akan menetap di tuba fallopi selama kurang lebih 3 hari,
sebelum dilepaskan ke rahim. Di dalam rahim, sel telur ini akan terus
berkembang hingga persalinan tiba. Namun ada kemungkinan sel telur
yang telah dibuahi menempel pada organ lain selain rahim.

Pada awalnya, kehamilan ektopik cenderung tanpa gejala atau


memiliki tanda yang mirip dengan kehamilan biasa sebelum akhirnya
muncul gejala lain yang mengindikasikan kehamilan ektopik. Di antaranya
adalah:

 Sakit pada perut bagian bawah yang biasanya terjadi di 1 sisi.


 Nyeri tulang panggul.
 Perdarahan ringan di vagina.
 Pusing atau lemas.
 Mual dan muntah disertai rasa nyeri.
 Nyeri pada bahu.
 Rasa sakit atau tertekan pada rektum pada saat buang air besar.
 Jika tuba fallopi sobek, akan terjadi perdarahan hebat yang
mungkin memicu hilangnya kesadaran

Diagnosis kehamilan ektopik dengan cara menanyakan kondisi


kesehatan secara umum, dokter akan mengadakan pemeriksaan fisik pada

8
rongga panggul. Tetapi kehamilan ektopik tidak bisa dipastikan hanya
melalui pemeriksaan fisik. Dokter juga membutuhkan USG atau tes darah.

Metode USG yang paling akurat untuk mendeteksi kehamilan


ektopik adalah USG transvaginal. Prosedur ini akan mengonfirmasi lokasi
kehamilan ektopik sekaligus detak jantung janin.

Pada masa-masa awal kehamilan, terutama 5 hingga 6 minggu


awal setelah konsepsi, kehamilan mungkin belum bisa terdeteksi melalui
USG. Pada kondisi inilah dokter mungkin akan menganjurkan tes darah
untuk mengidentifikasi kehamilan ektopik. Tes ini digunakan untuk
mendeteksi keberadaan hormon hCG (Human chorionic gonadotropin),
hormon ini diproduksi plasenta selama awal kehamilan. Pada kehamilan
ektopik, kadar hormon hCG cenderung lebih rendah daripada kehamilan
normal.

Penanganan awal :

Segera lakukan uji silang darah dan laparatomi. Jangan menunggu


darah sebelum melakukan pembedahan.

Jika tidak ada fasilitas, segera rujuk ke fasilitas lebih lengkap dan
lakukan penilaian awal.

Pada laparatomi, eksplorasi kedua ovarium dan tuba Fallopi :

 Kerusakan tuba yang berat : lakukan salpingektomi (hasil konsepsi dan


tuba keduanya dikeluarkan). Ini merupakan terapi pilihan pada
sebagian besar kasus.
 Kerusakan tuba yang kecil : lakukan salpingostomi (hasil konsepsi
dikeluarkan dan tuba dipertahankan). Ini dilakukan dengan
mempertimbangkan konservasi kesuburan karena resiko kehamilan
ektopik berikutnya cukup tinggi.

9
Jika terjadi perdarahan banyak dapat dilakukan autotransfusi
apabila darah intraabdominal masih segar dan tidak terinfeksi atau
terkontaminasi (pada akhir kehamilan, darah dapat terkontaminasi dengan
air ketuban dan lain-lain sehingga sebaiknya tidak digunakan untuk
autotransfusi). Darah dapat dikumpulkan sebelum pembedahan atau
setelah abdomen dibuka :

 Sewaktu ibu berbaring di atas meja operasi sebelum operasi dan


abdomen tampak tegang akibat terkumpulnya darah, saat itu
memungkinkan untuk memasukkan jarum melalui dinding abdomen
dan darah dikumpulkan diset donor.
 Cara lain, bukalah abdomen :
 Ambil darah ke dalam suatu tempat dan saringlah darah dengan
menggunakan kasa untuk memisahkan bekuan darah.
 Bersihkan bagian atas dari kantong darah dengan cairan
antiseptik dan bukalah dengan pisau steril.
 Tuangkan darah wanita tersebut ke dalam kantong dan
masukkan kembali melalui set penyaring dengan cara biasa.
 Jika tidak tersedia kantong donor dengan antikoagulan,
tambahkan sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.

Penanganan Lanjutan :

Sebelum membolehkan ibu pulang, lakukan konseling dan nasehat


mengenai prognosis kesuburannya. Mengingat meningkatnya resiko
kehamilan ektopik selanjutnya, konseling metode kontrasepsi dan
penyediaan metode kontrasepsi, jika diinginkan, merupakan hal yang
penting.

Perbaiki anemia dengan sulfas ferrous 600 mg/hr per oral selama 2
minggu.

10
Jadwalkan kunjungan berikutnya untuk pemantauan dalam waktu 4
minggu.

5) Mola hidatidosa atau Hamil anggur 

Mola Hidatidosa adalah pertumbuhan massa jaringan dalam rahim


(uterus) yang tidak akan berkembang menjadi janin atau bayi dan
merupakan hasil konsepsi yang abnormal. Jenis masalah kehamilan ini
adalah jenis penyakit trofoblas gestasional, dan bentuk kanker dari
penyakit trofoblas gestasional disebut koriokarsinoma. Massa sel abnormal
tumbuh sebagai kantung berisi cairan (kista) seperti rangkaian buah
anggur, makanya sering disebut hamil anggur. Sel-sel ini tumbuh pesat
dalam rahim dan sel yang abnormal ini disebut sebagai “mol”, yang
berasal dari bahasa Latin yang artinya massa atau benjolan. Kehamilan ini
terjadi dengan gejala perdarahan pervaginam pada trimester pertama.

Kehamilan mola disebabkan oleh karena adanya


ketidakseimbangan dalam bahan genetik (kromosom) pada masa
kehamilan. Yang paling sering terjadi adalah ketika telur yang tidak
mengandung informasi genetik dibuahi oleh sperma, atau ketika sel telur
normal dibuahi oleh dua sel sperma. Adapun faktor yang memicu masalah
kehamilan ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi
beberapa faktor berikut ini kemungkinan saja dapat terlibat seperti:

 Sel telur yang secara patologi sudah mati, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan.
 Adanya Imunoseletif dari trofoblas.
 Status sosial ekonomi yang rendah.
 Paritas yang tinggi.
 Defisiensi Protein.
 Adanya infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

11
Meskipun mola ini digolongkan sebagai pertumbuhan jinak, yang
berarti bukan kanker, gangguan kehamilan ini harus diangkat melalui
proses pembedahan yang dilakukan di bawah perawatan dokter
kandungan. Operasi untuk meghilangkan mola disebut dilatasi dan
kuretase (D & C), yang melibatkan pembersihan isi uterus.

Dalam beberapa kasus, penanganan kehamilan mola dapat


dilakukan dengan pengangkatan uterus (histerektomi), tetapi ini biasanya
hanya jika Anda tidak ingin lagi memiliki anak. Hampir semua kasus Mola
Hidatidosa berhasil disembuhkan.

Setelah penanganan, kadar HCG serum akan dipantau. Hal ini


penting untuk menghindari kehamilan dan menggunakan kontrasepsi yang
dapat diandalkan dalam kurun waktu 6 – 12 bulan setelah pengobatan
kehamilan molar. Pengujian yang akurat untuk memastikan bahwa
jaringan abnormal tidak kembali. Wanita yang hamil terlalu cepat setelah
kehamilan mola memiliki risiko lebih besar mengalami hamil anggur ini
lagi.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perdarahan pervaginam adalah perdarahan yang keluar dari vagina,


yang terjadi pada masa kehamilan awal maupun akhir. Perdarahan
pervaginam berhubungan dengan abortus, kehamilan molahidatidosa,
kehamilan ektopik, dsb.

Penanganan dalam perdarahan pervaginam pada kehamilan sesuai


dengan penyebabnya

3.2 Saran

Ibu hamil harus sering konsultasi dengan tenaga kesehatan yang


menangani kehamilannya supaya jika ada masalah yang serius dapat
ditangani secepatnya sehingga tidak membahayakan keselamatan dirinya.

13
Daftar Pustaka

http://www.alodokter.com/kehamilan-ektopik
https://irmitasari.wordpress.com/2011/03/13/perdarahan-pada-kehamilan
muda/
https://www.jevuska.com/2014/02/12/mola-hidatidosa/

14

Anda mungkin juga menyukai