Anda di halaman 1dari 53

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Postpartum


2.1.1 Pengertian Postpartum
Masa Postpartum atau masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam
sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam setelah
melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada
waktu saluran reproduksi kembali kekeadaan yang normal pada saat sebelum
hamil (Bobak, 2017).
2.1.2 Tahapan Masa Postpartum
Masa nifas dibagi menjadi tiga tahapan menurut Bobak (2017) yaitu:
a. Puerperium dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam postpartum,
yaitu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan
berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari postpartum,
yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi selama
kurang lebih 6-8 minggu.
c. Remote Puerperium (later puerperium) : waktu 1-6 minggu postpartum.
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama ibu apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan
mengalami komplikasi.
2.1.3 Kebijakan Program Nasional Masa Postpartum
Kujungan postpartum dilakukan minimal 4 kali untuk menilai status ibu
dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi.
a. 6-8 jam setelah persalinan.
b. 6 hari setelah persalinan.
c. 2 minggu setelah persalinan.
d. 6 minggu setelah persalinan.

7
8

2.1.4 Perubahan Fisiologi Masa Postpartum


1. Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan
berotot, berbentuk seperti buah alpukat yang sedikit gepeng dan
berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7-8 cm, lebar
sekitar 5-5,5 cm tebal 2,5 cm. Dinding uterus terdiri dari otot polos dan
tersusun atas 3 lapis, yaitu :
a. Perimetrium, yaitu lapisan terluar yang berfungsi sebagai
pelindung uterus
b. Miometrium, yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan befungsi
untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali
ke bentuk semula setiap bulanya.
c. Endometrium, merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel
darah merah.
2. Serviks
Serviks merupakan bagian dasr dari uterus yng bentuknya menyempit
sering disebut sebegai leher rahim. Serviks menghubungkan uterus
dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin, setelah
persalinan bentuk serviks akan menganga seperti corong hal ini
disebabkan karena korpus uteri yang berkontraksi sedangkan serviks
tidak berkontraksi. Setelah janin dilahirkan serviks masih dapat
dilewati oleh tangan pemeriksa, 2 jam bisa dilewati oleh 2-3 jari dan
setelah 1 minggu bisa dilewati oleh 1 jari (Varney, 2012).
3. Vulva dan Vagina
Vulva merupakan organ reproduksi eksterna berbentuk lonjong, bagian
depan dibatasi oleh clitoris, bagian belakang oleh perineum bagian kiri
dan kanan oleh labia minora, dibawah clitoris terdapat orifisium uretra
eksterna yang berfungsi sebagai tempat keluarnya urine. Vagina
merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan tubuh
bagian luar, dinding depan dan belakang vagina berdekatan dengan
ukuran panjang ± 6,5 cm dan ± 9 cm. Bentuk vagina sebelah dalam
9

berlipat-lipat disebut rugae, lipatan ini yang memungkinkan vagina


melebar saat persalinan.
Vagina juga berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkanya secret
yang berasal dari cavum uteri selama masa nifas yang disebut lochea.
Karakteristik lochea berdasarkan jenisnya (Varney, 2012):
a. Lochea Rubra
Timbul pada hari 1-2 postparum, terdiri dari darah segar
bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel sel desidua, sisa-sisa
verniks kaseosa, lanugo dan meconium.
b. Lochea Sanguinolenta
Timbul pada hari ke 3-7 postpartum, berupa darah bercampur
lender.
c. Lochea Serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu
postpartum.
d. Lochea Alba
Timbul setelah 2 mingu postpartum hanya berupa cairan putih.
4. Perubahan Sistem Pencernaan
Dinding abdominal menjadi lunak setelah proses persalinan karena
perut yang meregang selama kehamilan. Ibu postpartum akan
mengalami beberapa derajat tingkat diastatis recti, yaitu terpisahnya
dua parallel otot abdomen, kondisi ini akibat peregangan otot abdomen
selama kehamilan. Tingkat keparahan diastatis recti bergantung pada
kondisi umum wanita dan tonus ototnya, apakah ibu berlatih kontinyu
untuk mendapat kembali kesamaan otot abodimalnya atau tidak.
Pada saat postpartum nafsu makan ibu bertambah. Ibu dapat
mengalami obstipasi karena waktu melahirkan alat pencernaan
mendapat tekanan, pengeluaran cairan yg berlebih, kurang makan,
haemoroid, laserasi jalan lahir, pembengkakan perineal yg disebabkan
episiotomi. Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi
dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi
10

awal. Bila tidak berhasil, dalam 2-3 hari dapat diberikan obat
laksansia.
5. Perubahan Sistem Perkemihan
Kandung kencing dalam masa postpartum kurang sensitif dan
kapasitasnya akan bertambah, mencapai 3000 ml per hari pada 2– 5
hari postpartum. Hal ini akan mengakibatkan kandung kencing penuh.
Sisa urine dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi. Lebih kurang 30– 60% wanita
mengalami inkontinensial urine selama periode postpartum. Bisa
trauma akibat kehamilan dan persalinan, Efek Anestesi dapat
meningkatkan rasa penuh pada kandung kemih, dan nyeri perineum
terasa lebih lama, Dengan mobilisasi dini bisa mengurangi hal diatas.
Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali pada akhir postpartum
minggu ke empat.
Sekitar 40% wanita postpartum akan mempunyai proteinuria
nonpatologis sejak pasca salin hingga hari kedua postpartum.
Mendapatkan urin yang valid harus diperoleh dari urin dari kateterisasi
yang tidak terkontaminasi lochea.
6. Musculoskeletal
Otot– otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-
pembuluh darah yang berada diantara anyaman-anyaman otot-otot
uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah
plasenta diberikan.
Pada wanita berdiri dihari pertama setelah melahirkan, abdomennya
akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih
hamil. Dalam 2 minggu setelah melahirkan, dinding abdomen wanita
itu akan rileks. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen
kembali ke keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh kambali
elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil striae menetap.
7. Endokrin
11

Hormon Plasenta menurun setelah persalinan, HCG menurun dan


menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke tujuh sebagai omset
pemenuhan mamae pada hari ke- 3 post partum. Pada hormon pituitary
prolaktin meningkat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam
waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada minggu ke- 3.
Lamanya seorang wanita mendapatkan menstruasi juga dapat
dipengerahui oleh faktor menyusui. Sering kali menstruasi pertama ini
bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesterone.
Setelah persalinan terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna
sehingga aktifitas prolactin juga sedang meningkat dapat
mempengaruhi kelenjar mammae dalam menghasilkan ASI.
8. Kardiovaskuler
Pada keadaan setelah melahirkan perubahan volume darah bergantung
beberapa faktor, misalnya kehilangan darah, curah jantung meningkat
serta perubahan hematologi yaitu fibrinogen dan plasma agak menurun
dan Selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma,
leukositosis serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari
postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun dan
faktor pembekuan darah meningkat (Bobak, 2017).

9. Perubahan tanda- tanda vital yang terjadi masa postpartum:


a. Suhu badan
Dalam 24 jam postpartum, suhu badan akan meningkat sedikit
(37,5 – 380C) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan,
kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal
suhu badan akan menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu
badan naik lagi karena adanya pembekuan ASI.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali
permenit. Denyut nadi setelah melahirkan biasanya akan lebih
cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100x/menit adalah
12

abnormal dan hal ini menunjukkan adanya kemungkinan infeksi.


c. Tekanan Darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan
darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena adanya
perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat postpartum dapat
menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.
10. Hematologi
Leokositoisis, yang meningkatan jumlah sel darah yang putih hingga
15.000 selama proses persalinan, tetap meningkat untuk sepasang
hari pertama postpartum. Jumlah sel darah putih dapat menjadi lebih
meningkat hingga 25.000 atau 30.000 tanpa mengalami patologis
jika wanita mengalami proses persalinan diperlama. Meskipun
demikian, berbagai tipe infeksi mungkin dapat dikesampingkan
dalam temuan tersebut.
Jumlah normal kehilangan darah dalam persalinan pervaginam 500
ml, seksio secaria 1000 ml, histerektomi secaria 1500 ml. Total
darah yang hilang hingga akhir masa postpartum sebanyak 1500 ml,
yaitu 200-500 ml pada saat persalinan, 500-800 ml pada minggu
pertama postpartum ±500 ml pada saat puerperium selanjutnya.
Total volume darah kembali normal setelah 3 minggu postpartum.
Jumlah hemoglobin normal akan kembali pada 4-6 minggu
postpartum.
2.1.5 Perubahan Psikologis Masa Postpartum
Ada tiga fase penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orangtua,
yaitu fase dependen, fase dependen-interdependen dan fase interdependen
(Bobak, 20017).
Fase dependen dimulai selama satu hari sampai dua hari pertama
setelah melahirkan, ketergantungan ibu terhadap orang lain sangat
menonjol. Ibu mengharap segala kebutuhannya dapat dipenuhi oranglain,
ibu memindahkan energi psikologisnya kepada anaknya. Rubin menyebut
fase ini sebagai fase taking in (Bobak, 2017). Periode ini adalah suatu
13

waktu yang penuh kegembiraan dan kebanyakan orangtua sangat suka


mengkomunikasikannya (periode pink). Mereka merasa perlu
menyampaikan pengalaman mereka tentang kehamilan dan kelahiran
dengan kata-kata. Kecemasan dan keasyikan terhadap peran barunya
sering mempersempit lapang persepsi ibu. Oleh karena itu, informasi yang
diberikan pada waktu ini mungkin perlu diulang.
Pada fase ini ibu memerlukan dukungan sosial dari suami, keluarga,
teman maupun tenaga kesehatan. Jika pada fase ini ibu tidak mendapatkan
dukungan, maka periode pink ini akan menjadi periode blues pada fase
berikutnya (fase taking hold) (Bobak, 2017).
Fase dependen-mandiri, ibu membutuhkan perawatan dan penerimaan
dari oranglain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara
mendiri. Ibu berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh
kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi. Rubin
menjelaskan keadaan ini sebagai fase taking hold yang berlangsung kira-
kira 10 hari (Bobak, 2017).
Dalam enam sampai delapan minggu setelah melahirkan, kemampuan
ibu untuk menguasai tugas-tugas sebagai orangtua merupakan hal yang
penting. Beberapa ibu sulit menyesuaikan diri terhadap isolasi yang
dialaminya karena ia harus merawat bayi. Ibu yang memerlukan dukungan
tambahan adalah ibu primipara yang belum mempunyai pengalaman
mengasuh bayi, ibu yang bekerja, ibu yang tidak mempunyai
cukup teman atau keluarga untuk berbagi, ibu yang berusia remaja dan ibu
yang tidak mempunyai suami.
Fase interdependen yaitu ketika ibu dan keluarga bergerak maju
sebagai system dengan para anggota saling berinteraksi. Fase ini
merupakan fase yang penuh stress bagi orangtua. Kesenangan dan
kebutuhan sering terbagi dalam masa ini. Ibu dan pasangan harus
menyesuaikan perannya masing-masing dalam mengasuh anak, mengatur
rumah dan membina karier (Bobak, 2017).
14

2.1.6 Kebutuhan Ibu Nifas


1. Kebutuhan Nutrisi
a. Kebutuhan nutrisi
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk
keperluan metabolismenya. Kebutuhan nutrisi pada masa postpartum
dan menyusui meningkat 25%, karena berguna untuk proses
penyembuhan setelah melahirkan dan untuk produksi ASI untuk
pemenuhan kebutuhan bayi. Kebutuhan nutrisi akan meningkat tiga kali
dari kebutuhan biasa (pada perempuan dewasa tidak hamil kebutuhan
kalori 2.000-2.500 kal, perempuan hamil 2.500-3.000 kal, perempuan
nifas dan menyusui 3.000-3.800 kal). Nutrisi yang dikonsumsi berguna
untuk melakukan aktifitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses
memproduksi ASI yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
Pada 6 bulan pertama postpartum, peningkatan kebutuhan kalori
ibu 700 kalori, dan menurun pada 6 bulan ke dua postpartum yaitu
menjadi 500 kalori. Ibu nifas dan menyusui memerlukan makan
makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, protein
hewani, protein nabati, sayur, dan buah-buahan. Menu makanan
seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak
terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin
serta bahan pengawet atau pewarna. Disamping itu, makanan yang
dikonsumsi ibu postpartum juga harus mengandung:
a) Sumber tenaga (energi)
Sumber energi terdiri dari karbohidrat dan lemak. Sumber energi ini
berguna untuk pembakaran tubuh, pembentukan jaringan baru,
penghematan protein (jika sumber tenaga kurang). Zat gizi sebagai
sumber dari karbohidrat terdiri dari beras, sagu, jagung, tepung
terigu dan ubi. Sedangkan zat gizi sumber Lemak adalah mentega,
keju, lemak (hewani) kelapa sawit, minyak sayur, minyak kelapa,
dan margarine (nabati).
15

b) Sumber pembangun (protein)


Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang
rusak atau mati. Protein dari makanan harus diubah menjadi asam
amino sebelum diserap oleh sel mukosa usus dan dibawa ke hati
melalui pembuluh darah vena. Sumber zat gizi protein adalah ikan,
udang, kerang, kepiting, daging ayam, hati, telur, susu, keju
(hewani) kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kedelai, tahu
dan tempe (nabati). Sumber protein terlengkap terdapat dalam susu,
telur, dan keju yang juga mengandung zat kapur, zat besi, dan
vitamin B.
c) Sumber pengatur dan pelindung (air, mineral dan vitamin)
Zat pengatur dan pelindung digunakan untuk melindungi tubuh dari
serangan penyakit dan pengatur kelancaran metabolisme dalam
tubuh.
1) Air
Ibu menyusui sedikitnya minum 3-4 liter setiap hari (anjurkan
ibu minum setiap kali selesai menyusui). Kebutuhan air minum
pada ibu menyusui pada 6 bulan pertama minimal adalah 14
gelas (setara 3-4 liter) perhari, dan pada 6 bulan kedua adalah
minimal 12 gelas (setara 3 liter). Sumber zat pengatur dan
pelindung bisa diperoleh dari semua jenis sayuran dan buah-
buahan segar.
2) Mineral
Jenis–jenis mineral penting dan dibutuhkan pada ibu nifas dan
menyusui adalah:
a. Zat kapur atau calcium berfungsi untuk pembentukan tulang
dan gigi anak, dengan sumber makanannya adalah susu,
keju, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau.
b. Fosfor diperlukan untuk pembentukan kerangka tubuh,
sumber makananya adalah susu, keju dan daging.
16

c. Zat besi, tambahan zat besi sangat penting dalam masa


menyusui karena dibutuhkan untuk kenaikan sirkulasi darah
dan sel, serta penambahan sel darah merah sehingga daya
angkut oksigen mencukupi kebutuhan. Sumber zat besi
adalah kuning telur, hati, daging, kerang, ikan, kacang-
kacangan dan sayuran hijau.
d. Yodium, sangat penting untuk mencegah timbulnya
kelemahan mental dan kekerdilan fisik, sumber makanannya
adalah minyak ikan, ikan laut, dan garam beryodium.
3) Vitamin, jenis-jenis vitamin yang dibutuhkan oleh ibu nifas dan
menyusui adalah:
a. vitamin A, digunakan untuk pertumbuhan sel, jaringan, gigi
dan tulang, perkembangan saraf penglihatan, meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sumber vitamin A adalah
kuning telur, hati, mentega, sayuran berwarna hijau, dan
kuning. Selain sumber-sumber tersebut ibu menyusui juga
mendapat tambahan kapsul vitamin A (200.000 IU).
b. Vitamin B1 (Thiamin), diperlukan untuk kerja syaraf dan
jantung, membantu metabolisme karbohidrat secara tepat
oleh tubuh, nafsu makan yang baik, membantu proses
pencernaan makanan, meningkatkan pertahanan tubuh
terhadap infeksi dan mengurangi kelelahan. Sumber vitamin
B1 adalah hati, kuning telur, susu, kacang-kacangan, tomat,
jeruk, nanas, dan kentang bakar.
c. Vitamin B2 (riboflavin) dibutuhkan untuk pertumbuhan,
vitalitas, nafsu makan, pencernaan, sistem urat syaraf,
jaringan kulit, dan mata. Sumber vitamin B2 adalah hati,
kuning telur, susu, keju, kacang-kacangan, dan sayuran
berwarna hijau.
17

2. Kebutuhan Eliminasi
Mengenai kebutuhan eliminasi pada ibu postpartum adalah sebagai
berikut:
a. Miksi, seorang ibu nifas dalam keadaan normal dapat buang air kecil
spontan setiap 3-4 jam.
1) Dirangsang dengan mengalirkan air kran di dekat klien.
2) Mengompres air hangat di atas simpisis.
3) Apabila tindakan di atas tidak berhasil, yaitu selama selang waktu
6 jam tidak berhasil, maka dilakukan kateterisasi. Namun dari
tindakan ini perlu diperhatikan risiko infeksi saluran kencing.
b. Defekasi
Agar buang air besar dapat dilakukan secara teratur dapat dilakukan
dengan diet teratur, pemberian cairan banyak, makanan yang cukup
serat dan olah raga. Jika sampai hari ke 3 postpartum ibu belum bisa
buang air besar, maka perlu diberikan supositoria dan minum air
hangat.
3. Kebutuhan ambulasi, istirahat dan excercise atau senam nifas
Mobilisasi dini pada ibu postpartum disebut juga early ambulation, yaitu
upaya sesegera mungkin membimbing klien keluar dari tempat tidurnya
dan membimbing berjalan. Klien diperbolehkan bangun dari tempat tidur
dalam 24-48 jam postpartum. Keuntungan yang diperoleh dari early
ambulation adalah:
a. Klien merasa lebih baik, lebih sehat, dan lebih kuat.
b. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.
c. Sirkulasi dan peredaran darah menjadi lebih lancar.
2.1.7 Tanda Bahaya Postpartum
Menurut Kemenkes RI (2018) tanda bahaya postpartum sebagai berikut:
1. Perdarahan Postpartum, perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut:
a. Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemorrhage) adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak
18

lahir, atau perdarahan dengan volume seberapapun tetapi terjadi


perubahan keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital sudah
menunjukkan analisa adanya perdarahan. Penyebab utama adalah
atonia uteri, retensio placenta, sisa placenta dan robekan jalan lahir.
Terbanyak dalam 1 hari pertama.
b. Perdarahan postpartum sekunder (Late Postpartum Hemorrhage)
adalah perdarahan dengan konsep pengertian yang sama seperti
perdarahan postpartum primer namun terjadi setelah 24 jam
postpartum hingga masa postpartum selesai. Perdarahan postpartum
sekunder yang terjadi setelah 24 jam, biasanya terjadi antara hari ke 5
sampai 15 postpartum. Penyebab utama adalah robekan jalan lahir dan
sisa placenta.
Perdarahan postpartum merupakan penyebab penting kematian
maternal khususnya di negara berkembang. Perdarahan pervaginam yang
melebihi 500 ml setelah bersalin didefinisikan sebagai perdarahan
postpartum, namun dari beberapa kajian evidence based menunjukkan
terdapat beberapa perkembangan mengenai lingkup definisi perdarahan
postpartum.
Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya,
kadang-kadang hanya setengah dari biasanya. Darah tersebut bercampur
dengan cairan amnion atau dengan urine, darah juga tersebar pada spon,
handuk dan kain di dalam ember dan lantai. Volume darah yang hilang
juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seorang
ibu dengan kadar Hb normal kadangkala dapat menyesuaikan diri terhadap
kehilangan darah, namun kehilangan darah dapat berakibat fatal pada
keadaan anemia. Seorang ibu yang sehat dan tidak anemia pun dapat
mengalami akibat fatal dari kehilangan darah.
Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa
jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok. Penilaian
faktor resiko pada saat antenatal dan intranatal tidak sepenuhnya dapat
memperkirakan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penanganan aktif
19

kala III sebaiknya dilakukan pada semua ibu yang bersalin karena hal ini
dapat menurunkan insiden perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri.
Semua ibu postpartum harus dipantau dengan ketat untuk mendiagnosis
perdarahan postpartum.
2. Infeksi pada masa postpartum
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan,
Infeksi masa postpartum masih merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas ibu. Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa
postpartum. Infeksi yang meluas kesaluran urinari, payudara, dan pasca
pembedahan merupakan salah satu penyebab terjadinya AKI tinggi. Gejala
umum infeksi berupa suhu badan panas, malaise, denyut nadi cepat. Gejala
lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan dan rasa nyeri pada payudara
atau adanya disuria.
3. Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam
masa postpartum sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran
darah dan lendir waktu menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal dari
bekas melekatnya atau implantasi placenta).
Lochea dibagi dalam beberapa jenis, antara lain sebagai berikut Lochea
rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum, selama 2 hari pasca
persalinan.
a. Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir
hari ke 3-7 pasca persalinan.
b. Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ke 7-14 pasca persalinan.
c. Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu.
d. Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk.
e. Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya.
Apabila pengeluaran lochea lebih lama dari pada yang disebutkan di
20

atas kemungkinan dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.


a. Tertinggalnya placenta atau selaput janin karena kontraksi uterus yang
kurang baik.
b. Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lochea rubra lebih
banyak karena kontraksi uterus dengan cepat.
c. Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga
lebih lama mengeluarkan lochea dan lochea berbau anyir atau amis.
d. Bila lochea bernanah dan berbau busuk, disertai nyeri perut bagian
bawah kemungkinan analisa diagnosisnya adalah metritis. Metritis
adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu
penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau
kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik.
4. Sub involusi uterus (Pengecilan uterus yang terganggu).
Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana
berat rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 mg pada 6
minggu kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik atau terganggu di sebut
sub involusi. Faktor penyebab sub involusi, antara lain: sisa plasenta
dalam uterus, endometritis, adanya mioma uteri.
Pada keadaan sub involusi, pemeriksaan bimanual di temukan uterus
lebih besar dan lebih lembek dari seharusnya, fundus masih tinggi, lochea
banyak dan berbau, dan tidak jarang terdapat pula perdarahan. Pengobatan
di lakukan dengan memberikan injeksi Methergin setiap hari di tambah
dengan Ergometrin per oral. Bila ada sisa plasenta lakukan kuretase.
Berikan Antibiotika sebagai pelindung infeksi. Bidan mempunyai peran
untuk mendeteksi keadaan ini dan mengambil keputusan untuk merujuk
pada fasilitas kesehatan rujukan.
5. Nyeri pada perut dan pelvis
Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat merupakan tanda dan gejala
komplikasi postpartum seperti Peritonitis. Peritonitis adalah peradangan
pada peritonium, peritonitis umum dapat menyebabkan kematian 33% dari
seluruh kematian karena infeksi. Menurut Mochtar (2002), gejala klinis
21

peritonitis dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.


a. Peritonitis pelvio berbatas pada daerah pelvis, tanda dan gejalanya
adalah demam, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan umum tetap
baik, pada pemeriksaan dalam kavum dauglas menonjol karena ada
abses.
b. Peritonitis umum, tanda dan gejalanya adalah suhu meningkat nadi
cepat dan kecil, perut nyeri tekan, pucat muka cekung, kulit dingin,
anorexia, kadang-kadang muntah.
6. Pusing dan lemas yang berlebihan, sakit kepala, nyeri epigastrik, dan
penglihatan kabur
Pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada postpartum. Pusing bisa
disebabkan oleh tekanan darah tinggi (Sistol ≥140 mmHg dan diastolnya
≥90 mmHg). Pusing yang berlebihan juga perlu diwaspadai adanya
keadaan preeklampsi/eklampsi postpartum, atau keadaan hipertensi
esensial. Pusing dan lemas yang berlebihan dapat juga disebabkan oleh
anemia bila kadar haemoglobin <10 gr%. Lemas yang berlebihan juga
merupakan tanda-tanda bahaya, dimana keadaan lemas dapat disebabkan
oleh kurangnya istirahat dan kurangnya asupan kalori sehingga ibu
kelihatan pucat, tekanan darah rendah. Upaya penatalaksanaan pada
keadaan ini dengan cara sebagai berikut.
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup.
c. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari.
d. Minum suplemen zat besi untuk menambah zat besi setidaknya selama
40 hari pasca bersalin.
e. Minum suplemen kapsul vitamin A (200.000 IU), untuk meningkatkan
daya tahan tubuh, mencegah infeksi, membantu pemulihan keadaan
ibu serta mentransmisi vitamin A kepada bayinya melalui proses
menyusui.
f. Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
22

g. Kurang istirahat akan mempengaruhi produksi ASI dan memperlambat


proses involusi uterus.
7. Suhu Tubuh Ibu > 38 0C
Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit
meningkat antara 37,20C-37,80C oleh karena reabsorbsi proses perlukaan
dalam uterus, proses autolisis, proses iskemic serta mulainya laktasi,
dalam hal ini disebut demam reabsorbsi. Hal ini adalah peristiwa fisiologis
apabila tidak diserta tanda-tanda infeksi yang lain. Namun apabila terjadi
peningkatan melebihi 380C berturut-turut selama 2 hari kemungkinan
terjadi infeksi. Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua
peradangan alat-alat genetalia dalam masa postpartum. Penanganan umum
bila terjadi demam adalah sebagai berikut.
a. Istirahat baring.
b. Rehidrasi peroral atau infus.
c. Kompres hangat untuk menurunkan suhu.
d. Jika ada syok, segera berikan pertolongan kegawatdaruratan maternal,
sekalipun tidak jelas gejala syok, harus waspada untuk menilai berkala
karena kondisi ini dapat memburuk dengan keadaan ibu cepat.
8. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh payudara yang tidak disusu secara
adekuat, puting susu yang lecet, BH yang terlalu ketat, ibu dengan diet
yang kurang baik, kurang istirahat, serta anemia. Keadaan ini juga dapat
merupakan tanda dan gejala adanya komplikasi dan penyulit pada proses
laktasi, misalnya pembengkakan payudara, bendungan ASI, mastitis dan
abses payudara.
9. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
Kelelahan yang amat berat setelah persalinan dapat mempengaruhi
nafsu makan, sehingga terkadang ibu tidak ingin makan sampai kelelahan
itu hilang. Hendaknya setelah bersalin berikan ibu minuman hangat, susu,
kopi atau teh yang bergula untuk mengembalikan tenaga yang hilang.
Berikanlah makanan yang sifatnya ringan, karena alat pencernaan perlu
23

proses guna memulihkan keadaanya kembali pada masa postpartum.


10. Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di wajah maupun
ekstremitas
Selama masa postpartum dapat terbentuk thrombus sementara pada
vena-vena di pelvis maupun tungkai yang mengalami dilatasi. Keadaan ini
secara klinis dapat menyebabkan peradangan pada vena-vena pelvis
maupun tungkai yang disebut tromboplebitis pelvica (pada panggul) dan
tromboplebitis femoralis (pada tungkai). Pembengkakan ini juga dapat
terjadi karena keadaan udema yang merupakan tanda klinis adanya
preeklampsi/eklampsi.
11. Demam, muntah, dan rasa sakit waktu berkemih.
Pada masa postpartum awal sensitifitas kandung kemih terhadap
tegangan air kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma
persalinan serta analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan
kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman, yang
ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi, hematom dinding vagina.
2.1.8 Kunjungan Masa Postpartum
Menurut Kemenkes RI (2020), pelayanan nifas yang dapat diberikan pada
masa nifas yaitu:
1. Kunjungan nifas pertama (KF 1) diberikan pada enam jam sampai dua
hari setelah persalinan. Asuhan yang diberikan berupa pemeriksaan
tanda-tanda vital, pemantauan jumlah darah yang keluar, pemeriksaan
cairan yang keluar dari vagina, pemeriksaan payudara dan anjuran ASI
Ekslusif enam bulan, pemberian kapsul Vitamin A, minum tablet
tambah darah setiap hari, pelayanan KB pasca persalinan.
2. Kunjungan nifas kedua (KF 2) diberikan pada hari ke-3 sampai hari
ke-7 setelah persalinan. Pelayanan yang diberikan adalah pemeriksaan
tanda-tanda vital, pemantauan jumlah darah yang keluar, pemeriksaan
cairan yang keluar dari vagina, pemeriksaan payudara dan anjuran ASI
Ekslusif enam bulan, minum tablet tambah darah setiap hari, dari
pelayanan KB pasca persalinan.
24

3. Kunjungan nifas lengkap (KF 3), pelayanan yang dilakukan hari ke-8
sampai ke-28 setelah persalinan. Asuhan pelayanan yang diberikan
sama dengan asuhan pada KF 2.
4. Kunjungan nifas keempat (KF 4)
Pelayanan yang dilakukan ke-29 sampai hari ke-42 setelah persalinan.
Asuhan pelayanan yang diberikan sama dengan asuhan pada KF 3
yaitu pemeriksaan tanda-tanda vital, pemantauan jumlah darah yang
keluar, pemeriksaan cairan yang keluar dari vagina, pemeriksaan
payudara dan anjuran ASI Ekslusif enam bulan, minum tablet tambah
darah seriap hari, dan KB Persalinan.
2.1.9 Manajemen Laktasi
ASI merupakan cairan hidup yang dinamis, memiliki kandungan
gizi beragam dan lengkap. ASI dengan segala kandungannya sesuai
dengan keadaan bayi yang bersifat alami, bukan sintetik sehingga aman
dan dapat dimanfaatkan secara maksimal. Kandungan utama ASI sebanyak
88% adalah air. Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan cairan pada
bayi.
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan
sampai usia 6 bulan. Selama itu bayi tidak diharapkan mendapatkan
tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu ataupun
air putih. Pada pemberian ASI Eksklusif bayi juga tidak diberikan
makanan tambahan seperti pisang, biskuit, bubur susu, bubur tim, dan
sebagainya. Pemberian ASI secara benar akan dapat mencukupi kebutuhan
bayi selama 6 bulan tanpa makanan pendamping. Setelah bayi berusia
lebih dari 6 bulan, memerlukan makanan pendamping tetapi pemberian
ASI dapat dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun (Kemenkes RI, 2020).
1. Anatomi Payudara dan Fisiologi Laktasi
a. Anatomi Payudara
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak dibawah
kulit, diatas otot dada dan fungsinya memproduksi susu untuk nutrisi
bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, dengan berat
25

kira-kira 200 gram, yang kiri umumnya lebih besar dari yang kanan.
Ada tiga bagian utama payudara, yaitu:
1) Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.
2) Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.
3) Papilla, atau putting yaitu bagian yang menonjol di puncak
payudara.
2. Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi
dan pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-
19 minggu, dan baru selesai ketika mulai menstruasi. Dengan
terbentuknya hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk
maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang
berfungsi untuk produksi ASI disamping hormon lain seperti insulin,
tiroksin dan sebagainya.
Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi,
refleks prolaktin dan refleks aliran timbul akibat perangsangan putting
susu oleh hisapan bayi.
a. Refleks Prolaktin
Dalam putting susu terdapat banyak ujung saraf sensorik. Bila
dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke
kelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan
hormon prolactin. Hormon inilah yang berperan dalam peroduksi ASI
di tingkat alveoli. Refleks aliran (Let Down Reflex).
b. Refleks Aliran Timbul
Rangsang putting susu tidak hanya diteruskan sampai ke
kelenjar hipofisis depan, tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian
belakang, yang mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi
memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan
didinding saluran, sehingga ASI di pompa keluar.
26

3. Komposisi Gizi dalam ASI


Penelitian menemukan bahwa ASI Eksklusif membuat bayi
berkembang dengan baik pada usia 6 bulan pertama, atau bahkan pada usia
lebih dari 6 bulan. Kekebalan yang paling besar yang diterima bayi adalah
pada saat diberikan ASI Eksklusif, karena ASI memiliki kandungan 50%
faktor imunisasi yang sudah dikenal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
merekomendasikan pemberian ASI pertama kali dilakukan sejak 1 jam
pertama setelah bayi lahir. Macam-macam ASI diantaranya adalah:
a. Kolostrum
Kolostrum adalah ASI yang diproduksi di hari-hari pertama dan
biasanya terjadi selama 4 hari. Bayi perlu sering menyusu untuk dapat
merangsang produksi dan keluarnya ASI. Komposisi ASI sama dengan
nutrisi yang diterima bayi didalam uterus. Kolostrum lebih banyak
mengandung protein, terutama Immunoglobulin (IgA, IgG, IgM).
Protein dalam jumlah yang dominan juga dapat mencegah gula darah
yang rendah. Kolostrum sedikit mengandung lemak dan karbohidrat.
Lemak kolostrum dalam bentuk kolesterol dan lesitin sehingga bayi
sejak dini telah terlatih untuk mengolah kolesterol. Kolostrum
mengandung zat anti infeksi 10 hingga 17 kali lebih banyak dibanding
ASI matur. Kolostrum berwarna kuning dan bisa juga berguna sebagai
imunisasi pertama.
b. ASI Transisi
ASI transisi mulai di produksi pada hari ke 4-10 setelah kelahiran.
Terjadi perubahan komposisi dari kolostrum ke ASI transisi, kadar
protein dan immunoglobulin berkurang sedangkan kadar lemak dan
karbohidrat lebih meningkat dibanding kolostrum. Volume ASI
transisi juga meningkat dibandingkan dengan kolostrum, mulai tampak
perilaku supply and demans, yaitu ASI diproduksi sebanyak ASI yang
dikeluarkan, tetapi hal ini belum benar-benar sesuai.
27

c. ASI Mature
ASI matur diproduksi setelah hari ke-10 sampai akhir masa laktasi
atau penyapihan. ASI matur berwarna putih kekuningan dan
mengandung casient, riboflanum, dan karotin serta tidak menggumpal
bila dipanaskan, dengan volume 300-850 ml per 24 jam. ASI matur
terus berubah sesuai dengan perkembangan bayi. Pada malam hari,
ASI ini lebih banyak mengandung lemak yang akan membantu
meningkatkan berat badan dan perkembangan otak yang maksimal.
d. Foremilk – Hindmilk
Pada satu kali menyusui, terdapat 2 macam ASI yang diproduksi
yaitu foremilk terlebih dahulu kemudian hindmilk. Foremilk berwarna
lebih kuning, kandungan utamanya protein, laktosa, vitamin, mineral,
dan sedikit lemak. Foremilk memiliki kadar air yang yang cukup tinggi
sehingga lebih encer dibanding hindmilk dan diproduksi dalam jumlah
banyak untuk memenuhi kebutuhan cairan. Kebutuhan cairan bayi
seluruhnya dapat dipenuhi oleh ASI dan bayi tidak memerlukan air
tambahan pada 6 bulan awal kehidupannya, bahkan didaerah panas
sekalipun. Sedangkan hindmilk berwarna lebih putih karena
kandungan lemak 4-5 kali lebih banyak dibanding foremilk, inilah
yang membuat bayi terasa kenyang.
Komposisi ASI sangat banyak dan bermanfaat untuk bayi,
diantaranya adalah:
1. Nutrien (zat gizi) yang sesuai untuk bayi
1) Lemak
Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak, sekitar
50% kalori ASI adalah lemak. Kadar lemak dalam ASI adalah
3,5 - 4,5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, akan
tetapi lemak tersebut mudah diserap oleh bayi karena
trigelserida dalam ASI lebih dulu pecah menjadi asam lemak
dan gliserol oleh enzim lipase yang terdapat dalam ASI. Kadar
kolesterol ASI lebih tinggi dibanding susu formula, sehingga
28

bayi yang mendapat ASI seharusnya mempunyai kadar


kolesterol darah lebih tinggi.
Disamping kolesterol, ASI juga mengandung asam
lemak esensial: asam linoleat (omega 6), dan asam linoleat
(omega 3), hal ini disebut esensial karena tubuh manusia tidak
dapat membentuk kedua asam ini dan harus diperoleh dari
konsumsi makanan.
2) Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa, yang
kadarnya paling tinggi dibanding susu mamalia lain (7gr%).
Laktosa mudah diurai menjadi glukosa dan galaktosa dengan
bantuan enzim lactase yang sudah ada didalam mukosa saluran
pencernaan sejak bayi lahir. Laktosa mempunyai manfaat lain
yaitu mempertinggi absorbs kalsium dan merangsang
pertumbuhan laktobasilus bifidus.
3) Protein
Protein dalam susu adalah kasein dan whey. Kadar
protein dalam dalam ASI sebesar 0,9% - 60% diantaranya
adalah whey, yang lebih mudah dicerna dibanding kasein
(protein utama susu sapi). Protein mudah dicerna dalam ASI
karena terdapat dua macam asam amino yang tidak terdapat
dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk
pertumbuhan somatik, sedangkan taurin untuk pertumbuhan
otak.
4) Mineral
Mineral dalam susu sapi seperti natrium, kalium,
kalsium, fosfor, magnesium, dan klorida lebih tinggi 3–4 kali
dibanding dengan yang terdapat dalam ASI. Pada pembuatan
susu formula adaptasi kandungan berbagai mineral tersebut
harus diturunkan hingga jumlahnya berkisar 0,25% - 0,34%
dalam setiap 100 ml. Hal ini harus dilakukan karena tubuh bayi
29

belum mampu untuk mengekskresikan atau membuang dengan


sempurna kelebihan mineral tersebut.
2. Mengandung Zat Protektif
Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita penyakit,
karena adanya zat protektif dalam ASI.
1) Laktobasilus Bifidus
Laktobasilus bifidus berfungsi mengubah laktosa
menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua asam ini
menjadikan saluran pencernaan bersifat asam sehingga
menghambat mikroorganisme seperti bakteri E.coli yang sering
menyebabkan diare pada bayi, shigela dan jamur. Laktobasilus
mudah tumbuh cepat dalam usus bayi yang mendapat ASI,
karena ASI mengandung polisakarida yang berkaitan dengan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan laktobasilus
bifidus. Pada susu sapi tidak mengandung faktor ini, sehingga
bayi yang diberi susu formula lebih sering mengalami diare.
2) Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang berkaitan dengan zat
besi. Konsentrasinya dalam ASI sebesar 100 mg/100 ml
tertinggi diantara semua cairan biologis. Dengan meningkat zat
besi, maka laktoferin bermanfaat untuk untuk menghambat
pertumbuhan kuman tertentu, yaitu stafilokokus dan E.coli
yang juga memerlukan zat besi untuk pertumbuhannya.
3) Lisozim
Lisozim adalah enzim yang dapat memecah dinding
bakteri (bakteriosidal) dan antiinflamatori. Konsentrasinya
dalam ASI sangat banyak (400 mg/ml), dan merupakan
komponen terbesar dan fraksi whey ASI. Keaktifan lisozim
ASI beberapa ribu kali lebih tinggi dibanding susu sapi.
Keunggulan lisozim lainnya adalah bila faktor protektif lain
30

menurun kadarnya sesuai tahap lanjut ASI, maka lisozim justru


meningkat pada 6 bulan pertama setelah kelahiran.
4) Antibodi
Antibodi dalam ASI dapat bertahan didalam saluran
pencernaan dan membuat lapisan pada mukosanya, sehingga
mencegah bakteri patogen dan enterovirus masuk ke alam
mukosa usus. Mekanisme antibodi pada ASI adalah sebagai
berikut: apabila ibu mendapat infeksi, maka tubuh ibu akan
membentuk antibodi dan akan disalurkan dengan bantuan
jaringan limfosit.
4. Manfaat Pemberian ASI
ASI mempunyai banyak manfaat, diantaranya manfaat bagi ibu,
keluarga dan Negara. Manfaat tersebut adalah:
a. Manfaat bagi Ibu
1) Aspek kesehatan ibu
Hisapan bayi pada payudara saat menyusu akan
merangsang terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis.
Oksitosin membantu dalam proses involusi uterus dan dapat
mencegah terjadinya perdarahan postpartum. Pencegahan
terjadinya perdarahan postpartum dapat mengurangi prevelensi
anemia defisiensi besi. Angka kejadian karsinoma mammae
pada ibu menyusui lebih rendah dibanding tidak menyusui.
2) Aspek Keluarga Berencana
Menyusui secara eksklusif dapat menjadi metode KB
yang alami, karena proses menyusui dapat menjarangkan
kehamilan. Ditemukan rata-rata jarak kelahiran pada ibu
menyusui adalah 24 bulan, sedangkan yang tidak menyusui
adalah 11 bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian
ASI Eksklusif dapat menjadi KB yang alami.
31

3) Aspek Psikologis
Proses menyusui dapat memberikan pengaruh
psikologis yang baik bagi ibu. Ibu yang menyusui akan merasa
bangga dan merasa diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh
semua manusia. Manfaat ASI untuk Keluarga.
4) Aspek Ekonomi
Menyusui dengan ASI lebih hemat karena ASI tidak
perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk
membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain.
Selain itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang
mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya
pengobatan.
5) Aspek Psikologis
Kebahagiaan keluarga semakin bertambah, karena
kelahiran lebih jarang. Sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan
dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.
6) Aspek Kemudahan
Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana
saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu menyiapkan air
masak, botol, dan dot yang harus selalu dibersihkan dan juga
perlu meminta tolong kepada orang lain.

2.2 Konsep Nyeri


2.2.1 Definisi
Nyeri adalah sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial atau dirasakan dalam kejadian-kejadian
dimana terjadi kerusakan. Cuffery sebagaimana dikutip oleh menyatakan nyeri
adalah segala sesuatu yang dirasakan seseorang, tentang nyeri tersebut dan
terjadi kapan saja ketika seseorang menyatakan bahwa ia merasa nyeri (Potter
& Perry 2010).
32

2.2.2 Mekanisme Nyeri


Perangsangan nosiseptor menimbulkan persepsi nyeri serta respons
motivasional dan emosional. Tidak seperti modalitas somatosensorik lain,
sensasi nyeri disertai respons perilaku bermotif (menarik diri atau bertahan)
serta reaksi emosional (menangis atau takut). Tidak seperti sensasi lain
persepsi subjektif nyeri dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu atau
sekarang (berkurangnya persepsi nyeri pada seorang atlet yang cedera ketika
sedang bertanding). Nyeri adalah pengalaman pribadi yang multidimensi
(Sherwood, 2015).
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi respon nyeri pada seseorang, di
antaranya:
1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh
anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa
nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan melaporkan nyerinya
dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima (Potter
2010).
2. Kebudayaan
Budaya mempengaruhi ekspresi nyeri. Beberapa budaya percaya bahwa
menunjukkan rasa sakit adalah suatu hal yang wajar. Sementara yang lain
cenderung untuk lebih introvert (Potter, 2010).
3. Ansietas
Dalam beberapa hal, kecemasan dapat mempengaruhi respon nyeri klien
tergantung pada persepsi yang diyakini oleh klien sendiri. Meningkatnya
kecemasan pasien juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar
serotonin (neurotransmitter yang menghambat nyeri pada susunan syaraf
pusat).
33

4. Faktor psikologis
Faktor psikologis dapat juga mempengaruhi tingkat nyeri. Faktor tersebut
terdiri dari kecemasan dan teknik koping. Kecemasan dapat meningkatkan
persepsi terhadap nyeri. Teknik koping memengaruhi kemampuan untuk
mengatasi nyeri. Seseorang yang belum pernah mendapatkan teknik
koping yang baik tentu respon nyerinya buruk (Potter, 2010).
5. Faktor Sosial
Faktor sosial yang dapat mempengaruhi nyeri terdiri dari perhatian,
pengalaman sebelumnya, dukungan keluarga dan sosial. Perhatian adalah
tingkat dimana pasien memfokukan perhatian terhadap nyeri yang
dirasakan (Potter, 2010).
2.2.4 Nyeri Abdomen (Uterus) Pada Ibu Postpartum
1. Definisi
Pada saat hamil, rahim seorang ibu akan membesar sesuai ukuran janin
yang dikandung. Begitu bayi lahir maka perlahan-lahan rahim akan
menyusut dan mengecil hingga sebesar buah pir kecil. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Proses kembalinya ke bentuk semula dari rahim disertai dengan rasa nyeri
seperti kram pada perut. Dalam kebidanan disebut dengan kontraksi rahim.
Kontraksi rahim diperlukan agar rahim dapat segera mengecil dan
pembuluh darah yang terluka saat lepasnya plasenta dari dinding rahim
dapat segera menutup kembali, sehingga tidak terjadi perdarahan. Kadang,
sensasi nyeri seperti kram semakin terasa saat menyusui, dengan
rangsangan hisapan bayi akan membantu keluarnya hormon oksitosin yang
akan membantu proses kontraksi rahim tersebut (Sari, Zulfa Rufaida, Sri
Wardini, 2018).
2. Involusi Uterus
Tabel 2.1 Proses Involusi Uterus
Berat
Involusi Tinggi Fundus Uteri Keadaan Serviks
Uterus (gr)
34

Bayi lahir Setinggi pusat 1000

Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 Lembek

Pertengahan pusat dan Beberapa hari


Satu minggu 500
simpisis setelah post

Tak teraba di atas partum dapat


Dua minggu 350 dilalui 2 jari.
simpisis
Akhir minggu
Enam minggu Bertambah kecil 50-60 pertama dapat

Delapan minggu Sebesar normal 30 dimasuki 1 jari.

Sumber : Varney H, Krieb JM, Gegor CL, Editors. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan (Mahmudah L, editor bahasa Indonesia) 4th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
a. Proses Involusi
Uterus akan berinvolusi menjadi 500 gram satu minggu pascapartum
dan 350 gr dua minggu pascapartum. Uterus akan berada dalam
panggul sejati lagi seminggu setelah melahirkan. Kelancaran proses
involusi dapat dideteksi dengan pemeriksaan lokhea, konsistensi uterus
dan pengukuran tinggi fundus uteri. Peningkatan kadar estrogen dan
progesteron berperan dalam pertumbuhan masif uterus selama masa
kehamilan. Pertumbuhan uterus tersebut bergantung pada hyperplasia,
peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertropi atau pembesaran sel-sel
yang sudah ada. Pada masa postpartum hormon-hormon ini mengalami
penurunan sehingga terjadilah Autolisis. Tahap proses involusi uterus
adalah sebagai berikut:
1) Autolisys
Pada proses ini terjadi penghancuran di dalam otot rahim. Jaringan
otot dan jaringan ikat mengalami proses proteolitik. Proses
proteolitik adalah pemecahan protein yang akan dikeluarkan melalui
urin. Enzim proteolitik akan memendekkan otot yang mengalami
35

penguluran selama kehamilan. Sitoplasma sel yang dalam jumlah


berlebih akan tercerna sendiri, sehingga yang tertinggal hanya
jaringan fibro elastic saja.
2) Atrofi Jaringan
Proses dimana terjadinya atrofi pada jaringan sebagai efek
berhentinya produksi estrogen seiring dengan pelepasan plasenta.
Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua
mengalami atrofi dan terlepas meningalkan lapisan basal yang akan
beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
3) Efek Oksitosin
Seiring dengan lahirnya bayi maka intensitas kontraksi uterus akan
meningkat karena berkurangnya volume intrauterin yang besar.
Oksitosin yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis menyebabkan
terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin yang menyebabkan
terjadinya penekanan pembuluh darah dan mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan. Kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan sebelum
hamil disebut subinvolusi yang biasanya disebabkan oleh adanya
tahanan pada plasenta dan terjadinya infeksi (Bobak, 2017).
2.2.5 Pengukuran Nyeri
Alat – alat pengkajian yang bisa digunakan untuk mengkaji persepsi
nyeri seseorang. Agar alat – alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat alat
tersebut harus memenuhi beberapa kriteria yaitu mudah di mengerti dan
mudah digunakan, mudah di nilai, memiliki sedikit upaya pada pihak
seseorang, serta sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri.
Seseorang merupakan penilai terbaik dari rasa nyeri yang dialaminya,
oleh karena itu harus diminta untuk menggambarkan serta membuat
tingkatannya.
2.2.6 Skala Intensitas Nyeri
36

Tingkat nyeri setiap individu dapat diukur dengan menggunakan skala


nyeri (Potter, 2010), skala nyeri tersebut adalah
1. Visual Analog Scale (VAS)
Visual Analog Scale adalah skala nyeri yang berupa garis lurus yang
menggambarkan tingkat nyeri dan terdapat deskripsi verbal pada
ujungnya. Penggunaannya adalah dengan cara klien memilih salah satu
angka untuk mewakili tingkat nyeri klien.

Gambar 2.1 Visual Analog Scale (VAS)


(Potter, 2010)
2. Numeric Ratting Scale (NRS)
Numerical Rating Scale adalah skala ukur yang digunakan dengan
meminta klien memilih angka 0-10 sesuai nyeri yang dirasakan.
Angka 0 berarti “no pain” atau tidak nyeri dan 10 berarti “severe
pain” atau nyeri hebat (Potter & Perri, 2005 dalam Fauziah, 2015).

Gambar 2.2 Numeral Rating Scale (NRS)

(Potter, 2010)
Kriteria Nyeri:
37

a. Skala 0 merupakan tidak merasakan nyeri


b. Skala 1-3 merupakan nyeri ringan, klien masih dapat berkomunikasi
dengan baik. Nyeri hanya sedikit dirasakan.
c. Skala 4-6 merupakan nyeri sedang, secara objektif klien mendesis,
menyeringai dengan menunjukan lokasi nyeri. Klien dapat
mendeskripsikan rasa nyeri dan dapat mengikuti perintah. Nyeri masih
dapat dikurangi dengan alih posisi.
d. Skala 7-9 merupakan nyeri berat, klien tidak dapat mengikuti perintah,
namun masih dapat menunjukan lokasi nyeri dan masih respon terhadap
tindakan. Nyeri sudah tidak dapat dikurangi dengan alih posisi.
e. Skala 10 merupakan nyeri sangat berat. Pasien sudah tidak dapat
berkomunikasi dengan terapis
3. Verbal Ratting Scale (VRS)
Verbal Rating Scale adalah Alat ukur tingkat nyeri dengan
menggunakan kata sifat untuk mengungkapkan level nyeri yang berbeda
dimulai dari “no pain” (tidak nyeri) sampai “extreme pain” (nyeri hebat)
(Potter, 2005).

Gambar 2.3 Verbal Rating Scale (VRS)

(Potter, 2010)
4. Faces Pain Scale-Revised
Faces Pain Scale – Revised adalah pengukuran skala nyeri yang terdiri
dari 6 gambar wajah kartun yang bertingkat dari wajah yang tersenyum
untuk “tidak ada nyeri” sampai wajah yang berlinang air mata untuk “nyeri
sangat hebat” (Potter, 2005).
38

Gambar 2.4 Face Pain Scale


(Potter, 2010)

2.2.7 Konsep Dasar Teori Manajemen Non Farmakologis


Menurut Blacks dan Hawks (2014) penatalaksanaan nyeri secara non
farmakologi dapat dilakukan dengan cara terapi fisik (meliputi stimulasi kulit,
pijatan, akupuntur dan akupresure, kompres hangat dan kompres dingin) serta
kognitif dan biobehavioral terapi (misalnya latihan nafas dalam, distraksi,
biofeedback, relaksasi progresif, terapi musik, rhytmic breathing, bimbingan
imaginasi, humor, meditasi, magnet, sentuhan terapeutik, dan hipnosis).
Tindakan non farmakologis selalu lebih sederhana dan juga lebih aman,
tindakan yang dapat digunakan pada setelah persalinan. Banyak metode non
farmakologis untuk menghilangkan ketidaknyamanan yang diajarkan dalam
berbagai jenis persiapan kehamilan hingga proses setelah persalinan.
2.2.8 Teknik-Teknik Non Farmakologis
1. Relaksasi
Relaksasi atau peregangan tubuh adalah teknik yang disarankan oleh
hampir semua kelas persiapan persalinan.Bukti menunjukkan bahwa
relaksasi dapat meningkatkan pengelolaan nyeri persalinan. Relaksasi
idealnya dikombinasikan dengan aktivitas seperti berjalan, menari
lambat, goyang dan perubahan posisi yang membantu bayi memutar
melalui panggul. Gerak ritmis merangsang mechanoreceptors diotak,
yang dapat menurunkan persepsi nyeri.
2. Imageri dan Visualisasi
39

Membayangkan sesuatu atau guided imagery memiliki prinsip yang


hampir sama dengan distraksi. Intinya adalah agar tidak berfokus pada
nyeri yang dialami. Selain untuk mengatasi nyeri, teknik ini juga tepat
digunakan untuk mengatasi stress, ketegangan dan kecemasan.
Sebaiknya Teknik guided imagery ini dilakukan pada ruangan khusus
tersendiri dengan tambahan fasilitas yang lain seperti musik lembut dan
aroma terapi untuk memperkuat efek relaksasi. Ibu berbaring dengan
posisi rileks, diruangan yang tenang dan sejuk juga sangat membantu
keberhasilan teknik ini.
3. Massage
Massage adalah terapi yang memiliki aturan tersendiri dan
melibatkan penggunaan sentuhan untuk merilekskan atau menstimulasi
kesejahteraan fisiologis dan psikologis, baik dengan maupun tanpa
minyak esensial. Massage dapat mengurangi nyeri karena reseptor
sentuhan mencapai otak sebelum reseptor nyeri; untuk mengurangi
stres, ansietas, dan depresi dan menstimulasi fungsi imun.
Definisi massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan
lunak, biasanya otot tendon atau ligament tanpa menyebabkan pergeseran atau
perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi dan
atau meningkatkan sirkulasi. Sebuah penelitian menyebutkan ibu yang dipijat
selama 20 menit setiap jam selama tahapan persalinan akan lebih bebas dari
rasa sakit, karena pijat merangsang tubuh melepaskan senyawa endorphin
yang merupakan pereda sakit alami dan menciptakan perasaan nyaman dan
enak. Bagian tubuh ibu yang dapat dipijat adalah kepala, bahu, perut, kaki dan
tangan, punggung serta tungkai. Saat memijat, pemijat harus memperhatikan
respon ibu apakah tekanan yang diberikan sudah tepat.
1. Aplikasi panas dan dingin
Pada saat persalinan ternyata aplikasi panas atau dingin ini juga
efektif untuk menurunkan rasa tidak nyaman yang dialami ibu. Salah satu
contoh saat proses persalinan, ibu mengalami nyeri pada daerah punggung
bawah, maka dapat dilakukan kompres hangat untuk membantu
40

kenyamanan ibu. Duduk atau berbaring di bathtub air hangat juga dapat
dilakukan selama tahap satu persalinan selama selaput ketuban masih utuh.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kenyamanan ibu. Kondisi ruang
persalinan yang kurang mendukung sering membuat ibu merasa
kepanasan. Saat seperti ini tepat digunakan air dingin untuk membasuh
muka ibu untuk mengembalikan kesegaran dan meningkatkan
kenyamanan ibu.
2. Hypnobirthing
Hypnobirthing adalah suatu teknik hypnosis yang digunakan untuk
memberikan kenyamanan, ketenangan dan kenikmatan saat menjalani
persalinan. Dalam teknik ini memerlukan beberapa fase untuk
mencapainya antara lain: relaksasi yang mendalam, pola pernapasan
lambat, pemberian petunjuk cara melepaskan endorphin dari dalam
tubuhyang memungkinkan calon ibu menikmati proses kelahiran yang
aman, lembut dan cepat. Teknik hypnosis awalnya dilakukan oleh seorang
hipnoterapi tetapi kemudian jika ibu sudah dapat melakukannya sendiri
maka dilakukan auto-hipnosis. Hypnosis bukanlah magic tetapi merupakan
teknik pemberdayaan alam bawah sadar dengan mengistirahatkan alam
sadar manusia. Manfaat penggunaan teknik hypnosis pada periode
persalinan adalah membantu menyeimbangkan morphin alami dalam
tubuh untuk mengurangi rasa nyeri, membuat semua bagian tubuh yang
berperan pada proses persalinan dapat bekerja dengan baik, serta
membantu menyehatkan 70% air pada tubuh orang dewasa dan 9% air
pada tubuh bayi yang terkandung dalam tubuh agar menjadi air yang
heksagonal. Air yang heksagonal dapat lebih menyehatkan organ tubuh
manusia.
3. Teknik Pernafasan
Teknik pernapasan perlu diajarkan pada kelas persiapan persalinan
untuk mempersiapkan ibu agar dapat menghadapi stress saat melahirkan.
Teknik ini diharapkan dapat membuat ibulebih rileks sehingga mengurangi
41

persepsi nyeri dan membantu ibu mempertahankan dirinya terhadap nyeri


selama kontraksi.
Ibu dapat mengendalikan keinginan untuk meneran dengan cara
mengambil nafas terengah-engah atau dengan perlahan menghembuskan
nafas melalui bibir mengerucut seolah-olah meniup lilin atau meledakkan
balon. Jenis pernafasan ini dapat digunakan untuk mengatasi keinginan
untuk meneran ketika serviks belum sepenuhnya siap dan untuk
memfasilitasi kelahiran kepala janin secara lambat atau mencegah defleksi
kepala yang terlalu cepat.
4. Akupresur dan Akupuntur
Teknik akupuntur memiliki konsep dasar bahwasanya penyakit
terjadi karena ketidakseimbangan energi. Untuk mengkoreksi
ketidakseimbangan energi maka dilakukan dengan cara memasukkan
jarum ke kulit. Lokasi pemasukkan jarum ditujukan pada organ bagian
tubuh yang akan disuplai energinya tetapi tidak perlu berdekatan dengan
organ yang dipengaruhinya. Aktivasi dari titik yang dilakukan penusukan
ini akan mengeluarkan endorphin.
5. Sentuhan dan pijat
Terapi sentuhan digunakan untuk kenyamanan dan mengurangi
nyeri. Dasar dari konsep ini adalah sentuhan mengandung medan energi
yang menyehatkan. Jadi, semakin ibu mendapatkan banyak suplai energi
maka semakin sehat. Akan tetapi, jika kekurangan suplai energi akan
menghasilkan sakit. Berdasarkan penelitian lanjutannya ternyata dengan
sentuhan dan pijatan dapat menghasilkan endorphin alami tubuh yang
dapat mengurangi nyeri pada bagian tubuh yang terasa nyeri.

2.3 Konsep Dasar Massage Effleurage


2.3.1 Definisi
Massage adalah suatu seni gerak tangan yang ditujukan sebagai media
untuk mengembalikan keadaan tubuh kembali normal.
42

Massage adalah suatu seni gerak tangan yang bertujuan untuk


mendapatkan kesenangan dan memelihara kesehatan jasmani. Secara teori
massage ialah istilah yang digunakan untuk menerangkan manipulasi-
manipulasi tertentu dari jaringan lunak badan kita. Massage dapat bermanfaat
sebagai alternatif penyembuhan cedera, pemulihan kebugaran, penyembuhan
penyakit kronis, serta pendukung prestasi atlet. Menurut versi pengertian lain,
massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan manipulasi-
manipulasi tertentu dari jaringan lunak pada tubuh kita (Hanief, 2019).
2.3.2 Cara Melakukan Effleurage Massage
Hanief (2019) mengatakan Effleurage adalah gerakan mengusap dengan
menggunakan telapak tangan atau bantalan jari tangan. Effleurage merupakan
gosokan pada kulit tanpa terjadi gerakan otot bagian dalam. buku Hanief
(2019) mengatakan gerakan ini dilakukan sesuai dengan peredaran darah
menuju jantung maupun kelenjar-kelenjar getah bening. Tujuan aplikasi ini
adalah memperlancar peredaran darah dan cairan getah bening (limfe)
(Hanief, 2019).
Effleurage pada abdomen dilakukan dengan cara kedua telapak
tangan melakukan usapan ringan, tegas dan konstan dengan cara gerakan
melingkari abdomen, dimulai dari abdomen bagian bawah diatas simpisis
pubis, mengarah ke samping perut, terus ke fundus uteri kemudian turun ke
umbilikus dan kembali ke perut bagian bawah.

Gambar 2.8 Effleurage Massage


2.3.3 Tujuan Effleurage Massage Pada Ibu Postpartum
Stimulasi kulit dengan teknik effleurage dapat menghasilkan impuls
yang dikirim melalui serabut saraf besar yang terletak dipermukaan kulit,
43

serabut saraf besar ini yang akan menutup gerbang sehingga otak tidak
menerima pesan nyeri karena sudah diblokir oleh stimulasi kulit dengan
teknik effleurage ini, maka akibatnya persepsi nyeri akan berubah. Selain
dapat meredakan nyeri teknik effleurage ini juga bisa mengurangi
ketegangan otot serta dapat meningkatkan sirkulasi darah pada area yang
terasa nyeri. Dengan dilakukannya tindakan massage effleurage pada ibu
post partum dapat mengalihkan perhatian ibu terhadap nyeri yang
dirasakan sehingga dapat mengurangi nyeri pada ibu (Yuliatun, 2008).
2.3.4 Indikasi dan Kontraindikasi Effleurage Massage
Yang menjadi indikasi dilakukan Effleurage Massage pada ibu
postpartum adalah ibu yang melahirkan secara pervaginam.
Kontraindikasinya adalah ibu yang terdapat luka pada area yang akan di
massage, adanya penyakit kulit. Jangan melakukan massage pada area yang
mengalami lebam, peradangan dan massage ini tidak diperbolehkan pada
kondisi ruptur uterus.
2.3.5 Prosedur Tindakan Effleurage Massage
Tabel 2.2 Tindakan Metode Effleurage Massage

A Fase Orientasi
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan tindakan
3. Menjelaskan langkah prosedur
4. Menanyakan kesiapan
5. Kontrak waktu

B Fase Kerja Gambar


1. Mencuci tangan
44

2. Menjaga privasi

3. Menyiapkan alat (handuk/selimut


dan minyak)

4. Memposisikan ibu berbaring


terlentang dan pastikan posisi ibu
nyaman.
Memberitahu saat akan mulai
tindakan, mintalah orang yang
pijat untuk memberitahu jika
pijatan terasa menyakitkan atau
membuat tidak nyaman.
5. Mengolesi tangan dengan minyak
secukupnya.

6. Kemudian usapkan dan ratakan


minyak ke seluruh abdomen,
gunakan seluruh bagian telapak
tangan dan mulailah memijat dari
dimulai dari abdomen bagian
bawah diatas simpisis pubis,
mengarah ke samping perut, terus
ke fundus uteri kemudian turun ke
umbilikus dan kembali ke perut
bagian bawah.
45

7. Keringkan daerah abdomen dari


lumuran minyak dengan handuk
kering.

8. Merapihkan pasien dan alat

C Fase Terminasi
1. Evaluasi hasil
2. Renacana tindakan lanjut
3. Dokumentasi hasil
Sumber : Sitorus, Ester Harianja. Pengaruh Teknik Effleurage Massage
Terhadap Nyeri Afterpains Pada Ibu Nifas Multipara di BPM
Wanti dan BPM Sartika di Kota Medan. 2020

2.3.6 Peran dan Kewenangan Bidan dalam Effleurage Massage


Pemberian pelayanan kesehatan berbasis pengobatan
komplementer dan alternatif, penyelenggaraanya telah diakui di
Indonesia dan diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia (Kepmenkes RI) No.1109/Menkes/ Per/IX/2007) tentang
penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif. Sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan, definisi pengobatan komplementer dan
alternative adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat meliputi promotive,
preventif, kuratif, dan rehabilitative dengan kualitas keamanan dan
efektifitas yang tinggi (Kepmenkes RI, No.1109/Menkes/ Per/IX/2007).
46

Bagi banyak bidan dan wanita, pelayanan kebidanan komplementer


adalah pilihan untuk mengurangi intervensi medis saat hamil dan
melahirkan, dan berdasarkan pengalaman hal tersebut cukup membantu.

2.4 Kerangka Teori

Faktor Internal:

1. Involusi uteri
2. ASI NYERI ABDOMEN
PADA IBU
3. Otot kelelahan
POSTPARTUM
4. Peredaran darah tidak
lancar
5. Umur
6. Paritas
7. Psikologis

Terapi Non Farmakologis:

1. Relaksasi
Faktor Eksternal:
2. Imageri dan Visualisasi
1. Kebudayaan 3. Aplikasi panas dan
2. Faktor sosial yang dingin
terdiri dari : 4. Hypnobirthing
a) Perhatian 5. Tekhnik pernafasan
b) Dukungan keluarga 6. Akupresur dan
c) Pengalaman akupuntur
sebelumnya 7. Massage (Effleurage
Massage)
47

Gambar 2.5 Kerangka Teori


Sumber: Potter dan Perry (2010)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi eksperiment dengan
rancangan yang digunakan adalah pre-test post-test one grup. Desain ini
merupakan rancangan bagaimana penelitian dilaksanakan. Dalam desain ini,
sebelum diberi perlakuan sampel diberi pre-test (tes awal) dahulu, dan di akhir
penelitian sampel diberi post-test (tes akhir). Dengan demikian hasil perlakuan
dapat diketahui lebih akurat karena dapat membandingkan dengan keadaan
sebelum diberikan perlakuan dan sesudah perlakuan (Notoatmodjo, 2018).
Bentuk rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Pre Test Perlakuan Post Test

O1 X O2

Keterangan:

O1: Nilai pre-test (sebelum diberi teknik Effleurage Massage)

O2: Nilai post-test (sesudah diberi teknik Effleurage Massage)

X : Perlakuan (teknik Effleurage Massage)

3.2 Kerangka Penelitian


Menurut Notoadmojo (2018) kerangka konsep yaitu suatu abstraksi yang
tidak dapat diukur atau diamati secara langsung, oleh karena itu harus dijabarkan
ke dalam variabel-variabel. Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan
dalam sebuah gambar kerangka konsep penelitian di bawah ini, yaitu:

48
49

Rasa nyeri sebelum Rasa nyeri setelah


dilakukan effleurage effleurage
dilakukan effleurage
massage massage
massage

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian

Diteliti

3.3 Variabel Penelitian


Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu
konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2018).
3.3.1 Variabel Independen (bebas)
Variabel Independen merupakan variable yang mempengaruhi atau nilainya
menentukan variable lain (Nursalam, 2016). Variabel independent dalam
penelitian ini adalah effluerage massage/.
3.3.2 Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi nilainya
ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah nyeri abdomen.
3.3.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi Notoatmodjo (2018) definisi operasional adalah pembatasan
ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti.
50

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
1 Tingkat rasa nyeri Teknik pijatan NRS Wawancara Dalam skor Rasio
Sebelum dilakukan ringan pada
effleurage massage daerah
punggung yang
diberikan
selama 5 menit
pada ibu
Postpartum
6 jam - 2 hari
2 Tingkat rasa nyeri Teknik pijatan NRS Wawancara Dalam skor Rasio
setelah dilakukan ringan pada
effleurage massage daerah
abdomen yang
diberikan
selama 5 menit
pada ibu
Postpartum
6 jam - 2 hari

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Sugiyono (2018) mengemukakan populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ibu post partum 6 jam - 2 hari dengan persalinan
normal di RBA Sukardy, dr., Sp.OG Kecamatan Ciranjang Kabupaten
Cianjur yang dilihat dari HPL bulan April yaitu sebanyak 40 responden.
51

3.5.2 Sampel
Sampel adalah terdiri dari bagian pupolasi terjangkau yang dapat di
pergunakan sebagai subjek penelitian malalui sampling, sementara
sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat
mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2018). Teknik pengambilan
sampel dala penelitian ini dilakukan secara total sampling dimana seluruh
populasi mejadi sample penelitian.. Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh jumlah populasi yaitu sebanyak 40 orang ibu postpartum 6 jam -
2 hari dengan persalinan normal di RBA Sukardy, dr., Sp.OG Kecamatan
Ciranjang Kabupaten Cianjur.
Menurut Masriah dan Nauri (2018) dalam melakukan teknik
sampling dalam pengumpulan data tersebut peneliti memberikan batasan
atau kriteria yang memenuhi sampel, yaitu kriteria inklusi dan eksklusi:
a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan diteliti. Kriterianya yaitu:
1) Ibu postpartum 6 jam - 2 hari yang melahirkan di RBA Sukardy,
dr., Sp.OG Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur pada bulan
April Tahun 2022.
2) Ibu postpartum yang bersedia menjadi responden.
3) Ibu postpartum dengan riwayat melahirkan pervaginam.
b. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang tidak memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab.
Kriterianya yaitu:
1) Ibu postpartum yang mengalami komplikasi persalinan atau
mengalami tanda bahaya postpartum.
2) Ibu postpartum yang tidak mengikuti proses penelitian secara utuh.
3) Ibu postpartum yang terkonfirmasi Covid-19.
52

3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian


3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Masriah dan Nauri (2018) metode pengumpulan data dapat
diartikan sebagi teknik untuk mendapatkan data yang kemudian dianalisis dalam
suatu penelitian. Adapun prosedur pengumpulan data yang diterapkan dalam
penelitain ini yaitu setelah peneliti memperoleh izin dari intansi terkait yaitu dari
RBA Sukardy, dr., Sp.OG Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur tahun 2022.
Peneliti meminta bantuan ke RBA Sukardy, dr., Sp.OG Kecamatan Ciranjang
Kabupaten Cianjur untuk melakukan pendekatan terhadap ibu postpartum yang
bersedia untuk dijadikan sebagai responden.
Selanjutnya setelah calon responden dapat bersedia, maka peneliti akan
memberikan penjelasan terlebih dahulu, dan meminta kesediaan menjadi
responden dan diminta untuk menandatangani informed consent. Setelah calon
responden mengerti dan bersedia untuk dijadikan responden, peneliti
mengontrak waktu kepada kelompok responden. Adapun durasi waktu
pemijatannya yaitu dilakukan selama 5 menit.

3.5.2 Prosedur Penelitian


3.5.2.1 Persiapan Penelitian
a. Mencari fenomena yang terjadi berdasarkan masalah.
Berdasarakan identifikasi masalah sebagian besar ibu postpartum di RBA
Sukardy, dr., Sp.OG mengeluh nyeri abdomen setelah melahirkan.
b. Menentukan judul penelitian.
Dari identifikasi masalah yang didapat maka penelitian maka judul yang akan
diteliti adalah “Pengaruh teknik effluerage massage terhadap intensitas nyeri
abdomen ibu postpartum 6 jam - 2 hari di RBA Sukardy, dr., Sp.OG
Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur tahun 2022”.
c. Menentukan lahan penelitian.
Tempat penelitian ini dilakukan di RBA Sukardy, dr., Sp.OG Kecamatan
Ciranjang Kabupaten Cianjur.
d. Studi kepustakaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian.
53

Studi kepustakaan ini bersumber dari buku, e-book dan jurnal.


e. Menyusul proposal penelitian.
Penyusunan proposal ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan
peneliti sebelum melakukan kegiatan penelitian.
f. Pelaksanaan seminar proposal.
Seminar poposal adalah kegiatan untuk mempersentasikan tujuan,
langkah- langkah dan prosedur yang akan dilakukan saat penelitian.
g. Perbaikan proposal.
Sebuah kegiatan yang bertujuan untuk perbaikan proposal penelitian.
h. Menyusun instrument dan perbaikan instrument.
Menetapkan instrumen yang akan dilakukan pada penelitian ini, pada
penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner.
i. Mengurus perizinan untuk pelaksanaan penelitian.
Menurut kode etik penelitian, sebuah penelitian diperlukan izin dari semua
pihak terkait. Maka dari itu, izin penelitian harus dilakukan peneliti.
3.5.2.2 Pelaksanaan
a. Mendapatkan izin melakukan penelitian Institut Kesehatan Rajawali dan RBA
Sukardy, dr., Sp.OG.
b. Melakukan studi pendahuluan untuk mencari data.
c. Menentukan responden yang memenuhi kriteria inklusi sesuai dengan teknik
pengambilan sampel.
d. Peneliti menemui calon responden secara langsung untuk memberikan
penjelasan kepada calon responden mengenai maksud dan tujuan dari
penelitian.
e. Pengisian informed consent oleh responden sebagai bukti pemberian
persetujuan untuk menjadi bagian dari penelitian ini dan persetujuan
responden untuk menggunakan data dirinya untuk keperluan penelitian.
3.5.2.3 Tahap Akhir
a. Menyusun laporan hasil penelitian.
Dokumen tertulis tentang hasil pelaksanaan tentang hasil penelitian yang
dibuat secara jelas.
54

b. Presentasi hasil penelitian.


Presentasi hasil adalah kegiatan untuk mempersentasikan hasil dari penelitian
yang sudah dilakukan oleh peneliti.
c. Perbaikan dokumentasi.
Perbaikan dikumentasi merupakan egiatan untuk memperbaiki penelitian.
d. Pendokumentasian hasil penelitian.
Mendokumentasikan seluruh hasil penelitian.

3.6.3 Pengolahan Data dan Analisa Data


3.6.3.1 Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu langkah yang penting dalam penelitian.
Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih
mentah, belum memberikan informasi apa-apa, dan belum siap untuk disajikan.
Untik memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti dan berkesimpulan
data, diperlukan pengolahan data (Notoatmodjo, 2018). Proses pengolahan data
dapat dilakuan melalui beberapa tahap, diantaranya:
a. Penyuntingan data (editing)
Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan
penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Editing merupakan kegiatan untuk
pengecekan dan perbaikan isian formular atau kuesioner (Notoatmodjo,
2018).
b. Membuat lembaran kode (Coding Sheet)
Lembaran atau kartu kode adalah instrument berup kolom-kolom untuk
merekam data manual. Lembaran atau kartu kode berisi nomor responden
dan nomor-nomor pertanyaan (Notoatmodjo, 2018).
c. Memasukkan data (data entry)
Memasukan data yaitu proses memasukan jawaban-jawaban dari masing-
masing responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) ke dalam program
atau “software” komputer (Notoatmodjo, 2018).
d. Pembersihan data (cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
55

dimasukkan, perlu dicek Kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan


adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan kemudain
dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2018).
e. Tabulasi
Tabulasi yaitu membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian
atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2018).

3.6 Teknik Pengolahan Data


3.6.1 Jenis dan Sumber Data
Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan secara langsung dari subjek
penelitian yang diberikan terapi Effluerage massage dengan menggunakan
kuesioner dan lembar observasi.
3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian ini menggunakan lembar kuesioner NRS dan
wawancara terhadap pasien.
3.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimulai dengan seluruh ibu postpartum 6 jam - 2 hari
yang memenuhi kriteria inklusi yang ada RBA Sukardy dr., Sp.OG Kecamatan
Ciranjang Kabupaten Cianjur 2022, peneliti memberikan informasi tentang tujuan,
manfaat, dan prosedur dari Effluerage Massage, serta meminta persetujuan
tindakan kepada subjek.

3.7 Teknik Analisis Data


Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Program
statistical package for the social science (SPSS) versi 16,00 dan dilakukan
tahap- tahap analisis data.
3.7.1 Analisis univariat
Analisis Univariat merupakan analisis deskriptif terhadap semua variabel
dengan menghitung statistik dari setiap variable dan untuk mendeskripsikan skala
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan effleurage massage.dengan menggunakan
56

rumus sebagai berikut:

a
P x100%
b

Keterangan:
P : Presentase yang di cari
a : Frekuensi atau variabel yang di teliti
b : Jumlah sampel
3.7.2 Analisis bivariat
Untuk menguji hipotesis pengaruh terapi Effluerage Massage terhadap
penurunan nyeri pada ibu postpartum. Tahap analisis bivariat untuk mengetahui
perbedaan dua variabel. Langkah pertama, peneliti melakukan uji normalitas data
dan uji homogenitas pada hasil penelitian dengan menggunakan uji-t berpasangan
atau sering diistilakan dengan Paired Sampel t-Test,
Sampel berpasangan dapat diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek
yang sama namun mengalami 2 perlakuan atau pengukuran yang berbeda, yaitu
pengukuran sebelum dan sesudah dilakukan sebuah treatment.
Syarat jenis uji ini adalah:
a. Data berdistribusi normal.
b. Kedua kelompok data adalah dependen (saling berhubungan/berpasangan).
c. Jenis data yang digunakan adalah numerik dan kategorik (dua kelompok).
Rumus t-test yang digunakan untuk sampel berpasangan (paired) adalah:

Uji wilcoxon digunakan untuk menganalisis hasil-hasil pengamatan yang


berpasangan dari dua data apakah berbeda atau tidak. Wilcoxon signed Rank test
57

ini digunakan hanya untuk data bertipe interval atau ratio, namun datanya tidak
mengikuti distribusi normal.

Uji hipotesis:

H0 : d = 0 (tidak ada perbedaan diantara dua perlakuan yang diberikan)


H1 : d ≠ 0 (ada perbedaan diantara dua perlakuan yang diberikan)
Dengan d menunjukkan selisih nilai antara kedua perlakuan.

Dimana:

N = banyak data yang berubah setelah diberi perlakuan berbeda


T = jumlah renking dari nilai selisih yng negative (apabila banyaknya selisih
yang positif lebih banyak dari banyaknya selisih negatif) = jumlah ranking dari
nilai selisih yang positif (apabila banyaknya selisih yang negatif > banyaknya
selisih yang positif).

Daerah kritis
H0 ditolak jika nilai absolute dari Z hitung diatas > nilai Z 2 / α

3.8 Etika penelitian


Peneliti yang melakukan tugas penelitian hendaknya memegang teguh
sikap ilmiah (scietifix attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian,
meskipun mungkin penelitian yang dilakukan tidak akan merugikan atau
membahayakan bagi subjek penelitian (Notoatmodjo, 2018). Secara umum,
terdapat empat prinsip yang harus dipegang teguh dalam melaksanakan sebuah
penelitian, yaitu:
58

a. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)


(berpartisipasi).
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian. Peneliti
juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi
atau tidak memberikan informasi. Peneliti menghormati harkat dan martabat
subjek penelitian dengan mempersiapkan formulir persetujuan subjek
(informed concent).
b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentiality)
Setiap orang memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam meberikan informasi. Setiap orang berhak untuk
tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh karena itu,
peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan
kerahasiaan identitas subjek. Peneliti cukup menggunakan coding sebagai
pengganti identitas responden.
c. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an
inclusiveness).
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan dan kehati-hatian. Lingkungan peneliti harus dikondisikan
sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yaitu dengan menjelaskan prosedur
penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian
memperoleh perlkuan dan keuntungan yang sama tanpa membedakan jenis
kelamin, agama, etnis, dan sebagainya.
d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits).
Penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi
masyarakat dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya
berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh karena
itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak
mengurangi rasa sakit, cidera, stres maupun kematian subjek penelitian.
59

3.9 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.9.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di klinik RBA Sukardy, dr., Sp.OG
Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur.
3.9.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Tahun 2022.

Anda mungkin juga menyukai