I. Pendahuluan
Penggunaan kontrasepsi di Indonesia setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Hal ini terlihat dari data BKKBN April 2012 mencatat
setidaknya tercatat ada 2.811.871 peserta baru di seluruh Indonesia dari
tahun sebelumnya. Penggunaan kontrasepsi yang terbanyak mayoritas
jangka pendek dengan total 82,48% sedangkan jangka panjang hanya
17,52%. Metode jangka panjang berupa IUD (Intrautrine Device), MOW
(Metode Operasi Wanita) atau tubektomi, MOP(Metode Operasi Pria) atau
vasektomi dan Implan.1
Meskipun prevalensi penggunaan kontrasepsi sudah tinggi, kehamilan
yang tidak diinginkan masih sering terjadi. Di Inggris, angka kejadian aborsi
pada tahun 2003 adalah 17,5 per 1000 wanita usia subur dan 31,4 per 1000
wanita yang berusia 20-24. Namun, tidak semua kehamilan yang tidak
diinginkan berakhir pada aborsi. Sekitar 30% kelahiran bayi berasal dari
kehamilan yang tidak direncanakan.2
Keefektifan suatu alat atau metode kontrasepsi tergantung dari tingkat
kegagalan dari alat kontrasepsi tersebut ketika digunakan. Selain itu,
tergantung juga dari bagaimana cara kerjanya dan seberapa mudah metode
kontrasepsi tersebut digunakan.2
Ada beberapa metode dalam kontrasepsi, yaitu kontrasepsi sederhana,
kontrasepsi efektif, dan kontrasepsi mantap. Kontrasepsi sederhana, terdiri
dari kontrasepsi tanpa alat (metode amenorea laktasi, senggama terputus
(koitus interuptus), pantang berkala, metode suhu badan basal, dan lendir
serviks) dan kontrasepsi dengan menggunakan alat (kondom). Kontrasepsi
efektif, terdiri dari: kontrasepsi hormonal (pil, injeksi, implan) dan alat
kontrasepsi dalam rahim atau AKDR. Kontrasepsi mantap, terdiri dari
tubektomi dan vasektomi.3
Epidemiologi
Angka akseptor Kontap itu sendiri pada wanita atau MOW hanya
3,75% dari total penggunaan KB seluruh Indonesia. Meskipun jumlahnya
sangat sedikit tetapi angka kegagalan yaitu sekitar 0-0,4% untuk teknik
Poomeroy, Madlener 1,2% dan teknik lain seperti Uchida, Kroener, Alridge
tingkat kegagalannya sangat kecil.8
The national Survey of Men melaporkan bahwa 12% dari pria usia 2039 tahun yang telah menikah telah menjalani vasektomi, dengan proporsi
terbesar pada usia 35-39 tahun (21,6%). Vasektomi lebih populer dilakukan
pada kelompok pria yang berkulit putih (13,5%) daripada yang berkulit
hitam (1,6%). Seringnya tindakan vasektomi dilakukan juga berbanding
lurus dengan tingginya pendidikan.9
III.
c. Ovarium
Terdapat sepasang di sebelah kiri dan kanan dekat pada dinding
pelvis di fossa ovarika. Ovarium berhubungan dengan uterus dengan
ligamentum ovarii propium. Pembuluh darah ke ovarium melalui
ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum).
Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian
besar ovarium berada intra peritoneal dan tidak dilapisi peritoneum.
Bagian ovarium kecil berada di ligamentum latum (hilus ovarii) dimana
pembuluh darah dan saraf ovarium masuk. Lipatan yang menghubungkan
lapisan
belakang
ligamentum
latum
dengan
ovarium
disebut
mesovarium.3
Ovarium berfugsi menghasilkan ovum yang dihasilkan dari folikel
de Graff atas pengaruh hormone hipofise. Selain itu ovarium juga
berfungsi untuk menghasilkan hormone estrogen dan progesteron.3
IV.
V.
Kelainan anatomis, seperti vas deferens yang tidak dapat dipalpasi, atau
Meskipun
mekanismenya
belum diketahui
(beberapa
orang
Komplikasi serius dari tindakan sterilisasi pada wanita sangat jarang, dan
kebanyakan terjadi pada prosedur abdominal. Komplikasi-komplikasi ini
termasuk perdarahan, infeksi, dan reaksi pada obat-obatan anestesi.
Keuntungan dari tindakan vasektomi adalah tidak melibatkan hormon,
permanen, cepat, dan memiliki risiko yang minimal. Kerugian dari tindakan
vasektomi adalah pasien mungkin saja menyesali tindakan yang telah
diambilnya. Kontrasepsi alternatif diperlukan sampai ejakulat yang
dikeluarkan terbebas dari sperma. Vasektomi, sama seperti metode
kontrasepsi non-barier lainnya, tidak memberi perlindungan pada penyakit
menular seksual. Selain itu, ketidaknyamanan jangka pendek pasca
vasektomi bisa saja terjadi.2,5
VI.
c. Teknik operasi
a. Setelah buli-buli dikosongkan, dan pasien sudah berada di bawah
pengaruh anestesi, kita masuk ke dalam cavum abdomen dengan cara
melakukan insisi semilunar atau insisi vertikal dilakukan pada 2-3 cm
infraumbilikal. Angkat kulit dengan menggunakan klem Allis.11
b. Setelah itu, kita melakukan visualisasi fundus uteri dan tuba, dengan
cara meletakkan dua retraktor kecil pada tempat insisi kemudian kita
mulai mengidentifikasi fundus. Retraktor jenis Army-Navy lebih
mudah digunakan (seperti gambar di bawah ini), namun pada kasus di
mana bagian subkutan lebih tebal, retraktor jenis S-shaped lebih
efektif.11
Teknik ini paling disukai dan paling banyak dilakukan pada semua
teknik tubektomi. Angka kegagalan sebesar 0 0,4%. Identifikasi
tuba fallopi, angkat bagian proksimal tuba dengan menggunakan
klem Babcock, bebaskan dari vaskuler yang berasal dari
mesosalping. 8,12 (Gambar A)
ke perut.
Gunting
Hasil akhirnya, benang akan diserap dan tuba fallopi akan kembali
ke posisi anatomis semula dengan bagian proksimal dan distal.12
(Gambar D)
2) Metode Parkland
Bagian tengah dari tuba sekitar 2 cm, diikat pada bagian proksimal
dan distal dengan menggunakan catgut plain.12 (gambar C)
3) Metode Madlener
Metode ini lebih jarang dilakukan daripada metode Pomeroy dan
metode Parkland. Metode ini memilki angka kegagalan sebesar 1,2%.
Langkah-langkah yang dilakukan pada metode ini adalah8:
Bagian ampulla dari tuba diangkat dan kedua segmen dijepit dengan
menggunakan hemostat.11 (gambar A)
4) Metode Irving
Tuba fallopi dibagi pada pertemuan isthmus dan ampulla, dan pada
akhir jahitan, benang tetap dibiarkan panjang untuk menarik tuba dan
untuk langkah selanjutnya.12
5) Metode Uchida
Teknik yang berasal dari Jepang ini memiliki angka kegagalan yang
kecil sekali bahkan mungkin tidak pernah gagal.8
fimbriektomi
dikemukakan
oleh
Kroener
yang
7) Metode Aldridge
Metode ini angka kegagalan sangat kecil sekali dan mungkin suatu
saat fimbria yang sudah ditanam dapat dibuka kembali (reversibel) jika
ibu
ingin
mendapatkan
kesuburannya.
Pada
metode
Aldridge,
digunakan
untuk
memancung
infundibulum
ke
subperitoneal. Harus dipastikan bahwa fimbriae tuba harus benarbenar tertanam di bawah peritoneum.11
VII.
Setelah
melakukan
memperlihatkan
areaa
tindakan
skrotum,
asepsis
dan
fiksasi
vas
drapping
dengan
deferens
dengan
Arahkan ring clamp 90o, jepit vas deferens yang terdapat di bawah
skrotum.7
Setelah vas deferens terlihat, lepaskan ring clamp, tarik vas deferens
dengan lembut menggunakan forsep diseksi.7
Kemudian
vas
deferens
diligasi
dengan
menggunakan
teknik
kauterisasi.7
VIII. Komplikasi
1. Komplikasi jangka pendek
Luka memar pada skrotum terjadi pada hampir semua kasus,
sedangkan hematoma (1-2%) dan infeksi (<5%) adalah komplikasi minor
yang tersering.2
2. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang pada tindakan vasektomi, antara lain:2
Nyeri testikular yang kronik dengan etiologi yang tidak diketahui, dapat
terjadi pada beberapa pria yang menjalani tindakan vasektomi.
DAFTAR PUSTAKA
from:
http://emedicine.medscape.com/article/148512-
overview#showall
8. Mochtar R. Sinopsis obstetri Jilid 2. Edisi ke-3. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2011
9. Schwingl PJ, Guess HA. Safety and effectiveness of vasectomy. Fertility and
Sterility 2000; 73, 5: 923-34.
10. Simon H, Zieve D. Birth control options for women-female sterilization
[online].
2008
[cited
2013
Jun
6].
Available
from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/what_female_sterilization_000091_9.
htm
11. OConnel NG. Postpartum tubal sterilization [online]. 2011 [cited 2013 Jun
6].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/1848524-
overview#showall
12. Eisenberg DL, Sciarra JJ. Surgical procedures for tubal sterilization [online].
2008 [cited 2013 Jun 6]. Available from: http://www.glowm.com/?
p=glowm.cml/section_view&articleid=399
13. Gupta S. A comprehensive textbook of obstetrics and gynecology. Jaypee