Oleh:
NIM PO.62.24.2.19.356
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari dua macam yaitu Metode Operatif Wanita
(MOW) dan Metode Operatif Pria (MOP). Metode Operatif Wanita (MOW) atau
disebut dengan tubektomi adalah tindakan memotong tuba fallopii/tuba uterina.
Sedangkan Metode Operatif Pria (MOP) sering dikenal dengan vasektomi, yaitu
tindakan memotong atau mengikat saluran vasdeferens (Meilani dkk, 2010).
Sterilisasi (tubektomi) merupakan salah satu cara KB modern yang paling efektif.
Keefektifan metode sterilisasi tidak perlu diragukan lagi (98,85%) asal dilakukan
sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan. Di dalam
pelaksanaan program, animo masyarakat terhadap sterilisasi sangat kurang. Peserta
sterilisasi sejak program KB dicanangkan pada tahun 1970 hingga saat ini masih
menunjukkan angka yang sangat sedikit. Rendahnya proporsi peserta KB sterilisasi
tentu saja tidak memberikan kontribusi yang nyata terhadap penurunan angka
kelahiran di Indonesia (BKKBN, 2011).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) memperlihatkan bahwa
pencapaian peserta KB mantap tubektomi hingga saat ini masih belum
menggembirakan. Hasil survei berskala nasional lain, yaitu Pemantauan PUS Melalui
Mini Survei Tahun 2010 menunjukan pencapaian peserta KB sterilisasi masih rendah
yaitu 2,2 % untuk tubektomi (BKKBN, 2011).
Peserta KB baru secara Nasional sampai dengan bulan Agustus 2012 sebanyak
6.152.231 peserta. Untuk peserta tubektomi hanya sekitar 1,42%. Mayoritas peserta
KB baru bulan Agustus 2012, didominasi oleh peserta KB yang menggunakan Non
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP), yaitu sebesar 82,26% dari seluruh
peserta KB. Sedangkan peserta KB baru yang menggunakan metode jangka panjang
seperti IUD, MOW, MOP dan Implant hanya sebesar 17,74% (BKKBN, 2012).
Terdapat peningkatan presentasi pemakaian alat kontrasepsi pada SDKI dari 62%
pada SDKI 2012 menjadi 64% pada SDKI 2017. Namun, persentase putus pakai (DO)
kesertaan ber KB masih tinggi yaitu 34%. Menurut WHO 490.000 perempuan di
dunia setiap tahun didiagnosa terkena kanker serfiks dan 80% berada di negara
2
berkembang BKKBN, 2019). Sekitar 180 juta wanita di seluruh dunia menggunakan
tubektomi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, dengan lebih dari tiga-
perempat akseptor tubektomi berada di Cina dan India. Di Inggris pada tahun 2001,
prevalensi tubektomi sebagai metode kontrasepsi tinggi pada wanita yang lebih tua,
diperkirakan 44% dari mereka berusia antara 45-49 tahun. Namun, sekarang
tampaknya mulai menurun sampai 30% sejak tahun 1996, prevalensi vasektomi pada
pria telah melampaui tubektomi di Inggris secara keseluruhan (Glasier, Gebbie, 2008).
Sejak status darurat Cofid19 awal tahun 2020 maka penyuluhan dan pelayanan
maupun pemberian informasi yang detail dengan SKB termasuk tentang Cofid19 di
motifasi untuk menggunakan MKJP dan dapat dilakukan melalui telepon/WA untuk
mengurangi BABY BOOMING (Dr. Ermi, 2020).
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari tubektomi
2. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari metode tubektomi
3. Mengetahui pelayanan yang harus diberikan kepada akseptor tubektomi
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Pengertian
Kontrasepsi mantap merupakan prosedur klinik untuk menghentikan fertilisasi
dengan cara operatif dalam pencegahan kehamilan yang bersifat permanen. Macam
Tubektomi (wanita) dan fasektomi (pria) yang mana masuk kontrasepsi jangka
panjang (Kemenkes, 2015). Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan
sebagian saluran telur wanita untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi
fertilitas dari pasangan tersebut akan terhenti secara permanen. Waktu yang terbaik
untuk melakukan tubektomi pasca persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah
melahirkan karena posisi tuba mudah dicapai oleh sub umbilicus dan rendahnya resiko
infeksi. Bila masa 48 jam pasca persalinan telah terlampaui maka pilihan untuk
memillih tetap tubektomi, dilakukan setelah 6-8 minggu persalinan atau pada masa
interval (Saifuddin, 2007).
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur yang mengakibatkan
orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi.
4
Kontrasepsi ini untuk jangka panjang dan sering disebut tubektomi atau sterilisasi
(Handayani, 2010).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) seorang perempuan yang dilakukan dengan cara eksisi atau menghambat
tuba fallopi yang membawa ovum dari ovarium ke uterus. Tindakan ini mencegah
ovum dibuahi oleh sperma di tuba falopii (Everett, 2008)
Tubektomi atau juga dapat disebut dengan sterilisasi merupakan tindakan
penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur
tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu
dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks
wania tidak akan turun (BKKBN, 2008).
2. Kekurangan
Berdasarkan Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, kekurangan dari
tubektomi antara lain:
a. Metode ini merupakan metode kontrasepsi permanen yang tidak dapat
dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi
b. Anda mungkin akan menyesal di kemudian hari karena memilih metode ini.
Ini bisa terjadi jika anda belum memiliki keyakinan yang benar-benar mantap
memilih metode ini.
5
c. Akan mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan jangka pendek setelah
dilakukan pembedahan
d. Risiko komplikasi dapat meningkat jika dilakukan anestesi umum
e. Dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah jika yang
dilakukan adalah proses laparoskopi
f. Tidak dapat melindungi anda dari infeksi menular seksual, termasuk
HIV/AIDS.
D. Sasaran Tubektomi
1. Yang dapat Menjalani Tubektomi
a. Usia >26 tahun
b. Memiliki keturunan > 2
c. Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
d. Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
e. Pasca persalinan
f. Pasca keguguran
g. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
7
tidak banyak menimbulkan komplikasi pasca-bedah (Buku Panduan Pelayanan
Kontrasepsi, 2006)
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya
diperlukan sayatan kecil sekitar 3 cm baik pada daerah perut bawah
(suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini
dapat dilakukan terhadap banyak klien, relatif murah, dan dapat dilakukan
oleh dokter yang diberi latihan khusus. Operasi ini aman dan efektif
b. Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga spesialis kebidanan dan penyakit kandungan
yang telah dilatih khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini
dapat dilakukan pada 6-8 minggu pascapersalinan atau setelah abortus (tanpa
komplikasi). Laparoskopi dapat digunakan dengan anastesi lokal dan
diperlakukan sebagai klien rawat jalansetelah pelayanan.
H. Prosedur Tubektomi
1. Minilaparotomi
a. Konseling prabedah
1) Kenalkan diri anda dan sapa klien dengan hangat.
2) Tanyakan klien tentang jumlah anak dan riwayat obstetrinya
3) Telaah cataan medik untuk kemungkinan kontraindikasi.
4) Jelaskan tentang teknik operasi yang akan dilakukan
5) Jelaskan bahwa operasi akan berjalan singkat.
8
Langkah 1 : lakukan tindakan asepsis pada lapangan operasi yakni sekitar pusat dengan
betadin kemudian tutup dengan kain steril berlubangdi tengah.
Langkah 2 : suntikkan secara infiltrasi -4 cc anestesii lokal (lignokain 1%) pada tempat
insisi, lapis demi lapis sampai fasia, tunggu 2 menit dan nilai efek anestessi.
Langkah 3 : lakukan insisi melintang pada kult dan jaringan subkutan sepanjang 2-3 cm
tepat di bawag pusat.
Langkah 4 : insisi lapis demi lapis sampai hampir menembut peritoneum kemudian
peritoneum dijepit dengan 2 klem, transiluminasi untuk identifikasi dengan
gunting selebar jari sehingga bisa di masukki jari telunjuk dan sebuah
tampon tang
Bila fundus uteri di bawah pusat, insisi membujur setnggi 2 jari di bawah fundus
sepanjang 2-3 cm sampai mencapai fasia. Setelah fasia diinsisi kemudian muskular rektus
abdominis dilakukan dengan jari telunjuk atau kleam arteri sehingga tampak peritoneum.
Jepit peritoneum dengan 2 buah klem, transiluminasi untukidentifikasi dengan gunting
peritoneum secara membujur
Mencapai tuba
Langkah 5 : masukkan retraktor ke dalam rongga abdomen, tarik retraktor ke arah tuba
yang akan di capai.
Langkag 6 : jepit dengan pingset atau klem dan tarik perlahan-lahankeluar melalui
lubang insisi sampai terlihat fimbriae.
Langkah 7 : bila tuba tertutup omentum atau usu, sisihkan dengan menggukan kasa bulat
yang di jepit klem arteri dan posisi klien trendelenbred.
Langkah 8 : jepit tuba 1/3 poksimal dengan klem babcock angkat sampai tuba
melengkung, tentukan daerah mesosalping tanpa pembuluh darah.
Langkah 9 : tusukkan jarum bulat dengan benang catgut no 0 jarak 2 cm dari puncak
lengkungan dan ikat salah satu pangkal lengkungan.
9
Langkah 11 : potong tuba tepat diatas ikatan benang.
Langkah 12 : periksa pendarahan pada tunggul tuba dan pariksa lumen tuba untuk
meyakinkan tuba telah terpotong.
Langkah 13 : potong benang 1 cm dari tuba dab masukkan kembali tuba ke dalam rongga
perut.
Langkah 14 : lakukan tindakkan yang sama pada tuba sisi yang lain.
Langkah 16 : jahit fasia dengan jahitan simpul atau angka 8 memakai benang kromik
catgut no 1.
langkah 19 : bersihkan luka insisi dan diding perut sekitarnya dengan betadin, tutup
kembali luka dengan kain steril dan plaster.
Langkah 20 : periksa tekanan darah, nadi dan pernafasan dan tanyakan pada klien tentang
keluah subjektif.
Langkah 21 : pindahkan klien dari ruang operasi ke ruang pulih untuk mengamati1 jam
Dekontaminasi
Langkah 23 : bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5 %, biarkan terendam
dalam larutan tersebut selama 10 menit.
Langkah 24 : lepaskan gaun operasi, topi serta masker dan taruh pada tempat yang
tersedia.
Langkah 26 : periksm seluruh peralatan operasi yang telah dipakai dan direndam dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
10
Langkah 27 : periksa tabungdan jarum suntik yang telaah di pakai di rendam dalam
larutan klorin 0,5% dan ditempatkan terpisah dari peralatan.
Langkah 28 : pariksa kasa dan lain-lain sudah terkontaminasi dari darah pasien.
2. Laparoskopi
Pneumoperitoneum
Langkah : Dengan menggunakan ujung pisau bedah (skapel) buat sayatan kecil,
sekitar 1,5 cm, pada kulit di sepanjang pinggiran margin umbilikal inferior.
Langkah 4 : Ambil batang jarum varres dan insersikan melalui sayatan tersebut pada
sudut 45 ﹾmenujupelvis. Dua bagian merupakan bagian lepas yang berbeda
akan terasa pada saat fasia terpenetrasi dan tonium dengan gas CO2
dialirkan.
Langkah 5 : Hubungkan selang insuflator pada stop cock jarumverres. Minta teknisi
untuk menyambungkan ujung yang lain ke unit insuflator .
11
Langkah 6 : Periksa apakah abdomen telah dimasuki dengan benar dengan
menggunakan alat ukur tekanan pada unit insuflator untuk memeriksa
tekanan negatif intra abdomen (cara lain, tempatkan setetes anastesi pada
bukaan luer-lok jarum verres dan perhatikan perembesannya ketika dinding
abdomen diangkat secara maual).
Langkah 7 : Gunakan tombol aliran tinggi dari unit insuflator untuk memasukkan gas
CO2 pada kecepatan 1 liter per menit.
Langkah 9 : Ketuk-ketuk abdomen bagian bawah dan dengarkan apakah terdapat suara
seperti drum yang mengindikasi terbentuknya pneumoperitoneum dengan
sempurna.
Langkah 10 : Lepas jarum verres setelah memasukkan 1,5 – 2,0 liter CO2 ata setalah
abdomen bagian bawah mencapai ukuran seperti hamil 20 minggu.
Akses Abdomen
Langkah 1 : periksa katup terompet dan seal karet dari lengan trokar untuk memastikan
bahwa alat tersebut hampa udara.
Langkah : rakit unit trokar dengan memasukkan trokar ke dalam lengan trokar
Langkah 4 : ambil dinding abdomen anterior yang langsung berda di bawah umbilikus
dan angkat.
Langkah 5 : tahan trokar yangtelahdi rakit pada tangan yang dominan, pastikan bahwa
thenar eminence berada di ujung atas trokar.
Langkah 6 : miringkan pegangan trokar menuju kepla dengan sudut 60-70 ﹾdengan
mengarahkan ujung trokar ke sebuah titik khayalan di tempat kantung
douglas berada. Aplikasikan gaya ke bawah dan memelintir untuk
membaikkan fasia dan peritoneum. Hentikan setelah melepas perotoneum.
Langkah 7 : tarik trokar sedikit dan majukan lengan trokatr 1-2 cm ke dalam rongga
abdomen. Lepas tanpa melepas lengan trokar.
12
Langkah 8 : hubungkan selang insuflator ke stop cock trokar dan buka. Masukkan udara
sesuai dengan kebutuhan.
Langkah 9 : hubungkan kabel cahaya fiber optic ke laprokator dan minta teknisi untuk
menyalakan sumber cahaya.
Langkah 10 : tahan mekanisme katup terompet trokardi antara jari tengan dan thenar
eminence dari tangan yang tidak dominan dengan posisi telapan tangan
menghadap ke bawah.
Langkah 11 : tahan bagian hand grip laprokator dengan menggunakan ibu jari tengah dan
jari manis dari tangan yang dominan, biarkan telunjuk bebas.
Langkah 12 : masukkan ujung laprokator ke dalam lengan trokar. Buka katup terompet
dan masukkan laprokator perlahan-lahan secara dilihat langsung, lakukan
manuver unit laprokator trokar menuju ronggapelvis.
Oklusi Tuba
Langkah 1 : Pastikan lokasi dan lakukan konfirmasi saluran tuba fallopi dengan melacak
saluran tuba dari kornu sampai ujungfimbria
Langkah 2 : Buka ujung forsep secara penuh dengan menekan trigger operating side
(pemici/pelatuk) menjauhi hand grip
Langkah 3 : Tempatkan ujung posterior di bawah aspek inferior tuba sekitar 3 cm dari
kornu. Perlahan-lahan tarik ujung forsep dengan menarik operating side
(pemici/pelatuk) menuju hand grip. Gerakkan laprokator ke depan selama
penarikan ujung forsep untuk mengurangi resiko laserasi atau cedera pada
tuba. Lanjutkan penarikan sampai tegangan pegas terasa
Langkah 4 : Dengan menggunakan telunjuk periksa bahwa adaptor cincin (ring) berada
dalam posisi #1 tanpa melepas pandangan dari teropong laprokator. Berikan
tekanan tambahan operating slide untuk mengatasi tegangan pegas dan
untuk melepas cincin falopi(falope ring). Perlahan-lahan dorong operating
slide untuk membuka ujung-ujung forsep dan lepas saluran tuba falopi yang
telah di tutupi tersebut.
13
Langkah 5 : Periksa apakah penyumbatan tuba telah memadai atau tidak,yaituterdapat
sebuah loop berukuran 2 cm di atas cincin falopi/falope ring,dan periksa
adakah terdapat perdarahan aktif atau tidak. Tarik ujung-ujung forsep
seluruhnya sebelum pemeriksaan dilakukan
Langkah 7 : Tempatkan dua adaptor cincin (ring adaptor) di posisi #2. Ulangi langkah 2-
5 untuk menyumbat saluran tuba.
Langkah 8 : Periksa rongga pelvis untuk melihat adanya perdarahan dan cedera organ
lain.
Langkah 9 : Lepas laprokator dari rongga perut dan matikan sumber cahaya eksternal.
Biarkan kantup terompet (trumpet valve) tokar ujung terbuka untuk
mengempiskan abdomen. Lepas trokar, goyangkan sesuai dengan
kebutuhan untuk membantu omentum jauh. Kembalikan posisi meja operasi
dari posisi trendelenberh ke posisi horizontal.
Langkah 1 : Minta perawat untuk melepaskan kanula rubin dan vulsellum, jika telah di
gunakan, dan tempatkan dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi.
Langkah 2 :Pastikan bahwa klien dipindahkan dengan aman ke ruang pasca bedah
(pemulihan)
Langkah 3 : Pastikan bahwa jarum ditangani dengan seharusnya. Jika jarum akan
digunakan kembali, pastikan bahwa perawat mengisi spuit (dengan jarum
masih terpasang) dengan larutan klorin 0,5% dan rendam spuit dan jarum
tersebut selama 10 menit. Jika jarum dan spuit akan dibuang, pastikan
bahwa perawat telah membilasnya dengan larutan klorin tiga kali dan
menyimpannya di wadah yang tahan bocor atau tusukan jarum. Cara lain
adalah dengan membuang jarum dan spuit dalam wadah yang tidak dapat
14
tertusuk oleh jarum. Tempatkan semua instrument dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi dan rendam selama 10 menit.
Langkah 4 : Jika mata pisau scalpel akan dibuang maka ambil scalpel dari larutan klorin.
Kemudian lepas mata pisau dengan menggunakan forsep dan simpan dalam
wadah yang tidak dapat ditembus benda tajam. Buang bahan-bahan limbah
dengan cara menempatkannya dalam wadah tahan bocor atau kantung
plastic.
Langkah 5 : Rendam sebentar sarung tangan yang masih melekat pada tangan dalam
larutan klorin 0,5%. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik. Jika
sarung tangan akan dibuang, tempatkan dalam wadahtahan bocor atau
kantung plastic. Jika sarung tangan akan di gunakan kembali, rendam dalam
klorin selama 10 menit.
Langkah 6 : Cuci tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air lalu keringkan
dengan handuk kering dan bersih atau biarkan kering oleh udara
Langkah 7 : Pastikan bahwa klien dimonitor pada interval yang teratur dan tanda –tanda
vital diukur.
Langkah 8 : Tentukan kapan klien siap untuk pulang (setidaknya 1-2 jam setelah
pemberian obat-obatan IV)
15
A. Latar Belakang
Vasektomi merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang yang
efektif dalam mencegah kehamilan secara permanen. Setelah menjalani tindakan
vasektomi, ada upaya tindak lanjut yang harus dijalani oleh akseptor yaitu
perawatan luka operasi, pencegahan kehamilan dan kunjungan ulang. Tindakan
vasektomi mempunyai efek atau keluhan. Efek atau keluhan yang muncul dapat
berupa keluhan medis, keluhan psikologis dan terjadinya kehamilan.
B. DEFINISI
Vasektomi adalah istilah dalam ilmu bedah yang terbentuk dari dua kata yaitu
vas dan ektomi. Vas atau vasa deferensia artinya adalah saluran benih yaitu saluran
yang menyalurkan sel benih jantan (spermatozoa) keluar dari buah zakar (testis)
yaitu tempat sel benih itu diproduksi menuju kantung mani (vesikulaseminalis)
sebagai tempat penampungan sel-sel benih jantan sebelum dipancarkan maka akan
keluar, yaitu situasi saat berada pada puncaknya sanggama atau
ejakulasi. Ektomi atau ektomia artinya merupakan pemotongan sebagian. Jadi
vasektomi artinya adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm) saluran benih
sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran
benih bagian sisi lainya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung
saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi
buntu/tersumbat.
Vasektomi adalah tindakan operasi ringan dengan cara mengikat dan
memotong saluran sperma sehingga sperma tidak dapat lewat dan air mani tidak
mengandung spermatozoa, dengan demikian tidak terjadi pembuahan, operasi
berlangsung kurang lebih 15 menit dan pasien tak perlu dirawat. Operasi dapat
dilakukan di Puskesmas, tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas dokter ahli
bedah, pemerintah dan swasta, dan karena tindakan vasektomi murah dan ringan
sehingga dapat dilakukan di lapangan (Siswosudarmo, 2007).
Vasektomi adalah prosedur pembedahan kecil dimana deferentia vasa
manusia yang terputus, dan kemudian diikat / ditutup dengan cara seperti itu untuk
mencegah sperma dari memasuki aliran mani (ejakulasi).
Vasektomi dilakukan dengan cara pemotongan Vas Deferens sehingga
saluran transportasi sperma terhambat dan proses penyatuan dengan ovum tidak
bekerja. Seorang pria yang sudah divasektomi, volume air maninya sekitar 0,15 cc
16
yang tertahan tidak ikut keluar bersama ejakulasi karena scrotum yang
mengalirkannya sudah dibuat buntu. Sperma yang sudah dibentuk tidak akan
dikeluarkan oleh tubuh, tetapi diserap & dihancurkan oleh tubuh.
C. JENIS-JENIS VASEKTOMI
Jenis-jenis vasektomi antara lain adalah sbb :
1. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP atau No-scalpel Vasectomy)
Vasectomi tanpa pisau (diciptakan Key-Hole), di mana hemostat tajam,
bukan pisau bedah, digunakan untuk tusuk skrotum dapat mengurangi waktu
penyembuhan serta menurunkan kesempatan infeksi (sayatan).
2. Vasektomi dengan insisi skrotum (tradisional)
Vasektomi dengan insisi skrotum, dimana dilakukan pembedahan kecil
pada deferentia vasa manusia yang terputus, dan kemudian diikat / ditutup
dengan cara seperti itu untuk mencegah sperma dari memasuki aliran mani
(ejakulasi).
3. Vasektomi semi permanen
Vasektomi Semi Permanen yakni vas deferen yang diikat dan bisa dibuka
kembali untuk berfungsi secara normal kembali dan tergantung dengan lama
tidaknya pengikatan vas deferen, karena semakin lama vasektomi diikat, maka
keberhasilan semakin kecil, sebab vas deferen yang sudah lama tidak dilewati
sperma akan menganggap sperma adalah benda asing dan akan
menghancurkan benda asing.
17
6. Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestesi local
(Prokain atau Novokain atau Xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan
masuk sejajar vas deferens kearah distal, kemudian dideponair lagi masing-
masing 3-4 ml, prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri.
7. Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan difiksasi di dalam
lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum. Kemudian klem direbahkan
ke bawah sehingga vas deferens mengarah ke bawah kulit.
8. Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat
disebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung klem diseksi dengan
membentuk sudut ± 45 derajat.
9. Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit
sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan.
Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat.
10. Dengan ujung klem diseksi menghadap kebawah, tusukkan salah satu ujung
klem diputar menghadap keatas. Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan
pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan
pindahkan untuk memegang vas deferens yang sudah telanjang dengan klem
fiksasi lalu lepaskan klem fiksasi.
11. Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan
pelan-pelan kebawah dengan klem diseksi. Kalau lobang telah cukup luas, lalu
klem diseksi dimasukkan ke lobang tersebut. Kemudian buka ujung-ujung
klem pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan
kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens di-crush secara lunak
dengan klem diseksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3 – 0.
12. Di antara dua ligasi kira-kira 1 – 1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat.
Benang pada putung distal sementara tidak dipotong. Kontrol perdarahan dan
kembalikan putung-putung vas deferens dalam skrotum.
13. Tarik pelan-pelan pada putung yang distal. Pegang secara halus fasia vas
deferens dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia dengan mengikat
sedemikian rupa sehingga putung bagian epididimis tertutup dan putung distal
ada di luar fasia.
Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang, maka
benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam
skrotum.
18
14. Lakukanlah tindakan di atas (langkah 7 – 13) untuk vas deferens sebelah yang
lain, melalui luka di garis tengah yang sama. Kalau tidak ada perdarahan, luka
kulit tidak perlu dijahit hanya diaproksimasikan dengan band aid atau
tensoplas.
19
Vasektomi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi menular
seksual termasuk HIV.
Penyesalan setelah vasektomi lebih besar jika orang itu masih di bawah usia
25 tahun, telah terjadi perceraian atau anak yang meninggal.
Dibutuhkan 1-3 tahun untuk benar-benar menentukan apakah vasektomi
dapat bekerja efektif 100 persen atau tidak.
Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk mrngontrol kesuburan pria
namun masih mungkin di jumpai suatu kegagalan.
BAB III
PENUTUP
23
A. Kesimpulan
Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran telur wanita
untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari pasangan tersebut
akan terhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk melakukan tubektomi pasca
persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah melahirkan karena posisi tuba mudah
dicapai oleh sub umbilicus dan rendahnya resiko infeksi. Bila masa 48 jam pasca
persalinan telah terlampaui maka pilihan untuk memillih tetap tubektomi, dilakukan
setelah 6-8 minggu persalinan atau pada masa interval (Saifuddin, 2007)
Pelaksanaan pelayanan tubektomi dilakukan dengan tindakan operasi, yang mana
terdapat 2 teknik operasi yang dikenal dan sering digunakan dalam pelayanan
tubektomi, aitu minilaparotomi dan laparoskopi. Teknik ini menggunakan anestesi
lokal dan ila dilakukan secara benar, kedua teknik tersebut tidak banyak menimbulkan
komplikasi pasca-bedah (Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi, 2006).
Vasektomi merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang yang efektif
dalam mencegah kehamilan secara permanen. Setelah menjalani tindakan vasektomi,
ada upaya tindak lanjut yang harus dijalani oleh akseptor yaitu perawatan luka operasi,
pencegahan kehamilan dan kunjungan ulang. Tindakan vasektomi mempunyai efek
atau keluhan. Efek atau keluhan yang muncul dapat berupa keluhan medis, keluhan
psikologis dan terjadinya kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
24
Kemenkes, R. I, (2006), Panduan Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta: Kemenkes RI
Kemenkes, R. I, (2015), Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kemenkes RI
Materi Pengalaman Implementasi Pelayanan KB Pada Era Pandemi Cofid-19 Di Kota
Metro lampung oleh dr. Wahdi Siradjuddin, Sp. OG, 2020. (Diakses bulan April
2020)
Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, 2020, Implementasi Program KB oleh Bidan Diera
Pandemi Cofid-19 Dalam Mengantisipasi Baby Boom, WEBINAR HOGSI 2 M2I
https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn-tingkatkan-jumlah-kesertaan-kb-dan-
kesadaran-masyarakat-akan-kesehatan-reproduksi-melalui-bakti-sosial-dalam-
rangka-peringatan-harganas-xxvi-tahun-2019 (Diakses bulan Juni 2020)
25