Anda di halaman 1dari 61

Perdarahan Pasca

Salin
DONI APRIALDI
Pendahuluan

 Perdarahan pasca-salin (PPS)/ postpartum haemorrhage (PPH)


merupakan penyebab terbesar kematian ibu di seluruh dunia.
 Penyebab PPS yang paling sering adalah
 uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik untuk menghentikan
perdarahan dari bekas insersi plasenta (tone),
 trauma jalan lahir (trauma),
 sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi kontraksi uterus
yang adekuat (tissue), dan
 gangguan pembekuan darah (thrombin).
Definisi dan Klasifikasi

 Perdarahan pasca-salin (PPS) secara umum didefmisikan sebagai


kehilangan darah dari saluran genitalia >500 ml setelah melahirkan
pervaginam atau >1000 ml setelah melahirkan secara seksio sesarea.
 Perdarahan pasca-salin dapat bersifat minor (500-1000 ml) atau pun
mayor (>1000 ml).
 Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang (1000-2000 ml) atau
berat (>2000 ml).
 Perdarahan pasca-salin diklasifikan menjadi PPS primer {primary post
partum haemorrhage) dan PPS sekunder (secondary post partum
haemorrhage).
 Perdarahan pasca-salin primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24
jam pertama pasca-salin, sedangkan PPS sekunder merupakan perdarahan
yang terjadi setelah periode 24 jam tersebut.
 Penyebab dari PPS adalah 4T yang merupakan singkatan dari
Tone, Trauma, Tissue dan Thrombin.
 Tone merupakan masalah pada 70% kasus PPS, yaitu diakibatkan oleh
atonia dari uterus.
 Sedangkan, 20% kasus PPS disebabkan oleh trauma. Trauma dapat
disebabkan oleh laserasi serviks, vagina dan perineum, perluasan
laserasi pada SC, ruptur atau inversi uteri dan trauma non traktus
genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar.
 Sementara itu, 10% kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue
yaitu seperti retensi produk konsepsi, plasenta (kotiledon) selaput
atau bekuan, dan plasenta abnormal.
 Faktor penyebab dari thrombin diantaranya abnormalitas koagulasi
yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar <1% kasus.
PENILAIAN DAN MANAJEMEN
RISIKO
 Faktor risiko PPS dapat muncul saat antepartum maupun
intrapartum dan asuhan harus dimodifikasi saat faktor risiko
tersebut terdeteksi.
 Praktisi harus menyadari risiko PPS dan menjelaskan hal ini pada
saat konseling mengenai pemilihan tempat persalinan yang
penting untuk kesejahteraan dan keselamatan ibu dan bayi.
Mengenali Faktor Risiko

Antisipasi Perdarahan
pasca Persalinan
 Iv line
 Ketersediaan alat – alat resusitasi
 Alat bantu penanganan perdarahan pasca
persalinan : kateter, infus-blood set, kondom,
cairan infus, alat eksplorasi jalan lahir
 Uterotonik
METODE PENGUKURAN
ESTIMASI KEHILANGAN
DARAH
Estimasi Visual
 Pembalut
 Pembalut standar mampu menyerap 100ml darah
 Tumpahan darah di lantai
 Tumpahan darah dengan diameter 50cm, 75 cm, 100 cm secara berturut turut
mewakili kehilangan darah 500mL, 1000mL, dan 1500mL
 Kidney Dish / Nierbeken
 Nierbeken atau kidney dish mampu menampung 500mL darah
 Stained incontinence pad / underpad
 Underpad dengan ukuran 75cm x 57 cm, mampu menampung 250 mL darah
 Kasa
 Kasa satndar ukuran 10cm x 10 cm mampu menyerap 60 mL darah sedangkan kasa
ukuran 45 cm x 45 cm mampu menyerap 350mL darah
 Pengukuran Langsung
 Yang sering digunakan ialah terpal dengan kantong diujungnya
(drapes) yang nantinya darah yang ada di terpal terkumpul di
kantong diujung nya dan bisa dilakukan pengukuran.
Tata Laksana Perdarahan Pasca
Salin
 Bila PPS terjadi, harus ditentukan dulu kausa perdarahan,
kemudian penatalaksanaannya dilakukan secara simultan,
meliputi perbaikan tonus uterus, evakuasi jaringan sisa, dan
penjahitan luka terbuka disertai dengan persiapan koreksi faktor
pembekuan.
 Tahapan penatalaksanaan PSS berikut ini dapat disingkat dengan
istilah HAEMOSTASIS
PENANGANAN DARURAT
 Mintalah Bantuan  lakukan secara simultan
 Optimalisasi keadaan umum ibu bila terdapat
syok
 Ajak pasien bicara  menilai kesadaran dan
jalan napas
 Jaga jalan napas  pasien tidak sadar
 Oksigenasi

 Cairan intravena, tetesan cepat bila terdapat


hipotensi sampai tensi stabil (kristaloid)
 Kateterisasi untuk memantau produksi urin.
 Pantau tanda vital- pasang monitor
 Periksa darah lengkap dan cross matched
ATONIA UTERI
 Merupakanpenyebab terbanyak
perdarahan pasca persalinan
Tatalaksana
Masase fundus
Eksplorasi manual :
evakuasi bekuan darah dan
sisa plasenta, memastikan
tidak ada inversio parsial,
memastikan tidak ada
ruptur uteri.
 Uterotonik
 Tatalaksana - Oxytocin
 20 units per L IV tetesan cepat
 10 unit intramyometrial diberikan jika SC
 Tatalaksana - Uterotonika Tambahan
 ergotamine – hati-hati pada hipertensi
 Im atau iv
 misoprostol– hati-hati pada asma
 800-1000 mcg per rektal
 Profilaksis 600mcg
 Kompresi Bimanual

*Lakukan pengosongan kandung kemih sebelumnya


 Jika kontraksi tidak membaik

Pemasangan kondom kateter


intrauterin
 Metode Sayeba (Kondom Kateter Hidrostatik Intrauterin)
 Diperkenalkan oleh Prof. Sayeba Akhter, Ahli Kebidanan dari Bangladesh,
2003.
 Kateter Folley steril dimasukkan ke dalam kondom, diikat dengan pangkal
kondom dengan benang, ujung luar dari kateter dihubungkan dengan infus
set yang berisi cairan garam fisiologis.
 Setelah dimasukkan ke dalam uterus, kondom digembungkan dengan 250-
500 cc cairan garam fisiologis sesuai kebutuhan. Ujung luar kateter diikat,
set infus dikunci begitu perdarahan berhenti.
 Murah, mudah, bisa dilakukan oleh siapa saja.
Kondom Hidrostatik Tamponade Intrauterin
(Modifikasi SAYEBA)

 Sama dengan metode Sayeba, tetapi tidak menggunakan


kateter Folley
 Set infus/set transfusi yang sudah disambungkan dengan
cairan, ujung dimasukkan ke dalam kondom, kemudian
kondom diikat pada ujung set infus/set transfusi,
kemudian dimasukkan ke dalam kavum uteri atau
 Set infus/set transfusi yang sudah disambungkan dengan
cairan, ujung nya dihubungkan dengan kateter kemudian
ujung kateter dimasukkan ke dalam kondom, kemudian
kondom diikat pada ujung set infus/set transfusi,
kemudian dimasukkan ke dalam kavum uteri atau
 Kondom bisa digembungkan rata-rata 500 cc s/d 2000 cc.
 CATATAN (bila dikerjakan di luar Rumah Sakit) :
 Walaupun tindakan ini berhasil menghentikan PPP, penderita tetap
harus dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas transfusi dan operasi
 Efektivitas tindakan ini tinggi pada PPP yang disebabkan atonia uteri
 Tindakan ini disebut gagal bila setelah pemasangan kondom masih
tampak perdarahan keluar dari cavum uteri (pada langkah 9). Bila
gagal kondom tidak perlu dikeluarkan, tetapi diikat dan dipasang
tampon vagina dan dirujuk segera untuk penanganan selanjutnya.
Dengan kondom tetap menekan cavum uteri walau tidak
menghentikan perdarahan akan tetapi tetap mengurangi jumlah
perdarahan
 Selama melakukan tindakan ini resusitasi cairan tetap dilakukan
 KEUNTUNGAN PENGGUNAAN KONDOM DIBANDINGKAN KASSA
 Kelenturan – kondom lebih lentur sehingga tidak mengganggu kontraksi uterus,
 Tidak berpori – kassa menyerap darah sehingga bila terjadi kegagalan tidak cepat
diketahui dan menambah jumlah darah yang keluar,
 Kemudahan pemasangan dan alat-alat – pemasangan lebih mudah dan
permukaan kondom dapat menyesuaikan dengan permukaan cavum uteri serta
kurang traumatis baik pemasangan ataupun pelepasannya
 Risiko infeksi lebih kecil
 Tekanan uterus – dapat dihindari tekanan yang terlalu padat atau longgar
 Walaupun diperlukan tindakan operatif, pemasangan kondom dapat dikerjakan
lebih dulu untuk mengurangi jumlah perdarahan sambil menunggu persiapan
operasi
 Lebih sederhana, lebih mudah, lebih murah, lebih efektif, efek samping lebih kecil,
bisa dikerjakan dimana saja
Perawatan setelah keberhasilan
pemasangan tamponade intrauterin

 Pemberian infus lanjutan oksitosin s/d 12-24 jam.


 Pemberian antibiotik spektrum luas.
 Tamponade terpasang selama 8 s/d 48 jam, penurunan tekanan
balon dapat dilakukan bertahap.
Kegagalan pemasangan balon tamponade
intrauterin

 Kegagalan pemasangan balon, kegagalan untuk


memasukkan kateter ke dalam kavum uteri atau
kegagalan menggembungkan balon setelah kateter
masuk ke dalam kavum uteri.
 Kegagalan balon tamponade intrauterin untuk
menghentikan perdarahan, setelah terpasang
dengan benar.
 Setelah pemasangan kondom intrauterin

Perdarahan masih berlangsung 


Operatif
(B-lynch, ligasi arteri,
Histerektomi)
Pasca Tindakan

 Disarankan untuk dirawat di High Care Unit atau Intensive Care


Unit untuk monitoring.
 Monitor tanda vital, Hb, produksi urin dan drain (jika terpasang)
 Pemberian antibiotik spektrum luas.
 Jika kontraksi membaik tetapi perdarahan masih
berlangsung

Eksplorasi jalan lahir – Waspadai


perlukaan jalan lahir  perineum-
porsio
RETENSIO PLASENTA
 Bila plasenta belum lahir ½ jam setelah bayi lahir.
Sebab :
 Plasenta belum lepas dari dinding uterus
 Kontraksi uterus kurang kuat
 Plasenta melekat erat pada dinding uterus
 Plasenta sudah lepas, tapi belum dilahirkan.
Penanganan :
 Perasat Crede  ditinggalkan, risiko inversio uteri
 Perasat Brandt : untuk mengetahui lepas/tidaknya plasenta
dari dinding uterus dengan satu tangan melakukan tarikan
ringan pada tali pusat dan tangan satunya melakukan
penekanan pada bagian atas simfisis
 Plasenta manual
 Bila seluruh usaha gagal  plasenta akreta,perkreta,inkreta,
lakukan histerektomi
PLASENTA MANUAL
1. Lakukan a & antisepsis
2. Telusuri tali pusat dengan tangan kanan
(obstetric hand) hingga ke tempat insersi di
plasenta.
3. Susuri pinggir plasenta, kemudian lepaskan dari
uterus seperti membalik lembaran buku secara
perlahan.
4. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, pegang
dan tarik perlahan hingga keluar dari uterus.
5. Sisa selaput dikeluarkan perlahan
6. Kavum uteri di”bersih”kan dengan kasa steril 
hati-hati jangan sampai tertinggal.
INVERSIO UTERI
 Bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga
fundus sebelah dalam menonjol.
INVERSIO UTERI

 Terjadi spontan atau iatrogenik (perasat Crede)


 Gejala : nyeri hebat & dapat disertai syok.
 Diagnosis : adanya syok, perdarahan, letak fundus uteri
yang tidak lazim.
 Pemeriksaan dalam : adanya tumor lunak di atas
serviks uteri atau dalam vagina
 Penanganan :
 Atasi gejala syok dengan cairan intravena
 Lakukan reposisi sesegera mungkin
 Pemberian metergin 0,2 mg i.m./i.v.
 Bila reposisi gagal  tindakan pembedahan dengan
laparotomi.
PERLUKAAN JALAN LAHIR
Robekan perineum
 Terjadi bila dasar panggul dilalui oleh kepala janin
terlalu cepat / kuat, atau dengan sudut arkus pubis
yang sempit, atau dengan tindakan operasi obstetrik
(episiotomi).

 Pembagian Ruptur Perineum


 Grade I : hanya terbatas pada mukosa
 Grade II : melibatkan otot diafragma urogenital
 Grade III : melibatkan sebagian dinding depan
rektum & muskulus sfingter ani eksternus.
 Grade IV : robekan total sampai ke rektum.
ROBEKAN PORSIO
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN SEKUNDER

 Bila terjadi perdarahan > 24 jam setelah


melahirkan, umumnya 1 – 2 minggu.
Disebabkan oleh : subinvolusi uterus;
 Endometritis
 Sisa plasenta
Tatalaksana :
 Infus oksitosin, atau
 Suntikan metergin i.m. dilanjutkan per oral, atau
 Kuretase bila perdarahan tidak dapat dihentikan
dengan cara lain.
Modified Early Obstetric Warning
System (MEOWS)
Parameter Fisiologis Yellow Alert Red Alert
RR 21-30 < 10 atau > 30
Saturasi O2 < 95
Suhu 35-36 < 35 atau > 38
Tekanan Darah Sistolik 150-160 atau 90-100 < 90 atau > 160
Tekanan Darah Diastolik 90-100 > 100
HR 100-120 atau 40-50 > 120 atau < 40
Skor Nyeri 2-3
Respon Neurologis Suara Tidak responsif, nyeri
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai