Disusun oleh :
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Jejas lahir merupakan istilah untuk menunjukan trauma mekanik yang dapat
dihindarin atau tidak dapat dihindari, serta trauma anoksia yang dialamin bayi selama
kelahiran dan persalinan.1 Trauma lahir adalah trauma pada bayi diterima dalam atau
karena proses kelahiran. Istilah trauma lahir digunakan untuk menunjukan trauma
mekanik dan anoksik, baik yang dapat di hindarkan maupun yang tidak dapat
dihindarkan, yang dapat di hindarkan maupun yang tidak dapat dihindarkan, yang
didapat bayi pada masa persalinan dan kelahiran. Trauma dapat terjadi sebagai akibat
ketrampilan atau perhatian medik yang tidak pantas atau yang tidak memadai sama
sekali, atau dapat terjadi meskipun telah mendapatkan perawatan kebidanan yang
terampil dan kompeten dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan tindakan atau
sikap prang tua yang acuh tak acuh. Pembatasan trauma lahir tidak meliputi trauma
akibat amniosentesis, transfuse intrauteri, pengambilan contoh darah vena kepala atau
resusitasi.
2. Rumusan masalah
1) Apa yang dimaksud Caput succsedaneum?
2) Apa yang dimaksud Cephal Hematoma?
3) Penatalaksanaan Caput succsedaneum?
4) Penatalaksanaan Cephal Hematoma?
3. Tujuan
1) Memberikan asuhan pada bayi lahir dengan caput succsedaneum dan cephal
hematoma
2) Pencegahan caput succsedaneum dan cephal hematoma
BAB II
PEMBAHASAN
A. Caput succsedaneum
Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa
disertai perdarahan instertil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontiunitas otak
(Bouma, 2003).
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasidescelerasi) yang
merupakan perubahan bentuk yang di pengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan
faktor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala di rasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala
yakni benturan dan goncangan (Padila, 2012:273).
Trauma lahir adalah cedera fisik yang terjadi selama persalinan, secara teoritis sebagian besar
cidera dapat dihindari dengan pengkajian dan perencanaan yang cermat. Namun demikian
beberapa cidera tidak dapat dihindarkan meskipun dengan pengkajian dan perencanaan yang
cermat tersebut karena beberapa cidera tidak dapat di antisipasi sampai terjadi peristiwa
tertentu selama persalinan. Trauma lain dapat diobati nanti atau akan hilang dengan
sendirinya dalam 1-2 hari (Reeeder dan Martin, 2011:683)
Menurut pendapat Diane dan Margaret (2009:803) mengemukakan jika presentasi bayi
adalah kepala, kemungkinan terdapat bengkak oedema di bawah kulit kepala dan di atas
periosteum yang disebut dengan caput succedaneum. Pada posisi oksipitoanterior, mungkin
terdapat satu caput succedaneum, pada posisi ini caput dapat terbentuk tetapi kemudian jika
oksiput berotasi kearah anterior dapat terbentuk caput succedaneum kedua. Caput
succedaneum kedua juga dapat terbentuk jika selama kala dua persalinan lahirnya kepala
terlambat dan perineum berfungsi sebagai ‘lingkaran kontak’ lain. Caput succedaneum yang
dibuat juga dapat terjadi jika menggunakan mangkuk ekstraktor vacum, karena bentuknya
tersebut dikenal dengan ‘chignon’.
Kepala bayi baru lahir memiliki proporsi besar dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya,
kepala juga lunak dengan tulang tengkorak, akibatnya dapat terjadi berbagai jenis trauma
dikepala.
1. Faktor Predisposisi
Menurut Prawirohardjo (2009:720) faktor predisposisi yang terjadi pada trauma lahir antara
lain :
a) Persalinan yang di akhiri dengan alat ( vacum ekstraksi dan forceps)
b) Persalinan lama
c) Kelahiran sungsang
d) Distosia
e) Macrosomia
f) Presentasi muka
g) Disproporsi sefalopelvic
h) Kelahiran dengan sectio caesaria
Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan caput succedaneum (Prawirohardjo, 2009:723)
yaitu :
a) Oedema di kepala
b) Oedema melampui tulang tengkorak
c) Terasa lembut dan lunak pada perabaan
d) Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan darah
e) Batasnya tidak jelas
3. Patofisiologi
Caput succedaneum terjadi karena tekanan keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir
sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe di sertai pengeluaran cairan tubuh ke
jaringan ekstravakuler, benjolan pada caput berisi cairan serum dan sedikit bercampur dengan
darah, benjolan tersebut dapat terjadi sebagai akibat tumpang tindihnya (molage) tulang
kepala di daerah sutura pada saat proses kelahiran sebagai upaya bayi untuk mengecilkan
lingkaran kepala agar dapat melewati jalan lahir, pada umumnya molase ini di temukan pada
sutura sagitalis dan terlihat setelah bayi lahir dan akan menghilang dengan sendirinya dalam
waktu 1-2 hari.
Kelainan ini biasanya terjadi pada presentasi kepala, pada bagian tersebut terjadi oedema
sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah, kelainan ini disebabkan oleh tekanan
bagian terbawah janin saat melawan dilatasi servix (Prawirohardjo, 2009:723)
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk bayi baru lahir dengan caput succedaneum (Reeder dan martin,
2011:683) antara lain :
B. Cephal Hematoma
Cephal hematoma adalah subperiosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan
atau tekanan jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan
x-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati hampir 5% dari seluruh
cephal hematoma).
Cephal hematoma adalah pembengkakan pada kepala karena adanya penumpukan darah yang
disebabkan perdarahan sub periosteum (Indonesia, Depkes, Pusat pendidikan tenaga
kerja.1992. Asuhan Keperawatan Anak dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes)
Cephal hematoma adalah perdarahan sub periosteum, karena selalu terbatas pada satu
perukaan tulang cranium (Ilmu Kesehatan Anak Nelson)
Cephal hematoma adalah subperiosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan
atau tekanan jalan lahir,
dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan x-ray tengkorak
dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati hampir 5% dari seluruhcephal
hematoma)
Kelainan ini agak lama menghilang (1-3 bulan).Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan
anemia dan hiperbilirubinemia.Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik, dan
bilirubin.Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu di lakukan. (Sarwono Prawirohardjo,2007).
a) Persalinan lama Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan
tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh
darah.
b) Tarikan vakum atau cunam Persalinan yang dibantu dengan vacuum atau cunam yang
kuat dapat menyebabakan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang
melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum.
c) Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi. ( Menurut :
Prawiraharjo, Sarwono. 2002. IlmuKebidanan )
3. Patofisiologi
a) Cephal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang
kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada
persalinan lama. Akibat pembuluh darah ini timbul timbunan darah di daerah sub
periosteal yang dari luar terlihat benjolan
b) Bagian kepala yang hematoma biasanya berwarna merah akibat adanya
penumpukan daerah yang perdarahan sub periosteum.
4. Komplikasi cephal hematoma
a) Icterus
b) Anemia
c) Infeksi
d) Klasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun Gejala lanjut yang mungkin terjadi
yaitu anemia dan hiperbilirubinemia.Kadang-kadang disertai dengan fraktur
tulang tengkorak di bawahnya atau perdarahan intra kranial.
5. Penatalaksanaan
Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan mengalami
resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun
apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan)
dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain :
Jejas pada pleksus brakialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa
paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh
lengan. Jejas pleksus brakialis sering terjadi pada bayi makrosomik dan pada penarikan
lateral dipaksakan pada kepala dan leher selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau
bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya
penarikan berlebihan pada bahu.
Trauma pleksus brakialis dapat mengakibatkan paralisis Erb-Duchenne dan paralisis
Klumpke. Bentuk paralisis tersebut tergantung pada saraf servikalis yang mengalami trauma.
Pengobatan pada trauma pleksus brakialis terdiri atas imobilisasi parsial dan penempatan
posisi secara tepat untuk mencegah perkembangan kontraktur.
1)Epidemiologi
Studi epidemiologis pada trauma pleksus brakialis sulit diketahui dengan pasti dan
epidemiologi dapat bervariasi di berbagai negara. Menurut penelitian yang dilakukan di India
Pusat tahun 2012 menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas menyumbang 94% pasien dan
kecelakaan lalu lintas 90% melibatkan roda dua. Cedera pleksus brakhialis membentuk
bagian multitrauma pada 54% kelompok penelitian dan 46% telah mengisolasi cedera pleksus
brakhialis. Cedera terkait seperti patah tulang, cedera vaskular dan cedera kepala jauh lebih
kecil kemungkinannya karena kecepatan kendaraan yang lebih rendah dibandingkan dengan
dunia barat. Lima puluh tujuh persen telah bergabung kembali bekerja rata-rata 8,6 bulan.
Diperlukan waktu rata-rata 6,8 bulan untuk pasien trauma pleksus brakhial global untuk
menulis di tangan mereka yang tidak dominan.3 Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab
trauma pleksus brakhialis pada kebanyakan kasus (80,7%). Dari kecelakaan lalu lintas, dibagi
lagi yaitu kecelakaan sepeda motor (63,2%) diikuti oleh kecelakaan mobil (23,5%),
kecelakaan sepeda (10,7%) dan tabrakan pejalan kaki (3,1%). Menurut penelitian 4 yang
dilakukan di Inggris tahun 2012, dilaporkan 450-500 kasus cedera supraklavikular tertutup
terjadi setiap tahun.4 Kejadian trauma pleksus brakhialis juga sering terjadi pada bayi
makrosomia dengan shoulder dystocia. Bayi makrosomia dengan berat badan antara 4000
gram dan 4500 gram kejadiannya 86,25% kasus dan antara 4.500 gram dan 5000 gram
kejadiannya 12,25% kasus. Semua kasus ini terjadi saat persalinan per vaginam.
2) Penatalaksanaan
D. Fraktur klavikula
Tanda dan gejala yang tampak pada bayi yang mengalami fraktur klavikula antara lain : bayi
tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada sisi yang terkena, krepitasi dan
ketidakteraturan tulang, kadang-kadang disertai perubahan warna pada sisi fraktur, tidak
adanya refleks moro pada sisi yang terkena, adanya spasme otot sternokleidomastoideus yang
disertai dengan hilangnya depresi supraklavikular pada daerah fraktur.
Fraktur klavikula bisa disebabkan oleh trauma energi tinggi atau cedera multipel. Sehingga
perlu dilakukan juga pemeriksaan terkait fraktur iga, skapula, dan tulang lain yang berkaitan
dengan bahu, serta kontusio paru, pneumothorax, dan hemothorax.
4) Etiologi
Fraktur klavikula adalah trauma baik secara langsung maupun tidak langsung. Trauma dapat
terjadi karena terjatuh atau kecelakaan lalu lintas dengan bagian samping bahu langsung
mengenai bagian yang keras. Etiologi lain yang dapat menyebabkan fraktur klavikula adalah
terjatuh dengan tangan terentang.
Penyebab lainnya adalah kelainan bawaan, kelainan patologis, dan trauma lahir. Kelainan
bawaan dapat berupa osteogenesis imperfekta yaitu gangguan pembentukan kolagen akibat
kesalahan metabolisme yang ditandai dengan jumlah garam oksalat yang berlebih dalam
tubuh.
5) Kelainan patologis
6) Faktor Risiko
Faktor risiko pada fraktur klavikula dewasa antara lain usia, aktivitas (misalnya berkendara
atau olahraga ekstrem), jenis kelamin, serta riwayat trauma sebelumnya. Faktor risiko pada
neonatus antara lain berat badan lahir dan jenis persalinan yang dilakukan.
Fraktur klavikula lebih sering terjadi pada dewasa muda, dan pria berisiko lebih tinggi
dibandingkan wanita. Jenis etiologi yang paling sering terjadi adalah kecelakaan lalu lintas
dengan angka kejadian mencapai 40%, diikuti oleh terjatuh sebesar 35% dan kecelakaan
kerja sebesar 25%.
Fraktur klavikula pada neonatus mayoritas disebabkan oleh distosia bahu karena berat badan
bayi saat lahir. Bayi dengan berat badan lahir diantara 2500 gram sampai 4000 gram
memiliki risiko sebesar 89% dan yang memiliki berat badan lahir > 4000 gram berisiko
sebesar 9%. Berdasarkan jenis persalinan, neonatus yang mengalami distosia bahu dari
persalinan sectio caesaria sebesar 88% dan dari persalinan normal sebesar 12%.
7) Diagnosis
Fraktur klavikula patut dicurigai pada pasien yang merasakan pada area klavikula setelah
mengalami cedera. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan deformitas, krepitasi, dan nyeri
tekan. Pemeriksaan penunjang berupa rontgen klavikula dan toraks perlu dilakukan untuk
mengonfirmasi diagnosis.
8) Anamnesis
Anamnesis pada fraktur klavikula dapat dilakukan dengan menanyakan mekanisme cedera
secara singkat. Mekanisme yang paling umum adalah mekanisme tidak langsung seperti
terjatuh, kecelakaan lalu lintas, atau kecelakaan di tempat kerja.
9) Penatalaksanaan
Fraktur klavikula yang sederhana dapat dilakukan dengan manajemen nonoperatif. [4]
Mayoritas fraktur klavikula 1/3 tengah tidak memerlukan reduksi. Fraktur terbuka, fraktur
yang sangat displaced dengan risiko pada kulit, atau fraktur dengan cedera neurovaskular
umumnya memerlukan reduksi operatif dan fiksasi. [17]
E. Fraktur humerus
Pada fraktur humerus ditandai dengan tidak adanya gerakan tungkai spontan, tidak adanya
reflek moro.
Penangan pada fraktur humerus dapat optimal jika dilakukan pada 2-4 minggu dengan
imobilisasi tungkai yang mengalami fraktur.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Caput succedaneum adalah pembengkakan atau oedema pada atau dibawah kulit
kepala janin. Pembengkakan edematosa lunak pada kulit kepala ini sering terjadi pada
bagian terendah janin. Tekanan dari uterus atau jalan lahir dapat mencetuskan
penumpukan serum atau darah di atas periosteum. Ekstraksi vacum juga dapat
menyebabkan caput, caput dapat bervariasi dari area yang kecil hingga kepala
menjadi sangat panjang. Pembengkakan dapat melintasi garis sutura. Tidak ada
pengobatan yang diindikasikan, caput succedaneum biasanya hilang dengan
sendirinya dalam 12 jam atau 1-2 hari setelah lahir.
Cephal hematoma adalah pembengkakan pada kepala karena adanya penumpukan
darah yang disebabkan perdarahan sub periosteum.
Perbedaan caput succedaneum dan cephal hematoma
Saran
Tentunya terhadap penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki
Kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus
Adanya kritik serta saran yang bisa membangun dari pembaca mengenai
Daftar Pustaka
Neurochirurgica. 2012;154(7):1293-1297.
brachial plexus: what is the role of caesarean section?. The Pan African
Neurology. 2013;16(1):12.
8) Sakellariou VI, Badilas NK, Mazis GA, Stavropoulos NA, Kotoulas HK,