Anda di halaman 1dari 11

1

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Metode Operasi Wanita (MOW)


MOW (Medis Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran
telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran
telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki
sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan
turun (BKKBN, 2006 dalam Situmorang, 2011).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas
atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan
memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
ovum (Noviawati dan Sujiayatini, 2009 dalam Situmorang, 2011) jadi dasar dari
MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak
dapat bertemu (Hanafi, 2004 dalam Situmorang, 2011).
Kontrasepsi mantap pada wanita adalah setiap tindakan pada kedua saluran
telur yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan
mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi ini untuk jangka panjang dan sering disebut
tubektomi atau sterilisasi (Handayani, 2010 dalam Situmorang, 2011). Tubektomi
adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang
perempuan yang dilakukan dengan cara eksisi atau menghambat tuba fallopi yang
membawa ovum dari ovarium ke uterus. Tindakan ini mencegah ovum dibuahi
oleh sperma di tuba falopii (Everett, 2008 dalam Situmorang, 2011).
Metode operasi wanita (MOW) adalah tindakan operasi minor untuk
mengikat atau memotong kedua tuba falopii sehingga ovum dari overium tidak
akan mencapai uterus dan tidak akan bertemu dengan spermatozoa. Efektivitas
MOW sekitar 0,5 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama pemakaian
(Indira, 2009). Maka, dapat ditarik kesimpulan, metode operasi wanita (MOW)
atau tubektomi adalah suatu tindakan bedah monir secara sukarela untuk
menghentikan fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba
2

fallopi baik kanan atau kiri dengan mengikat dan memotong atau memasang
cincin sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum sehingga tidak terjadi
kehamilan.

2.2 Program Metode Operasi Wanita (MOW)


Menurut Prawiraharjo (2005) program MOW sendiri dibagi menjadi 2
yaitu diantaranya:
1. Program rumah sakit.
Program ini dilakukan di rumah sakit dan dilaksanakan pasca
operasi/melahirkan, dan/ atau pada wanita yang mempunyai penyakit
ginekologi.
2. Program Reguler.
MOW dapat dilakukan pada masa interval dengan syarat melakukan MOW
(Metode operasi Wanita).

2.3 Syarat Metode Operasi Wanita (MOW)


Syarat dilakukan MOW Menurut Prawiraharjo (2005) yaitu sebagai
berikut:
1. Syarat Sukarela.
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara cara
kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan
tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini.
2. Syarat Bahagia.
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur
istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup
dan anak terkecil lebih dari 2 tahun.
3. Syarat Medik.
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat
kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk
menjalani kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk
dapat memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap.
3

Ibu yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu
yang mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan
ibu yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil.

2.4 Tujuan Metode Operasi Wanita (MOW)


Metode Operasi Wanita (MOW) dilakukan:
a. Untuk menjalankan program Keluarga Berencana yang diadakan pemerintah.
b. Untuk menghentikan kehamilan.
c. Untuk sterilisasi.
d. Untuk mengurangi beban sosial ekonomi keluarga.

2.5 Indikasi Metode Operasi Wanita (MOW)


Menurut Prawiraharjo (2005) dalam Komperensi Khusus Perkumpulan
untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia yang diadakan pada tahun 1976 di Medan
menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 – 40 tahun, dengan
ketentuan:
a. umur istri antara 25 – 30 tahun dengan jumlah anak 3 anak atau lebih,
b. umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau lebih,
c. umur istri 35 – 40 tahun dengan satu anak atau lebih.
Sedangkan, umur suami sekurang kurangnya berumur 30 tahun, kecuali
apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan
tersebut.
Menurut Mochtar (1998 dalam Situmorang, 2011) indikasi dilakukan
MOW yaitu sebagai berikut:
a. Indikasi medis umum.
Indikasi medis umum menyangkut keadaan yang membahayakan keselamatan
Ibu kalau ia hamil lagi.
1) Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit
jantung, dan sebagainya.
2) Gangguan psikis
4

Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis), sering


menderita psikosa nifas, dan lain lain.
b. Indikasi medis obstetrik.
Indikasi obstetris adalah keadaan di mana resiko kehamilan berikutnya
meningkat meskipun secara medis tidak menunjukkan kelainan apa-apa,
termasuk kedalam indikasi obstetric adalah multiparitas (banyak anak),
apalagi dengan usia yang relatif lanjut (misal grandemultigravida, yakni
paritas lima atau lebih dengan umur 35 tahun atau lebih), sesio sesarea dua
kali atau lebih, toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea yang
berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
c. Indikasi medis ginekologik.
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan
untuk sekaligus melakukan sterilisasi.
d. Indikasi Kontrasepsi.
Indikasi kontrasepsi adalah indikasi yang murni ingin menghentikan
(mengakhiri) kesuburan, artinya pasangan tersebut tidak menginginkan anak
lagi meskipun tidak terdapat keadaan lain yang membahayakan keselamatan
Ibu seandainya ia hamil.
e. Indikasi sosial ekonomi.
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi
yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
1) Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri, misalnya
umur ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil perkaliannya adalah
120.
2) Mengikuti rumus 100.
a. Umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang.
b. Umur ibu 30 tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang.
c. Umur ibu 35 tahun ke atas dengan anak hidup 2 orang.

2.6 Kontraindikasi Metode Operasi Wanita (MOW)


5

Menurut Mochtar (1989 dalam Situmorang, 2011) kontraindikasi dalam


melakukan MOW yaitu dibagi menjadi 2 yang meliputi indikasi mutlak dan
indikasi relatif.
a. Kontraindikasi mutlak
1) Peradangan dalam rongga panggul
2) Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
3) Kavum dauglas tidak bebas,ada perlekatan
b. Kontraindikasi relatif
1) Obesitas berlebihan
2) Bekas laparotomi
Sedangkan, menurut Noviawati (2009 dalam Prawiraharjo, 2005) yang
sebaiknya tidak menjalani tubektomi yaitu:
a. hamil sudah terdeteksi atau dicurigai,
b. pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya,
c. infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol,
d. kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan,
e. belum memberikan persetujuan tertulis.

2.7 Waktu Metode Operasi Wanita (MOW)


Menurut Mochtar (1998 dalam Situmorang, 2011) pelaksanaan MOW
dapat dilakukan pada saat:
a. Masa Interval (selama waktu selama siklus menstrusi).
b. Pasca persalinan (post partum).
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau
selambat lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca
persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba dan infeksi yang
akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Edema tuba akan berkurang setelah
hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan. Pada hari tersebut uterus dan
alat alat genetal lainnya telah mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih
sulit, mudah berdarah dan infeksi.
6

c. Pasca keguguran.
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi.
d. Waktu opersi membuka perut.
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya
harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk
dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami istri
karena kesempatan ini dapat dipergunakan sekaligus untuk melakukan
kontrasepsi mantap.
Sedangkan, menurut Noviawati (2009 dalam Prawiraharjo, 2005) waktu
pelaksanaan MOW dapat dilakukan pada:
a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional
klien tersebut tidak hamil.
b. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi).
c. Pasca persalinan.
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu
atau 12 minggu pasca persalinan setelah dinyatakan ibu dalam keadaan
tidak hamil.
d. Pasca keguguran.
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau laparoskopi
setelah triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu 7 hari sepanjang
tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkan pada triwulan kedua dalam
waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik, tubektomi dapat
dilakukan dengan cara minilaparotomi saja.

2.8 Persiapan sebelum Metode Operasi Wanita (MOW)


Ada beberapa tahap persiapan sebelum pelaksanaan MOW, berikut
diantaranya.
a. Konseling perihal kontrasepsi dan jelaskan kepada klien bahwa ia mempunyai
hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur dilakukan.
b. Menanyakan riwayat medis yang mempengaruhi keputusan pelaksanaan
operasi atau anestesi antara lain meliputi penyakit-penyakit pelvis, pernah
7

mengalami operasi abdominal atau pelvis, riwayat diabetes mellitus, riwayat


penyakit paru-paru seperti asthma, bronchitis, pernah mengalami problem
dengan anestesi, penyakit-penyakit perdarahan, alergi dan pengobatan yang
dijalani saat ini.
c. Pemeriksaan fisik meliputi kondisi-kondisi yang mungkin mempengaruhi
keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi.
d. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemerisaan darah lengkap, pemeriksaan
urin dan pap smear.
e. Informed consent harus diperoleh. Standard consent form harus
ditandatangani oleh suami atau istri yang dari calon akseptor kontrasepsi
mantap sebelum dilakukan. Umumnya penandatanganan dokumen Informed
consent dilakukan setelah calon akseptor dan pasangannya mendapatkan
konseling
f. Puasa mulai tengah malam sebelum operasi, atau sekurang-kurangnya 6 jam
sebelum operasi. Bagi calon akseptor yang menderita Maag (kelaianan
lambung agar makan obat maag sebelum dan sesudah puasa
g. Mandi dan membersihkan daerah kemaluan dengan sabun mandi sampai
bersih, dan juga daerah perut bagian bawah (Pinem, 2009 dalam Indira,
2009).

2.9 Teknik Metode Operasi Wanita (MOW)


Teknik yang digunakan dalam pelaksanaan tubektomi antara lain:
a. Minilaparotomi.
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya
diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah
(suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini
dapat dilakukan terhadap banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan
oleh dokter yang mendapat pelatihan khusus. Operasi ini juga lebih aman dan
efektif. Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba
dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan,
diikat dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka
8

sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari (Prawiraharjo 2005).
Keuntungan minilaparotomi dapat dikerjakan oleh setiap tenaga medis
yang memiliki dasar-dasar ilmu bedah dan keterampilan bedah, hanya
memerlukan alat-alat yang sederhana dan tidak mahal terutama alat-alat
bedah standar, komplikasi umumnya hanya komplikasi minor dan dapat
dilakukan segera setelah melahirkan. Sedangkan, kerugian minilaparotomi
yaitu waktu operasi sedikit lebih lama dibandingkan dengan laparoskopi yang
rata-rata memerlukan 10-20 menit, sukar pada wanita yang sangat gemuk bila
ada perlekatan-perlekatan pelvis atau pernah mengalami operasi pelvis,
operasi ini meninggalkan bekas luka parut kecil yang masih dapat terlihat,
rasa sakit abdomen yang singkat karena luka insisi terjadi pada 50% wanita,
angka kejadian infeksi luka operasi lebih tinggi dibandingkan dengan
laparoskopi (Hartanto, 2004 dalam Prianto, 2012).
b. Laparoskopi.
Prosedur ini memerlukan tenaga ahli yang telah dilatih secara khusus
agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada 6 – 8
minggu pasca pesalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi). Laparotomi
sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena
peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal. Seperti
halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat digunakan dengan anestesi lokal
dan diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan. (Prawiraharjo,
2005).
Keuntungan laparoskopi yaitu komplikasi rendah dan pelaksanaannya
cepat (rata-rata 5-15 menit), insisi kecil sehingga luka parut sedikit sekali,
dapat dipakai juga untuk diagnostik maupun terapi, kurang menyebabkan rasa
sakit bila dibandingkan dengan mini laparotomi, sangat berguna bila jumlah
calon akseptor banyak. Sedangkan, kerugian laparoskopi resiko komplikasi
dapat serius (bila terjadi), lebih sukar dipelajari, memerlukan keahlian dan
keterampilan dalam bedah abdomen, harga peralatanya mahal dan
9

memerlukan perawatan yang teliti, tidak dianjurkan untuk digunakan segera


post-partum (Hartanto, 2004 dalam Prianto, 2012).

2.10 Perawatan Paska Metode Operasi Wanita (MOW)


Perawatan post operasi (Prawiraharjo, 2005) diantaranya sebagai berikut.
a. Istirahat 2-3 jam,
b. Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu,
c. Ambulasi dini,
d. Diet biasa,
e. Jagalah luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan,
f. Hindari kerja berat selama 1 minggu, mulai lagi aktivitas normal secara
bertahap (sebaiknya dapat kembali ke aktivitas normal dalam waktu 7 hari
setelah pembedahan),
g. Hindari mengangkat benda-benda berat,
h. Hindari hubungan intim hingga merasa cukup nyaman,
i. apabila merasa sakit minumlah 1 atau 2 analgesik (penghilang rasa sakit)
setiap 4 hingga 6 jam,
j. kunjungi pelayanan kesehatan bila demam (>38) terus menerus, atau adanya
rasa sakit pada abdomen yang menetap dan perdarahan luka insisi.

2.11 Komplikasi Metode Operasi Wanita (MOW)


Komplikasi yang dapat terjadi setelah Metode Operasi Wanita (MOW)
sebagai berikut.
a. Infeksi luka,
b. Demam pascaoperasi (>38oC),
c. Hematoma,
d. Emboli gas yang dilakukan pada laparoskopi (Hartanto, 2004 dalam Prianto,
2012).

2.12 Kekurangan Metode Operasi Wanita (MOW)


10

Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati, 2009


dalam Prawiraharjo, 2005) yaitu antara lain:
a. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat
dipulihkan kembali,
b. Klien dapat menyesal dikemudian hari,
c. Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum,
d. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan,
e. Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis ginekologi atau
dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi,
f. Tidak melindungi diri dari HIV atau AIDS.

2.13 Kelebihan Metode Operasi Wanita (MOW)


Menurut BKKBN (2006 dalam Situmorang, 2011) keuntungan dari
kontrasepsi mantap ini antara lain:
a. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
b. Tidak mengganggu kehidupan suami istri
c. Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
d. Tidak mempengaruhi ASI
e. Lebih aman (keluhan lebih sedikit)
f. Praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan)
g. Lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil)
h. Lebih ekonomis
Sedangkan, menurut Noviawati (2009 dalam Prawiraharjo, 2005)
keuntungan dari kontrasepsi mantap adalah sebagai berikut:
a. Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan).
b. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
c. Tidak bergantung pada faktor senggama.
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
e. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
11

f. Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium)

Anda mungkin juga menyukai