fallopi baik kanan atau kiri dengan mengikat dan memotong atau memasang
cincin sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum sehingga tidak terjadi
kehamilan.
Ibu yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu
yang mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan
ibu yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil.
c. Pasca keguguran.
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi.
d. Waktu opersi membuka perut.
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya
harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk
dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami istri
karena kesempatan ini dapat dipergunakan sekaligus untuk melakukan
kontrasepsi mantap.
Sedangkan, menurut Noviawati (2009 dalam Prawiraharjo, 2005) waktu
pelaksanaan MOW dapat dilakukan pada:
a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional
klien tersebut tidak hamil.
b. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi).
c. Pasca persalinan.
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu
atau 12 minggu pasca persalinan setelah dinyatakan ibu dalam keadaan
tidak hamil.
d. Pasca keguguran.
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau laparoskopi
setelah triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu 7 hari sepanjang
tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkan pada triwulan kedua dalam
waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik, tubektomi dapat
dilakukan dengan cara minilaparotomi saja.
sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari (Prawiraharjo 2005).
Keuntungan minilaparotomi dapat dikerjakan oleh setiap tenaga medis
yang memiliki dasar-dasar ilmu bedah dan keterampilan bedah, hanya
memerlukan alat-alat yang sederhana dan tidak mahal terutama alat-alat
bedah standar, komplikasi umumnya hanya komplikasi minor dan dapat
dilakukan segera setelah melahirkan. Sedangkan, kerugian minilaparotomi
yaitu waktu operasi sedikit lebih lama dibandingkan dengan laparoskopi yang
rata-rata memerlukan 10-20 menit, sukar pada wanita yang sangat gemuk bila
ada perlekatan-perlekatan pelvis atau pernah mengalami operasi pelvis,
operasi ini meninggalkan bekas luka parut kecil yang masih dapat terlihat,
rasa sakit abdomen yang singkat karena luka insisi terjadi pada 50% wanita,
angka kejadian infeksi luka operasi lebih tinggi dibandingkan dengan
laparoskopi (Hartanto, 2004 dalam Prianto, 2012).
b. Laparoskopi.
Prosedur ini memerlukan tenaga ahli yang telah dilatih secara khusus
agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada 6 – 8
minggu pasca pesalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi). Laparotomi
sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena
peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal. Seperti
halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat digunakan dengan anestesi lokal
dan diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan. (Prawiraharjo,
2005).
Keuntungan laparoskopi yaitu komplikasi rendah dan pelaksanaannya
cepat (rata-rata 5-15 menit), insisi kecil sehingga luka parut sedikit sekali,
dapat dipakai juga untuk diagnostik maupun terapi, kurang menyebabkan rasa
sakit bila dibandingkan dengan mini laparotomi, sangat berguna bila jumlah
calon akseptor banyak. Sedangkan, kerugian laparoskopi resiko komplikasi
dapat serius (bila terjadi), lebih sukar dipelajari, memerlukan keahlian dan
keterampilan dalam bedah abdomen, harga peralatanya mahal dan
9
f. Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium)