Anda di halaman 1dari 83

Anastesi umum

Anastesi umum

Adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat
irreversible

•         Komponen ideal

1.      Hipnotik

2.      Analgesi

3.      Relaksasi otot

METODE ANESTESI UMUM

1. Parenteral

•         IV / IM  tiopental, ketamin, diazepam

1. Perektal

•         Biasanya pada anak

1. Perinhalasi

FAKTOR-FAKTOR

•         Faktor respirasi   diffusi di alveolus  tekanan parsial gas tertentu

•         Faktor sirkulasi  konsentrasi zat anestesi di arterial > vena

•         Faktor jaringan 

•         Faktor zat anestesi  potensi beda

•         Faktor lain  ventilasi, curah jantung, suhu

KONTRAINDIKASI ANESTESI UMUM

Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan

•         Jantung 
•         Hepar  obat hepatotoksik, dosis dikurangi

•         Ginjal  obat yg diekskresi di ginjal

•         Paru  obat yg merangsang sekresi P

•         Endokrin  hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah

•         Dll

JALAN NAFAS
PADA ANESTESI UMUM

Tanda obstruksi parsial jalan nafas

•         Stridor

•         Retraksi otot dada

•         Nafas paradoksal

•         Balon cadangan pada mesin anestesi kebang-kempisnya lemah

•         Nafas makin berat & sulit

•         Sianosis

Tanda obstruksi total jalan nafas

•         Retraksi lebih jelas

•         Gerak paradoksal lebih jelas

•         Kerja otot tambahan meningkat dan makin jelas

•         Balon cadangan tidak kembang kempis lagi

•         Sianosis lebih cepat timbul

Sebab-sebab obstruksi jalan nafas

•         Lidah jatuh ke hipofaring


•         Lendir jalan nafas, muntahan, perdarahan, benda asing, gigi palsu,

•         Spasme laring

Langkah penanggulangan obstruksi jalan nafas

1. Posisi kepala dibuat hiperekstensi, mandibula didorong ke atas, mulut sedikit terbuka
2. Suction daerah mulut & jalan nafas
3. Pasang pipa orofaring atau pipa nasofaring
4. Intubasi trakea
5. Krikotirotomi
6. trakeostomi

MONITORING SELAMA ANESTESI

TUJUAN MONITORING SELAMA ANESTESI

1. Diagnosis adanya masalah


2. Perkiraan kemungkinan terjadi kegawatan
3. Evaluasi hasil suatu tindakan

YANG DIMONITOR

•         Tingkat kedalaman anestesi

•         Suhu

•         Kardiovaskuler

•         Nadi

•         EKG

•         Tekanan darah

•         Produksi urin

•         Perdarahan

•         respirasi
OBAT BIUS LOKAL/ANESTESI LOKAL

Obat bius lokal/anestesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang
menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang
cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf.

Obat bius lokal bekerja merintangi secara bolak-balik penerusan impuls-impuls saraf ke
Susunan Saraf Pusat (SSP) dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri,
gatal-gatal, rasa panas atau rasa dingin.

Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama
di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana
terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang
penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot.

Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:

1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen


2. Batas keamanan harus lebar
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran
mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang
cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.

Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut :

1.      Senyawa ester

Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan
amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai
prototip.

2.      Senyawa amida

Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.

3.      Lainnya

Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.

Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil dimana
anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan.

Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:

1.      Anestesi permukaan.

Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit
luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu
proses penyembuhan luka.

2.      Anestesi Infiltrasi.

Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan
jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada
pencabutan gigi).

3.      Anestesi Blok

Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik
dan terapi.

4.      Anestesi Spinal

Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang
dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut
bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.

5.      Anestesi Epidural

Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal) disuntikkan di ruang epidural


yakni ruang antara kedua selaput keras dari sumsum belakang.

6.      Anestesi Kaudal

Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui tempat yang
berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus skralis.

Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardiodepresifnya
(menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan penapasan dan sirkulasi darah. Anestesi
lokal dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi.

Ada anggapan bahwa obat bius lokal dianalogikan dengan obat "doping" sehingga dilarang
seperti kokain yang merupakan obat doping yang merangsang. Kokain adalah anestetik lokal
yang pertama kali ditemukan. Saat ini, penggunaan kokain sangat dibatasi utuk pemakaian
topikal khususnya untuk anestesi saluran napas atas.

Sumber : Farmakologi dan Terapi edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia 1995.

Di apotik online medicastore anda dapat mencari obat bius lokal /anestesi lokal yang telah
diresepkan dokter anda secara mudah dengan mengetikkan di search engine medicastore.
Sehingga anda dapat mencari dan beli obat bius lokal /anestesi lokal sesuai dengan kebutuhan
anda.
 
Penilaian dan Persiapan
Pra-anestesi
dr. Iftahuddin, Sp.An, M.Kes

BAGIAN ANESTESIOLOGI dan ICU

RSUD DATUBERU

TAKENGON

Penilaian dan Persiapan


Pra-anestesi

     Tujuan pra-anestesi:

            Menyiapkan penderita sehingga menjalani pembedahan dalam keadaan bugar

Penilaian dan Persiapan


Pra-anestesi ;

Anamnesis

     Riwayat pernah anestesi (alergi, mual, nyeri otot, gatal-gatal, sesak napas)

     Kebiasaan merokok


     Kebiasaan minum alkohol

     Obat-obat yang digunakan

Pemeriksaan Fisis  intubasi

     Keadaan gigi-geligi

     Tindakan buka mulut

     Lidah relatif besar

     Leher pendek

     Leher kaku

     Bentuk dagu

Pemeriksaan Rutin Lain

(Keadaan Umum Sistem Organ)

     Inspeksi

     Palpasi

     Perkusi

     Auskultasi

Pemeriksaan Laboratorium

     Pemeriksaan darah rutin (Hb, leukosit, trombosit)

     Kimia darah  indikasi tepat

–        Ginjal  kreatinin, BUN, Kalium, Natrium


–        Hati  SGOT, SGPT

     Masa perdarahan, masa pembekuan

     Urinalisis

     EKG  50 tahun

     Foto thoraks

     Gula darah  riwayat DM

Klasifikasi Status Fisik


(The American Society of Anesthesiologists [ASA])

     Kelas I : Pasien sehat dan bugar

     Kelas II            : Pasien dengan penyakit sistemik ringan

     Kelas III           : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang                   tidak
mengganggu kebugaran fisik

     Kelas IV          : Pasien penyakit sistemik berat dan                                          


mengganggu kebugaran fisik yang merupakan                     ancaman kehidupannya setiap
saat

     Kelas V            : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau                tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih                   dari 24 jam

     Kelas VI     : Pasien utk donor organ

Pada bedah sito atau emergensi biasanya dicantumkan huruf E

Masukan Oral

     Muntah  aspirasi

     Puasa:

–        Dewasa                        6-8 jam


–        Anak kecil        4-6 jam

–        Bayi                 3-4 jam

     Minuman bening, air putih, teh manis boleh 3 jam

     Keperluan minum obat boleh 1 jam        (air putih)

Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi

     Tujuan

–        Meredakan kecemasan

–        Memperlancar induksi

–        Mengurangi sekresi

–        Meminimalkan jumlah obat anestetik

–        Mengurangi mual muntah pasca bedah

–        Menciptakan amnesia

–        Mengurangi isi lambung dan pH cairan lambung

–        Mengurangi refleks yang membahayakan

–       

Obat-obatan

     Diazepam  10-15 mg peroral 1-2 jam sebelum induksi

     Petidin  1-2 mg/kg IM

     Antagonis reseptor H2  simetidin 600 mg peroral


     Droperidol  2.5-5 mg IM

     Ondansetron  2-4 mg IM

Dasar-dasar Anestesi Umum

Tahap-tahap anestesi umum

     Premedikasi

     Induksi

     Rumatan anestesi

Induksi Anestesi

     Induksi: mulai masuknya obat  tidur dalam (hilang nyeri)

     Dilakukan:

–        Hati-hati

–        Perlahan-lahan  pelumpuh otot  intubasi

–        Lembut

–        Terkendali

Induksi ;

Induksi inhalasi

     Halotan  0.5 vol% dinaikkan tiap 3-5 kali tarikan napas 0.5% hingga konsentrasi

            Gas pendamping O2 100%

            N2O/O2 :70%/30%


     Sevofluran  8 vol % diturunkan perlahan

     Umumnya dilakukan pada anak yang belum terpasang jalur vena

     Enfluran dan isofluran  tidak disukai pasien dan perlu waktu lama

Induksi intravena

     Tiopental  3-7 mg/kg

     Propofol  2-3 mg/kg

     Ketamin  1-2 mg/kg

     Midazolam  0.05-0.1 mg/kg + ketamin 20-60 mcg/kg untuk kasus kurang baik

     Dilakukan pada pasien kooperatif atau pasien yang sudah terpasang jalur vena

Induksi intramuskuler

     Ketamin 5-7 mg/kg

            Dilakukan pada anak yang tidak kooperatif

Rumatan Anestesi

     Inhalasi: N2O/O2 kombinasi  dengan:

                   - Halotan 1-2%

                                 - Enfluran 1-3%

                                 - Isofluran 1-2%

                                 - Sevofluran 1-4%

     Intravena: Propofol 4-12 mg/kg/jam

Intubasi Endotrakeal
     Laringoskop  alat yang digunakan untuk melihat laring

     Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan
maksimal menurut MALLAMPATI dibagi menjadi 4 gradasi:

            Grade 1            : Tampak pilar faring, palatum molle dan uvula

            Grade 2            : Tampak hanya palatum molle dan uvula

            Grade 3            : Tampak hanya palatum molle

            Grade 4            : Palatum molle tidak tampak

            Grade 3 dan 4 diperkirakan akan menyulitkan intubasi trakea

 
 
   
Indikasi Intubasi

1. Menjaga jalan napas


2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

Teknik Intubasi

1. Pasien tidur terlentang, oksiput diganjal bantal (sniffing position)


2. Masukkan bilah laringoskop ke dalam mulut (sudut mulut kanan), singkirkan lidah pasien
ke kiri sehingga nampak rima glottis
3. Pada rima glottis tampak pita suara berbentuk “V”
4. Pipa trakea (tube) dimasukkan melalui pita suara
5. Setelah pipa melewati trakea, kembangkan balon  dan periksa apakah suara paru kanan-
kiri sama

Kesulitan Intubasi

1. Leher pendek
2. Mandibula menonjol
3. Maksilla gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas

Komplikasi Intubasi

Selama Intubasi

     Trauma gigi-geligi

     Laserasi bibir, gusi, laring

     Merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi)

     Intubasi bronkus

     Intubasi esofagus

     Aspirasi

     Spasme bronkus

Setelah Intubasi

     Spasme laring

     Aspirasi

     Gangguan fonasi

     Edema glottis-subglottis

     Infeksi laring, faring, trakea

Ekstubasi

1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar

–        Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan

–        Pasca ekstubasi ada resiko aspirasi

1. Ekstubasi dilakukan umumnya pada  saat anestesi sudah  dangkal dengan catatan tak
akan terjadi spasme laring
2. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring, faring dari sekret dan cairan lainnya

Syarat Ideal Anastesi Umum dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat

1.  Pdf syarat ideal dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat download klik
disini:http://www.ziddu.com/finished.php?
uid=hdodcelbkbmcef&fname=PDF1.pdf&sub=done&lan=english
Youtube  syarat ideal dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat download klik
disini:http://www.youtube.com/watch?v=uNuR_PWJh1s&feature=related

   Syarat Ideal Anastesi Umum


a)      Memberi induksi yang halus dan cepat.
b)      Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c)      Timbulkan keadaan amnesia
d)     Hambat refleks-refleks
e)      Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi  bukan otot pernafasan.
f)       Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk  tempat operasi.
g)      Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama
1.      Syarat Ideal Anastesi Umum
a)      Memberi induksi yang halus dan cepat.
b)      Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c)      Timbulkan keadaan amnesia
d)     Hambat refleks-refleks
e)      Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi  bukan otot pernafasan.
f)       Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk  tempat operasi.
g)      Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama

2. Cara kerja dan titik tangkap kerja obat


a)      Mekanisme Kerja
1.      Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang
masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot
maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini
pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya
sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi
inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat
mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.

2.      Anestesi intravena


Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja
anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya
desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi.
Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

 `
b)     Titik tangkap kerja obat ( Kontra indikasi obat)

Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan
pemaiakaian obat)
  Hepar  obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap hepar/dosis obat
diturunkan
  Jantung  obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner
  Ginjal  obat yg diekskresi di ginjal
  Paru  obat yg merangsang sekresi Paru
  Endokrin  hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang
merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias menyebabkan
peninggian gula darah

  Komplikasi
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan
anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia
sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera
ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).
1. Komplikasi Kardiovasklar
a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan
anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung, karena jantung
akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl
iskemia atau infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan
dengan menambah dosis anestetika.
c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf
simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin
d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.

2. Penyulit Respirasi
a) Obstruksi jalan nafas
b) Batuk
c) Cekukan (Hiccup)
d) Intubasi endobronkial
e) Apnu (Henti Nafas)
f) Atelektasis
g) Pnemotoraks
h) Muntah dan Regurgitas

3. Komplikasi Mata
a) Laserasi Kornea
b) Menekan bola mata terlalu kuat

4. Perubahan Cairan Tubuh


a) Hipovolemia
b) Hipervolemia

5. Komplikasi Neurologi
a) KonvulsiTerlambat sadar
b) Cidera saraf tepi (perifer)

6. Komplikasi Lain-Lain
a) Menggihil
b) Gelisah setelah anestesi
c) Mimpi buruk
d) Sadar selama operasi
e) Kenaiakn suhu tubuh
                  f) Hipersensitif

Definisi Anastesi Lokal

1.      Pdf definisi Anastesi Lokal download klik disini : http://www.ziddu.com/finished.php?


uid=fhpagbphjegbhc&fname=PDF4.pdf&sub=done&lan=english
Youtube  definisi Anastesi Lokal download klik disini :http://www.youtube.com/watch?
v=n11BacfIMY4&feature=fvwrel
Definisi Anastesi Lokal
Anestesia lokal adalah anestesia pilihan dalam segala prosedur bedah yang dapat
menggunakannya.Bagaimanapun anesthesia ini merupakan kontaraindikasi untuk pembedahan
pada pasien yang sangat gelisah,khawatir,karena pembedahan dengan anestesia lokal dapat
meningkatkan ansietas.Pasien yang meminta untuk dianestesia umum hingga tertidur jarang yang
berhasil dibawah anestesia lokal.
Anestesi Lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya,
adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain) menghambat
konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan
setuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih). Anestesi
lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk
menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal pada area
pembedahan. Misalnya, pada herniorafi, injeksi pada Marcaine akan menghilangkan nyeri
selama 12 jam atau lebih.
GENERAL ANAESTHETIC

Definisi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran,
analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.

Sejarah Anestesi

Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia
kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol,
Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali
disintesis Valerius Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan
bernama W.G. Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730.
Sebelum penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun [[1777], dan
berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam
menghilangkan rasa sakit.
Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-
mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini
membuat orang tertawa dan lupa segalanya.

Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran
sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen
dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya.
Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di
Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya
diteruskan William Thomas Green Morton.

Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun
1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada
usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian
mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan
kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan
biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan
kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu
serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit.

Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang
dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang
ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter
sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.

Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun
1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum
Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau
disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat
seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur.
Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga
operasi selesai tanpa hambatan berarti.
Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton
berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran.
Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang
pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia
kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia
dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu.

Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi
telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten
anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.

Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat
anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W.
Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum
Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah mengunakan eter di setiap operasi
bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya.
Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala,
dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.

Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat
anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan
uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah
mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November
12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang
telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat
keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.

Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai


5.000 frank di tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim,
penemuan tersebut adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan
zat lain (kloroform) sebagai bahan anestesi.
Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia
mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di
usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang
meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara
bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).

Tujuan Anastsi Umum:

anestesi umum menjamin hdp pasien, yg memungkinkan operator melakukan tindakan


bedah dg leluasa dan menghilakan rasa nyeri.

Anestesiologis dengan Empat Rangkaian Kegiatan:

Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis
anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-
waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.Empat rangkaian
kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:

Mempertahankan jalan napas

Memberi napas bantu

Membantu kompresi jantung bila berhenti

Membantu peredaran darah

Mempertahankan kerja otak pasien.

Syarat Ideal Anastesi Umum:

Ø Memberi induksi yg halus dan cepat.

Ø Timbul situasi px tak sadar / tak berespons

Ø Timbulkan keadaan amnesia


Ø Hambat refleks-refleks

Ø Timbulkan relaxasi otot skeletal, tp bukan otot pernafasan.

Ø Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi.

Ø Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung lama

Kontra Indikasi Anastesi Umum

Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan pemaiakaian obat)

Ø Hepar è obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap

hepar/dosis obat diturunkan

Ø Jantung è obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner

Ø Ginjal è obat yg diekskresi di ginjal

Ø Paru è obat yg merangsang sekresi Paru

Ø Endokrin è hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang
merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias menyebabkan
peninggian gula darah

Komplikasi

Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi sudah
dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau kondisi
pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan
setelah pembedahan (lebih dari 12jam).

1. Komplikasi Kardiovasklar

a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit
jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang
meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau infark miokard. Namun bila
hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah dosis anestetika.

c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf
simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan
atropin

d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.

2. Penyulit Respirasi

a) Obstruksi jalan nafas

b) Batuk

c) Cekukan (Hiccup)

d) Intubasi endobronkial

e) Apnu (Henti Nafas)

f) Atelektasis

g) Pnemotoraks

h) Muntah dan Regurgitas

3. Komplikasi Mata

a) Laserasi Kornea

b) Menekan bola mata terlalu kuat

4. Perubahan Cairan Tubuh


a) Hipovolemia

b) Hipervolemia

5. Komplikasi Neurologi

a) KonvulsiTerlambat sadar

b) Cidera saraf tepi (perifer)

6. Komplikasi Lain-Lain

a) Menggihil

b) Gelisah setelah anestesi

c) Mimpi buruk

d) Sadar selama operasi

e) Kenaiakn suhu tubuh

f) Hipersensitif

Macam-Macam Obat Anestesi Umum

Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan 1. Obat Anestetika
gas

2. Obat Anestetika yang menguap

3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena

1. Anestetik gas
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan operasi
ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat
meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar.

Contoh :

1.1 Nitrogen monoksida (N2O)

Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat
daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan
penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi
20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu
kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada
waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O
digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain.

1.2 Siklopropan

Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada
udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena
itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga
menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume,
tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4
dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat
menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang
timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot
cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi
pada anesthesia dengan siklopropan.

Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau
sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan
dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh
siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan
hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan
delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan
diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk
mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi
siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20%
oksigen.

2. Anestetik yang menguap

Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan
pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam
lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat
terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi
dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk
mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang
kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.

Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya eter
(dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, trikloretilen
dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga
penderita dapat memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar dalam
darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.

Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan
neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh
neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin,
streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi
dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salvias akan
dihambat dan terjadi depresi nafas.
Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu,
keringat dan difusi melalui kulit utuh.

Efluran merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati stadium
induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat bila penderita menahan
nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu
menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi
kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dengan kadar kadar
rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak mempengaruhi system kardiovaskuler,
meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan
sensitisasi jantung terhadap ketekolamin yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran
membahayakan penderita penyakit ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat
menyebabkan kejang tonik-klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan tanpa gejala
sisa dengan mengganti obat anestesi, melakukan anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan
ventilasi semenit untuk mengurangi hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam
berumur kurang dari 3 tahun.

Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan efluran,
tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara
yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi
preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O
dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil
sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi
nadi dan takikardi adihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10
mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan
volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak
terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak
pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.

Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja,
magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium
dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek
analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu
10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal
untuk anestesi adalah 0,76% volume.

Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak,
tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut
dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan
anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus,
tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma.
Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform,
siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak
diberikan pada penderita kelainan hati.

Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai
titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan
sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya.
Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia
dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya
digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda
digunakan juga sebagai anestetik local dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku.
Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel
dan melambatnya penyembuhan.

Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform,
tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena
trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka
yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan
N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan
N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi
pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.

3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral)


Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan pemeliharaan
anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau analgesia local, dan sedasi pada
beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal membutuhkan criteria yang sulit dicapai oleh hanya
satu macam obat yaitu cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh
amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat
dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi restirasi dan kardiovasculer, pengaruh
farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat
menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena
dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah
satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.

Barbiturate menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di formasio


retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan system penghambat ekstra
lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan system perangsang juga dihambat sehingga respons
korteksmenurun. Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat pusat pernafasan di medulla
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturattetapi tonus
vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturate
tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah

Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari
berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4
ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak
digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3
ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk
mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan
pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal
sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.

Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena
secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml
larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara
intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan
secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.

Ketamin merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.
Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya
sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot
lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah,
frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap
normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa.

Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama
dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60
detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis
ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.

Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan
analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena
(1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis
penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang
dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi
umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.

Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat,
tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat
neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal
pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada
penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek
anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama.
Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan
obat anestesi local.
Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak
berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama
fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan
tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn
aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini
mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik
yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi
preanestetik seperti meperidin.

Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada
suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2
mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi
jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi
efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran
darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.

Obat-obat yang sering digunakan (pramedikasi)

Narkotik Analgetika:

Narkotik : morfin, dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk mengurangi
kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan susunan syaraf
pusat. Bila rasa nyeri telah ada sejak sebelm tindakan bedah merpakan obat pilihan. Memberikan
pemeliharaan anastesia yang mulus, bila memakai premedikasi morfin pada penggunaan anestetika
lemah. Kerugiaan penggnaan morfim, pulih pasca bedah lebih lama. Penyempitan bronks dapat
timbul pada paasien asma. Mual dan muntah pasca bedah ada.

Pethidin : dosis 1mg/kg bb dewasa, sering digunakan sebagai premedikasi seperti morfin dan
menekan tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.
Barbiturat : Pentobartital dan sekobarbital sering digunakan untuk menimbulkan sedasi dan
menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intra
muscular, pada dewasa dosis 100-200mg dan pada bayi dan anak-anak dosis 2mg/kg bb. Yang
mudah didapat Phenobarbital. Obat ini mempunyai kerja depresan yang lemah terhadap pernafasan
dan sirklasi serta jarang menyebabakan mual dan muntah. Pasien yang mendapat barbiturate
sebagai premedikasi biasanya bangun lebih cepat daripada bila menggunakan narkotika.

Tranquilizer : bermacam-macam enis turunan fenotiasin dan penenang yang digunakan sebagai
premedikasi. Obat-obat ini digunakan oleh karena kera sedative, anti arrytmia, antihistamin, dan
kerja antiemetik, kadang-kadang kombinasi dengan barbiturate atau narkotika. Kombinasi ini
memberikan sedasi yang kuat. Contoh: phenergan 25 mg untuk dewasa.

Antikolinergik : penggunaan hiosin dan atropine efektif sebagai anti mual dan muntah, tetapi bila
hiosin dikombinasikan dengan morfin atau papaveratum menambah sedasi sementara atropine
cenderung menambah kecemasan. Pemberian suntikan atropine secara rutin telah dikeritik oleh
Holt (1962) dan semakin lusnya penggunaan anestetika yang merangsang. Tetapi masih digunakan
untuk mengurangi bradikardi selama anesthesia.

Macam-Macam Teori Anastesi :

Teori Membran

Kerja dr anastetika umum atas dasar perubahan struktur molekul membran. Tak ada
reseptor spesifik, tak ada antagonis yg bekerja scr langsung.

Ok perubahan sturktur membran, mk membran syasaf tak dpt cpt merubah konfigurasi
protein unt transmisi rangsang (impuls) syarafà perpindahan ion, pelepasn neuro transmiter
dg reseptor.

Teori Neurofisiologis
Timbulnya teori ini ok teori membran tak dpt jelaskan perubahan selektif kesadaran,
persepsi nyeri, dan relaksasi otot.

Teori ini bcr ttrg titik tangkap kerja di ssp dan jalur syaraf yg dipengruhi nu.

Laminadorsalis dr sumsum tl belakang (substansia gelatinosa), sistim retikuler, dan


nukleus pemancar sensorik talamus mrpkan daerah yg peka thd nu

Mecencephalic reticular prn menerima rangsang sensorik non spesifik jg pussat pengatur
kesiagaan dan kesadaran. If RAS dihambat mk pengaruh ke sistim limbik dan struktur
kortikal menurun hingga ilang kesadaran

Formasi Retikuler penting dlm pengaruhi nu wlo neuron berikan respon berbeda.
Barbiturat, eter n halotan, aktifitas spontan dihambat, efluran dan siklopropan
meningkatkan aktifitas sedangkan ketamin merubah pola rangsang (firing) All nu ngeblok
respon neuron thd rangsang sensorik

Teori Lipid

Hubungan antara kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anesthesia. Makin
larut anestetik dalam lemak, makin kuat sifat anestetiknya.

Teori Koloid

Pemberian zat anestetik terjadi penggumpalan sel koloid yang menimbulkan anesthesia
yang bersifat reversible diikuti dengan proses pemulihan.

Behavioral Theories (Depresan anesthsis theory)

Pd teori ini dijelaskan bhw anestesi dibagi dlm 4 stadium.


Stadium 1= std analgesia,

- Dimulai dr pemberian NU sd hilang kesadaran

- Px dpt ikuti perintah, timbul analgesia (rs skt ilang)

- Std 1 yg dpt dilakukan pembedahan ringan spt cabut gigi, biopsi dan partus.

Stadium 2 = std delirium

- Mulai hilang sadar sd awl dilakukan pembedahan

- Tanda2: exitasi, gerakan yg tak nurut kehendak, tertawa, teriak, nangis, nyanyi, nafas tak
teratur, kadang apne dan hiperapne, tonus m skeletal meningkat, inkontinensia urin,
muntah, midrasi, hipertensi, takikardi. Hal ini bs terjadi ok hambatan pd pusat hambatan

- Pd st ini bs terjadi mati ok itu hrs cpt dilalui dg pemberian premedikasi

Stadium 3 = std anestesi surgical (tdr dr 4 plane)

- Tanda-tanda : nafas teratur (st 2 tak teratur),reflek kelopak mata dan conjungtiva hilang,
tangan dpt jatuh bebas tanpa tahana, gerakan bola mata mrpk tanda awal std 3.

- Ada 4 plane :

a) P1: nafas teratur juga ant dada dan perut seimbang, spontan, gerakan bola mata yg tak
turut kehendak, miosis, relaxasi m bergaris -

b) P2 nafas teratur tp <>

c) P3 nafas perut > dada, ok m interkos tal paralisis, relaxasi m sempurna, pupil > lebar P2 tp
blm sempurna.
d) P4 nafas prt sempurna ok m interkosta, td pupil >> , refleks thd cahaya hilang.. deep
nafas, dan pupil lebar.

Stadium 4 = paralisa moduler.

- Nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung stop

meninggal.

Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat

I.Parenteral

Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular biasanya
digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk indikasi anesthesia.
Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi dan pemulihan, sedikit
komplikasi pasca anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka sangat lemah.
Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin, droperidol dan fentanil. Kecuali untuk
kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya
dikombinasi dengan obat anestetika lain.

II.Perektal

Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi
anesthesia atau tindakan singkat.

III. Perinhalasi, melalui pernafasan

Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang
dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut
tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia, zat
anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia yang
adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-beda dalam hal potensi,
keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka.

Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan
otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan, fluotan, metoksifluran,
etilklorida, trikloretilen dan fluroksen)

Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi kekuatan
manapun kecepatan anastesia.

DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989. Anestesiologi. Jakarta : CV. Info Medika

Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian
Farmakologi F K U I. Jakarta

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic Clinical Pharmacology). Alih Bahasa:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Salemba Medika

Obat Anestesi. Radius Suryadi F.


Kamis, 06 Januari 2011

Anastesi Umum

Definisi
Anastetika umum yaitu obat yang dapat menimbulkan anestesia atau narkosa (Yun.an = tanpa,aisthesis
= perasaan)yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifat reversibel dari pusat SSP, diman seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga mirip pingsan.

Anestetika digunakan dalam pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan, serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Untuk pembedaham umumnya digunakan kombinasi
hiptonika, analgetik dan relaksansia otot.

Istilah narkotikum yang dahulu digunakan untuk anastetika umum, sekarang sudah ditinggalkan karena
dapat menimbulkan kekeliruan dengan istilah hukum ‘narcotic drug’ ( = obat narkotik, dahulu disebut
obat bius).

Klasifikasi
Berdasarkan cara penggunaannya, anastesi umum dibagi dalam dua kelompok, yakni :

1.      Anastesi Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran.

Obat – obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan. Keuntungannya adalah resorpsi yang
cepat melalui paru – paaru, seperti juga ekskresinyamelalui gelembung paru (alveoli) dan biasanya
dalam keadan utuh. Pemberiannya mudah dipantau dan bila parlu setip waktu dapat dihentikan. Obat
ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.

Dewasa ini, senyawa kuno eter,kloroform,trikloretilen, dan siklopropan praktis tidak digunakan lagi
karene efek sampingnya.

2.      Anastesi intravena : tiopetal, diazepam dan midazolam, ketamin dan propofol.

Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan supposutoria secara rektal, tetapi resorpsinya kurang
teratur. Obat – obat ini terutama digunakan untuk mendahului ( induksi ) anastesi total, atau
memeliharanya, juga sebagai anastesi pada pembedahan singkat.

Mekanisme Kerja

Sebagai anastesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing – masing sangat
berbeda dalam kecepatan induksi, reaksi, melemaskan otot, maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk
mendapatkan reaksi secepat- cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi ,
yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara kesimbangan antara penberian dan
perngeluaran ( ekshalasi ). Keuntungan anastesi-inhalasi dibandingkan dengan anstesi-intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat dalam mengubah kedalaman anastesi dangan mengurangi
konsentrasi gas/uap yang diinhalasi.
Kebanyakan anastetika umum tidak dimetabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara
kimiawidengan zat-zat faali. Oleh karena itu, teori yang mencoba menerangkan khasiatnya didasarkan
atas sifat fisiknya, misalnya tekanan parsial dalam udara yang diinhalasi, daya difusi dan kelarutannya
dalam air, darah dan lemak. Semakin besar kelarutan suatu zat dalam lemak, semakin cepat difusinya di
jaringan lemak dan semakin cepat tercapainya kadar yang diinginkan dalam SSP.
Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein
SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi
transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.

Tahapan anestesia
1. Stadium 1 (analgesia)

-      Saat pemberian zat anestetik kesadaran akan hilang


-      Pasien masih ikuti perintah,rasa sakit hilang
-      Dapat dilakukan bedah ringan

2. Stadium II (delirium/eksitasi)

- Hilangnya kesadaran pada permulaan pembedahan

-Eksitasi dan gerakan tidak menurut kehendak: tertawa, takikardi, muntah dll

- Dapat terjadi kematian

Stadium I dan II : tahap induksi

3. Stadium III (anestesia,pembedahan)

- Pernapasan teratur

- Refleks kepala digerakkan ke kanan & kiri dengan bebas, juga tangan

-      Gerakan bola mata tidak menurut kehendak

4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)

-      Lemahnya pernapasan perut

-      Tekanan darah tak terukur

-      Jantung henti denyut mati


Premedikasi

Tujuan : mengurangi kecemasan, memperlancar induksi, mengurangi keadaan gawat anestesi,


mengurangi hipersalivasi, bradikardi dan muntah sesudah atau selama anestesi.

-Diberikan pra operasi

-Obat yang digunakan : analgesik narkotik, sedatif barbiturat & non barbi-turat, antikolinergik,
penenang.

 Analgesik narkotik

-Morfin dosis 8-10 mg i.m kurangi kecemasan & ketegangan pasien terhadap operasi, mengurangi rasa
sakit, menghindari takipnea.

-Kerugian : memperpanjang waktu pemulihan

-ESO: konstipasi, retensi urin, hipotensi, depresi napas

 Barbiturat

-menimbulkan sedasi

-Pentobarbital , sekobarbital

-Keuntungan : tidak memperpanjang masa pemulihan, jarang mual & muntah, sedikit menghambat
pernapasan

 Sedatif non barbiturat

-Jarang digunakan

-Kloralhidrat

 Antikolinergik
-Atropin 0,4-0,6 mg i.v , skopolamin (jarang digunakan) untuk mancegah hipersekresi kelenjar ludah dan
bronkus

 Obat penenang (tranquilizer)

- Derivat fenotiazin mamberi efek sedasi, anti aritmia, antihistamin, anti emetik

-Dikombinasi dengan barbiturat dan analgesik narkotik

-Trifluoperazin, prometazine

Farmakokinetik
- Dipengaruhi olah tekanan parsial zat anestetik dalam otak

Faktor penentu tekanan parsial :

1.Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi

-Untuk mampercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi dari pada tekanan parsial
yang diharapkan di jaringan

-Setelah tercapai, diturunkan untuk mempertahankan anestesi

2. Ventilasi paru

-Hiperventilasi dapat mampercepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi dan jaringan

- zat larut dalam darah : halothan

3. Pemindahan gas anestetik dari alveoli ke aliran darah

- Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darah

4. Pemindahan gas anestetik dari aliran darah ke seluruh jaringan tubuh

-Jarungan yang punya aliran darah cepat, keseimbangan tekanan parsial lebih mudah tercapai
anestetik gas lebih mudah berpindah.

Penggolongan

Berdasarkan bentuk fisik :


1. Anestetik gas

- Potensi ringan induksi dan operasi ringan

- Sukar larut dlm darah

-N2O :* gas tidak berwarna, tidak berbau, lebih berat dari pada udara, dikombinasi dg O 2

* potensi anestetik lemah, induksi cepat

* efek analgesik baik (N2O 20%) sering pada partus

* penggunaan lama : mual, muntah, lambat bangun

2. Anestetik yg menguap (volatile)

- Bentuk cair pada suhu kamar, anestetik kuat pada konsentrasi rendah, mudah larut
dalam lemak,darah, jaringan keseimbangan lambat dan induksi lama perlu konsentrasi tinggi

- halothane, enfluran, isoflurane dll

- Halothane

* tidak berwarna, bau enak,tidak mudah terbakar

* efek anelgesik lemah, relaksasi otot baik, depresi pernapasan (+)

* cegah spasme laring, bronkus, hambat salivasi

* menghambat langsung otot jantung & pembuluh darah , turunkan akvitas saraf simpatis

* vasodilatasi pembuluh darah otak (+) otot lurik menyebabkan tekanan intra kranial meningkat

* bradikdi (+)

* hepatotoxicity (digunakan berulang),kurangi efektivitas oksi-tosin , alkaloid ergot

* absorpsi & ekskresi : paru

-Enfluran

Anestetik eter berhalogen tidak mudah terbakar

Induksi cepat dan sedikit eksitasi

Sekresi kelenjar saliva dan bronkus sedikit meningkat sehingga tidak perlu atropin

Kadar tinggi, menyebabkan depresi kardiovaskular & stimulasi SSP, harus di


hindari dengan menambah kadar rendah N 2O

Relaksasi otot lebih baik dari pada halothane

Kadar1% + N2O + O2 dapat menurunkan tekanan intraokuler

ESO : menggigil ok hipotermi, gelisah, delirium, depresi napas, kelainan ringan fgs hati.

 Sedian : induksi enfluran 2-4,5% + O2 or camp N2O-O2; maintenance 0,5-3%

Isofluran (Forane)

Eter berhalogen tidak mudah terbakar

 induksi cepat, sedikit eksitasi

 Relaksasi otot polos intubasi (+)

Tidak sebabkan sensitisasi jantung sehingga aritmia mengecil

Aman untuk gangg hati & ginjal,stimulasi SSP (-)

 Hiperventilasi TIK

 Sediaan : isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 induksi;

maintenance : 0,5%-3%

3. Anestetik diberikan melalui IV

Barbiturat

Ketamin

Fentanil dan droperidol

Diazepam

Efek samping
Hampir semua obat anastetik umum mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting
adalah :
- Menekan pernapasan yang pada anastesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran, dan
isofluran. Efek ini paling ringan pada N20 dan eter.

- Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran, dan isofluran. Eek ini juga
ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang SS simpatis, maka efek keseluruhannya
manjadi ringan.

- Merusak hati (dan ginjal), terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

-Oliguri (reversible) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi
secukupnya.

- Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca bedah.

Cara pemberian anestetik

1. Open drop method

- Untuk anestesi yang menguap

- Zat diteteskan pada kapas diletakkan depan hidung untuk dihisap

2. Semi open drop method

-Cara sama no 1, tetapi digunakan masker untuk menguurangi terbuangnya zat anestetik

3. Semi closed method

-Udara dihisap bersama O2 murni, dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestesi dapat
ditentukan

- Udara yang dikeluarkan dibuang ke udara luar

-dalamnya anestesi dapat diatur

4. Closed method

- Hampir sama no 3, tetapi udara ekspirasi dialirkan via NaOH

yg dapat mengikat CO2 sehingga udara mengandung anestetik reuse

- hemat, aman, mudah

- Cara pemberian : i.v, i.m

Daftar pustaka : 
Tjay, Tan Hoon dan Kirana, Raharja.2002.Obat-obat Penting,Khasiat,Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya.Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gremedia.  

Tambayong, dr. Jan, 2001. Farmakologi Untuk Keperawatan. Widya Medika : Jakarta.
 Purwanto, SL. 1992. DOI. Grafidian Jaya : Jakarta.

Kee, Joyce L dan Evelyn Hayes R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. ECG : Jakarta.
 

Neal, M.J, 2005. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Ke Lima. Erlangga : Jakarta.

Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, salemba medika : Jakarta.

   

Diposkan oleh radius suryadi febriansyah di 09.14

Obat Anestesi. Radius Suryadi F.


Kamis, 06 Januari 2011

Anastesi Umum

Definisi
Anastetika umum yaitu obat yang dapat menimbulkan anestesia atau narkosa (Yun.an = tanpa,aisthesis
= perasaan)yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifat reversibel dari pusat SSP, diman seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga mirip pingsan.
Anestetika digunakan dalam pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan, serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Untuk pembedaham umumnya digunakan kombinasi
hiptonika, analgetik dan relaksansia otot.

Istilah narkotikum yang dahulu digunakan untuk anastetika umum, sekarang sudah ditinggalkan karena
dapat menimbulkan kekeliruan dengan istilah hukum ‘narcotic drug’ ( = obat narkotik, dahulu disebut
obat bius).

Klasifikasi
Berdasarkan cara penggunaannya, anastesi umum dibagi dalam dua kelompok, yakni :

1.      Anastesi Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran.

Obat – obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan. Keuntungannya adalah resorpsi yang
cepat melalui paru – paaru, seperti juga ekskresinyamelalui gelembung paru (alveoli) dan biasanya
dalam keadan utuh. Pemberiannya mudah dipantau dan bila parlu setip waktu dapat dihentikan. Obat
ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.

Dewasa ini, senyawa kuno eter,kloroform,trikloretilen, dan siklopropan praktis tidak digunakan lagi
karene efek sampingnya.

2.      Anastesi intravena : tiopetal, diazepam dan midazolam, ketamin dan propofol.

Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan supposutoria secara rektal, tetapi resorpsinya kurang
teratur. Obat – obat ini terutama digunakan untuk mendahului ( induksi ) anastesi total, atau
memeliharanya, juga sebagai anastesi pada pembedahan singkat.

Mekanisme Kerja

Sebagai anastesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing – masing sangat
berbeda dalam kecepatan induksi, reaksi, melemaskan otot, maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk
mendapatkan reaksi secepat- cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi ,
yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara kesimbangan antara penberian dan
perngeluaran ( ekshalasi ). Keuntungan anastesi-inhalasi dibandingkan dengan anstesi-intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat dalam mengubah kedalaman anastesi dangan mengurangi
konsentrasi gas/uap yang diinhalasi.
Kebanyakan anastetika umum tidak dimetabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara
kimiawidengan zat-zat faali. Oleh karena itu, teori yang mencoba menerangkan khasiatnya didasarkan
atas sifat fisiknya, misalnya tekanan parsial dalam udara yang diinhalasi, daya difusi dan kelarutannya
dalam air, darah dan lemak. Semakin besar kelarutan suatu zat dalam lemak, semakin cepat difusinya di
jaringan lemak dan semakin cepat tercapainya kadar yang diinginkan dalam SSP.
Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein
SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi
transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.

Tahapan anestesia
1. Stadium 1 (analgesia)

-      Saat pemberian zat anestetik kesadaran akan hilang


-      Pasien masih ikuti perintah,rasa sakit hilang
-      Dapat dilakukan bedah ringan

2. Stadium II (delirium/eksitasi)

- Hilangnya kesadaran pada permulaan pembedahan

-Eksitasi dan gerakan tidak menurut kehendak: tertawa, takikardi, muntah dll

- Dapat terjadi kematian

Stadium I dan II : tahap induksi

3. Stadium III (anestesia,pembedahan)

- Pernapasan teratur

- Refleks kepala digerakkan ke kanan & kiri dengan bebas, juga tangan

-      Gerakan bola mata tidak menurut kehendak

4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)

-      Lemahnya pernapasan perut

-      Tekanan darah tak terukur


-      Jantung henti denyut mati

Premedikasi

Tujuan : mengurangi kecemasan, memperlancar induksi, mengurangi keadaan gawat anestesi,


mengurangi hipersalivasi, bradikardi dan muntah sesudah atau selama anestesi.

-Diberikan pra operasi

-Obat yang digunakan : analgesik narkotik, sedatif barbiturat & non barbi-turat, antikolinergik,
penenang.

 Analgesik narkotik

-Morfin dosis 8-10 mg i.m kurangi kecemasan & ketegangan pasien terhadap operasi, mengurangi rasa
sakit, menghindari takipnea.

-Kerugian : memperpanjang waktu pemulihan

-ESO: konstipasi, retensi urin, hipotensi, depresi napas

 Barbiturat

-menimbulkan sedasi

-Pentobarbital , sekobarbital

-Keuntungan : tidak memperpanjang masa pemulihan, jarang mual & muntah, sedikit menghambat
pernapasan

 Sedatif non barbiturat

-Jarang digunakan

-Kloralhidrat
 Antikolinergik

-Atropin 0,4-0,6 mg i.v , skopolamin (jarang digunakan) untuk mancegah hipersekresi kelenjar ludah dan
bronkus

 Obat penenang (tranquilizer)

- Derivat fenotiazin mamberi efek sedasi, anti aritmia, antihistamin, anti emetik

-Dikombinasi dengan barbiturat dan analgesik narkotik

-Trifluoperazin, prometazine

Farmakokinetik
- Dipengaruhi olah tekanan parsial zat anestetik dalam otak

Faktor penentu tekanan parsial :

1.Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi

-Untuk mampercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi dari pada tekanan parsial
yang diharapkan di jaringan

-Setelah tercapai, diturunkan untuk mempertahankan anestesi

2. Ventilasi paru

-Hiperventilasi dapat mampercepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi dan jaringan

- zat larut dalam darah : halothan

3. Pemindahan gas anestetik dari alveoli ke aliran darah

- Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darah

4. Pemindahan gas anestetik dari aliran darah ke seluruh jaringan tubuh

-Jarungan yang punya aliran darah cepat, keseimbangan tekanan parsial lebih mudah tercapai
anestetik gas lebih mudah berpindah.

Penggolongan
Berdasarkan bentuk fisik :

1. Anestetik gas

- Potensi ringan induksi dan operasi ringan

- Sukar larut dlm darah

-N2O :* gas tidak berwarna, tidak berbau, lebih berat dari pada udara, dikombinasi dg O 2

* potensi anestetik lemah, induksi cepat

* efek analgesik baik (N2O 20%) sering pada partus

* penggunaan lama : mual, muntah, lambat bangun

2. Anestetik yg menguap (volatile)

- Bentuk cair pada suhu kamar, anestetik kuat pada konsentrasi rendah, mudah larut
dalam lemak,darah, jaringan keseimbangan lambat dan induksi lama perlu konsentrasi tinggi

- halothane, enfluran, isoflurane dll

- Halothane

* tidak berwarna, bau enak,tidak mudah terbakar

* efek anelgesik lemah, relaksasi otot baik, depresi pernapasan (+)

* cegah spasme laring, bronkus, hambat salivasi

* menghambat langsung otot jantung & pembuluh darah , turunkan akvitas saraf simpatis

* vasodilatasi pembuluh darah otak (+) otot lurik menyebabkan tekanan intra kranial meningkat

* bradikdi (+)

* hepatotoxicity (digunakan berulang),kurangi efektivitas oksi-tosin , alkaloid ergot

* absorpsi & ekskresi : paru

-Enfluran

Anestetik eter berhalogen tidak mudah terbakar

Induksi cepat dan sedikit eksitasi

Sekresi kelenjar saliva dan bronkus sedikit meningkat sehingga tidak perlu atropin
Kadar tinggi, menyebabkan depresi kardiovaskular & stimulasi SSP, harus di

hindari dengan menambah kadar rendah N 2O

Relaksasi otot lebih baik dari pada halothane

Kadar1% + N2O + O2 dapat menurunkan tekanan intraokuler

ESO : menggigil ok hipotermi, gelisah, delirium, depresi napas, kelainan ringan fgs hati.

 Sedian : induksi enfluran 2-4,5% + O2 or camp N2O-O2; maintenance 0,5-3%

Isofluran (Forane)

Eter berhalogen tidak mudah terbakar

 induksi cepat, sedikit eksitasi

 Relaksasi otot polos intubasi (+)

Tidak sebabkan sensitisasi jantung sehingga aritmia mengecil

Aman untuk gangg hati & ginjal,stimulasi SSP (-)

 Hiperventilasi TIK

 Sediaan : isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 induksi;

maintenance : 0,5%-3%

3. Anestetik diberikan melalui IV

Barbiturat

Ketamin

Fentanil dan droperidol

Diazepam

Efek samping
Hampir semua obat anastetik umum mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting
adalah :
- Menekan pernapasan yang pada anastesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran, dan
isofluran. Efek ini paling ringan pada N20 dan eter.

- Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran, dan isofluran. Eek ini juga
ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang SS simpatis, maka efek keseluruhannya
manjadi ringan.

- Merusak hati (dan ginjal), terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

-Oliguri (reversible) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi
secukupnya.

- Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca bedah.

Cara pemberian anestetik

1. Open drop method

- Untuk anestesi yang menguap

- Zat diteteskan pada kapas diletakkan depan hidung untuk dihisap

2. Semi open drop method

-Cara sama no 1, tetapi digunakan masker untuk menguurangi terbuangnya zat anestetik

3. Semi closed method

-Udara dihisap bersama O2 murni, dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestesi dapat
ditentukan

- Udara yang dikeluarkan dibuang ke udara luar

-dalamnya anestesi dapat diatur

4. Closed method

- Hampir sama no 3, tetapi udara ekspirasi dialirkan via NaOH

yg dapat mengikat CO2 sehingga udara mengandung anestetik reuse

- hemat, aman, mudah

- Cara pemberian : i.v, i.m

Daftar pustaka : 
Tjay, Tan Hoon dan Kirana, Raharja.2002.Obat-obat Penting,Khasiat,Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya.Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gremedia.  

Tambayong, dr. Jan, 2001. Farmakologi Untuk Keperawatan. Widya Medika : Jakarta.
 Purwanto, SL. 1992. DOI. Grafidian Jaya : Jakarta.

Kee, Joyce L dan Evelyn Hayes R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. ECG : Jakarta.
 

Neal, M.J, 2005. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Ke Lima. Erlangga : Jakarta.

Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, salemba medika : Jakarta.

makalah farmakologi tentang obat anastesi umum dan lokal

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Sekarang ini usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit dengan penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno,
termasuk dengan pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari
penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di Boston pada
tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter. Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama
kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh
orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan
kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Sehingga dengan perkembangan
teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat anestesi adalah obat yang digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal
Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum ini
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan
nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi
hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan
untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversibel.
Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk
menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat memberi anestesi lokal pada area
pembedahan (Neal, 2006).

Oleh karena itu, penulis  tertarik membuat makalah yang berjudul “obat-obat anestesi
umum dan lokal” yang akan membahas obat anestesi umum dan lokal baik dari pengertian,
klasifikasi, mekanisme kerja, aktivitas obat, kontra indikasi, farmakokinetik dan
farmakodinamik, efek samping, dan syarat ideal obat-obat anestesi.

B.       Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang di maksud dengan obat anestesi umum dan lokal ?
2.      Apa saja klasifikasi obat anestesi umum dan lokal ?
3.      Bagaimana mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal ?
4.      Bagaimana aktifitas obat anestesi umum dan lokal ?
5.      Apa saja kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal ?
6.      Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat anestesi umum dan lokal ?
7.      Apa saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?
8.      Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?

C.    Tujuan Penulisan


1.      Tujuan Umum
   Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar pemaca mengetahui obat-obat
anestesi umum dan lokal.
2.      Tujuan Khusus
   Adapun tujuan khusus makalah ini adalah:
a.       Untuk mengetahui pengertian obat anestesi umum dan lokal
b.      Untuk mengetahui klasifikasi dari obat anestesi umum dan lokal
c.       Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal
d.      Untuk mengetahui aktivitas obat-obat anestesi umum dan lokal
e.       Untuk mengetahui kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal
f.       Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi umum dan lokal
g.      Untuk mengetahui efek samping obat anestesi umum dan lokal
h.      Untuk mengetahui syarat ideal obat anestesi umum dan lokal

D.    Manfaat Penulisan


1.    Bagi Perawat
Sebagai menambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.
2.    Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Anestesi


                    Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya “tidak
atau tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum
berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan
dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah
obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi
(Kartika Sari, 2013).
                    Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada
rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
1.   Definisi Anestesi Umum
   Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada juga
mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan
hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal, 2006).
   Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan depresi
umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan
dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada
pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri
(analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi
hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).

2.   Definisi Anestesi Lokal


           Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke
sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-
gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
           Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya,
adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain) menghambat
konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan
sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih). Anestesi
lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk
menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal pada area
pembedahan.

B.  Klasifikasi Obat Anestesi


                    Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :
1.   Anestesi Umum
      Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat
anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara
intravena.
a.         Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
        Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi
dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam
darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat
anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan
sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.

        Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :


1)       Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
  Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam
baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang
baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar
optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada
partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa
mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya
hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada
saat proses persalinan dan pencabutan gigi.
2)         Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat
daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan
meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut
dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai
dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat
dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan
pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk
mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi
siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi
saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan
siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan
tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih
pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium,
bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme
bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan
waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot.
Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi
siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk
CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek
analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan
digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20%
oksigen.

b.         Obat Anestesi yang Menguap


Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif
mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan
dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini
diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah
tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi
dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang
menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter
misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil
klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
1)         Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi
saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri
10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan
sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang
berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini
meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin,
polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter diabsorpsi dan
disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan
difusi melalui kulit utuh.
2)         Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja,
magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel,
titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut
fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan
kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi
(3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3)         Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak,
tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah
larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat
menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan
stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat
digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap
ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran
bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
4)         Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai
titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan
pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat
pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah
pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk
anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada
masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara
menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan
mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5)         Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform,
tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat
karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi
relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi
ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih
dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain
trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.

c.          Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)


Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan obat
anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling
berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk golongan
obat ini adalah:
1)         Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di
formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan sistem
penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat
sehingga respons korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat
pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat
oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah
jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:

a)         Natrium thiopental


Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat badan,
keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml
larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk
anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat
badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat
badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml
larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa
digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
b)     Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena secara
intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml
larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
c)      Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena dengan
kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus
menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
2)      Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat
analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak
menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin
akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin
menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi
terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis
dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara
intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10
menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula.
Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-
25 menit.
3)      Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia
neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena
(1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis
penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia
kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan
anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4)      Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat,
tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat
neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan
sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi
anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra
short acting barbiturate, efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat
dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk
mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5)      Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak
berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus
bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi
sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi.
Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan
intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan
rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada
vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.
6)      Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak
pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena
propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi
ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri
sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada
penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol
tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan
intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.

2.   Anestesi Lokal


Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian
tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang menyebut
anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi
umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1.      Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya
kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya:
tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2.      Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3.      Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a)    Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut
geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit.
Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
b)     Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan
yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak
lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c)         Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan
terapi.
d)     Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada
hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah,
perineum atau tungkai bawah.

C.   Mekanisme Kerja Obat Anestesi


1.    Mekanisme Kerja Anestesi Umum
a.   Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang
masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot
maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini
pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya
sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi
inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat
mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi.
Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan
untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari
gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena
tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan
bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air
yang bersifat stabil
b.   Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja
anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya
desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi.
Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum
dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat
gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian
mengakibatkan anastesia.

2.   Mekanisme Kerja Anestesi Lokal


           Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan
penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung
pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini  menunjukkan bahwa
makin banyak molekul obat memasuki kanal Na+  ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih
banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila konsentrasinya
dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya mencakup sistem saraf pusat. Adapun
mekanisme kerja meliputi :
1.       Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2.       Tempat kerja terutama di membran sel
3.       Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan  ambang rangsang
membran meningkat
4.       Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5.       Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak ion via
membran.

D.    Aktifitas Obat Anestesi


1.      Aktifitas Obat Anestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
a)      Mula Kerja Anestesi lokal yaitu:
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1)         pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkatdan dapat
menembus membrann sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2)         Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3)         Konsentrasi obat anestetika lokal

b)      Lama kerja Anestesi lokal, yaitu:


Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein
2)  Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3)  Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

E.     Kontra Indikasi Obat Anestesi


1.      Kontra Indikasi Anastesi Umum
     Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami
kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a.    Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar atau dosis
obat diturunkan
b.   Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah koroner
c.    Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d.   Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e.    Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang
merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan peninggian gula
darah.

2.      Kontra Indikasi Anastesi Lokal


Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
1)   Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah     diketahui. Kejadian ini
mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2)    Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
3)    Kurangnya prasarana resusitasi.
4)   Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5)   Infeksi  lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
6)   Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7)   Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8)    Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9)    Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
10)   Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk bekerja
dengan sempurna.
11)     Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
F.     Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi
1.      Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan
tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian dalam
membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat
anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat
anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju
ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat
anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a) Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru
kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan indeks kelarutan
yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah
dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek langsung
terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun kecepatan
peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada
kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan
pembagian koefisien darah; gas.

d) Aliran darah paru


Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer obat
anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan peningkatan tekanan
darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran terutama
bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang bergantung
pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.

2.      Farmakdinamik Anastesi Umum


Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan terjadi
penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan
benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak
bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik
lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah
bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan
aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang
rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan
bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran
kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik.
Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai reseptor GABA
akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas.
Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan
pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran neuronal
belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara molekul
anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik. Mekanisme ini
telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik
interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi
alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara
anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran
matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

3.      Farmakokinetik Anastesi Lokal


Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang
akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam
memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja
anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal
anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek
anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor,
dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan
sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah
ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti
prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga
diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang
karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus
intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak.
Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ
yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang
terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu
paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit
yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal
yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama
sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh
tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat
singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi
lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh,
pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari
pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini
berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1.      Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam
lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2.      Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein
akan semakin lama durasi nya.
3.      pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa
makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung
mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan
menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut
karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk
menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a)  Kadar obat dan potensinya
b)  Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c)  Pengikatan obat ke jaringan local
      d) Kecepatan metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin)  ditambah
anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
4.      Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
a.       Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan
cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai
akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka.
Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium
(sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan
ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada
otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran
dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut
saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul
potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas
satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local
terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan
hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang
melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang
dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul
lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi
mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air
yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam
air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan
masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser
atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
b.      Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas
pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan
membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran
dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil
B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu,
serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor
dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
  Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana
propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan
constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut
dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh
anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah
jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat
serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada
ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum
serabut C kecil yang tidak bermielin.
  Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti
langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris,
terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang
relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat
dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut
berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut
ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
   Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan
oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke
dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum
penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi
muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi
obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
G.    Efek Samping Obat Anestesi
1.      Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan,
enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak
mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ
(jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak
mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a)       Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).

b)       Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka
(golongan Ketamin).

c)       Depresi pada susunan saraf pusat.

d)       Nyeri tenggorokan.

e)       Sakit kepala.

f)        Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.

g)       Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.

h)       Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini juga
ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis, maka efek
keseluruhannya menjadi ringan.

i)         Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

j)        Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu
dihidratasi secukupnya.

k)       Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-bedah.

Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam
jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah
dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang
mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi
dosis.

2.      Efek Samping Anestesi Lokal


Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam
darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem organ
tubuh, yaitu:
a)    Sistem Saraf Pusat
 Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan
menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan
kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
 Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena
kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan
anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila
harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin;
seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.

b)   Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)


Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
c)   Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung
dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi
lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung,
eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan
kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula
terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d)     Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin
menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.

H.    Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi


1.   Syarat Ideal Anestesi Umum
       Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a)      Memberi induksi yang halus dan cepat.
b)      Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c)       Timbulkan keadaan amnesia
d)     Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi  bukan otot pernafasan.
e)      Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk  tempat operasi.
f)       Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama

2. Syarat Ideal Anestesi Lokal


Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a)      Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b)      Batas keamanan harus lebar
c)      Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d)     Tidak menimbulkan alergi.
e)      Harus netral dan bening.
f)       Toksisitas harus sekecil mungkin.
g)      Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h)      Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup
lama
i)        Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya
dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap
dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi umum yang ideal akan bekerja secara
tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat
anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa
ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan
atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah
anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.

B.     Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan
semoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi lokal
sehingga materi yang disampaikan dan dimengerti dalam farmakologi dapat diterima dengan
baik. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan,
tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak
tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah
Arsip Tag: anastesi umum
September 11, 2011 · 11:33 am

obat induksi general

Propofol adalah obat anestesi intravena yang paling sering digunakan saat ini. Dimulai pada
tahun 1970-an dihasilkan dari substitusi derivate phenol dengan materi hipnotik yang kemudian
menghasilkan 2,6-diisopropofol. Uji klinik yang pertama kali dilakukan, dilaporkan oleh Kay
dan Rolly tahun 1977, memberikan konfirmasi penggunaan propofol sebagai obat induksi
anestesi. Propofol tidak larut dalam air dan pada awalnya tersedia dengan nama Cremophor EL
(BASF A.G.) Dikarenakan oleh reaksi anafilaktik yang berkaitan dengan Cremophor EL pada
formulasi awal propofol, obat ini tersedia dalam bentuk emulsi. Propofol digunakan untuk
induksi dan rumatan anestesi, demikian pula untuk sedasi baik di dalam maupun di luar kamar
operasi.
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA
Propofol (Gambar 10-1) adalah salah satu dari grup alkylphenol yang dapat menimbulkan
hipnosis pada hewan. Alkylphenols berbentuk minyak pada suhu kamar, tidak larut dalam air
tetapi kelarutannya tinggi dalam lemak. Formula baru yang menyisihkan Cremophor tersusun
atas 1 % (berat/volume) propofol, minyak kedelai 10 %, glycerol 2,25 % dan 1,2 % purified egg
phosphitide. Disodium edentate ditambahkan untuk memperlambat pertumbuhan bakteri pada
emulsi. Formula ini memiliki pH 7, viskositasnya rendah, berwarna putih susu. Formulasi
berikutnya yang mengandung metabisulfite sebagai antimicrobial diperkenalkan di Amerika. Di
Eropa formula 2 % juga tersedia, dimana emulsinya mengandung campuran dari trigliserida
rantai pendek dan menengah. Semua formula yang tersedia bersifat stabil pada suhu kamar dan
tidak sensitive terhadap cahaya. Perubahan kelarutan akan sedikit menimbulkan perubahan
farmakokinetik, memecah emulsi, degradasi spontan propofol dan kemungkinan merubah efek
farmakologis.
METABOLISME
Propofol dimetabolisme secara cepat di hati dengan cara konjugasi menjadi glukoronide dan
sulfat untuk membentuk senyawa yang larut dalam air yang diekskresi ginjal. Kurang dari 1 %
propofol tidak berubah saat dieksresi melalui urine, dan 2% diekskresi melalui feses. Karena
kliren propofol melebihi aliran darah hepar, diperkirakan terjadi eliminasi ekstrahapatal atau
ekstrarenal. Paru-paru diperkirakanmemegang peranan penting dalam proses ini, dimana paru
bertanggung jawab atas kira-kira 30 % dari uptake dan eliminasi fase pertama. Pada studi invitro
diketahui juga bahwa mikrosom pada ginjal dan usus manusia mampu membentuk senyawa
propofol glukoronide. Propofol sendiri menunjukkan inhibisi cytochrome-450 yang tergantung
pada konsentrasi, yang mungkin dapat merubah metabolism obat-obat yang tergantung pada
system enzim tersebut (contohnya obat-obat opioid).
FARMAKOKINETIK
Evaluasi farmakokinetik propofol banyak dilakukan dengan interval dosis yang lebar seperti
pemberian melalui infuse kontinyu, dan dijelaskan dalam model dua atau tiga kompartemen
(lihat Tabel 10-1). Setelah injeksi bolus, kadar propofol dalam darah menurun cepat sebagai
akibat redistribusi dan eliminasi (Gbr. 10-2). Klirens propofol sangat tinggi – 1,5 sampai 2,2
L/mnt. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya kliren ini melebihi aliran darah hepar dan
terjadi metabolisme ekstahepatal. Konstanta ekuilibrium propofol berpedoman pada supresi
electroencephalogram (EEG) (yang berkorelasi kuat dengan penurunan kesadaran) adalah sekitar
0,3 per menit, dan waktu paruh ekuilibrium antara konsentrasi plasma dan efek EEG adalah 2,5
menit. Waktu untuk mencapai puncak efek adalah 90 sampai 100 detik.
Beberapa faktor dapat menjadi penyebab perubahan farmakokinetik propofol, antara lain jenis
kelamin, berat badan, umur, penyakit penyerta, dan pengobatan lain. Peningkatan kardiak output
akan menurunkan konsentrasi propofol di dalam plasma dan sebaliknya. Pada keadaan
hemorrhagic shock konsentrasi propofol meningkat sampai 20 % sampai terjadi kondisi shock
yang tidak terkompensasi, suatu point dimana terjadi penigkatan konsentrasi propofol yang
sangat cepat. Pada anak
FARMAKOLOGI
Efek pada Susunan Saraf Pusat
Sifat utama propofol adalah hipnotik. Mekanisme kerjanya masih belum jelas sepenuhnya,
namun beberapa bukti menunjukkan bahwa sebagian besar kinerja hipnosis propofol adalah
dengan potensiasi γ-aminobutiric acid (GABA)-induced chloride current, dengan berikatan pada
subunit β dari reseptor GABAA. Subunit β1 (M286), β2 (M286), β3 (M286) pada domain
transmembran merupakan area kritis aksi hipnotik propofol. Melalui mekanisme pada reseptor
GABAA di hippocampus, propofol menghambat pelepasan acethylcholine pada hippocampus
dan kortek prefrontal. Aksi ini sangat penting untuk efek sedasi propofol. Propofol disebutkan
juga menghambat reseptor glutamate subtype N-methyl-D-aspartate (NMDA) melalui
mekanisme modulasi sodium channel. Propofol juga mendepresi neuron kornu posterior medulla
spinalis melalui reseptor GABAA dan glysine.
Propofol memiliki dua efek samping yang menarik yaitu efek antiemetik dan adanya sense of
well-being setelah pemberian propofol. Efek antiemetic ini disebabkan oleh penurunan kadar
serotonin pada area postrema yang kemungkinan dikarenakan kerja propofol pada reseptor
GABA.
Onset hipnosis propofol sangat cepat (one arm-brain circulation) setelah pemberian dengan dosis
2,5 mg/kg, dengan efek puncak terlihat setelah 90 -i 100 detik. Median dosis efektif (ED50)
propofol untuk hilangnya kesadaran adalah 1 – 1,5 mg/kg setelah pemberian bolus. Durasi
hipnosis tergantung pada dosis (dose dependent) kira-kira 5 – 10 menit setelah pemberian 2 – 2,5
mg/kg. Usia mempengaruhi dosis induksi, dimana dosis tertinggi adalah pada usia lebih muda
dari 2 tahun (ED95 pada 2,88 mg/kg) dan menurun dengan bertambahnya usia. Efek
pertambahan usia pada penurunan konsentrasi propofol yang dibutuhkan untuk terjadinya
penurunan kesadaran ditunjukkan pada Gambar 10-4.
Beberapa penelitian menyebutkan propofol dapat digunakan untuk penanganan kejang epilepsy
dengan dosis 2 mk/kg. Demikian pula propofol dapat digunakan dalam pengobatan chronic
refractory headache dengan pemberian 20 – 30 mg setiap 3 – 4 menit (maksimal 400 mg).
Propofol dapat menurunkan tekanan intracranial (TIK) pada pasien dengan TIK normal maupun
meningkat. Pada pasien dengan TIK normal terjadi penurunan TIK (30 %) yang berhubungan
dengan penurunan sedikit tekanan perfusi serebral (10 %). Pemberian fentanyl dosis rendah
bersama dengan propofol dosis suplemen mencegah kenaikan TIK pada intubasi endotrakeal.
Pada pasien dengan peningkatan TIK, penurunan TIK (50 %) berkaitan dengan penurunan yang
bermakna pada tekanan perfusi serebral.
Efek pada Sistem Respiratorik
Periode apnea terjadi setelah pemberian propofol dengan dosis induksi, durasi dan insidensinya
tergantung dari dosis pemberian, kecepatan induksi dan pemberian premedikasi. Dosis induksi
propofol menyebabkan 25 – 30 % insiden apnea. Durasi apnea bias lebih dari 30 detik, dimana
kejadian ini bias disebabkan pemberian opioid, baik sebagai premedikasi maupun pemberian
sebalum induksi. Onset apnea terlihat dari penurunan volume tidal dan takipnea.
Propofol menyebabkan bronkodilatasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik.
Efek pada Sistem Kardiovaskuler
Efek kardiovaskular propofol telah dievaluasi baik pada saat induksi maupun rumatan (Tabel 10-
2). Efek yang paling bermakna adalah penurunan tekanan darah arterial selama induksi anestesi.
Pada pasien dengan tanpa gangguan kardiovaskuler, induksi dengan dosis 2 – 2,5 mg/kg
menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25 – 40 %. Perubahan yang sama terlihat
pada tekanan darah rata-rata dan tekana diastolik. Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan
penurunan kardiak output/kardiak index (≈ 15 %), stroke volume index (≈ 20 %) dan tahanan
vaskuler sistemik ( 15 – 25 %). Index kerja ventrikel kiri juga berkurang ((≈ 30 %). Pada pasien
dengan kelainan katup, tekanan arteri pulmonal dan tekanan kapiler pulmonal juga berkurang,
dan hal ini disebutkan karena adanya penurunan preload dan afterload. Penurunan tekanan
sistemik setelah induksi propofol dapat disebabkan oleh vasodilatasi dan kemungkinan juga oleh
depresi miokard.
Mekanisme lain yang diperkirakan dapat menyebabkan penurunan kardiak output adalah aksi
propofol pada sympathetic drive jantung. Propofol dengan konsentrasi tinggi (10 µg/mL)
mengurangi efek inotropik dari stimulasi α- bukan β-adrenoreseptor dan meningkatkan efek
lusitropik (relaksasi) dari stimulasi β. Secara klinis, efek depresi miokardial dan vasodilatasi
kelihatannya tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma.
Frekuensi denyut jantung tidak mengalami perubahan yang signifikan setelah pemberian
propofol dosis induksi. Diperkirakan propofol mereset atau menghambat baroreflek, mengurangi
respon takikardi pada hipotensi. Propofol menurunkan tonus parasimpatis jantung sesuai dengan
derajat sedasi yang timbul.
Pada pemeliharaan anestesi dengan propofol denyut jantung dapat meningkat, menurun atau
tidak berubah. Pemberian infus propofol menunjukkan penurunan signifikan pada aliran darah
miokard dan konsumsi oksigen, suatu hal yang dapat menjaga rasio suplai dan kebutuhan
oksigen miokard secara umum. Propofol mengurangi disfungsi mekanik, menurunkan cedera
jaringan, memperbaiki aliran koroner dan menurunkan metabolic dearrangement.
Efek lain
Propofol, seperti thiopental, tidak mempotensiasi blok neuromuscular yang disebabkan oleh obat
blok neuromuscular depolarisasi dan non-depolarisasi.
Propofol tidak memicu hiperpireksi maligna dan mungkin merupakan pilihan pada pasien
dengan kondisi tersebut.
Pada pasien dengan multipel alergi, propofol harus digunakan dengan berhati-hati.
Propofol juga memiliki efek antiemetic yang bermakna pada dosis rendah (subhipnotik).
Propofol digunakan untuk mengatasi rasa mual post operasi dengan dosis bolus 10 mg.
PENGGUNAAN
Induksi dan Pemeliharaan Anestesi
Propofol sesuai bila digunakan untuk induksi maupun pemeliharaan anestesi dan telah disetujui
untuk digunakan pada anestesi neurologik dan cardiak (tabel 10-3). Dosis induksi bervariasi
mulai dari 1,0 sampai 2,5 mg/kg dan ED95 pada pasien dewasa yang tidak dipremedikasi adalah
2,25 – 2,5 mg/kg. Karakteristik fisiologis yang menjadi penentu dosis induksi adalah umur,
massa tubuh dan volume darah sentral. Premedikasi dengan opioid atau benzodiazepin, atau
keduanya, akan mengurangi dosis induksi. Dosis 1 mg/kg (dengan premedikasi) sampai 1,75
mg/kg (tanpa premedikasi) direkomendasikan untuk induksi anestesi pada pasien lebih tua dari
60 tahun (lihat juga bab 62). Untuk mencegah hipotensi pada pasien dengan penyakit lebih berat
atau mereka yang akan menjalani operasi bedah jantung, pemberian loading cairan harus
diberikan, dan propofol harus diberikan dalam dosis kecil (10 – 30 dengan infus) sampai pasien
kehilangan kesadaran.
ED 95 (2,0 – 3,0 mg/kg) untuk induksi pada anak meningkat, terutama karena disebabkan
perbedaan farmakokinetik.
Saat digunakan sebagai induksi anestesi, propofol menunjukkan pemulihan serta kembalinya
fungsi motorik yang lebih cepat secara signifikan dibandingkan dengan thiopental atau
methohexital. Kejadian mual dan muntah pada propofol juga lebih rendah, mungkin disebabkan
efek antimuntahnya.
Propofol dapat diberikan secara bolus intermitten atau infus kontinyu untuk pemeliharaan
anestesi. Setelah pemberian dosis induksi yang sesuai, bolus 10 – 40 mg dibutuhkan setiap 5
menit untuk pemeliharaan. Karena pemberian ini harus dilakukan berulang, akan lebih mudah
bila diberikan dengan infus kontinyu.
Berbagai metode infus kontinyu telah banyak digunakan untuk mencapai konsentrasi plasma
yang adekuat. Kecepatan infus tergantung pada kebutuhan masing-masing individu dan stimulus
pembedahan. Bila dikombinasikan dengan propofol, midazolam, clonidine, morphine, fentanyl,
sulfentanil, alfentanil atau ramifentanil mengurangi kecepatan dan konsentrasi infus (lihat juga
bab 12)
Bertambahnya usia berhubungan dengan penurunan kebutuhan terhadap propofol, sedangkan
pada anak dan bayi kebutuhan ini meningkat.
Untuk operasi singkat (< 1 jam) pada permukaan bagian tubuh, keuntungan akan pemulihan yang
cepat dan berkurangnya mual – muntah masih terbukti pada penggunaan propofol. Bila
digunakan pada operasi yang lebih lama, kecepatan pemulihan dan kjadian mual – muntah
propofol hampir sama dengan penggunaan thiopental/isoflurane.
Sedasi
Propofol telah dievaluasi untuk penggunaan sebagai sedasi selama pembedahan dan pada pasien
yang menggunakan ventilasi mekanik di ICU. Propofol dengan infuse kontinyu memberikan
tinkatan sedasi yang dapat dititrasi dan pemulihan yang singkat setiap kali infuse dihentikan.
EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI
Induksi anestesi dengan propofol dikaitkan denganKONTRAINDIKASI
Induksi anestesi dengan propofol dikaitkan dengan beberapa efek samping, termasuk nyeri saat
injeksi, myklonus, apneu, penurunan tekanan darah arterial dan jarang , trombophlebitis pada
vena lokasi injeksi propofol. Nyeri dapat direduksi dengan pemilihan vena yang besar,
mengindari vena di dorsum manus, dan menambahkan lidokain pada larutan propofol. Apneu
pada pemberian propofol sering terjadi dan hampir sama dengan pemberian thiopental dan
methohexital; namun propofol menyebabkan kejadian yang lebih sering dan periode apneu lebih
dari 30 menit. Pemberian opioid meningkatkan insidensi apneu khususnya apneu yang prolong.
Efek samping yang paling signifikah. n adalah penurunan tekanan darah sistemik. Penambahan
opioid sebelum induksi cenderung menambah penurunan tekanan darah. Mungkin pemberian
dengan dosisi lebih kecil dan cara pemberian pelan serta rehidrasi yang adekuat akan mengatasi
penurunan tekanan darah. Berlawanan dengan hal tersebut, efek laringoskopy dan intubasi
endotrakeal dan peningkatan MAP, denyut nadi dan tahanan vascular sistemik kurang signifikan
pada propofol jika dibandingkan dengan thiopental.
Propofol infusion syndrome jarang terjadi namun letal, dikaitkan dengan infuse propofal 5
mg/kg/jam atau lebih dari 48 jam atau lebih. Gejala klinik berupa kardiomiopati dengan gagal
jantung akut, asidosis metabolic, miopati skeletal, hiperkalemia, hepatomegali dan lipemia. Bukti
yang ada menunjukkan kemungkinan sindrom ini disebabkan kegagalan metabolism asam lemak
bebas yang disebabkan inhibaisi masuknya asam lemak bebas ke mitokondria dan gangguan
rantai respirasi mitokondria.

Tinggalkan komentar

Anda mungkin juga menyukai