Anastesi umum
Adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat
irreversible
1. Hipnotik
2. Analgesi
1. Parenteral
1. Perektal
1. Perinhalasi
FAKTOR-FAKTOR
• Jantung
• Hepar obat hepatotoksik, dosis dikurangi
• Dll
JALAN NAFAS
PADA ANESTESI UMUM
• Stridor
• Sianosis
1. Posisi kepala dibuat hiperekstensi, mandibula didorong ke atas, mulut sedikit terbuka
2. Suction daerah mulut & jalan nafas
3. Pasang pipa orofaring atau pipa nasofaring
4. Intubasi trakea
5. Krikotirotomi
6. trakeostomi
YANG DIMONITOR
• Suhu
• Kardiovaskuler
• Nadi
• EKG
• Perdarahan
• respirasi
OBAT BIUS LOKAL/ANESTESI LOKAL
Obat bius lokal/anestesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang
menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang
cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf.
Obat bius lokal bekerja merintangi secara bolak-balik penerusan impuls-impuls saraf ke
Susunan Saraf Pusat (SSP) dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri,
gatal-gatal, rasa panas atau rasa dingin.
Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama
di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana
terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang
penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot.
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan
amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai
prototip.
3. Lainnya
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil dimana
anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit
luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu
proses penyembuhan luka.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan
jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada
pencabutan gigi).
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik
dan terapi.
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang
dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut
bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui tempat yang
berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus skralis.
Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardiodepresifnya
(menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan penapasan dan sirkulasi darah. Anestesi
lokal dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi.
Ada anggapan bahwa obat bius lokal dianalogikan dengan obat "doping" sehingga dilarang
seperti kokain yang merupakan obat doping yang merangsang. Kokain adalah anestetik lokal
yang pertama kali ditemukan. Saat ini, penggunaan kokain sangat dibatasi utuk pemakaian
topikal khususnya untuk anestesi saluran napas atas.
Di apotik online medicastore anda dapat mencari obat bius lokal /anestesi lokal yang telah
diresepkan dokter anda secara mudah dengan mengetikkan di search engine medicastore.
Sehingga anda dapat mencari dan beli obat bius lokal /anestesi lokal sesuai dengan kebutuhan
anda.
Penilaian dan Persiapan
Pra-anestesi
dr. Iftahuddin, Sp.An, M.Kes
RSUD DATUBERU
TAKENGON
Anamnesis
Riwayat pernah anestesi (alergi, mual, nyeri otot, gatal-gatal, sesak napas)
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisis
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang tidak
mengganggu kebugaran fisik
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
Masukan Oral
Puasa:
Premedikasi
Tujuan
–
Obat-obatan
Premedikasi
Induksi
Induksi Anestesi
Dilakukan:
– Hati-hati
– Lembut
– Terkendali
Induksi ;
Induksi inhalasi
Halotan 0.5 vol% dinaikkan tiap 3-5 kali tarikan napas 0.5% hingga konsentrasi
Umumnya dilakukan pada anak yang belum terpasang jalur vena
Enfluran dan isofluran tidak disukai pasien dan perlu waktu lama
Induksi intravena
Midazolam 0.05-0.1 mg/kg + ketamin 20-60 mcg/kg untuk kasus kurang baik
Dilakukan pada pasien kooperatif atau pasien yang sudah terpasang jalur vena
Induksi intramuskuler
Rumatan Anestesi
Intubasi Endotrakeal
Laringoskop alat yang digunakan untuk melihat laring
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan
maksimal menurut MALLAMPATI dibagi menjadi 4 gradasi:
Grade 1 : Tampak pilar faring, palatum molle dan uvula
Indikasi Intubasi
Teknik Intubasi
Kesulitan Intubasi
1. Leher pendek
2. Mandibula menonjol
3. Maksilla gigi depan menonjol
4. Uvula tak terlihat
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak vertebra servikal terbatas
Komplikasi Intubasi
Selama Intubasi
Aspirasi
Setelah Intubasi
Aspirasi
Ekstubasi
1. Ekstubasi dilakukan umumnya pada saat anestesi sudah dangkal dengan catatan tak
akan terjadi spasme laring
2. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut, laring, faring dari sekret dan cairan lainnya
Syarat Ideal Anastesi Umum dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat
1. Pdf syarat ideal dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat download klik
disini:http://www.ziddu.com/finished.php?
uid=hdodcelbkbmcef&fname=PDF1.pdf&sub=done&lan=english
Youtube syarat ideal dan Cara kerja dan titik tangkap kerja obat download klik
disini:http://www.youtube.com/watch?v=uNuR_PWJh1s&feature=related
`
b) Titik tangkap kerja obat ( Kontra indikasi obat)
Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan
pemaiakaian obat)
Hepar obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap hepar/dosis obat
diturunkan
Jantung obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner
Ginjal obat yg diekskresi di ginjal
Paru obat yg merangsang sekresi Paru
Endokrin hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang
merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias menyebabkan
peninggian gula darah
Komplikasi
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan
anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia
sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera
ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).
1. Komplikasi Kardiovasklar
a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan
anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung, karena jantung
akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl
iskemia atau infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan
dengan menambah dosis anestetika.
c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf
simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin
d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.
2. Penyulit Respirasi
a) Obstruksi jalan nafas
b) Batuk
c) Cekukan (Hiccup)
d) Intubasi endobronkial
e) Apnu (Henti Nafas)
f) Atelektasis
g) Pnemotoraks
h) Muntah dan Regurgitas
3. Komplikasi Mata
a) Laserasi Kornea
b) Menekan bola mata terlalu kuat
5. Komplikasi Neurologi
a) KonvulsiTerlambat sadar
b) Cidera saraf tepi (perifer)
6. Komplikasi Lain-Lain
a) Menggihil
b) Gelisah setelah anestesi
c) Mimpi buruk
d) Sadar selama operasi
e) Kenaiakn suhu tubuh
f) Hipersensitif
Definisi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran,
analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
Sejarah Anestesi
Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia
kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol,
Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali
disintesis Valerius Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan
bernama W.G. Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730.
Sebelum penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun [[1777], dan
berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam
menghilangkan rasa sakit.
Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-
mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini
membuat orang tertawa dan lupa segalanya.
Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran
sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen
dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya.
Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di
Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya
diteruskan William Thomas Green Morton.
Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun
1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada
usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian
mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan
kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan
biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan
kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu
serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit.
Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang
dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang
ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter
sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.
Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun
1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum
Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau
disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat
seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur.
Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga
operasi selesai tanpa hambatan berarti.
Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton
berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran.
Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang
pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia
kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia
dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu.
Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi
telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten
anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.
Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat
anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W.
Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum
Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah mengunakan eter di setiap operasi
bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya.
Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala,
dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.
Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat
anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan
uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah
mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November
12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang
telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat
keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.
Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis
anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-
waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.Empat rangkaian
kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
Ø Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi.
Ø Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung lama
Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan pemaiakaian obat)
Ø Endokrin è hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang
merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias menyebabkan
peninggian gula darah
Komplikasi
Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi sudah
dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau kondisi
pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan
setelah pembedahan (lebih dari 12jam).
1. Komplikasi Kardiovasklar
a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.
b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit
jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang
meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau infark miokard. Namun bila
hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah dosis anestetika.
c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf
simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan
atropin
2. Penyulit Respirasi
b) Batuk
c) Cekukan (Hiccup)
d) Intubasi endobronkial
f) Atelektasis
g) Pnemotoraks
3. Komplikasi Mata
a) Laserasi Kornea
b) Hipervolemia
5. Komplikasi Neurologi
a) KonvulsiTerlambat sadar
6. Komplikasi Lain-Lain
a) Menggihil
c) Mimpi buruk
f) Hipersensitif
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan 1. Obat Anestetika
gas
1. Anestetik gas
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan operasi
ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat
meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar.
Contoh :
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat
daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan
penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi
20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu
kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada
waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O
digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain.
1.2 Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada
udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena
itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga
menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume,
tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4
dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat
menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang
timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot
cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi
pada anesthesia dengan siklopropan.
Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau
sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan
dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme
atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh
siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan
hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan
delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan
diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk
mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi
siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20%
oksigen.
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan
pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam
lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat
terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi
dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk
mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang
kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya eter
(dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, trikloretilen
dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga
penderita dapat memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar dalam
darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.
Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan
neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh
neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin,
streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi
dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salvias akan
dihambat dan terjadi depresi nafas.
Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu,
keringat dan difusi melalui kulit utuh.
Efluran merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati stadium
induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat bila penderita menahan
nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu
menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi
kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dengan kadar kadar
rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak mempengaruhi system kardiovaskuler,
meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan
sensitisasi jantung terhadap ketekolamin yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran
membahayakan penderita penyakit ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat
menyebabkan kejang tonik-klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan tanpa gejala
sisa dengan mengganti obat anestesi, melakukan anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan
ventilasi semenit untuk mengurangi hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam
berumur kurang dari 3 tahun.
Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan efluran,
tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara
yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi
preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O
dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil
sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi
nadi dan takikardi adihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10
mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan
volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak
terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak
pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja,
magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium
dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek
analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu
10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal
untuk anestesi adalah 0,76% volume.
Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak,
tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut
dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan
anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus,
tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma.
Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform,
siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak
diberikan pada penderita kelainan hati.
Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai
titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan
sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya.
Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia
dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya
digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda
digunakan juga sebagai anestetik local dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku.
Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel
dan melambatnya penyembuhan.
Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform,
tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena
trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka
yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan
N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan
N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi
pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari
berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4
ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak
digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3
ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk
mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan
pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal
sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena
secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml
larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara
intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan
secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
Ketamin merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.
Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya
sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot
lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah,
frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap
normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa.
Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama
dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60
detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis
ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium
operasi terjadi dalam 12-25 menit.
Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan
analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena
(1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis
penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang
dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi
umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat,
tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat
neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal
pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada
penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek
anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama.
Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan
obat anestesi local.
Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak
berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama
fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan
tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn
aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini
mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik
yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi
preanestetik seperti meperidin.
Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada
suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2
mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi
jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi
efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran
darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
Narkotik Analgetika:
Narkotik : morfin, dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk mengurangi
kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan susunan syaraf
pusat. Bila rasa nyeri telah ada sejak sebelm tindakan bedah merpakan obat pilihan. Memberikan
pemeliharaan anastesia yang mulus, bila memakai premedikasi morfin pada penggunaan anestetika
lemah. Kerugiaan penggnaan morfim, pulih pasca bedah lebih lama. Penyempitan bronks dapat
timbul pada paasien asma. Mual dan muntah pasca bedah ada.
Pethidin : dosis 1mg/kg bb dewasa, sering digunakan sebagai premedikasi seperti morfin dan
menekan tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.
Barbiturat : Pentobartital dan sekobarbital sering digunakan untuk menimbulkan sedasi dan
menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intra
muscular, pada dewasa dosis 100-200mg dan pada bayi dan anak-anak dosis 2mg/kg bb. Yang
mudah didapat Phenobarbital. Obat ini mempunyai kerja depresan yang lemah terhadap pernafasan
dan sirklasi serta jarang menyebabakan mual dan muntah. Pasien yang mendapat barbiturate
sebagai premedikasi biasanya bangun lebih cepat daripada bila menggunakan narkotika.
Tranquilizer : bermacam-macam enis turunan fenotiasin dan penenang yang digunakan sebagai
premedikasi. Obat-obat ini digunakan oleh karena kera sedative, anti arrytmia, antihistamin, dan
kerja antiemetik, kadang-kadang kombinasi dengan barbiturate atau narkotika. Kombinasi ini
memberikan sedasi yang kuat. Contoh: phenergan 25 mg untuk dewasa.
Antikolinergik : penggunaan hiosin dan atropine efektif sebagai anti mual dan muntah, tetapi bila
hiosin dikombinasikan dengan morfin atau papaveratum menambah sedasi sementara atropine
cenderung menambah kecemasan. Pemberian suntikan atropine secara rutin telah dikeritik oleh
Holt (1962) dan semakin lusnya penggunaan anestetika yang merangsang. Tetapi masih digunakan
untuk mengurangi bradikardi selama anesthesia.
Teori Membran
Kerja dr anastetika umum atas dasar perubahan struktur molekul membran. Tak ada
reseptor spesifik, tak ada antagonis yg bekerja scr langsung.
Ok perubahan sturktur membran, mk membran syasaf tak dpt cpt merubah konfigurasi
protein unt transmisi rangsang (impuls) syarafà perpindahan ion, pelepasn neuro transmiter
dg reseptor.
Teori Neurofisiologis
Timbulnya teori ini ok teori membran tak dpt jelaskan perubahan selektif kesadaran,
persepsi nyeri, dan relaksasi otot.
Teori ini bcr ttrg titik tangkap kerja di ssp dan jalur syaraf yg dipengruhi nu.
Mecencephalic reticular prn menerima rangsang sensorik non spesifik jg pussat pengatur
kesiagaan dan kesadaran. If RAS dihambat mk pengaruh ke sistim limbik dan struktur
kortikal menurun hingga ilang kesadaran
Formasi Retikuler penting dlm pengaruhi nu wlo neuron berikan respon berbeda.
Barbiturat, eter n halotan, aktifitas spontan dihambat, efluran dan siklopropan
meningkatkan aktifitas sedangkan ketamin merubah pola rangsang (firing) All nu ngeblok
respon neuron thd rangsang sensorik
Teori Lipid
Hubungan antara kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anesthesia. Makin
larut anestetik dalam lemak, makin kuat sifat anestetiknya.
Teori Koloid
Pemberian zat anestetik terjadi penggumpalan sel koloid yang menimbulkan anesthesia
yang bersifat reversible diikuti dengan proses pemulihan.
- Std 1 yg dpt dilakukan pembedahan ringan spt cabut gigi, biopsi dan partus.
- Tanda2: exitasi, gerakan yg tak nurut kehendak, tertawa, teriak, nangis, nyanyi, nafas tak
teratur, kadang apne dan hiperapne, tonus m skeletal meningkat, inkontinensia urin,
muntah, midrasi, hipertensi, takikardi. Hal ini bs terjadi ok hambatan pd pusat hambatan
- Tanda-tanda : nafas teratur (st 2 tak teratur),reflek kelopak mata dan conjungtiva hilang,
tangan dpt jatuh bebas tanpa tahana, gerakan bola mata mrpk tanda awal std 3.
- Ada 4 plane :
a) P1: nafas teratur juga ant dada dan perut seimbang, spontan, gerakan bola mata yg tak
turut kehendak, miosis, relaxasi m bergaris -
c) P3 nafas perut > dada, ok m interkos tal paralisis, relaxasi m sempurna, pupil > lebar P2 tp
blm sempurna.
d) P4 nafas prt sempurna ok m interkosta, td pupil >> , refleks thd cahaya hilang.. deep
nafas, dan pupil lebar.
- Nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung stop
meninggal.
I.Parenteral
Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular biasanya
digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk indikasi anesthesia.
Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi dan pemulihan, sedikit
komplikasi pasca anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka sangat lemah.
Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin, droperidol dan fentanil. Kecuali untuk
kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya
dikombinasi dengan obat anestetika lain.
II.Perektal
Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi
anesthesia atau tindakan singkat.
Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang
dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut
tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia, zat
anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia yang
adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-beda dalam hal potensi,
keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka.
Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan
otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan, fluotan, metoksifluran,
etilklorida, trikloretilen dan fluroksen)
Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi kekuatan
manapun kecepatan anastesia.
DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989. Anestesiologi. Jakarta : CV. Info Medika
Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian
Farmakologi F K U I. Jakarta
Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic Clinical Pharmacology). Alih Bahasa:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Salemba Medika
Anastesi Umum
Definisi
Anastetika umum yaitu obat yang dapat menimbulkan anestesia atau narkosa (Yun.an = tanpa,aisthesis
= perasaan)yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifat reversibel dari pusat SSP, diman seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga mirip pingsan.
Anestetika digunakan dalam pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan, serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Untuk pembedaham umumnya digunakan kombinasi
hiptonika, analgetik dan relaksansia otot.
Istilah narkotikum yang dahulu digunakan untuk anastetika umum, sekarang sudah ditinggalkan karena
dapat menimbulkan kekeliruan dengan istilah hukum ‘narcotic drug’ ( = obat narkotik, dahulu disebut
obat bius).
Klasifikasi
Berdasarkan cara penggunaannya, anastesi umum dibagi dalam dua kelompok, yakni :
1. Anastesi Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran.
Obat – obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan. Keuntungannya adalah resorpsi yang
cepat melalui paru – paaru, seperti juga ekskresinyamelalui gelembung paru (alveoli) dan biasanya
dalam keadan utuh. Pemberiannya mudah dipantau dan bila parlu setip waktu dapat dihentikan. Obat
ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.
Dewasa ini, senyawa kuno eter,kloroform,trikloretilen, dan siklopropan praktis tidak digunakan lagi
karene efek sampingnya.
2. Anastesi intravena : tiopetal, diazepam dan midazolam, ketamin dan propofol.
Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan supposutoria secara rektal, tetapi resorpsinya kurang
teratur. Obat – obat ini terutama digunakan untuk mendahului ( induksi ) anastesi total, atau
memeliharanya, juga sebagai anastesi pada pembedahan singkat.
Mekanisme Kerja
Sebagai anastesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing – masing sangat
berbeda dalam kecepatan induksi, reaksi, melemaskan otot, maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk
mendapatkan reaksi secepat- cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi ,
yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara kesimbangan antara penberian dan
perngeluaran ( ekshalasi ). Keuntungan anastesi-inhalasi dibandingkan dengan anstesi-intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat dalam mengubah kedalaman anastesi dangan mengurangi
konsentrasi gas/uap yang diinhalasi.
Kebanyakan anastetika umum tidak dimetabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara
kimiawidengan zat-zat faali. Oleh karena itu, teori yang mencoba menerangkan khasiatnya didasarkan
atas sifat fisiknya, misalnya tekanan parsial dalam udara yang diinhalasi, daya difusi dan kelarutannya
dalam air, darah dan lemak. Semakin besar kelarutan suatu zat dalam lemak, semakin cepat difusinya di
jaringan lemak dan semakin cepat tercapainya kadar yang diinginkan dalam SSP.
Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein
SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi
transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
Tahapan anestesia
1. Stadium 1 (analgesia)
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
-Eksitasi dan gerakan tidak menurut kehendak: tertawa, takikardi, muntah dll
- Pernapasan teratur
- Refleks kepala digerakkan ke kanan & kiri dengan bebas, juga tangan
-Obat yang digunakan : analgesik narkotik, sedatif barbiturat & non barbi-turat, antikolinergik,
penenang.
Analgesik narkotik
-Morfin dosis 8-10 mg i.m kurangi kecemasan & ketegangan pasien terhadap operasi, mengurangi rasa
sakit, menghindari takipnea.
Barbiturat
-menimbulkan sedasi
-Pentobarbital , sekobarbital
-Keuntungan : tidak memperpanjang masa pemulihan, jarang mual & muntah, sedikit menghambat
pernapasan
-Jarang digunakan
-Kloralhidrat
Antikolinergik
-Atropin 0,4-0,6 mg i.v , skopolamin (jarang digunakan) untuk mancegah hipersekresi kelenjar ludah dan
bronkus
- Derivat fenotiazin mamberi efek sedasi, anti aritmia, antihistamin, anti emetik
-Trifluoperazin, prometazine
Farmakokinetik
- Dipengaruhi olah tekanan parsial zat anestetik dalam otak
-Untuk mampercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi dari pada tekanan parsial
yang diharapkan di jaringan
2. Ventilasi paru
- Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darah
-Jarungan yang punya aliran darah cepat, keseimbangan tekanan parsial lebih mudah tercapai
anestetik gas lebih mudah berpindah.
Penggolongan
-N2O :* gas tidak berwarna, tidak berbau, lebih berat dari pada udara, dikombinasi dg O 2
- Bentuk cair pada suhu kamar, anestetik kuat pada konsentrasi rendah, mudah larut
dalam lemak,darah, jaringan keseimbangan lambat dan induksi lama perlu konsentrasi tinggi
- Halothane
* menghambat langsung otot jantung & pembuluh darah , turunkan akvitas saraf simpatis
* vasodilatasi pembuluh darah otak (+) otot lurik menyebabkan tekanan intra kranial meningkat
* bradikdi (+)
-Enfluran
Sekresi kelenjar saliva dan bronkus sedikit meningkat sehingga tidak perlu atropin
ESO : menggigil ok hipotermi, gelisah, delirium, depresi napas, kelainan ringan fgs hati.
Isofluran (Forane)
Hiperventilasi TIK
maintenance : 0,5%-3%
Barbiturat
Ketamin
Diazepam
Efek samping
Hampir semua obat anastetik umum mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting
adalah :
- Menekan pernapasan yang pada anastesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran, dan
isofluran. Efek ini paling ringan pada N20 dan eter.
- Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran, dan isofluran. Eek ini juga
ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang SS simpatis, maka efek keseluruhannya
manjadi ringan.
-Oliguri (reversible) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi
secukupnya.
- Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca bedah.
-Cara sama no 1, tetapi digunakan masker untuk menguurangi terbuangnya zat anestetik
-Udara dihisap bersama O2 murni, dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestesi dapat
ditentukan
4. Closed method
Daftar pustaka :
Tjay, Tan Hoon dan Kirana, Raharja.2002.Obat-obat Penting,Khasiat,Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya.Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gremedia.
Tambayong, dr. Jan, 2001. Farmakologi Untuk Keperawatan. Widya Medika : Jakarta.
Purwanto, SL. 1992. DOI. Grafidian Jaya : Jakarta.
Kee, Joyce L dan Evelyn Hayes R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. ECG : Jakarta.
Neal, M.J, 2005. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Ke Lima. Erlangga : Jakarta.
Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, salemba medika : Jakarta.
Anastesi Umum
Definisi
Anastetika umum yaitu obat yang dapat menimbulkan anestesia atau narkosa (Yun.an = tanpa,aisthesis
= perasaan)yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifat reversibel dari pusat SSP, diman seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga mirip pingsan.
Anestetika digunakan dalam pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan, serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Untuk pembedaham umumnya digunakan kombinasi
hiptonika, analgetik dan relaksansia otot.
Istilah narkotikum yang dahulu digunakan untuk anastetika umum, sekarang sudah ditinggalkan karena
dapat menimbulkan kekeliruan dengan istilah hukum ‘narcotic drug’ ( = obat narkotik, dahulu disebut
obat bius).
Klasifikasi
Berdasarkan cara penggunaannya, anastesi umum dibagi dalam dua kelompok, yakni :
1. Anastesi Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, dan sevofluran.
Obat – obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan. Keuntungannya adalah resorpsi yang
cepat melalui paru – paaru, seperti juga ekskresinyamelalui gelembung paru (alveoli) dan biasanya
dalam keadan utuh. Pemberiannya mudah dipantau dan bila parlu setip waktu dapat dihentikan. Obat
ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.
Dewasa ini, senyawa kuno eter,kloroform,trikloretilen, dan siklopropan praktis tidak digunakan lagi
karene efek sampingnya.
2. Anastesi intravena : tiopetal, diazepam dan midazolam, ketamin dan propofol.
Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan supposutoria secara rektal, tetapi resorpsinya kurang
teratur. Obat – obat ini terutama digunakan untuk mendahului ( induksi ) anastesi total, atau
memeliharanya, juga sebagai anastesi pada pembedahan singkat.
Mekanisme Kerja
Sebagai anastesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing – masing sangat
berbeda dalam kecepatan induksi, reaksi, melemaskan otot, maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk
mendapatkan reaksi secepat- cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi ,
yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara kesimbangan antara penberian dan
perngeluaran ( ekshalasi ). Keuntungan anastesi-inhalasi dibandingkan dengan anstesi-intravena adalah
kemungkinan untuk dapat lebih cepat dalam mengubah kedalaman anastesi dangan mengurangi
konsentrasi gas/uap yang diinhalasi.
Kebanyakan anastetika umum tidak dimetabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara
kimiawidengan zat-zat faali. Oleh karena itu, teori yang mencoba menerangkan khasiatnya didasarkan
atas sifat fisiknya, misalnya tekanan parsial dalam udara yang diinhalasi, daya difusi dan kelarutannya
dalam air, darah dan lemak. Semakin besar kelarutan suatu zat dalam lemak, semakin cepat difusinya di
jaringan lemak dan semakin cepat tercapainya kadar yang diinginkan dalam SSP.
Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein
SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi
transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
Tahapan anestesia
1. Stadium 1 (analgesia)
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
-Eksitasi dan gerakan tidak menurut kehendak: tertawa, takikardi, muntah dll
- Pernapasan teratur
- Refleks kepala digerakkan ke kanan & kiri dengan bebas, juga tangan
Premedikasi
-Obat yang digunakan : analgesik narkotik, sedatif barbiturat & non barbi-turat, antikolinergik,
penenang.
Analgesik narkotik
-Morfin dosis 8-10 mg i.m kurangi kecemasan & ketegangan pasien terhadap operasi, mengurangi rasa
sakit, menghindari takipnea.
Barbiturat
-menimbulkan sedasi
-Pentobarbital , sekobarbital
-Keuntungan : tidak memperpanjang masa pemulihan, jarang mual & muntah, sedikit menghambat
pernapasan
-Jarang digunakan
-Kloralhidrat
Antikolinergik
-Atropin 0,4-0,6 mg i.v , skopolamin (jarang digunakan) untuk mancegah hipersekresi kelenjar ludah dan
bronkus
- Derivat fenotiazin mamberi efek sedasi, anti aritmia, antihistamin, anti emetik
-Trifluoperazin, prometazine
Farmakokinetik
- Dipengaruhi olah tekanan parsial zat anestetik dalam otak
-Untuk mampercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi dari pada tekanan parsial
yang diharapkan di jaringan
2. Ventilasi paru
- Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darah
-Jarungan yang punya aliran darah cepat, keseimbangan tekanan parsial lebih mudah tercapai
anestetik gas lebih mudah berpindah.
Penggolongan
Berdasarkan bentuk fisik :
1. Anestetik gas
-N2O :* gas tidak berwarna, tidak berbau, lebih berat dari pada udara, dikombinasi dg O 2
- Bentuk cair pada suhu kamar, anestetik kuat pada konsentrasi rendah, mudah larut
dalam lemak,darah, jaringan keseimbangan lambat dan induksi lama perlu konsentrasi tinggi
- Halothane
* menghambat langsung otot jantung & pembuluh darah , turunkan akvitas saraf simpatis
* vasodilatasi pembuluh darah otak (+) otot lurik menyebabkan tekanan intra kranial meningkat
* bradikdi (+)
-Enfluran
Sekresi kelenjar saliva dan bronkus sedikit meningkat sehingga tidak perlu atropin
Kadar tinggi, menyebabkan depresi kardiovaskular & stimulasi SSP, harus di
ESO : menggigil ok hipotermi, gelisah, delirium, depresi napas, kelainan ringan fgs hati.
Isofluran (Forane)
Hiperventilasi TIK
maintenance : 0,5%-3%
Barbiturat
Ketamin
Diazepam
Efek samping
Hampir semua obat anastetik umum mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting
adalah :
- Menekan pernapasan yang pada anastesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran, dan
isofluran. Efek ini paling ringan pada N20 dan eter.
- Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran, dan isofluran. Eek ini juga
ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang SS simpatis, maka efek keseluruhannya
manjadi ringan.
-Oliguri (reversible) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi
secukupnya.
- Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca bedah.
-Cara sama no 1, tetapi digunakan masker untuk menguurangi terbuangnya zat anestetik
-Udara dihisap bersama O2 murni, dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestesi dapat
ditentukan
4. Closed method
Daftar pustaka :
Tjay, Tan Hoon dan Kirana, Raharja.2002.Obat-obat Penting,Khasiat,Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya.Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gremedia.
Tambayong, dr. Jan, 2001. Farmakologi Untuk Keperawatan. Widya Medika : Jakarta.
Purwanto, SL. 1992. DOI. Grafidian Jaya : Jakarta.
Kee, Joyce L dan Evelyn Hayes R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. ECG : Jakarta.
Neal, M.J, 2005. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Ke Lima. Erlangga : Jakarta.
Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, salemba medika : Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
Oleh karena itu, penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “obat-obat anestesi
umum dan lokal” yang akan membahas obat anestesi umum dan lokal baik dari pengertian,
klasifikasi, mekanisme kerja, aktivitas obat, kontra indikasi, farmakokinetik dan
farmakodinamik, efek samping, dan syarat ideal obat-obat anestesi.
b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka
(golongan Ketamin).
g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini juga
ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis, maka efek
keseluruhannya menjadi ringan.
i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu
dihidratasi secukupnya.
k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat
terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam
jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah
dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang
mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi
dosis.
A. Kesimpulan
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya
dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap
dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi umum yang ideal akan bekerja secara
tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat dan dengan
demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat
anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa
ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan
atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah
anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan
semoga bisa menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi lokal
sehingga materi yang disampaikan dan dimengerti dalam farmakologi dapat diterima dengan
baik. Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan,
tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak
tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah
Arsip Tag: anastesi umum
September 11, 2011 · 11:33 am
Propofol adalah obat anestesi intravena yang paling sering digunakan saat ini. Dimulai pada
tahun 1970-an dihasilkan dari substitusi derivate phenol dengan materi hipnotik yang kemudian
menghasilkan 2,6-diisopropofol. Uji klinik yang pertama kali dilakukan, dilaporkan oleh Kay
dan Rolly tahun 1977, memberikan konfirmasi penggunaan propofol sebagai obat induksi
anestesi. Propofol tidak larut dalam air dan pada awalnya tersedia dengan nama Cremophor EL
(BASF A.G.) Dikarenakan oleh reaksi anafilaktik yang berkaitan dengan Cremophor EL pada
formulasi awal propofol, obat ini tersedia dalam bentuk emulsi. Propofol digunakan untuk
induksi dan rumatan anestesi, demikian pula untuk sedasi baik di dalam maupun di luar kamar
operasi.
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA
Propofol (Gambar 10-1) adalah salah satu dari grup alkylphenol yang dapat menimbulkan
hipnosis pada hewan. Alkylphenols berbentuk minyak pada suhu kamar, tidak larut dalam air
tetapi kelarutannya tinggi dalam lemak. Formula baru yang menyisihkan Cremophor tersusun
atas 1 % (berat/volume) propofol, minyak kedelai 10 %, glycerol 2,25 % dan 1,2 % purified egg
phosphitide. Disodium edentate ditambahkan untuk memperlambat pertumbuhan bakteri pada
emulsi. Formula ini memiliki pH 7, viskositasnya rendah, berwarna putih susu. Formulasi
berikutnya yang mengandung metabisulfite sebagai antimicrobial diperkenalkan di Amerika. Di
Eropa formula 2 % juga tersedia, dimana emulsinya mengandung campuran dari trigliserida
rantai pendek dan menengah. Semua formula yang tersedia bersifat stabil pada suhu kamar dan
tidak sensitive terhadap cahaya. Perubahan kelarutan akan sedikit menimbulkan perubahan
farmakokinetik, memecah emulsi, degradasi spontan propofol dan kemungkinan merubah efek
farmakologis.
METABOLISME
Propofol dimetabolisme secara cepat di hati dengan cara konjugasi menjadi glukoronide dan
sulfat untuk membentuk senyawa yang larut dalam air yang diekskresi ginjal. Kurang dari 1 %
propofol tidak berubah saat dieksresi melalui urine, dan 2% diekskresi melalui feses. Karena
kliren propofol melebihi aliran darah hepar, diperkirakan terjadi eliminasi ekstrahapatal atau
ekstrarenal. Paru-paru diperkirakanmemegang peranan penting dalam proses ini, dimana paru
bertanggung jawab atas kira-kira 30 % dari uptake dan eliminasi fase pertama. Pada studi invitro
diketahui juga bahwa mikrosom pada ginjal dan usus manusia mampu membentuk senyawa
propofol glukoronide. Propofol sendiri menunjukkan inhibisi cytochrome-450 yang tergantung
pada konsentrasi, yang mungkin dapat merubah metabolism obat-obat yang tergantung pada
system enzim tersebut (contohnya obat-obat opioid).
FARMAKOKINETIK
Evaluasi farmakokinetik propofol banyak dilakukan dengan interval dosis yang lebar seperti
pemberian melalui infuse kontinyu, dan dijelaskan dalam model dua atau tiga kompartemen
(lihat Tabel 10-1). Setelah injeksi bolus, kadar propofol dalam darah menurun cepat sebagai
akibat redistribusi dan eliminasi (Gbr. 10-2). Klirens propofol sangat tinggi – 1,5 sampai 2,2
L/mnt. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya kliren ini melebihi aliran darah hepar dan
terjadi metabolisme ekstahepatal. Konstanta ekuilibrium propofol berpedoman pada supresi
electroencephalogram (EEG) (yang berkorelasi kuat dengan penurunan kesadaran) adalah sekitar
0,3 per menit, dan waktu paruh ekuilibrium antara konsentrasi plasma dan efek EEG adalah 2,5
menit. Waktu untuk mencapai puncak efek adalah 90 sampai 100 detik.
Beberapa faktor dapat menjadi penyebab perubahan farmakokinetik propofol, antara lain jenis
kelamin, berat badan, umur, penyakit penyerta, dan pengobatan lain. Peningkatan kardiak output
akan menurunkan konsentrasi propofol di dalam plasma dan sebaliknya. Pada keadaan
hemorrhagic shock konsentrasi propofol meningkat sampai 20 % sampai terjadi kondisi shock
yang tidak terkompensasi, suatu point dimana terjadi penigkatan konsentrasi propofol yang
sangat cepat. Pada anak
FARMAKOLOGI
Efek pada Susunan Saraf Pusat
Sifat utama propofol adalah hipnotik. Mekanisme kerjanya masih belum jelas sepenuhnya,
namun beberapa bukti menunjukkan bahwa sebagian besar kinerja hipnosis propofol adalah
dengan potensiasi γ-aminobutiric acid (GABA)-induced chloride current, dengan berikatan pada
subunit β dari reseptor GABAA. Subunit β1 (M286), β2 (M286), β3 (M286) pada domain
transmembran merupakan area kritis aksi hipnotik propofol. Melalui mekanisme pada reseptor
GABAA di hippocampus, propofol menghambat pelepasan acethylcholine pada hippocampus
dan kortek prefrontal. Aksi ini sangat penting untuk efek sedasi propofol. Propofol disebutkan
juga menghambat reseptor glutamate subtype N-methyl-D-aspartate (NMDA) melalui
mekanisme modulasi sodium channel. Propofol juga mendepresi neuron kornu posterior medulla
spinalis melalui reseptor GABAA dan glysine.
Propofol memiliki dua efek samping yang menarik yaitu efek antiemetik dan adanya sense of
well-being setelah pemberian propofol. Efek antiemetic ini disebabkan oleh penurunan kadar
serotonin pada area postrema yang kemungkinan dikarenakan kerja propofol pada reseptor
GABA.
Onset hipnosis propofol sangat cepat (one arm-brain circulation) setelah pemberian dengan dosis
2,5 mg/kg, dengan efek puncak terlihat setelah 90 -i 100 detik. Median dosis efektif (ED50)
propofol untuk hilangnya kesadaran adalah 1 – 1,5 mg/kg setelah pemberian bolus. Durasi
hipnosis tergantung pada dosis (dose dependent) kira-kira 5 – 10 menit setelah pemberian 2 – 2,5
mg/kg. Usia mempengaruhi dosis induksi, dimana dosis tertinggi adalah pada usia lebih muda
dari 2 tahun (ED95 pada 2,88 mg/kg) dan menurun dengan bertambahnya usia. Efek
pertambahan usia pada penurunan konsentrasi propofol yang dibutuhkan untuk terjadinya
penurunan kesadaran ditunjukkan pada Gambar 10-4.
Beberapa penelitian menyebutkan propofol dapat digunakan untuk penanganan kejang epilepsy
dengan dosis 2 mk/kg. Demikian pula propofol dapat digunakan dalam pengobatan chronic
refractory headache dengan pemberian 20 – 30 mg setiap 3 – 4 menit (maksimal 400 mg).
Propofol dapat menurunkan tekanan intracranial (TIK) pada pasien dengan TIK normal maupun
meningkat. Pada pasien dengan TIK normal terjadi penurunan TIK (30 %) yang berhubungan
dengan penurunan sedikit tekanan perfusi serebral (10 %). Pemberian fentanyl dosis rendah
bersama dengan propofol dosis suplemen mencegah kenaikan TIK pada intubasi endotrakeal.
Pada pasien dengan peningkatan TIK, penurunan TIK (50 %) berkaitan dengan penurunan yang
bermakna pada tekanan perfusi serebral.
Efek pada Sistem Respiratorik
Periode apnea terjadi setelah pemberian propofol dengan dosis induksi, durasi dan insidensinya
tergantung dari dosis pemberian, kecepatan induksi dan pemberian premedikasi. Dosis induksi
propofol menyebabkan 25 – 30 % insiden apnea. Durasi apnea bias lebih dari 30 detik, dimana
kejadian ini bias disebabkan pemberian opioid, baik sebagai premedikasi maupun pemberian
sebalum induksi. Onset apnea terlihat dari penurunan volume tidal dan takipnea.
Propofol menyebabkan bronkodilatasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik.
Efek pada Sistem Kardiovaskuler
Efek kardiovaskular propofol telah dievaluasi baik pada saat induksi maupun rumatan (Tabel 10-
2). Efek yang paling bermakna adalah penurunan tekanan darah arterial selama induksi anestesi.
Pada pasien dengan tanpa gangguan kardiovaskuler, induksi dengan dosis 2 – 2,5 mg/kg
menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25 – 40 %. Perubahan yang sama terlihat
pada tekanan darah rata-rata dan tekana diastolik. Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan
penurunan kardiak output/kardiak index (≈ 15 %), stroke volume index (≈ 20 %) dan tahanan
vaskuler sistemik ( 15 – 25 %). Index kerja ventrikel kiri juga berkurang ((≈ 30 %). Pada pasien
dengan kelainan katup, tekanan arteri pulmonal dan tekanan kapiler pulmonal juga berkurang,
dan hal ini disebutkan karena adanya penurunan preload dan afterload. Penurunan tekanan
sistemik setelah induksi propofol dapat disebabkan oleh vasodilatasi dan kemungkinan juga oleh
depresi miokard.
Mekanisme lain yang diperkirakan dapat menyebabkan penurunan kardiak output adalah aksi
propofol pada sympathetic drive jantung. Propofol dengan konsentrasi tinggi (10 µg/mL)
mengurangi efek inotropik dari stimulasi α- bukan β-adrenoreseptor dan meningkatkan efek
lusitropik (relaksasi) dari stimulasi β. Secara klinis, efek depresi miokardial dan vasodilatasi
kelihatannya tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma.
Frekuensi denyut jantung tidak mengalami perubahan yang signifikan setelah pemberian
propofol dosis induksi. Diperkirakan propofol mereset atau menghambat baroreflek, mengurangi
respon takikardi pada hipotensi. Propofol menurunkan tonus parasimpatis jantung sesuai dengan
derajat sedasi yang timbul.
Pada pemeliharaan anestesi dengan propofol denyut jantung dapat meningkat, menurun atau
tidak berubah. Pemberian infus propofol menunjukkan penurunan signifikan pada aliran darah
miokard dan konsumsi oksigen, suatu hal yang dapat menjaga rasio suplai dan kebutuhan
oksigen miokard secara umum. Propofol mengurangi disfungsi mekanik, menurunkan cedera
jaringan, memperbaiki aliran koroner dan menurunkan metabolic dearrangement.
Efek lain
Propofol, seperti thiopental, tidak mempotensiasi blok neuromuscular yang disebabkan oleh obat
blok neuromuscular depolarisasi dan non-depolarisasi.
Propofol tidak memicu hiperpireksi maligna dan mungkin merupakan pilihan pada pasien
dengan kondisi tersebut.
Pada pasien dengan multipel alergi, propofol harus digunakan dengan berhati-hati.
Propofol juga memiliki efek antiemetic yang bermakna pada dosis rendah (subhipnotik).
Propofol digunakan untuk mengatasi rasa mual post operasi dengan dosis bolus 10 mg.
PENGGUNAAN
Induksi dan Pemeliharaan Anestesi
Propofol sesuai bila digunakan untuk induksi maupun pemeliharaan anestesi dan telah disetujui
untuk digunakan pada anestesi neurologik dan cardiak (tabel 10-3). Dosis induksi bervariasi
mulai dari 1,0 sampai 2,5 mg/kg dan ED95 pada pasien dewasa yang tidak dipremedikasi adalah
2,25 – 2,5 mg/kg. Karakteristik fisiologis yang menjadi penentu dosis induksi adalah umur,
massa tubuh dan volume darah sentral. Premedikasi dengan opioid atau benzodiazepin, atau
keduanya, akan mengurangi dosis induksi. Dosis 1 mg/kg (dengan premedikasi) sampai 1,75
mg/kg (tanpa premedikasi) direkomendasikan untuk induksi anestesi pada pasien lebih tua dari
60 tahun (lihat juga bab 62). Untuk mencegah hipotensi pada pasien dengan penyakit lebih berat
atau mereka yang akan menjalani operasi bedah jantung, pemberian loading cairan harus
diberikan, dan propofol harus diberikan dalam dosis kecil (10 – 30 dengan infus) sampai pasien
kehilangan kesadaran.
ED 95 (2,0 – 3,0 mg/kg) untuk induksi pada anak meningkat, terutama karena disebabkan
perbedaan farmakokinetik.
Saat digunakan sebagai induksi anestesi, propofol menunjukkan pemulihan serta kembalinya
fungsi motorik yang lebih cepat secara signifikan dibandingkan dengan thiopental atau
methohexital. Kejadian mual dan muntah pada propofol juga lebih rendah, mungkin disebabkan
efek antimuntahnya.
Propofol dapat diberikan secara bolus intermitten atau infus kontinyu untuk pemeliharaan
anestesi. Setelah pemberian dosis induksi yang sesuai, bolus 10 – 40 mg dibutuhkan setiap 5
menit untuk pemeliharaan. Karena pemberian ini harus dilakukan berulang, akan lebih mudah
bila diberikan dengan infus kontinyu.
Berbagai metode infus kontinyu telah banyak digunakan untuk mencapai konsentrasi plasma
yang adekuat. Kecepatan infus tergantung pada kebutuhan masing-masing individu dan stimulus
pembedahan. Bila dikombinasikan dengan propofol, midazolam, clonidine, morphine, fentanyl,
sulfentanil, alfentanil atau ramifentanil mengurangi kecepatan dan konsentrasi infus (lihat juga
bab 12)
Bertambahnya usia berhubungan dengan penurunan kebutuhan terhadap propofol, sedangkan
pada anak dan bayi kebutuhan ini meningkat.
Untuk operasi singkat (< 1 jam) pada permukaan bagian tubuh, keuntungan akan pemulihan yang
cepat dan berkurangnya mual – muntah masih terbukti pada penggunaan propofol. Bila
digunakan pada operasi yang lebih lama, kecepatan pemulihan dan kjadian mual – muntah
propofol hampir sama dengan penggunaan thiopental/isoflurane.
Sedasi
Propofol telah dievaluasi untuk penggunaan sebagai sedasi selama pembedahan dan pada pasien
yang menggunakan ventilasi mekanik di ICU. Propofol dengan infuse kontinyu memberikan
tinkatan sedasi yang dapat dititrasi dan pemulihan yang singkat setiap kali infuse dihentikan.
EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI
Induksi anestesi dengan propofol dikaitkan denganKONTRAINDIKASI
Induksi anestesi dengan propofol dikaitkan dengan beberapa efek samping, termasuk nyeri saat
injeksi, myklonus, apneu, penurunan tekanan darah arterial dan jarang , trombophlebitis pada
vena lokasi injeksi propofol. Nyeri dapat direduksi dengan pemilihan vena yang besar,
mengindari vena di dorsum manus, dan menambahkan lidokain pada larutan propofol. Apneu
pada pemberian propofol sering terjadi dan hampir sama dengan pemberian thiopental dan
methohexital; namun propofol menyebabkan kejadian yang lebih sering dan periode apneu lebih
dari 30 menit. Pemberian opioid meningkatkan insidensi apneu khususnya apneu yang prolong.
Efek samping yang paling signifikah. n adalah penurunan tekanan darah sistemik. Penambahan
opioid sebelum induksi cenderung menambah penurunan tekanan darah. Mungkin pemberian
dengan dosisi lebih kecil dan cara pemberian pelan serta rehidrasi yang adekuat akan mengatasi
penurunan tekanan darah. Berlawanan dengan hal tersebut, efek laringoskopy dan intubasi
endotrakeal dan peningkatan MAP, denyut nadi dan tahanan vascular sistemik kurang signifikan
pada propofol jika dibandingkan dengan thiopental.
Propofol infusion syndrome jarang terjadi namun letal, dikaitkan dengan infuse propofal 5
mg/kg/jam atau lebih dari 48 jam atau lebih. Gejala klinik berupa kardiomiopati dengan gagal
jantung akut, asidosis metabolic, miopati skeletal, hiperkalemia, hepatomegali dan lipemia. Bukti
yang ada menunjukkan kemungkinan sindrom ini disebabkan kegagalan metabolism asam lemak
bebas yang disebabkan inhibaisi masuknya asam lemak bebas ke mitokondria dan gangguan
rantai respirasi mitokondria.
Tinggalkan komentar