Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan............................................................................................ii
Kata Pengantar.................................................................................................. iii
Daftar Isi..............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi..................................................................................................2
2.2. Anatomi.................................................................................................2
2.3. Epidemiologi.........................................................................................5
2.4. Klasifikasi..............................................................................................6
2.5. Etiologi,Patogenesis .............................................................................8
2.6. Manifestasi Klinis..................................................................................8
2.7. Diagnosis.............................................................................................10
2.8 Penatalaksanaan....................................................................................11
2.9 Prognosis..............................................................................................13

BAB III. KESIMPULAN


3.1. Kesimpulan..........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area tertentu
pada tubuh, dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas
(FKUI, 2008). Tumor (berasal dari bahasa latin, yang berarti "bengkak"),
merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini
sekarang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang
tidak normal. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau
jinak (benign)1
Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari
total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan
insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita
pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun.
Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan
20% terletak di segmen lumbosakral. Sementara di Indonesia sendiri, belum ada
data mengenai tumor medula spinalis.1,2
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor
sekunder. Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu
sendiri sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor
di bagian tubuh lainnya. Tumor medula spinalis juga dibagi berdasarkan lokasinya
menjadi tumor ekstradural, intradural intramedular, dan intradural
ekstramedular.1,3
Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui
secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai
15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan
perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah
penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga
50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen
thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi
pada daerah cervical pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis merupakan
tumor yang jarang terjadi dan memiliki onset dan perjalanan penyakit yang
perlahan.4

2.2 Anatomi
Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya
terletak dalam kanalis vertebralis. Medula spinalis dikelilingi oleh struktur-
struktur yang secara berurutan dari luar ke dalam terdiri atas:5
1. Dinding kanalis vertebralis yang terdiri atas tulang vertebrae dan ligamen.
2. Lapisan jaringan lemak ekstradural yang mengandung anyaman pembuluh
darah vena
3. Meninges, yang terdiri atas:
a. duramater (pachymeninx)
b. arachnoid (leptomeninx) yang menempel secara langsung pada duramater,
sehingga di antara kedua lapisan ini dalam keadaan normal tidak dijumpai
suatu ruangan.
c. ruangan subarachnoid yang di dalamnya terdapat cairan serebrospnal (CSF)
d. piamater, yang menempel langsung pada bagian luar medula spinalis.

3
Gambar 2.1 Segmen-segmen medula spinalis

Pada tubuh orang dewasa panjang medula spinalis adalah sekitar 43 cm.

Pada masa tiga bulan perkembangan intrauterin, panjang medula spinalis sama

dengan panjang korpus vertebrae. Pada masa perkembangan berikutnya,

kecepatan pertumbuhan korpus vertebrae melebihi kecepatan pertumbuhan

medula spinalis. Akibatnya pada masa dewasa, ujung kaudal medula spinalis

terletak setinggi tepi kranial korpus vertebrae lumbal II atau intervertebral disk

I/II. Perbedaan panjang medula spinalis dan korpus vertebrae ini

mengakibatkan terbentuknya konus medularis (bagian paling kaudal dari

medula spinalis yang berbentuk kerucut dan terutama terdiri atas segmen-

segmen sakral medula spinalis) dan cauda equina (kumpulan radiks nervus

4
lumbalis bagian kaudal dan radiks nervus sakralis yang mengapung dalam

CSF). Kearah kaudal, ruangan subarachnoid berakhir setinggi segmen sakral II

atau III korpus vertebrae. Dengan demikian, di antara korpus vertebrae lumbal

II sampai korpus vertebrae sakral III tidak lagi terdapat medula spinalis,

melainkan hanya terdapat cauda equina yang terapung-apung di dalam CSF.

Hal ini memungkinkan tindakan punksi lumbal di daerah intervertebral disk

III/IV atau IV/V tanpa mencederai medula spinalis.5

Seperti halnya korpus vertebrae, medula spinalis juga terbagi ke dalam

beberapa segmen, yaitu: cervikal (C1-C8), segmen torakal (T1-T12), segmen

lumbal (L1-L5), segmen sakral (S1-S5) dan 1 segmen koksigeal yang vestigial.

Serabut saraf yang kembali ke medula spinalis diberi nama sesuai lokasi

masuk/keluarnya dari kanalis vertebralis pada korpus vertebrae yang

bersangkutan. Saraf dari C1-C7 berjalan di sebelah atas korpus vertebrae yang

bersangkutan, sedangkan dari saraf C8 ke bawah berjalan di sebelah bawah

korpus vertebrae yang bersangkutan.5

Diameter bilateral medula spinalis selalu lebih panjang dibandingkan

diameter ventrodorsal. Hal ini terutama terdapat pada segmen medula spinalis

yang melayani ekstremitas atas dan bawah. Pelebaran ke arah bilateral ini

disebut intumesens, yang terdapat pada segmen C4-T1 (intumesens cervikalis)

dan segmen L2-S3 (intumesens lumbosakral). Pada permukaan medula spinalis

dapat dijumpai fisura mediana ventalis, dan empat buah sulkus, yaitu sulkus

medianus dorsalis, sulkus dorsolateralis, sulkus intermediodorsalis dan sulkus

ventrolateralis.5

5
Pada penampang transversal medula spinalis, dapat dijumpai bagian

sentral yang berwarna lebih gelap (abu-abu) yang dikenal dengan gray matter.

Gray matter adalah suatu area yang berbentuk seperti kupu-kupu atau huruf H.

Area ini mengandung badan sel neuron beserta percabangan dendritnya. Di

area ini terdapat banyak serat-serat saraf yang tidak berselubung myelin serta

banyak mengandung kapiler-kapiler darah. Hal inilah yang mengakibatkan area

ini berwarna lebih gelap.5

Di bagian perifer medula spinalis, tampak suatu area yang mengelilingi


grey matter yang tampak lebih cerah dan dikenal dengan white matter. White
matter terdiri atas serat-serat saraf yang berselubung myelin dan berjalan
dengan arah longitudinal.5

2.3 Epidemiologi
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,
astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada
orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia
anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga
dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.6
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat
tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi
yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor
spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari
tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada
remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal
dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal,
lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor
vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua
tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun

6
pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada
dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan
perempuan 1,8 : 1.4,5
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan
insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan
tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada
kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira
25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada
segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada
foramen magnum.4,5
Tumor didaerah ekstradural pada umumnya terdiri dari tumor primer dan
metastasis. Pada tumor medula spinalis ektradural, yang lebih banyak ditemukan
adalah tumor metastasis dibanding tumor primer dengan rasio kurang lebih 3-4:1.1

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak
maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,
payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer
yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma,
sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.1
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu
sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam
tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.

7
Gambar 2.2 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-
ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural

Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya


Intradural
Ekstra dural Intradural ekstramedular
intramedular
Chondroblastoma Ependymoma, tipe Astrocytoma
Chondroma myxopapillary Ependymoma
Hemangioma Epidermoid Ganglioglioma
Lipoma Lipoma Hemangioblastoma
Lymphoma Meningioma Hemangioma
Meningioma Neurofibroma Lipoma
Metastasis Paraganglioma Medulloblastoma
Neuroblastoma Schwanoma Neuroblastoma
Neurofibroma Neurofibroma
Osteoblastoma Oligodendroglioma
Osteochondroma Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral
hemangioma

2.5 Etiologi dan Patogenesis

8
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-
sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang
kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula
spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.7
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat
genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada
anggota keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma
dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan
neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan
pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien
dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas
dari kromosom 3.6

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala nyeri merupakan keluhan terbanyak yang membawa pasien berobat
ke dokter (65-80%). Gangguan nyeri yang timbul merupakan stimulasi disfungsi
dari radiks ventral ataupun radiks dorsalis medulla spinalis. Nyeri yang terjadi
dapat bersifat radikular atau funikular. Nyeri radikular mempunyai karakteristik
bersifat tajam, menyengat, dapat dilokalisasi dan diperberat pada keadaan yang
menyebabkan “stretching”, sedang nyeri funikular bersifat difus, tidak dapat
dilokalisasi dengan tepat, dan sering disertai rasa panas serta diperberat oleh
gerakan dari spinal. Pada kasus tumor intradural ekstra medular nyeri radikular
sering merupakan keluhan utama dan sering ada selama beberapa bulan atau tahun
sampai diagnosis ditegakkan. Pada kasus tumor intramedular sangat jarang
ditemukan nyeri radikular, biasanya nyeri bersifat funikular.1,8
Neoplasma yang terdapat pada medula spinalis khususnya segmen servikal
atas seringkali pada awalnya menunjukkan gejala nyeri di leher, regio oksipital,

9
dan bahu. Servikal pertama tidak memiliki distribusi dermatom sensorik, tetapi
servikal kedua menginervasi bagian posterior dari kulit kepala, menjelaskan pola
nyeri radikuler pada lokasi ini. Jika tumor mengenai level servikal 3-4, nyeri
radikuler dapat diproyeksikan ke leher atau puncak bahu. Nyeri umumnya
diprovokasi oleh gerakan leher, sehingga terdapat keterbatasan pada gerakan
spontan menoleh atau menunduk.1,8
Gangguan motorik merupakan gejala kedua yang sering muncul setelah
nyeri, Hal tersebut diduga karena traktus pyramidal lebih sensitif terhadap
penekanan dibandingkan jalur sensorik. Untuk membedakan tumor intramedular
dan ekstramedular dengan gejala motorik sangatlah sulit karena kedua jenis tumor
ini kelemahan yang timbul keduanya bersifat progresif. Pada tumor intramedular
biasanya kelemahan menyebar dari proximal kearah distal. Keluhan yang
umumnya muncul adalah terdapatnya kelemahan pada anggota gerak ipsilateral.
Kelemahan ini dapat berlanjut ke sisi kontralateral anggota gerak bawah dan
kemudian ke kontra lateral anggota gerak atas. Keluhan pada sensorik umumnya
diawali di ekstremitas atas sama dengan keluhan motorik dengan distribusi dan
jenis yang bervariasi.1,8
Gejala sensorik yang timbul umumnya adalah adanya rasa baal dan
kesemutan. Parestesi muncul pada 10% kasus epidural tumor, tumor selubung
saraf dan tumor intramedular sedang pada meningioma didapatkan dengan
frekuensi 23-37%9. Pada tumor intramedular biasanya ditemui gangguan sensorik
(hipestesi) yang bersifat descending dan bersifat segmental sedang pada tumor
ekstramedular bersifat ascending, hal ini berhubungan dengan letak dari tumor.1,8
Pada tumor medulla spinalis, gangguan otonom pada tumor intramedular
maupun pada tumor ekstramedular merupakan gejala terakhir yang timbul setelah
gangguan sensorik dan motorik kecuali bila tumor terdapat pada konus medularis
atau cauda equina. Tumor pada cervical, torakal, dan lumbal bagian atas
menimbulkan gejala dari disfungsi sfingter yaitu peningkatan frekuensi dan
urgensi dari miksi.1,8

2.7 Diagnosis

10
Diagnosis tumor medula spinalis diambil berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisis serta penunjang. Tumor ekstradural mempunyai perjalanan
klinis berupa fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali disertai Kelemahan
spastik dan hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi yang
berlangsung cepat. Pada pemeriksaan radiogram tulang belakang, sebagian besar
penderita tumor akan memperlihatkan gejala osteoporosis atau kerusakan nyata
pada pedikulus dan korpus vertebra. Myelogram dapat memastikan letak tumor.1,2
Pada tumor ekstramedular, gejala yang mendominasi adalah kompresi
serabut saraf spinalis, sehingga yang paling awal tampak adalah nyeri, mula-mula
di punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor
ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau
mengedan, dan paling berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang menghebat pada
malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu
tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.
Defisit sensorik berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat segmen medulla
spinalis.1,2,3
Pada tomor ekstramedular, kadar proteid CSS hampir selalu meningkat.
Radiografi spinal dapat memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan
pedikulus yang berdekatan. Seperti pada tumor ekstradural, myelogram, CT scan,
dan MRI sangat penting untuk menentukan letak yang tepat.2,3
Pada tumor intramedular, kerusakan serabut-serabut yang menyilang pada
substansia grisea mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang
meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan menyebabkan
kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh
kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas
senssi yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi. Radiogram
akan memperlihatkan pelebaran kanalis vertebralis dan erosi pedikulus. Pada
myelogram, CT scan, dan MRI, tampak pembesaran medulla spinalis.2,3
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula
spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di
bawah ini :3

11
a. Laboratorium
Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan (sitologi), protein
dan glukosa. Konsentrasi protein yang tinggi serta kadar glukosa dan
sitologi yang normal didapatkan pada tumor-tumor medula spinalis,
walaupun apabila telah menyebar ke selaput otak, kadar glukosa
didapatkan rendah dan sitologi yang menunjukkan malignansi.

b. Foto Polos Vertebrae


Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal.
Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung
hantu” pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur
kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan
osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya
Ca payudara.

c. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor,
bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor.
Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema,
perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat
membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas
tumor.

d. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan
yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan
gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas
dibandingkan dengan CT-scan.

2.8 Penatalaksanaan

12
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal. Kebanyakan tumor intraduralekstramedular dapat direseksi
secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post
operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif
secara histologist dan tidak secara total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi.9
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :9
A. Pembedahan
Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor medulla
spinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post operasi, dapat
mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada astrositoma dan 100% pada
hemangioblastoma. Pembedahan juga merupakan penatalaksanaan terpilih untuk
tumor ekstramedular. Pembedahan, dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya,
aman dan merupakan pilihan yang efektif.
B. Terapi radiasi
Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla spinalis
adalah untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat menyelamatkan dan
memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi juga digunakan pada reseksi tumor
yang inkomplit yang dilakukan pada daerah yang terkena.
C. Kemoterapi
Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya mempunyai
sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi dapat meningkatkan
fungsi neurologis untuk sementara tetapi pengobatan ini tidak dilakukan untuk
jangka waktu yang lama. Walaupun steroid dapat menurunkan edema vasogenik,
obat-obatan ini tidak dapat menanggulangi gejala akibat kondisi tersebut.
Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama dapat menyababkan ulkus gaster,
hiperglikemia dan penekanan system imun dengan resiko cushing symdrome
dikemudian hari. Regimen kemoterapi hanya meunjukkan angka keberhasilan

13
yang kecil pada terapi tumor medulla spinalis. Hal ini mungkin disebabkan oleh
adanya sawar darah otak yang membatasi masuknya agen kemotaksis pada CSS.

2.9 Prognosis
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan
pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya
pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah
pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin
buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).1,9

BAB III
KESIMPULAN

14
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi
pada daerah cervical pertama hingga sacral. Berdasarkan hubungannya dengan
selaput menings spinal, tumor medula spinalis diklasifikasikan menjadi tumor
intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya, tumor intradural sendiri dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang tumbuh pada substansi dari
medula spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta tumor yang tumbuh pada
ruang subarachnoid (ekstramedular).
Gambaran klinik pada tumor medulla spinalis sangat ditentukan oleh
lokasi serta posisi pertumbuhan tumor dalam kanalis spinalis. Cairan spinal,
Computed Tomographic (CT) myelography, dan MRI spinalis merupakan tes
yang paling sering digunakan dalam mengevaluasi pasien dengan lesi pada
medula spinalis.
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi eurologis secara
maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

15
1. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
2. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan
Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
3. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [15 Juli 2012].
4. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. Medan: Universitas
Sumatera Utara
5. Nogradi A. 2000. Anatomy and physiology of the spinal cord. [serial
online]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19831838 [14 Juli 2012]
6. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management
of Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [1 April 2011].
7. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and
Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainands
pinaltumors.htm. [1 April 2011].
8. Byrne TN, Waxman SG. Spinal Cord Compression. Diagnosis and
Principles of Management. Philadelphia, Davis Company; 1990:49-50,
184-187
9. Muir C. Management of spinal tumors. FALL 2011; 6(2): 25-29

16

Anda mungkin juga menyukai