Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang
terjadi dan karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala serta
bahaya dari penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke dokter atau
ke rumah sakitsudah dalam keadaan parah (stadium lanjut) sehingga cara
penanggulangannya hanya bersifatlife-saving.
Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total
jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar
0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama
dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor
terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen
lumbosakral. Sementara di Indonesia sendiri, belum ada
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor
sekunder.Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu sendiri
sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor di bagian
tubuh lainnya.Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset biasanya gradual)
dan dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset gejala. Gejala pertama
dari tumor medula spinocerebellar penting diketahui karena dengan tindakan operasi
sedini mungkin, dapat mencegah kecacatan.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Setelah membuat makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami
tentang Asuhan Keperawatan pada Tumor Medulla Spinalis
2. Tujuan Khusus

Mahasiswa dapat menjelaskan

 Pengertian tumor medulla spinalis


 Antomi Fisiologi Medulla Spinalis
 klasifikasi tumor medulla spinalis
 etiologi tumor medulla spinalis
 Patofisiologi Tumor Medulla spinalis

1
 Manifestasi klinis tumor medulla spinalis
 Pemeriksan penunjang Medulla spinalis
 Komplikasi medulla spinalis
 penatalaksanaan tumor medulla spinalis.

C. SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini disusun menjadi 5 Bab. Yang terdiri dari :

BAB 1 pendahuluan yang berisikan latar belakang, Tujuan Penulisan dan sistematika
penulisan.

BAB II pembahasan yang berisikan definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, etiologi,


patofisiologi, menifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan medis

BAB III konsep dasar asuhan keperawatan yang berisikan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi secara
umum.

BAB IV asuhan keperawatan pada kasus tumor medulla spinalis yang berisikan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan
dan evaluasi kasus kolitis.

BAB V yang berisikan kesimpulan dari keseluruhan isi makalah.

2
BAB II

KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Tumor Medula Spinalis adalah massa pertumbuhan jaringan yang baru di dalam
Medula spinalis, bisa bersifat jinak (benigna) atau ganas yang disebut dengan maligna
(Satyanegara, 2010). Tumor medula spinalis merupakan tumor yang dapat terjadi pada
semua kelompok usia, tetapi jarang di jumpai sebelum usia 10 tahun (Muttakin, Arif,
2008). Tumor Medula spinalis tidak hanya menderita akibat pertumbuhan tumornya saja
tapi juga akibat kompresi yang disebabkan oleh tumor. (Price, 2006 : 1190) Tumor medula
spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya
menimbulkan gejala – gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar – akar saraf.
Tumor medula spinalis primer merupakan seperenam tumor otak dan mempunyai
prognosis yang lebih baik karena sekitar 60% adalah jinak.

GAMBAR 2.1 TUMOR MEDULLA SPINALIS (Bima, 2009)

3
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI MEDULLA SPINALIS

GAMBAR 2.2 ANATOMI MEDULLA SPINALIS (Arif, 2008)


Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat, terletak didalam canalis
vertebralis dan merupakan lanjutan dari medulla oblongata danujung caudalnya
membentuk conus medullaris. Panjangnya pada pria sekitar 45cm dan wanita 42-43 cm
dengan garis tengah 2 cm (seukuran kelingking). Medula spinalis terdiri atas 31 segmen
jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf yang keluar dari kanalis
vertebralis melalui foramen intervetebra (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal
diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra, kecuali saraf servical pertama yang
keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat
8 pasang saraf servikal (dan hanya tujuh vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5
pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf koksigis (Akhyar,
2009). Segmen upper cervical & thoracal berbentuk silindris dan segmen lower cervical
dan lumbal berbentuk oval. Berawal dari dasar otak(atlas/V.C1), berakhir setinggi L1-L2
(conus medullaris), ke bawah melanjutkandiri sebagai fillum terminale. Di bawah Conus
medullaris terbentuk anyaman akarsaraf (saraf tepi) menyerupai ekor kuda (cauda
equina).Saraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra, ligamen juga oleh meningen spinal
dan CSF (Muttaqin, 2008).
Pada potongan melintang medulla spinalis terdapat substansia grisea atau gray matter
(abu-abu) dan substansi alba atau white matter (putih). Bagian central membentuk huruf H
(Gray Matter) dan dikelilingi oleh white matter.

4
Bagian medulla spinalis dipisahkan oleh septum medianus (dorsal/posterior) dan
fissura medianus (ventral/anterior). Sulcus dorsolateral (posterior) adalah pintu masuk akar
saraf posterior (sensorik) dan sulcus ventrolateral (anterolateral) adalah pintu keluar akar
saraf ventral (motorik). 3 area white matter: funikulus posterior, funikulus lateralis,
funikulus anterio.
a. Substansia grisea (gray matter)
1) Cornu Anterior (anterior horn cell/ AHC) berisi akar saraf motorik.
2) Cornu Intermediolateral terbatas pada regio thoracal dan upper lumbal.
3) Cornu Posterior (posterior horn cell/ PHC) berisi akar saraf sensorik
4) Canalis Centralis terletak di tengah substansia abu-abu,membagi medulla spinalis
menjadi 2 daerah commisura grisea anterior & posterior
b. Substansia alba (white matter)
1) Berisi serabut-serabut sensorik, motorik dan otonom
2) Terdiri dari tiga area funikulus, yaitu
a) Anterior (berisi fasikulus descending/motorik)
b) Lateral (berisi fasikulus decsending & ascending)
c) Posterior (berisi fasikulus ascending/sensorik)
3) Tiap funikulus terdiri dari satu atau lebih traktus atau funikulus
Medulla spinalis melewati dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat
perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum
berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat
mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1)
informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan
raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot
dan sendi (Akhyar, 2009)

Menurut Mahadewa & Maliawan (2009) medula spinalis diperdarahi oleh 2


susunan arteria yang mempunyai hubungan istimewa. Arteri - arteri spinal terdiri
dari arteri spinalis anterior dan posterior serta arteri radikularis.

a. Arteri spinalis anterior dibentuk oleh cabang kanan dan dari segmen intrakranial kedua
arteri vertebralis.
b. Arteri spinalis posterior kanan dan kiri juga berasal dari kedua arteri vertebralis.
c. Arteria radikularis dibedakan menjadi arteria radikularis posterior dan anterior.

5
Beberapa fungsi dari masing-masing sistem saraf adalah sebagai berikut:
Fungsi Otot Saraf
I. Pleksus servikalis C1 – C4
Fleksi, ekstensi, rotasi, Mm. koli profundi (M. Saraf servikalis
dan eksorotasi leher sternokleidomastoideus, M. C1-C4
trapezius)
Pengangkatan dada atas, Mm. Skaleni C3-C5
inspirasi
Inspirasi Diafragma Saraf frenikus
C3–C5
II. Pleksus brakhialis C5-T1
Aduksi dan endorotasi M. pektoralis mayor dan Saraf torakalis
lengan, minor anterior
Menurunkan bahu ke C5-T1
dorsoventral
Fiksasi skapula selama M. seratus anterior Saraf torakalis longus
mengangkat lengan C5-C7
Elevasi dan aduksi M. levator skapula, Saraf skapularis
skapula ke arah kolumna Mm. rhomboidei dorsal
spinalis C4-C5
Mengangkat dan M. supraspinatus Saraf supraskapularis
eksorotasi lengan C4-C6

Eksorotasi lengan pada M. infraspinatus C4-C6


sendi bahu
Endorotasi sendi bahu; M. latissimus dorsi, Saraf torakalis dorsal
aduksi dari ventral ke M. teres major, C5-C8
dorsal; M. subskapularis (dari daerah dorsal
menurunkan lengan pleksus)
yang terangkat
Abduksi lengan ke garis M. deltoideus Saraf aksilaris
horizontal C5-C6

Eksorotasi lengan M. teres minor C4-C5


Fleksi lengan atas dan M. biseps brakhii Saraf
bawah dan supinasi muskulokutaneus
lengan bawah C5-C6
M. korakobrakhialis
Elevasi dan aduksi C5-C7
lengan M. brakhialis
C5-C6
Fleksi lengan bawah
Fleksi dan deviasi radial M. fleksor karpi radialis Saraf medianus
tangan C5-C6

Pronasi lengan bawah M. pronator teres C5-C6

Fleksi tangan M. palmaris longus C7-T1

6
Fleksi jari II-V pada M. fleksor digitorum C7-T1
falangs tengah superfisialis

Fleksi falangs distal ibu M. fleksor polisis longus C6-C8


jari tangan

Fleksi falangs distal jari M. fleksor digitorum C7-T1


II dan III tangan profundus (radial)
Abduksi metakarpal I M. abduktor polisis brevis C7-T1

Fleksi falangs proksimal M. fleksor polisis brevis C7-T1


ibu jari tangan

Oposisi metakarpal I M. oponens polisis brevis C6-C7


Fleksi falangs proksimal Mm. lumbrikalis Saraf medianus
dan ekstensi sendi lain Jari II dan III tangan C8-T1

Fleksi falangs proksimal Jari IV dan V tangan Saraf ulnaris


dan ekstensi sendi lain C8-T1
Fleksi dan M. fleksor karpi ulnaris Saraf ulnaris
pembengkokan ke arah C7-T1
ulnar jari tangan
M. fleksor digitorum C7-T1
Fleksi falangs proksimal profundus (ulnar)
jari tangan IV dan V
M. aduktor polisis C8-T1
Aduksi metakarpal I
M. abduktus digiti V C8-T1
Abduksi jari tangan V
M. oponens digiti V C7-T1
Oposisi jari tangan V
M. fleksor digiti brevis V Saraf ulnaris
Fleksi jari V pada sendi C7-T1
metakarpofalangeal
Mm. interosei palmaris dan C8-T1
Pembengkokan falangs dorsalis
proksimal, meregangkan Mm. lumbrikalis III dan IV
jari tangan III, IV, dan V
pada sendi tangan dan
distal seperti juga
gerakan membuka dan
menutup jari-jari
Ekstensi siku M. biseps brakhii dan M. Saraf radialis
ankoneus C6-C8

Fleksi siku M. brakhioradialis C5-C6

Ekstensi siku dan M. ekstensor karpi radialis C6-C8


abduksi radial tangan

7
Ekstensi falangs M. ekstensor digitorum C6-C8
proksimal jari II-IV

Ekstensi falangs M. ekstensor digiti V C6-C8


proksimal jari V

Ekstensi dan deviasi ke M. ekstensor karpi ulnaris C6-C8


arah ulnar dari tangan

Supinasi lengan bawah M. supinator C5-C7

Abduksi metakarpal I: M. abduktor polisis longus C6-C7


ekstensi radial dari
tangan
M. ekstensor polisis brevis C7-C8
Ekstensi ibu jari tangan
pada falangs proksimal
M. ekstensor polisis longus C7-C8
Ekstensi falangs distal
ibu jari M. ekstensor indisis proprius C6-C8

Ekstensi falangs
proksimal jari II
Elevasi iga; ekspirasi; Mm. toracis dan abdominalis N. toracis
kompresi abdomen; T1-L1
anterofleksi dan
laterofleksi tubuh.
III. Pleksus lumbalis T12-L4
Fleksi dan endorotasi M. iliopsoas Saraf femoralis
pinggul L1-L3

M. sartorius L2-L3
Fleksi dan endorotasi
tungkai bawah
M. quadriseps femoris L2-L4
Ekstensi tungkai bawah
pada tungkai lutut
Aduksi paha M. pektineus Saraf obturatorius
M. aduktor longus L2-L3
M. aduktor brevis L2-L3
M. aduktor magnus L2-L4
M. grasilis L3-L4
L2-L4
Aduksi dan eksorotasi M. obturator eksternus L3-L4
paha
IV. Pleksus sakralis L5-S1
Abduksi dan endorotasi M. gluteus medius dan Saraf glutealis
paha minimus superior
L4-S1
M. tensor fasia lata

8
Fleksi tungkai atas pada L4-L5
pinggul; abduksi dan
endorotasi
M. piriformis
Eksorotasi paha dan L5-S1
abduksi
Ekstensi paha pada M. gluteus maksimus Saraf glutealis
pinggul, M. obturator internus inferior
Eksorotasi paha Mm. gemeli L4-S2
M. quadratus L5-S1

L4-S1
Fleksi tungkai bawah M. biseps femoris Saraf skiatikus
M. semitendinosus L4-S2
M. semimembranosus L4-S1
L4-S1
Dorsifleksi dan supinasi M. tibialis anterior Saraf peronealis
kaki profunda
M. ekstensor digitorum L4-L5
Ekstensi kaki dan jari-jari longus L4-S1
kaki
M. ekstensor digitorum L4-S1
Ekstensi jari kaki II-V brevis
L4-S1
Ekstensi ibu jari kaki M. ekstensor halusis
longus L4-S1
Ekstensi ibu jari kaki
M. ekstensor halusis brevis
Pengangkatan dan pronasi Mm. Peronei Saraf peronealis
bagian luar kaki superfisialis
L5-S1
Fleksi plantar dan kaki M. gastroknemius Saraf tibialis
dalam supinasi, M. triseps surae L5-S2
Supinasi dan fleksi plantar M. soleus
dari kaki M. tibialis posterior
L4-L5
Fleksi falangs distal jari M. fleksor digitorum L5-S2
kaki II-V (plantar fleksi longus
kaki dalam supinasi)

Fleksi falangs distal ibu L5-S2


jari kaki M. fleksor halusis longus

Fleksi jari kaki II-V pada S1-S3


falangs tengah M. fleksor digitorum
brevis
Melebarkan, menutup, dan S1-S3
fleksi falangs proksimal
jari-jari kaki Mm. plantaris pedis

9
Menutup sfingter kandung Otot-otot perinealis dan Saraf pudendalis
kemih dan rectum sfingter S2-S4

C. KLASIFIKASI
Menurut price 2006 klasifikasi medula spinalis terdiri dari :
1. Klasifikasi tumor medulla spinalis berdasarkan asal dan sifat selnya
a. Tumor medula spinalis primer
Tumor medula spinalis primer dapat bersifat jinak maupun ganas. Tumor primer
yang bersifat ganas contohnya astrositoma, neuroblastoma dan kordoma
sedangkan yang bersifat jinak contonhya neurinoma, glioma dan ependimona
(neoplasma yang timbul pada kanalis sentralis medula spinalis).
b. Tumor medula spinalis sekunder
Tumor medula spinalis sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastatis
dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, kanker payudara,
kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma.
2. Klasifikasi tumor berdasarkan lokasi tumor terhadap dura dan medula spinalis
a. Tumor ekstradural
Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam
ruang ekstradural. Tumor ekstradural terutama merupakan metastasis dari lesi
primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal dan lambung.
b. Tumor intardural
Tumor intradural dibagi menjadi :
1) Tumor ekstramedular
Tumor ekstramedular terletak antara dura dan medulla spinalis. Tumor ini
biasanya neurofibroma atau meningioma (tumor pada meningen).
Neurofibroma berasal dari radiks saraf dorsal. Kadang-kadang neurofibroma
tumbuh menyerupai jam pasir yang meluas kedalam ruang ekstradural.
Sebagian kecil neurofibroma mengalami perubahan sarkomatosa dan menjadi
infasis atau bermetastasis. Meningioma pada umunya melekat tidak begitu erat
pada dura, kemungkinan berasal dari membran araknoid, dan sekitar 90%
dijumpai di regio toraksika. Tumor ini lebih sering terjadi pada wanita usia
separuh baya. Tempat tersering tumor ini adalah sisi posterolateral medula
spinalis. Lesi medula spinalis ektramedular menyebabkan kompresi medula
spinalis dan radiks saraf pada segmen yang terkena.

10
2) Tumor Intramedular
Tumor intramedular berasal dari medulla spinalis itu sendiri. Struktur
histologi tumor intramedular pada dasarnya sama dengan tumor intrakranial.
Lebih dari 95% tumor ini adalah glioma. Berbeda dengan tumor intrakranial,
tumor intra medular cenderung lebih jinak secara histologis. Sekitar 50% dari
tumor intramedular adalah ependimoma, 45% persenya adalah atrositoma dan
sisanya adalah ologidendroglioma dan hemangioblastoma. Ependimoma dapat
terjadi pada semua tingkat medula spinalis tetapi paling sering pada konus
medularis kauda ekuina. Tumor-tumor intramedular ini tumbuh ke bagian
tengah medula spinalis dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta
neuron-neuron substansia grisea.

GAMBAR 2.3 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-


ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural (Ainun,2017)

11
Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya

Intradural
Ekstra dural Intradural ekstramedular
intramedular

Chondroblastoma Ependymoma, tipe Astrocytoma


myxopapillary
Chondroma Ependymoma
Epidermoid
Hemangioma Ganglioglioma
Lipoma
Lipoma Hemangioblastoma
Meningioma
Lymphoma Hemangioma
Neurofibroma
Meningioma Lipoma
Paraganglioma
Metastasis Medulloblastoma
Schwanoma
Neuroblastoma Neuroblastoma
Neurofibroma Neurofibroma
Osteoblastoma Oligodendroglioma
Osteochondroma Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral
hemangioma

3. Kompresi medula spinalis pada berbagai tingkat


Menurut (Price, 2006 : 1191) kompresi medula spinalis pada berbagai tingkat terdiri
dari :
a. Tumor foramen magnum
Sebagian besar merupakan meningioma. Dan berasal dari dura taut
kranioservikalis. Gejala awal dan tersering adalah :
- Nyeri servikalis posterior (nyeri sub oksipital).
- kelemahan sensoris dan motoris berupa hiperestesia dalam dermatom vertebra
servikalis (C2) akibat kompresi pada akar syaraf.
- Gejala tambahan gangguan sensorik dan motorik pada tangan. Gejala lainnya
adalah pusing, disartria, disfagia, nistagmus (osilisasi mata yang cepat saat
memandang atau melihat suatu daerah atau benda), kesulitan bernapas, mual
muntah serta artrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

12
b. Tumor daerah servikal
Lesi daerah servikal menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik.
- Lesi servikalis bagian atas disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu
anterior melalui arteria spinalis anterior sehingga kelemahan dan atrofi gelang
bahu dan lengan.
- Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya
refleks tendon ektremitas atas (biseps brakioradialis, trisep).
- Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari
pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi
C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
c. Tumor daerah thorakal
Pada lesi daerah thorakal seringkali terjadi kelemahan spastik yang timbul perlahan
pada ekstremitas bagian bawah dan mengalami parestesia. Pasien dapat mengeluh
nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada serta abdomen akibat gangguan
intrathorakal dan intraabdominal. Pada lesi thorakal bagian bawah refleks perut
bagian bawah dan tanda beevor (umbilikus menonjol apabila penderita pada posis
terlentang mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
d. Tumor di daerah lumbosakral
Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas menyebabkan fleksi panggul dan
spastisitas tungkai bawah.
- Lesi pada lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas
menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum betis dan kaki serta
kehilngan refkleks pergelangan kaki.
- Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia, gangguan kontrol usus dan
kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral
bagian bawah.
e. Tumor kauda equina
Lesi kauda ekuina menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tanda -
tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadang-
kadang menjalar ke tungkai.

13
D. ETIOLOGI
1. Tumor Medula Spinalis Primer
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian
adalah virus, faktor genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik.
2. Tumor Medula Spinalis Sekunder
Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar
dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding
pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk
jaringan tumor baru di daerah tersebut.

E. PATOFISIOLOGI
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan
infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan cairan serebrospinal. Derajad
gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa
terjadi dengan tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak. Terutama
tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau
tumor metastase dapat juga mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang
belakang Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan
nyeri akar sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan
sensorik yang berhubungan dengan tingkat akar dan medula spinalis yang terserang.
Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu
pasien kehilangan fungsi semua motor dan sensori dibawah lesi/tumor. Tumor medula
spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada sentral
medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi temperatur. Tambahan
pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur
sentral yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori suhu
dan kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan menurun.
Motorik cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi
eliminasi fecal dan urine.

14
PATHWAY

Dini, 2017

15
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada tumor medula spinalis menurut (Price, 2006
: 1192) adalah :
1. Tumor Ekstradural
a. Gejala pertama umumnya berupa nyeri yang menetap dan terbatas pada daerah
tumor. Diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom.
b. Nyeri setempat ini paling hebat terjadi pada malam hari dan menjadi lebih hebat
oleh gerakan tulang belakang.
c. Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengejan.
d. Nyeri dapat berlangsung selama beberapa hari atau bulan sebelum keterlibatan
medula spinalis.
e. Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali.
f. Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar.
g. Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang
ireverssibel.
h. Gangguan BAB dan BAK.
2. Tumor Intradural
a. Tumor Ekstramedular
- Nyeri mula-mula di punggung dan kemudian disepanjang radiks spinal.
- Nyeri diperberat oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan dan paling berat
terjadi pada malam hari.
- Defisit sensorik
- Parestesia
- Ataksia
- Jika tumor terletak anterior dapat menyebabkan defisit sensorik ringan serta
gangguan motorik yang hebat.

16
b. Tumor Intramedular
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas diseluruh segmen yang
terkena, yang pada giliranya menyebabkan kerusakan pada kulit perifer.
- Bila lesinya besar terjadi sensasi raba, gerak, posisi dan getar.
- Defisit sensasi nyeri dan suhu.
- Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi
- Nyeri tumpul, impotensi pada pria dan gangguan spinter pada kedua jenis
kelamin

Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat dalam
Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis

Lokasi Tanda dan Gejala


Foramen Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat
Magnum sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering
adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia
dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas
yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat
barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan
adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien
yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing.
Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya
sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing,
disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah,
serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan
neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia,
rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan
kelemahan ekstremitas.

17
Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular
yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang
tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal,
diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu
anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat
kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis
yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya
refleks tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps).
Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah
dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari
telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik
jari telunjuk dan jari tengah.

Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada


ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia.
Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada
dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat
gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian
bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus
menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat
kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen
lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens
dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula
spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut,
namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin
menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai
bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan
kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan
keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan
segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan
atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks
pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia
yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan
tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.
Kauda Ekuina Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda
khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang
kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai
dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

18
G. KOMPLIKASI
1. Kerusakan serabut-serabut neuron
2. Hilangnya sensasi nyeri (keadaan parah)
3. Perdarahan metastasis
4. Kekauan, kelemahan
5. Gangguan koordinasi
6. Menyebabkan kesulitan berkemih atau hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih atau sembelit.
7. Komplikasi pembedahan :
a. Pasien dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis yang besar
selama tindakan operasi.
b. Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-anak
dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat
menyebabkan kompresi medula spinalis.
c. Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi
foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis dapat
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah ini.

1. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom,
dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh
cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok
sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis
yang komplit.
2. Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan
ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada tulang belakang
lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping badan vertebra,
sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan
biasanya Ca payudara.

19
3. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan
terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga
dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang
berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan
melihat progresifitas tumor.
4. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang
mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor yang
letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT-scan.
5. Radiologi
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk mediagnosis semua tipe
tumor medula spinalis adalah MRI. Alat ini dapat menunjukkan gambaran ruang dan
intervertebralis. Lesi intra medular yang memanjang dapat menyebabkan erosi atau
tampak berlekuk-lekuk (scalloping) pada bagian posterior korpus vertebra serta
pelebaran jarak interpendikular.

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular


adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total
dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-
ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau
bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang
cepat dan agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat
diterapi dengan terapi radiasi post operasi. Terapi yang dapat dilakukan pada tumor
medulla spinalis adalah :

1. Deksamethason : 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin juga


menghasilkan perbaikan neurologis).
2. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
a. Bila tidak ada massa epidural : rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik
kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik untuk nyeri.

20
b. Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy pada
10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi); radiasi
biasanya seefektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih sedikit.
3. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok dan kecepatan
deteriorasi
a. bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan sesegera
mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason keesokan
harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering)
selama radiasi, selama 2 minggu.
b. bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4 mg
selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi.
4. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat diangkat
dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.
5. Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik
myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada pembedahan
tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan :

a. Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila lesi
dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada pasien
dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase.
b. Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
c. Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali signifikan
atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor yang
radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.
d. Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.

21
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR MEDULLA SPINALIS

A. Pengkajian
a. Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah,
penghasilan
b. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat
tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit
neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
c. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah
dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang
mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
d. Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan
pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
e. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian,
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
f. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
g. Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan
sklera. Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
h. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran,
tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda :
perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil,
deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah
tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah,
apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
i. Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan
biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
j. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea,
potensial obstruksi.
k. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.

22
l. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
m. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar
matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
n. Seksualitas, Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan
tingkat kepuasan)
o. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan
(kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )
B. Masalah keperawatan
- Kelumpuhan
- Gangguan sensibilitas
- Gangguan nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi
- Gangguan sistem cerna
- Kesukaran dalam buang air besar dan buang air kecil
- Perawatan khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung

C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri (akut) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai dengan :
menyatakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah,
perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi
aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahan
pola tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk
mengurangi kekambuhan atau nyeri
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah,
menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan
dan tekanan darah.
c. Anjurkan untuk istirahat denn tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat
toleransi terhadap sentuhan

23
f. Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “
atau “ saya suka hidup ini “
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi

2. Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting dan mobilitas yang b. d


gangguan neurofisiologis.
Kriteria hasil : kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi dan
cairan terpenuhi, kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral, muka
terpenuhi, latihan rentang gerak aktif dan psif dilakukan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan
perawatan diri
b. Bantu saat pasien makan sesuai kebutuhan
c. Lakukan perawatan kateter setiap hari
d. Lakukan higiene oral setiap hari
e. Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk ekstremitas
f. Bantu dan ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk
latihan memeras, bola karet.
g. Lakukan perawatan kulit : gosok punggung
h. Berikan higiene secara total sesuai indikasi
i. Berikan bantuan nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk
menetapkan kebutuhan
j. Jelaskan pentingnya perawatan diri.
3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi ( trauma atau defisit neurologis ), ditandai dengan disorientasi, perubaan
respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi,
distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses
pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku
Kriteria hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi
persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.

24
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris
dan proses piker
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam
atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya
masalah penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus yang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil,
pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan
ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan
kontraktur.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya
kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /
kompensasi, mendemonstrasikan tehnik / perilaku yang memungkinkan
melakuakn kembali aktivitas
Intervensi :
a. Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.
b. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti :
bel atau lampu pemanggil
c. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah
gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha secara teratur
d. Letakkan tangan dalam posisi kedalam ( melipat )
e. Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki
f. Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa
terganggu
g. Berikan posisi alih baring setiap 2 jam
h. Monitor tanda-tanda vital
i. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi

25
5. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler,
kerusakan kognitif.
Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis,
dengan GDA dan tanda-tanda vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat
dilakukan auskultasi, tidak terdapat tanda distress pernafasan
Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Auskultasi bunyi pernafasan
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miring sesuai indikasi
d. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
e. Kaji kemampuan dan kualitas batuk
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Waspada bahwa trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi
h. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik,
catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan secret
i. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedative
j. Berikan O2 sesuai indikasi
k. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi
D. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap-tahap tindakan keperawatan:
1. Persiapan yang meliputi:
a. Review tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap
perencanaan
b. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan.
c. Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul.
d. Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
e. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang
dilaksanakan.
f. Mengidentifikasi aspek hukum dan etika terhadap resiko.
g. Tindakan keperawatan ada tiga kategori:
 Dependen: Suatu tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan medis.

26
 Interdependen: Kerjasanma dengan tenaga kesehatan lain.
 Independen: Kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan
perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lain.

Dokumentasi ada tiga tipe yaitu :

a. Sourcess Oriented Records (SOR)


b. Problem Oriented Records (POR)
c. Computer Assisted Records
E. Evaluasi
Menurut Nursalam(2001) evaluasi adalah peran perawat dalam evaluasi untuk
melihat sejauh mana tujuan yang telah dicapai oleh klien setelah mendapat tindakan
atau askep. Evaluasi yang dapat digunakan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses
perawatan berlangsung atau menilai dari respon klien. Evaluasi hasil adalah kegiatan
melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan.

27
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS TUMOR MEDULLA SPINALIS

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. YS
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat : Banyubiru, Semarang

2. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa di Poliklinik Saraf RSUD Ambarawa pada
tanggal 16 September 2015. Pasien merupakan pasien yang rutin kontrol setiap dua
minggu sekali.

3. Keluhan Utama
Tidak bisa berjalan sejak ±1 tahun yang lalu.

4. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak setahun yang lalu, pasien mengeluh kesemutan pada kedua lutut sampai telapak
kaki. Kesemutan timbul terus menerus. Kesemutan dirasa semakin lama semakin parah.
Pasien dipijit kakinya untuk mengurangi gejala namun tidak berkurang.
Selain kesemutan, pasien juga mengeluh ada perbedaan sensasi raba antara pusar ke
atas dengan pusar ke bawah, pusar ke bawah tidak merasakan sensasi apa-apa, baik
disentuh, dicubit atau terkena panas. Rasa baal pada kedua lutut sampai kedua telapak
kaki tidak disertai nyeri.
Punggung bawah kanan dan kiri terasa nyeri. Nyeri terasa seperti ada sensasi panas.
Nyeri terasa terus menerus. Nyeri bertambah bila pasien terlalu lama duduk atau tiduran
dan berkurang bila pasien berusaha mengubah-ubah posisi. Kedua tangan dan kaki bisa
digerakan. Pasien bisa berdiri,tetapi hanya bertahan ±1-2 detik saja. Pasien tidak bisa
berjalan.

28
6 bulan SMRS, pasien mengeluh susah BAK dan BAB. Sensasi keinginan untuk
berkemih dan BAB ada, tapi untuk mengeluarkannya tidak ada kekuatan. Sulit BAK
dapat diatasi dengan pemasangan kateter.
Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Ambarawa dengan keluhan tidak bisa
berjalan. Rutin kontrol, namun untuk mengetahui diagnosis pasti dan pengobatan lebih
lanjut, dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi. Pasien menjalani rawat inap selama 11-26 Agustus
2015.
Nafsu makan tidak turun. Penurunan berat badan ada, namun tidak drastis. Demam
sebelum keluhan kesemutan dan baal pada kedua tungkai disangkal. Keluhan nyeri
kepala dan pusing disangkal, kejang disangkal. Tidak ada gangguan dalam
berkomunikasi.

5. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat hipertensi : disangkal


 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat cedera kepala, leher, punggung: disangkal
 Riwayat keluhan serupa : disangkal
6. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi disangkal.
- Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.
- Riwayat Alergi disangkal.
7. Anamnesa Sistem
Sistem Serebrospinal : Tidak bisa berjalan, kesemutan dan baal pada kedua kaki
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : Sesak (-)
Sistem Gastrointestinal : Mual (-), Muntah (-)
Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
Sistem Integumental : Kesemutan dan baal pada kedua lutut sampai kaki
Sistem Urogenital : Sulit BAK dan BAB disangkal

29
8. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kesadaran : Compos Mentis GCS E4V5M5
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Denyut nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,0oC
Kepala : Normocephal
Kulit : Sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, suhu raba normal,
turgor kulit baik.
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata.
Wajah : Deformitas (-), pigmentasi (-)
Mata : Subconjuntival hemorrhage (-/-) edema palpebra -/-,
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3 mm,
RCL +/+, RCTL +/+, refleks kornea +/+.
Mulut : VE pada bibir (-), Bibir pucat (-), gusi berdarah (-), Maloklusi
(-)
Telinga : OD  bentuk normal, lubang lapang, serumen -, OS  bentuk
normal, lubang lapang, serumen , discharge (-), otorrhea (-),
perdarahan (-), nyeri tekan tragus (-).
Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-),perdarahan (-),
rhinorrhea (-),
Leher : Jejas (-), simetris, tidah ada deviasi trakhea, JVP ≠ meningkat,
pembesaran limfonodi cervical (-/-), leher kaku (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Bentuk normal, gerak kedua hemitoraks simetris pada saat
statis dan dinamis
Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor di hemithoraks kiri dan kanan
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-

30
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula
sinistra, kuat angkat
Perkusi : Batas kanan ICS V linea sternalis dekstra; batas kiri ICSV linea
midclavicula sinistra ; batas atas ICS III linea sternalis sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).


Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran hepar dan lien.
Perkusi : Timpani diseluruh regio abdomen,nyeri ketok CVA(-)
Urogenital : Tidak diperiksa
Ekstremitas : edema ekstremitas inferior et superior (-/-), sianosis (-), ikterik
(-), VE a/r brakhialis dekstra, VL a/r cruris dekstra, granulasi (-)

9. Status Neurologis
Sikap tubuh : Simetris
Gerakan abnormal : tidak ada
10. Nervus Kranialis
N I (Olfaktorius) Kanan Kiri
Daya Penghidu N N
N II (Optikus)
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Medan penglihatan N N
N III (Okulomotorius)
Ptosis - -
Gerakan bola mata ke
Superior N N
Inferior N N
Medial N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm

31
Bentuk pupil bulat bulat
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya tidak langsung + +
Strabismus divergen - -
N IV (Troklearis)
Gerak bola mata ke lateral bawah N N
Strabismus konvergen - -
Menggigit N N
Membuka mulut N N
N V (Trigeminus)
Sensibilitas muka N N
Refleks kornea + +
Trismus - -
N VI ( Abdusens)
Gerakan mata ke lateral N N
Strabismus Konvergen - -
N VII (Facialis)
Kerutan kulit dahi simetris simetris
Kedipan mata N N
Mengerutkan dahi simetris simetris
Mengerutkan alis simetris simetris
Menutup mata N N
Lipatan nasolabial simetris simetris
Sudut mulut simetris simetris
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
Daya kecap lidah 2/3 depan + +
N VIII (Akustikus)
Mendengar suara + +
Mendengar detik arloji + +
Tes Rinne tidak dilakukan
Tes Schwabah tidak dilakukan
Tes Weber tidak dilakukan

32
N IX (Glosofaringeus)
Daya kecap lidah 1/3 belakang + +
Reflek muntah + +
Sengau - -
Tersedak - -
N X (Vagus)
Denyut nadi 82x/ menit, reguler, kuat angkat
Bersuara + +
Menelan + +
N XI (Asesorius)
Memalingkan kepala + +
Sikap bahu simetris simetris
Mengangkat bahu simetris simetris
Trofi otot bahu eutrofi eutrofi
N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah N N
Artikulasi + +
Tremor lidah - -
Menjulurkan lidah + +
Trofi otot lidah eutrofi eutrofi
Fasikulasi lidah - -
Meningeal Sign (-)

33
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DATA FOKUS
DS :
- Pasien mengeluh kesemutan pada kedua lutut sampai telapak kaki
- Pasien mengeluh ada perbedaan sensasi raba antara pusar ke atas dan
pusar ke bawah,pusar ke bawah tidak dapat merasakan sensai apa-apa
baik disentuh,dicubit,ataupun terkena panas
- Pasien mengatakan lutut hingga ke telapak kaki pasien terasa baal dan di
sertai dengan nyeri
- Pasien mengatakan tidak nafsu makan
- Pasien mengatakan tidak dapat berjalan
- Pasien mengatakan belum keramas selama di rawat
- Pasien mengatakan sakit ketika menelan
DO :
 Pasien hanya menghabis kan setengah porsi makanannya
 Pasien dapat menggerakkan kaki tetapi tidak dapat berjalan
 Pasien hnaya mampu berdiri 1-3 detik saja
 Rambut pasien tampak berminyak dan kotor
 Terdapat peradangan dalam tenggorokan pasien

34
ANALISA DATA
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
1 DS Gangguan mobilitas Kerusakan
-Pasien mengatakan tidak dapat fisik neuromuskuler
berjalan
- Pasien mengatakan lutut hingga ke
telapak kaki pasien terasa baal dan di
sertai dengan nyeri
-Pasien mengeluh kesemutan pada
kedua lutut sampai telapak kaki
DO
- Pasien dapat menggerakkan kaki
tetapi tidak dapat berjalan
- Pasien hnaya mampu berdiri 1-3
detik saja

2 DS : Resiko kekurangan Infeksi tenggorokan


- Pasien mengatakan tidak nafsu nutrisi
makan
- Pasien mengatakan sakit ketika
menelan

DO:
- Pasien hanya menghabis kan
setengah porsi makanannya
- Terdapat peradangan dalam
tenggorokan pasien

3 DS: Defisit perawatan Gangguan mobilitas


- Pasien mengatakan belum diri
keramas selama di rawat

DO:
 Rambut pasien tampak
berminyak dan kotor

DIAGNOSA
DX 1 : Gangguan mobilitas fisik b.d Kerusakan neuromuskuler
DX 2 : Resiko kekurangan nutrisi b.d Infeksi tenggorokan
DX 3 : Defisit perawatan diri b.d mobilitas

35
C. INTERVENSI
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Rencana tindakan/intervensi
keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 2 1. Kaji rasa nyeri,kebengkakan,ketegangan
mobilitas fisik x 24 masalah dapat teratasi otot jari
b.d Kerusakan dengan kriteria hasil : 2. Berikan suatu alat agar pasien mampu
neuromuskuler mempertahankan posisi untuk meminta pertolongan,seperti bel
fungsi dibuktikan oleh tidak 3. Ajarkan teknik ROM
adanya kontraktur, 4. Anjurkan untuk tinggikan ekstremitas
footdrop, meningkatkan bawah beberapa saat sewaktu duduk
kekuatan bagian tubuh yang 5. Anjurkan pasien untuk ganti-ganti posisi
sakit / kompensasi, setiap 1 sampai 2 jam sekalai
mendemonstrasikan tehnik / 6. Monitor tanda-tanda vital
perilaku yang
memungkinkan melakuakn
kembali aktivitas

2 Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Sajikan makanan yang mudah


kekurangan keperawatan 2 x 24 jam, dicerna, dalam keadaan hangat,
nutrisi b.d diharapkan tidak terjadi tertutup, dan berikan sedikit-sedikit
Infeksi kekurangan nutrisi dengan tapi sering
tenggorokan kriteria hasil : 2. Bantu pasien makan jika tidak
1. Terjadi peningkatan mampu
berat badan sesuai 3. Ukur intake makanan dan timbang
batasan waktu berat badan
2. Peningkatan status nutr 4. Anjurkan pasien untuk makan
sedikit-sedikit tapi sering
isi
5. Anjurkan pasien untuk menghindari
makanan yang banyak mengandung
gas
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan diet yang tepat bagi
pasien
7. Monitor hasil lab, seperti glukosa,
elektrolit, albumin, hemoglobin,
kolaborasi dengan dokter

3 Defisit Setelah dilakukan tindakan 2 1. Bantu pasien untuk keramas


perawatan diri x 24 masalah dapat teratasi 2. Bantu pasien untuk membersikan muka
b.d mobilitas dengan kriteria hasil : dan mulut
Kebutuhan keperawatan diri 3. Bantu dan ajarkan latihan pembentukan
pasien terpenuhi mulai dari otot sesuai dengan indikasi bida dengan
kebutuhan perawatan boneka,bola atau yang lainnya
rambut,badan,muka,hingga 4. Jelaskan pentingnya perawatan diri
mulut

D. IMPLEMENTASI
Melakukan tindakan sesuai dengan yang di intervensikan

36
E. EVALUASI

Tanggal Pukul No. Diagnosa Catatan (SOAP) Paraf


S : Pasien mengatakan kekakuan
8/5/2019 16.15 I sendinya berkurang
O : Pasien terlihat berusaha
menggerakkan tubuhnya
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

S: Pasien masih nyeri saat menelan,


namun sudah berkurang, rasanya
II
senut-senut, dan hilang-timbul saat
menelan.

O: Pasien masih tampak kesakitan


saat menelan dan masih
menunjukkan wajah gelisah.

17.00 A: Masalah sebagian teratasi

P: Lanjutkan intervensi

8/5/2019 17.30 III S : Pasien mengatakan lebih

nyaman dan segar.

O : Tidak tercium bau, pakaian

pasien telah terganti dan pasien

tampak bersemangat

A: Masalah teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan

37
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau
isinya dan biasanya menimbulkan gejala – gejala karena keterlibatan medula spinalis atau
akar – akar saraf. Tumor medula spinalis primer merupakan seperenam tumor otak dan
mempunyai prognosis yang lebih baik karena sekitar 60% adalah jinak.
Tumor meduka spinalis di bagi menjadi 2 macam yaitu tumor medulla spinalis primer
penyebabnya sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang
mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus, faktor genetik, dan
bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Tumor medulla spinalis sekunder
(metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui
aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan
medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.
Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada tumor medula spinalis adalah tumor
ekstradural gejala pertama umumnya berupa nyeri yang menetap dan terbatas pada daerah
tumor. Diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom. Nyeri setempat ini paling
hebat terjadi pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang. Dan
gangguan BAB dan BAK. Tumor Ekstramedular ditandai dengan nyeri mula-mula di
punggung dan kemudian disepanjang radiks spinal. Nyeri diperberat oleh gerakan, batuk,
bersin atau mengedan dan paling berat terjadi pada malam hari. Serta defisit sensorik.
Tumor intramedular ditandai dengan defisit sensasi nyeri dan suhu, kelemahan yang
disertai atrofi dan fasikulasi, nyeri tumpul, impotensi pada pria dan gangguan spinter pada
kedua jenis kelamin.
Komplikasi pada pasien tumor medula spinalis yaitu kerusakan serabut-serabut neuron,
hilangnya sensasi nyeri (keadaan parah), perdarahan metastasis yang menyebabkan
kesulitan berkemih atau hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih atau sembelit.
Pemeriksaan penunjang pada pasien tumor medula spinalis antara lain adalah
Laboratorium,Foto Polos Vertebrae,CT-scan ,MRI,Radiologi.
B. SARAN

Mengingat tumor medula spinalis itu sudah banyak pada akhir-akhir ini disarankan
pada masyarakat agar menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit tumor medula spinalis

38
DAFTAR PUSTAKA

Muttakin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan denngan Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta: Salemba Medika

Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Alih Bahasa: dr. Brahm U. Jakarta: EGC

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Hakim, A Adril. Permasalahan Serta Penanggulangangn Tumor Otak Dan Sumsum


Tulang Belakangi. . http://www.USU-digitallibrary.com. 2006.

Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek. Jakarta:
Medika Salemba.

Plummer. Report Of A Case Of Spinal Cord Tumor. http:// www.jbjs.org. 2008

Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi III. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1999.
Hal 331-340.

Shneiderman, Amiran. Tumors of the Conus and Cauda


Equina. http://www.emedicine.com. 2006

Doengoes, M. E. 1999.Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku Untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Sagung Seto.

Batticaca, B Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

39
Akhyar, Yayan. 2009. Traktus Spinotalamikus: Files of DrsMed FK UNRI, (Online)
http://www.yayanakhyar.co.nr diakses tanggal 24 Februari 2018

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Kirshblum, steven dkk. 2011. International standards for neurological classification of spinal
cord injury. Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3232636/pdf/scm-34-535.pdf

Tidy, C. 2014. Spinal Cord Injury and Compression. EMIS Egton Medical Information
System.

Lawrence S Chin, Robert B and Molly G King Endowed. 2014. Spinal Cord Injuries.
Medscape Medical News.(Online), http://emedicine.medscape.com/article/793582,
diakses tanggal 24 Februari 2018.

Jasajurnal. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Trauma Medulla Spinalis, (Online)


http://www.jasajurnal.com/diagnosis-dan-tatalaksana-trauma-medulla-spinalis/,
diakses tanggal 24 Februari 2018

Ziu, Endrit & Fassil B. Mesfin. 2017. Spinal Shock. Columbia: NC

40

Anda mungkin juga menyukai