2. ETIOLOGI
a. Tumor Medula spinalis primer
penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara
pasti beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap
Penelitian adalah virus, faktor genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat
karsinogenik
b. Tumor medula spinalis sekunder
Adapun tumor medulla spinalis sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel
kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian
menembus dinding pembuluh darah melekat pada jaringan medula spinalis yang
normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut(Price.2016)
Faktor Resiko
Tumor dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden meningkat seiring dengan
pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia
tertentu (Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa
dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis
TB dan penyakit neurofibomatosis. Pathogenesis dari neoplasma medulla spinalis
belum diketahui, tetapi kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada tempat
tersebut. Riwayat genetic terlihat sangat berperan dalam peningkatan insiden pada
keluarga tertentu atau syndromic group (neurofibromatosis). Astrositoma dan
neoruependymoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan
neurofibromatosis tipe 2 yang merupakan kelainan pada kromosom 22
hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan von hippel-lindou syndrome
sebelumnya yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.
3. ANATOMI FISIOLOGI
Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat, terletak di dalam
canalis vertebralis dan merupakan lanjutan dari medulla oblongata dan ujung
caudalnya membentuk conus medullaris. Panjangnya pada pria sekitar 45 cm dan
wanita 42-43 cm. segmen upper cervical dan thoracal berbentuk silindris dan segmen
lower cervical & lumbal berbentuk oval. Berawal dari dasar otak (atlas atau V.C1),
berakhir setinggi L1-L2 (conus medullaris), ke bawah melanjutkan diri sebagai fillum
terminale. Di bawah Conus medullaris terbentuk anyaman akar saraf (saraf tepi)
menyerupai ekor kuda (cauda equina). Setiap pasangan saraf keluar melalui
Intervertebral foramina. Saraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan
juga oleh meningen spinal dan CSF. Saraf spinal berjumlah 31 pasang yaitu : 8
pasang saraf servikal, 12 pasang saraf thorakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf
sakral, dan 1 pasang saraf koksigeal.
a. Meningen
Meningen terdiri atas tiga lapis yaitu: Duramater, arachnoid dan piamater. Duramater
merupakan lapisan yang kuat berupa jaringan fibrosa, Bersatu dengan filum terminale.
Arachnoid berupa lapisan tipis dan transparan serta piamater yang melekat pada erat
pada otak dan medulla spinalis. Rongga antara duramater dan dinding canalis
vertebralis disebut dengan epidural yang merupakan area yang mengandung banyak
pembuluh darah dan lemak. Rongga antara duramater dengan arachnoid disebut
dengan subdural yang berisi cairan limfe. Sub dural tidak mengandung CSF. Rongga
antara Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada rongga ini
terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar akar saraf.
4. MANIFESTASI KLINIS
Tumor ekstradural
a. Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada daerah tumor
diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom
b. Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan
tulang belakang dan istirahat baring
c. Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan
d. Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum
keterlibatan medula spinalis.
e. Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali
f. Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar
g. Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang
irreversible
h. Gangguan buang air besar dan buang air kecil
Tumor intradular
a. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas di seluruh segmen
yang terkena yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan pada kulit perifer
b. Bila lesinya besar terjadi sensasi raba, gerak, posisi dan getar.
c. defisit sensasi nyeri dan suhu
d. kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi
e. nyeri tumpul, impotensi pada pria dan gangguan spinter pada kedua jenis
kelamin (Satyanegara. 2015)
5. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi tumor medula spinalis berdasarkan asal dan sifat sel nya
Tumor medulla spinalis primer
Tumor medulla spinalis primer dapat bersifat ganas maupun jinak. Tumor
medula spinalis primer yang bersifat ganas contohnya astrositoma,
neuroblastoma dan kordoma sedangkan yang bersifat jinak contohnya
neurinoma, glioma dan ependimona (neoplasma yang timbul pada kanalis
sentralis medulla spinalis)
Tumor medula spinalis sekunder
Tumor medula spinalis sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastatis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,
kanker payudara, kelenjar prostat, ginjal, dan lambung
b. Klasifikasi tumor berdasarkan lokasi tumor terhadap dura dan medula spinalis
Tumor ekstradural
Tumor extradural pada umumnya berasal dari columna vertebralis atau dari
dalam ruang ekstradural. Tumor ekstradural terutama merupakan metastasis
dari Lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal dan lambung.
Tumor intradural
Tumor intradural dibagi menjadi:
1) tumor ekstramedular
Tumor ekstramedular terletak antara Dura dan medula spinalis. Tumor
ini biasanya neurofibroma berasal dari radiks saraf dorsal. Kadang-kadang
neurofibroma tumbuh menyerupai jam pasir yang meluas ke dalam ruang
ekstradural. Sebagian kecil neurofibroma mengalami perubahan
sarkomatosa dan menjadi invasi atau bermetastasis. Meningioma pada
umumnya melekat tidak begitu erat pada Dura, kemungkinan berasal dari
membran araknoid, dan sekitar 99% dijumpai di regio thoraksika. Tumor
ini lebih sering terjadi pada wanita usia separuh baya. Tempat tersering
tumor ini adalah Sisi posterolateral medula spinalis. Lesi medula spinalis
ekstramedular menyebabkan kompresi medula spinalis dan radiks saraf
pada segmen yang terkena
2) tumor intramedular
Tumor intramedular berasal dari kata medula spinalis itu sendiri.
Struktur histologi tumor intramedular pada dasarnya sama dengan tumor
intrakranial. Lebih dari 95% tumor ini adalah glioma. Berbeda dengan
tumor intrakranial, tumor intramedular cenderung lebih jinak secara
histologis sekitar 50% dari tumor intramedular adalah ependimoma, 45%
nya adalah atrositoma dan Sisanya adalah ologidendroglioma dan
hemangioblastoma. Ependimoma dapat terjadi pada semua tingkat medulla
spinalis tetapi paling sering pada konus medularis kauda ekuina. Tumor
intramedular ini tumbuh ke bagian tengah medula spinalis dan merusak
serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron yang substasi
(Price.2016).
6. PHATOFISIOLOGI
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan
dan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan terhentinya suplai darah
atau cairan serebrospinal. Derajat gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan
kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan tumor yang tumbuh lamban, 85
% tumor medula spinalis jinak. Terutama tumor neoplasma baik yang timbul
ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau tumor metastase dapat juga
mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang belakang. Tumor
ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar
sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan sensorik
yang berhubungan dengan tingkat akar dan medula spinalis yang terserang. Karena
tumor membesar terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu
pasien kehilangan fungsi semua motori dan sensori dibawah lesi atau tumor. Tumor
medula spinalis yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti
pada sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi
temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama
pada tangan. Seluruh jalur sentral yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi.
Hilangnya rasa nyeri dan sensori suhu dan kelemahan motorik berlangsung sedikit
demi sedikit, bertambah berat dan menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang
terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi eliminasi fecal dan urine.(Hakim A.
2016).
7. PATWAY
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis
dapat di tegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini:
1. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom,
dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan titik dalam mengambil dan
memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-
hati karena blok sebagian dapat merubah menjadi blok komplit cairan spinal dan
menyebabkan paralisis yang komplit.
2. Foto polos vertebrae
Foto seluruh tulang belakang 67-85% upnormal. Kemungkinan ditemukan
erosi pedikel ( defek menyerupai "mata burung hantu" pada tulang belakang
lumbosacral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping badan
vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terjadi Mieloma, Ca prosat,
hodgkin, dan biasanya Ca payudara.
3. CT-Scan
CT-Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan
terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga
dapat memberikan dokter mendeteksi adanya edema pendarahan dan keadaan lain
yang berhubungan titik CT-Scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil
terapi dan melihat progresifitas tumor.
4. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang
mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor
yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT- Scan.
5. Radiologi
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologi untuk mendiagnosis semua tipe
tumor medula spinalis adalah MRI titik alat ini dapat menunjukkan gambaran
ruang dan kontras pada struktur medula spinalis dimana gambaran ini tidak dapat
dilihat dengan pemeriksaan yang lain.
Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan pembesaran foramen
intervertebralis. Lesi intramedular yang memanjang dapat menyebabkan erosi atau
tampak berlekuk-lekuk (Scalloping) pada bagian posterior corpus vertebra serta
pelebaran jarak iterpendekular.
Mielografi selalu digabung dengan pemeriksaan CT. Tumor intradural dan
ekstramedular memberikan gambaran filling defect yang berbentuk bulat pada
pemeriksaan myelogram. Lesi intramedular menyebabkan pelebaran vokal pada
bayangan medula spinalis (Brunner 2017).
9. PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi orologis secara maksimal.
Kebanyakan tumor intramedular dan ekstramedular dapat diresensi secara total
dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif.
Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara
histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan
terapi radiasi post operasi. terapi yang dapat dilakukan pada tumor medula spinalis
adalah:
1. Deksamethason :100mg ( nyeri pada 85% kasus di, mungkin juga menghasilkan
perbaikan neurologis)
2. Pelaksanaan berdasarkan evaluasi radiografik
a. bila tidak ada masa epidural: rawat tumor primer ( soalnya dengan sistemik
kemoterapi) radiasi lokal pada Lesi bertulang: analgesik untuk nyeri
b. bila ada lesi epidural, bukan bedah atau radiasi ( rasanya 3000-4000 cGy pada
10 kali perawatan dengan perluasan 2 level di atas dan di bawah Lesi: radiasi
biasanya efektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih sedikit
3. Penatalaksanaan darurat ( pembedahan atau radiasi) berdasarkan derajat blog dan
kecepatan deteriorasi
a. bila > 80% blog komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan segera
mungkin ( bila merawat dengan radiasi, teruskan Deksamethasone keesokan
harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari lalu diturunkan
(tappering) selama radiasi, selama dua Minggu.
b. bila < 80% blok: perawatan rutin ( radiasi, lanjutkan Deksamethason 4 mg
selama 6 jam , diturunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi.
4. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan untuk tumor intramedular yang tidak dapat
diangkat dengan sempurna dosisnya antara 45 dan 54 Gy
5. Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik
myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada
pembedahan tumor medula spinalis
10. KOMPLIKASI
1. Kerusakan serabut-serabut neuro
2. Hilangnya sensasi nyeri (keadaan parah)
3. Perdarahan metastasis
4. Kekuatan, kelemahan
5. Gangguan koordinasi
6. Menyebabkan kesulitan berkemih atau hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih atau sembelit
7. Komplikasi pembedahan
a. Pasien dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis yang besar
selama tindakan operasi
b. Deformalitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-
anak dibanding orang dewasa deformitas pada tulang belakang tersebut dapat
menyebabkan kompresi medula spinalis
c. Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servical, dapat terjadi
obstruksi foramen luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus (Brunner
2017).
MASALAH KEPERAWATAN
a. Kelumpuhan
b. Gangguan sensibilitas
c. Gangguan nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi
d. Gangguan sistem cerna
e. Kesukaran dalam buang air besar dan buang air kecil
f. Perawatan khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut) atau kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf.
2. Defisit perawatan diri: higiene, makan toileting dan mobilitas yang b. d
gangguan neurofisiologis.
3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi ( trauma atau defisit neurologis )
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan
ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan: paralise, atrofi otot dan
kontraktur.
5. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan kognitif.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1
Nyeri (akut) atau kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai
dengan: menyatakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar
wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan
terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah
menahan nyeri, perubahan pola tidur, menarik diri secara fisik.
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku
untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri.
Intervensi:
Kaji keluhan nyeri
Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah,
menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan
dan tekanan darah.
Anjurkan untuk istirahat denn tenang
Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai
kebutuhan
Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat
toleransi terhadap sentuhan
Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif “saya sembuh”
atau” saya suka hidup ini”
Berikan analgetik atau narkotik sesuai indikasi
Berikan antiemetiksesuai indikasi
2. Diagnosa 2
Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting dan mobilitas yang b.d
gangguan neurofisiologis.
Kriteria hasil: kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi
dan cairan terpenuhi, kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral,
muka terpenuhi, latihan rentang gerak aktif dan psif dilakukan.
Intervensi:
Kaji tingkat kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan
perawatan diri
Bantu saat pasien makan sesuai kebutuhan
Lakukan perawatan kateter setiap hari
Lakukan higiene oral setiap hari
Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk ekstremitas
Bantu dan ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk
latihan memeras, bola karet.
Lakukan perawatan kulit : gosok punggung
Berikan higiene secara total sesuai indikasi
Berikan bantuan nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk
menetapkan kebutuhan
Jelaskan pentingnya perawatan diri
3. Diagnosa 3
Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi ( trauma atau defisit neurologis ), ditandai dengan disorientasi,
perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola
komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk,
perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola
perilaku
Kriteria hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi
persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris
dan proses piker
Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda
tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian
adanya masalah penglihatan
Observasi repon perilaku
Hilangkan suara bising atau stimulus yang berlebihan
Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil,
pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
a. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
b. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi
4. Diagnosa 4
Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan
ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan
kontraktur.
Kriteria hasil: mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya
kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit atau
kompensasi, mendemonstrasikan tehnik atau perilaku yang memungkinkan
melakuakn kembali aktivitas
Intervensi :
Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.
Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan ,
seperti: bel atau lampu pemanggil
Bantu atau lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi,
pakailah gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha
secara teratur
Letakkan tangan dalam posisi kedalam (melipat)
Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat
kaki
Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa
terganggu
Berikan posisi alih baring setiap 2 jam
Monitor tanda-tanda vital
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
5. Diagnosa 5
Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan kognitif. Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan
pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dan tanda-tanda vital dalam
batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan auskultasi, tidak terdapat tanda
distress pernafasan
Intervensi :
Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
Auskultasi bunyi pernafasan
Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran atau posisi miring sesuai
indikasi
Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
Kaji kemampuan dan kualitas batuk
Monitor tanda-tanda vital
Waspada bahwa trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi
Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15
detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan secret
Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedative
Berikan O2 sesuai indikasi
Lakukan fisioterapi dada jika ada
DAFTAR PUSTAKA
Muttakin, Arif. 2018. “Asuhan Keperawatan dengan gangguan system persarafan” Jakarta:
Salemba Medika
Satyanegara. 2015. Ilmu bedah saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Hakim, A. 2016. Permasalahan serta penanggulangan tumor otak dan sumsum tulang
belakang. Medan: universitas sumatera utara
Brunner dan Sudarth. 2017. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah “. Ed 8 Vol 3. Jakarta:
EGC