DISUSUN OLEH:
ROMBE DATU SALINDING
NIM : NS21049
CI LAHAN CI INSTITUSI
(……………….....………..) (…..……….....……………)
B. Klasifikasi
1. Klasifikasi tumor medulla spinalis berdasarkan asal atau sifat selnya (CITATION
Sat10/1033).
a. Tumor medulla spinalis primer
Tumor medulla spinalis primer dapat bersifat jinak maupun hanas. Tumor
primer yang bersifat ganas contohnya astrositoma, neurinoma, glioma dan
ependioma (neoplasma yang timbul pada kanalis sentralis medulla spinalis).
b. Tumor medulla spinalis sekunder.
Tumor medulla spinalis sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,
kanker payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma.
2. Klasifikasi tumor berdasarkan lokasi tumor terhadap dura dan medulla spinalis
(Price & Wilson, 2015)
a. Tumor ekstradural
Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau
dari dalam ruang ekstradural. Tumor ekstradural terutama merupakan
metastasis dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal dan
lambung.
b. Tumor intradural
Tumor intradural dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Tumor ekstramedular
Tumor ekstramedular terletak antara dura dan medulla spinalis. Tumor
ini biasanya neurofibroma atau meningioma (tumor pada meningen).
Neurofibroma atau meningioma (tumor pada meningen). Neurofibroma
berasal dari radiks saraf dorsal. Kadang-kadang neurofibroma tumbuh
menyerupai jam pasir yang meluas ke dalam ruang ekstradural. Sebagian
kecil neurofibroma mengalami perubahan sarkomatosa dan menjadi infasis
atau bermetastasis. Meningioma pada umumnya melekat tidak begitu erat
pada dura, kemungkinan berasal dari membrane araknoid dan sekitar 90%
dijumpai di region toraksila. Tumor ini lebih sering terjadi pada wanita
usia separuh baya. Tempat tersering tumor ini adalah sisi posterolateral
medulla spinalis. Lesi medulla spinalis ekstramedular menyebabkan
kompresi medulla spinalis dan radiks saraf pada segmen yang terkena.
(Price & Wilson, 2015).
2) Tumor intramedular
Tumor intramedular berasal dari medulla spinalis itu sendiri.
Struktur histologi tumor intramedular pada dasarnya sama dengan tumor
intracranial. Lebih dari 95% tumor ini adalah glioma. Berbeda dengan
tumor intracranial, tumor intramedular cenderung lebih jinak secara
histologis. Sekitar 50% dari tumor intramedular adalah ependioma, 45%
adalah atrositoma dan sisanya adalah ologidendroglioma dan
hemangioblastoma. Ependioma dapat terjadi pada semua tingkat medulla
spinalis terpai paling sering pada konus medularis kauda ekuina. Tumor-
tumor intramedular ini tumbuh ke bagian tengah medulla psinalis dan
merusak serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron substansia
grisea.
Tumor spinal dapat tumbuh di luar dura (ekstradural) atau di dalam lapisan dura
(Intradural). Massa pada intradural dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan
lokasinya, yaitu massa yang berkembang di dalam medulla (intranedula) atau di luar
medulla (ekstramedula) (Priyanto & Siradz, 2019).
Gambar (a,b) tumor ektrsadural; (a) sebelah dorsal dari korda spinalis, (b) sebelah
ventral dari korda spinalis, (c) tumor intradural-ekstramdeulla (tumor dumbbell
dengan bagian pada intraforamil dan ekstraforamil), (d) tumor intradural
intramedula.
C. Etiologi
Tumor medulla spinalis dapat dibedakan menjadi 2 yaitu tumor medulla spinalis
primer dan sekunder. Angka kejadian tumor medulla spinalis primer lebih kecil
dibandingkan dengan tumor medulla spinalis sekunder (CITATION Med18/I 1057).
1. Tumor medulla spinalis primer
Tumor primer merupakan tumor yang berasal atau berkembang dari medulla
spinalis itu sendiri. Penyebab tumor medulla spinalis primer sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini
masih dalam tahap penelitian adalah virus, faktor genetic, dam bahan-bahan kimia
yang bersifat karsinogenik (CITATION Bra17/I/1033).
Dalam sejumlah kasus, tumor primer dapat terjadi akibat adanya dua penyakit
genetic ini, yaitu :
a. Neurofibromatosis 2 : pada kelainan herediter ini, tumnor jinak dapat
berkembang di alpisan arachnoid sumsum tulang belakang atau dalam sel glial
pendukung. Namun, tumor yang lebih umum yang terkait dengan gangguan ini
mempengaruhi saraf yang terkait dengan pendengaran dan dapat menyebabkan
hilangnya pendengaran di salah satu atau kedua telinga.
b. Penyakit Von Hipper-Lindau: kelainan multi-sistem yang jarang ini dikaitkan
dengan tumor pembuluh darah jinak (hemangioblasma) di otak, retina dan
sumsum tulang belakang, dan dengan jenis tumor lainnya di ginjal atau
kelenjar adrenal (CITATION Ame191/I 1033).
2. Tumor medulla spinalis sekunder
Tumor sekunder merupakan tumor yang berkembang di medulla spinalis
akibat metastase dari kanker lain. Tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh
sel-sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui al8iran darah yang
kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medulla
spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut
(CITATION Bra17/I 1033).
Tumor medulla spinalis berdasarkan lokasinya dapat disebabkan menjadi 2
menurut Tarwoto (2013) yaitu :
1. Tumor intramedular
Tumor yang terjadi pada jaringan medulla spinalis itu sendiri, sentral gray
metter dan anterior commissure. Perkembangan tumor ini mengakinbatkan
kompresi pada medulla spinalis, akar saraf spinal dan terjadi kerusakan pada
parenkim. Jenis tumor intramedular ada 2 yaitu ependimomas ditemukan pada
conus medullary, astrositomas dan oligodenrogliomas yaitu tumor yang terjadi
pada sel-sel eritrosit dan dendrogia.
2. Extramedular
Tumor yang berada di luar medulla spinalis. Tumor ini dikelompokkan
menjadi 2 yaitu : tumor intradural terjadi pada membrane (meningen) yang
membungkus saraf tulang belakang atau diantara durameter yang berasal dari
medulla spinalis itu sendiri dan termasuk tumor meningioma dan
neurofibroma dan tumor ekstradural yaitu antara tulang dan membrane dari
tulang belakang atau berasal dari kolumna vertebralis atau dalam ruang
extradular. Tumor ini termasuk karsinoma metastase, limfoma dan multiple
mieoma.
D. Patofisiologi
Kerusakan (atau mutasi) genetik mungkin didapat dari akibat pengaruh
lingkungan seperti trauma, zat kimia, radiasi atau virus, atau diwariskan dalam sel
germinativum. Hipotesis genetik pada kanker mengisyaratkan mengisyaratkan
bahwa massa tumor terjadi terjadi akibat ekspansi ekspansi klonal satu sel
progenitor yang telah mengalami kerusakan genetik (yaitu umor bersifat
monoklonal).
F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pada semua jenis tumor spinal dapat diketahui melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tetapi untuk menegakkan diagnosis
kerja dari kasus tumor spinal digunakan beberapa pemeriksaan penunjang.
1. Magnetic Resonance Imaging (MRI) modalitas utama diagnostic pada kasus
tumor spinal adalah MRI dengan atau tanpa kontras. MRI memungkinkan
pencitraan resolusi tinggi, tidak hanya struktur tulang tetapi juga struktur jaringan
lunak serta MRI penting untuk diagnosis dini tumor spinal. Pada tumor intradural-
ekstramedula, tumor terletak di ruang subarchenoid antara dura dan korda spinal.
Tumor akan terlihat sebagai efek pengisian intradural dibatasi oleh meniscus
dengan pembesaran ruang subarchenoid dan deviasi dari korda spinal menjauhi
massa.
2. Pemeriksaan Cerebrospinal Fluid (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein
dan xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil
dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medulla spinalis harus
berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan
spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit.
3. X-ray vertebra kemungkinan pada x-ray vertebra pada kasus tumor spinal dapat
ditemukan pelebaran pada neural kanal, erosi pedikel (defek menyerupai “mata
burung hantu” pada tulang belakang lumbosacral AP) atau pelebaran, fraktur
kompresi patologis, scalloping badan vertebra atau sclerosis.
4. CT-Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan terkadang
dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga dapat
membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang
berhubungan. CT-Scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi
dan melihat progresifitas tumor.
G. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Tumor jinak seringkali dapat ditangani dengan eksisi komplit dan pembedahan
merupakan tindakan yang berpotentif kuratif. Untuk tumor primer maligna atau
tumor sekunder, biasanya biasanya sulit ditemukan.Pembedahan
ditemukan.Pembedahan tumor primer seringkali seringkali diindikasikan
diindikasikan untuk mencapai mencapai diagnosis histologis dan jika mungkin,
untuk meringankan gejala dengan mengurangi massa tumor. Pemeriksaan
histologis dari biopsi tumor dapat mengkonfirmasi apakah lesi merupakan suatu
glioma dan bukan neoplasma lainnya, misalnya limfoma, atau bahkan kondisi
nonneoplasia, misalnya abses.
Pemeriksaan ini juga memungkinkan dilakukannya penentuan tingkat derajat
diferensiasi tumor yang berhubungan dengan prognosis. Jadi, pasien glioma
derajat 1-2 memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Akan tetapi, median angka
harapan hidup untuk tumor yang terdiferensiasi paling buruk (derajat 4) adalah 9
bulan.
Kadang-kadang pembedahan tidak disarankan, misalnya pada pasien dengan
kecurigaan glioma derajat rendah dengan gejala epilepsi. Pembedahan juga tidak
tepat dilakukan pada metastasis otak multipel, dimana diagnosisnya jelas,
walaupun beberapa metastasis soliter dapat ditangani dengan reaksi.
1. Radioterapi
Glioma dapat diterapi dengan raditerapi yang diarahkan pada tumor,
sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi juga
digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma
hipofisis
2. Pendekatan stereotaktik
Pendekatan stereotaktik meliputi penggunaan kerangka 3 dimensi yang
mengikuti lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka stereotaktik dan studi
pencitraan multipel (Sinar X, CT-Scan) yang lengkap digunakan untuk
menentukan lokasi tumor dan memeriksa posisinya. Laser atau radiasi dapat
dilepaskan dengan pendekatan stereotaktik. Radioisotop dapat juga
ditempatkan langsung ke dalam tumor (brankhiterapi) sambil meminimalkan
pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya.
Penggunaan pisau gamma dilakukan pada bedah-bedahradio sampai
dalam, untuk tumor yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut
sering dilakukan sendiri. Lokasi yang tepat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan stereotaktik dan melalui laporan pengujian dan posisi pasien yang
tepat. Dosis yang sangat posisi pasien yang tepat. Dosis yang sangat tinggi,
radiasi akan dilepaskan pada luas bagian ya , radiasi akan dilepaskan pada luas
bagian yang kecil. Keuntungan metoda ini adalah tidak membutuhkan insisi
pembedahan, kerugiannya adalah waktu yang lambat diantara pengobatan dan
hasil yang diharapkan.
3. Transplantasi Sumsum Tulang Analog Intravena Digunakan pada beberapa
pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi, karena keadaan ini
penting sekali untuk ”menolong” pasien terhadap adanya keracunan pada
sumsum tulang akibat dosis tinggi kemoterapi atau radiasi. Sumsum tulang
pasien diaspirasi edikit, biasanya dilakukan pada kepala iliaka dan disimpan.
Pasien yang menerima dosis kemoterapi dan terapi radiasi yang banyak, akan
menghancurkan sejumlah sel-sel keganasan (malignan). Sumsum kemudian
diinfus kembali setelah pengobatan lengkap.
4. Terapi Medikamentosa
1) Antikonvulsan untuk epilepsi
2) Kortikosteroid (dekamentosa) untuk peningkatan teknan intrakranial.
Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan
mengobati edema otak.
3) Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia atau obat
sitostatika (suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker)
untuk mengurangi, menghilnagkan atau menghambat pertumbuhan parasit
atau mikroba di tubuh hospes (pasien). Kemoterapi dapat dipakai sebagai
pengobatan tunggal untuk kanker atau bersama-sama dengan radiasi dan
pembedahan.
H. Komplikasi
1. Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia ( kehilangan keseimbangan )
atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu,
otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama tidak
disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif. Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami
gangguan sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional,
termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga
akan menurun.
3. Gangguan Gangguan tidur & mood Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada
kelenjar pireal, sehingga hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi
resiko sulit tidur, badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain
dalam tubuh.
4. Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas
prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea
(kelebihan atau aliran spontan susu )
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impoteni dan
hipogonadisme. Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan
dan perubahan tingkat kepuasa
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelain, agama, pendidikan dan status
perkawinan
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian. Keluhan utama
membantu menyusun prioritas untuk intervensi medis maupun keperawatan
b) Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat penyakit terdahulu
3) Riwayat sosial
4) Riwayat alergi
5) Riwayat keluarga
6) Riwayat pengobatan
7) Riwayat pembedahan
3. Status aktifitas
Kaji mengenai perasaan pasien ketika beraktivitas maupun beristirahat.
Tanyakan apakah pasien merasa sesak atau tidak.
4. Status pernafasan
1. Pantau batuk apakah pasien mengalami batuk persisten atau hemoptysis
(batuk darah), produksi sputum ( warna dan apakah bercampur dengan
darah), adanya nyeri dada, serta perubahan pola pernafasan seperti dyspnea
dan adanya wheezing
2. Kaji hasil pemeriksaan diagnostic yang terkait dengan system pernafasan
5. Status sirkulasi
Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
6. Status eliminasi
a. Kaji mengenai perasaan pasien ketika melakukan BAB dan BAK
b. Kaji mengenai warna feses dan urine pasien
7. Status nutrisi
a. Dapatkan riwayat diet
b. Identifikasi factor-faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan
pasien seperti disfagia, anoreksia, mual dan muntah
c. Kaji kemampuan pasien untuk mempersiapkan atau membeli makanan
d. Ukur status nutrisi pasien
8. Status neurosensorik
a) Kaji apakah pasien mengalami pusing, sakit kepala, photofobia
b) Kaji mengenai kekuatan otot pasien, begitu pula dengan ekstremitasnya
c) Kaji adanya perubahan status mental, kerusakan mental dan perubahan
sensori
9. Tingkat pengetahuan
a) Evaluasi pengetahuan pasien mengenai penyakit dan penyebarannya
b) Kaji tingkat pengetahuan keluarga dan teman.
c) Gali bagaimana pasien menghadapi penyakit dan stressor kehidupan
mayor dimasa lalu dan identifikasi sumber-sumber dukungan pasien
10. Penggunaan terapi alternative
a. Tanyakan pasien mengenai penggunaan terapi alternative.
b. Anjurkan pasien untuk melaporkan setiap penggunaan terapi alternative ke
penyedia layanan kesehatan primer.
c. Kenali kemungkinan efek samping dari terapi alternatif jika efek samping
diduga terjadi akibat terapi alternatif, diskusikan bersama pasien dan penyedia
layanan kesehatan primer dan alternatif.
d. Pandang terapi alternative dengan pikiran terbuka, dan coba pahami
pentingnya terapi tersebut bagi pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan penurunan fungsi pergerakan
sendi (D.0109)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (D.0077)
3. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan massa otot
(D.0054)
4. Inkontinensia Urine berhubungan dengan hilangnya sensasi daerah
perianal dan genetalia (D.0045)
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (D.0080)
6. Resiko Cedera berhubungan dengan penurunan fungsi pergerakan sendi
(D0136)
C. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut I.04152 Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
penyebab setelah dilakukan tindakan Observasi
1) Agen pencendera fisiologi keperawatan selama 3x24 1) identifikasi lokasi, karakteristik,
2) Agen pencedera kimiawi jam diharapakan tingkat durasi, kualitas, intensitas nyeri
3) Agen pencedera fisik nyeri menurun dengan, 2) identifikasi respon nyeri non
kriteria hasil: verbal
Gejala dan tanda mayor 1. keluhan nyeri 3) identifikasi factor yang
Subjektif : Mengeluh nyeri menurun memperberat dan memperingan
Objektif 2. meringis menurun nyeri
1) Tanpa meringis 3. kusulitan tidur 4) identifikasi pengetahuan dan
2) Bersikap protektif menurun keyakinan tentang nyeri
3) Gelisah 4. frkuensi nadi 5) identifikasi pengaruuh budaya
4) Frekuensi nadi meningkat membaik terhadap respon nyeri
5) Sulit tidur 5. pola napas membaik 6) identifikasi pengaruh nyeri pada
6. tekanan darah kualitas hidup
Gejala dan tanda minor membaik 7) monitor keberhasilan terapi
Subjektif : (tidak tersedia) 7. fungsi berkemih komplementer yang sudah
Objektif : membaik diberikan
1) Tekanan darah meningkat 8. pola tidur membaik 8) monitor efek samping
2) Pola nafas berubah penggunaan analgetik
3) Nafsu makan berubah Terapeautik
4) Proses berfikir terganggu 1) berikan teknik nonfarmakologi
5) Menarik diri rasa nyeri
6) Berfokus pada diri sendiri 2) kontol lingkungan yang
7) Diaphoresis memperberat rasa nyeri
3) fasilitasi istirahat dan tidur
Kondisi klinis terkait 4) pertimbangan jenis dan sumber
1) Pembedahan nyeri dalam pemilihan strategi
2) Cedera ttraumatis meredakan nyeri
3) Infeksi Edukasi
4) Syndrome coroner akut 1) jelaskan penyebab, periode dan
5) Glaucoma pemicu nyeri
2) jelaskan strategi meredakan nyeri
3) anjurkan memonitoring nyeri
secara mandiri