Anda di halaman 1dari 54

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP MEDIS
A. Defenisi

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.Ikterus
adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang
menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi
darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah
biasanya pertama kal menjadi kuning. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di
sklera mata, dan bila ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43
umol/L). Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk : 0-0.3 mg/dL, dan total
bilirubin: 0.3-1.9 mg/dL.

B. Etiologi

Etiologi Ikterus Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapa berdiri sendiri ataupun
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat dibagi sebagai
berikut

1) Produksi yang berlebihan, lebih daripada kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,


misalnyahemolisi yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim C6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar gangguan ini dapat disebabkan
oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi
hepar akibat asidosis, hipoksia,dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil
transferase (criggler najjar syndrome). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam
hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel heapar.

3) Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian
diangkut ke hepar, ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-
obatan misalnya salisilat, sulfatfurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
4) Gangguan dalam sekresi, gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau
diluar hepar, biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

5) Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural) dapat mengakibatkan


hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi akibat penambahan dari bilirubin yang berasal
dari sirkulais enterahepatik.

6) Ikterus akibat air susu ibu (ASI) merupakan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi
yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari ke 6-14). Dapat
dibedakan dari penyebab lain dengan reduksi kadar bilirubin yang cepat bila
disubstitusi dengan susu formula selama 1-2 hari. Hal ini untuk membedakan ikterus
pada bayi yang disusui ASI selama minggu pertama kehidupan. Sebagian bahan yang
terkandung dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah bilirubin menjadi bentuk
yang larut dalam lemak sehingga bilirubin indirek akan meningkat dan kemudian akan
diresorbsi oleh usus. Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi yang
mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan
dengan penurunan asupan pada beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya
bukan dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan
frekuensi pemberian.

C. Patofisiologi

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang


berlangsung dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intrahepatik, pascahepatik, masih relevan.
Pentahapan yang barumenambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme
bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver
uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah
satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.
Gambar 1. Pembentukan bilirubin

1) Fase Prahepatik

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal
yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah).

a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg
berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah
yang matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada
terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah
merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.

b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini
transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran
glomerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

2) Fase Intrahepatik

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang
mengganggu proses pembuangan bilirubin

c. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat,
namun tidak termasuk pengambilan albumin.

d. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi /
bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam
air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti
albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan
menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini
terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk
bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk.

3) Fase Pascahepatik
Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu
empedu atau tumor.

e. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama


bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi
sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna
coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah
kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan
bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air
seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.

Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat
mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik,
penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau
obstruksi mekanik ekstrahepatik).

A. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi/indirek

1. Over produksi

Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah
tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran
eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis
intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat
resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.

Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak
terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek
meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak dapat
diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan
urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces
(warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : hemoglobin abnormal (cickle sel
anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas
transfusi), dan malaria tropika berat.

2. Penurunan ambilan hepatik


Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari
albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam
flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.

3. Penurunan konjugasi hepatik

Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin


tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase.
Terjadi pada: Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar
II.

B. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk

Hiperbilirubinemia konjugasi/direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi


bilirubin ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan
intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit
akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga
timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : Hepatitis,
sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yg.meracuni hati fosfor,
klroform, obat anestesi dan tumor hati multipel. Ikterus pada trimester terakhir kehamilan
hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca bedah.

Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia


terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat
total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah :

 Obstruksi sal.empedu didalam hepar : Sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis,


tumor maligna primer dan sekunder.
 Obstruksi didalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris.
 Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor
saluran empedu.
 Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery,
pancreatitis, metastasis tumor di lig.hepatoduodenale
Gambar 2. Batu pada kandung empedu

3. Diagnosis

Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan
mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung kepada
apakah hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Jika ikterus ringan
tanpa warna air seni yang gelap harus difikirkan kemungkinan adanya hiperbilirubinemia
indirect yang mungkin disebabkan oleh hemolisis, sindroma Gilbert atau sindroma Crigler
Najjar, dan bukan karena penyakit hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih berat dengan
disertai warna urin yang gelap menandakan penyakit hati atau bilier. Jika ikterus berjalan
sangat progresif perlu difikirkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan
ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput pankreas).

Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau
kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas (bagian
kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gajala keluhan sakit perut (painless
jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi, warna
kuning pada sklera mata sering memberi kesan yang berbedadimana ikterus lebih memberi
kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan
(yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatik.

Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui
penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta
beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam, dan
terdapat fase prodromal seperti anoreksia, malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan
hepatitis. Ikterus yang disertai rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit
xanthomatous atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya
suatu anemia hemolitik.

Tabel 1. Perbedaan ikterus prehepatik, hepatik & posthepatik

D. Manifestasi Klinik
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah :
a. Sebagian bersifat asimtomatik
b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke punggung
atau region bahu kanan
c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan persisten d. Mual dan muntah
serta demam
e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan
diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa
berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit
f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat
urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay colored” g. Regurgitas gas:
flatus dan sendawa h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu
absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier berlangsumg
lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
E. Pemeriksaan Penunjang

• Darah rutin

Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga
keadaan infeksi.

• Urin

Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat
apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.

• Bilirubin

Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan menyebabkan peningkatan bilirubin


indirek. Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk.
Kelainan posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk.

• Aminotransferase dan alkali fosfatase

• Tes serologi hepatitis virus

IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B akut
ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.

• Biopsi hati

Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan
beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat
obat-obatan/drug induced).

 Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga untuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan
kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan penyakit
fokal pada hati.

• Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) dan PTC (Percutans


Transhepatic Colangiography).

ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi untuk
mendapatkan anatomi dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus
pankreas (pankreatogram). ERCP merupakan modalitas yang sangat bermanfaat
dalam membantu diagnosis ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah kasus ikterus
bedah yang inoperabel. Indikasi ERCP diagnostik pada ikterus bedah meliputi:

• Kolestasis ekstra hepatik

• Keluhan pasca operasi bilier

• Keluhan pasca kolesistektomi

• Kolangitis akut

• Pankreatitis bilier akut

Di samping itu kelainan di daerah papila Vateri (tumor, impacted stone) yang juga sering
merupakan penyebab ikterus bedah dapat terlihat jelas dengan teknik endoskopi ini.

F. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi sebagai berikut:
a. Kolesistis Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu

tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.

b. Kolangitis Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi

yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi

terhalang oleh sebuah batu empedu.

c. Hidrops Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung

empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan

dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak
dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat

kuratif.

d. Empiema Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat

membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

G. Pengobatan

Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika


penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice akan
menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu
misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab
dasarnya sudah mencukupi.

Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan


tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan drainase via
kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan
maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang
ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik (ERCP). Pada sejumlah
pasien ikterus bedah yang mempunyai risiko tinggi dapat dilakukan "ERCP terapeutik".
Prinsip dari ERCP terapeutik adalah memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang
dialiri arus listrik sehingga muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik).
Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada
saat diagnosis ditegakkan. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaran batu telah
menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan batu di
saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengeluaran batu di saluran empedu.
sakit maka penanganan yang dapat dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan golongan darah
ibu dan bayi serta melakukan pemeriksaan kadar bilirubin, tukar darah.
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Identitas pasien

Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal lahir,
pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan pada 20 -50 tahun dan lebih
sering terjadi anak perempuan pada dibanding anak laki – laki (Cahyono, 2015). 34

b. Keluhan utama Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada
kuadran kanan atas, dan mual muntah.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar
kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.

2) Riwayat kesehatan dahulu kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.

3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram) Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien
pernah menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena
penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup
yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.

d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan Umum :
a) Penampilan Umum Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.

b) Kesadaran Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.

c) Tanda-tanda Vital Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi.

2) Sistem endokrin Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya
Pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi
pembengkakan pada kandung empedu.

e. Pola aktivtas

1) Nutrisi Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan

2) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran
bedrest

3) Aspek psikologis Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati.
4) Aspek penunjang

a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum meningkat)

b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.

B. Diagnosa

Diagnose keperawatan menurut SDKI :

Pre Operasi:

1. Nyeri akut (D.0077)

Defenisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas

ringan hingga berat yang berlansung kurang dari 3 bulan.

Penyebab :

a. Agen pencedera fisiologis ( mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

b. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)


c. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

2. Ansietas (D.0080)

Defenisi: kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak

jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan

tindakan untuk menghadapi ancaman.

Penyebab:

a. Krisis situasional

b. Kebutuhan tidak terpenuhi

c. Krisis maturasional

d. Ancaman terhadap konsep diri

e. Ancaman terhadap kematian

f. Kekwatiran mengalami kegagalan

g. Disfungsi sistem keluarga

h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan

i. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)

j. Penyalahgunaan zat

k. Terpapar bahaya lingkungan (mis.toksin, polutan, dan lain-lain)

l. Kurang terpapar informasi

3. Defisit Nutrisi (D.0019)

Defenisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

Penyebab:

a. Ketidakmampuan menelan makanan

b. Ketidakmampuan mencerna makanan


c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

d. Peningkatan kebutuhan metabolisme

e. Faktor ekonomi (mis. Finansia tidak mencukupi)

f. Faktor psikologis (mis. Stres,keengganan untuk makan)

4. Gangguan Integritas Kulit (D.0129)

Defenisi :

Kerusakan kulit (dermis dan/ atau epidermis ) atau jaringan ( membrane mukosa, kornea,

fasea, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament)

Penyebab:

- Perubahan sirkulasi

- Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

- Kekurangan /kelebihan volume cairan

- Penurunan mobilitas

- Bahan kimia iritatif

- Suhu lingkungan yang ekstrem

- Factor mekanis ( mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau factor

elektralis ( elektrodiametri, energi listrik bertegangan tinggi)

- Efek samping terapi radiasi

- Kelembaban

- Proses penuaan

- Neuropati perifer

- Perubahan pigmentasi

- Perubahan hormonal

- Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas

jaringan
Post Operasi

1. Hiportermia
Defenisi: suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab:
- Dehidrasi
- Terpapar lingkungan panas
- Proses penyakit (mis. Ifeksi, kanker)
- Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
- Peningkatan laju metabolisme
- Respon trauma
- Aktivitas berlebihan
- Penggunaan incubator
2. Gangguan mobilitas fisik ( D.0054)

Defenisi:

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri

Penyebab:

1. Kerusakan integritas struktur tulang

2. Perubahan metabolisme

3. ketidakbugaran fisik

4. penurunan kendali otot

5. penurunan massa otot

6. penurunan kekuatan otot

7. keterlambatan perkembangan

8. kekakuan sendi

9. kontraktur

10. malnutrisi

11. gangguan muskuloskeletal

12. gangguang neuromuskular


13. indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia

14. efek agen farmakologis

15. program bembatasan gerak

16. nyeri

17. kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik

18. kecemasan

19. gangguan kognitif

20. keengganan melakukan pergerakan

21. gangguan sensori persepsi


3. Resiko Infeksi (D.0142)

Defenisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik

Penyebab :

a. Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)

b. Efek prosedur invasif

c. Malnutrisi

d. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

e. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer

i. Gangguan peristaltik

ii. Kerusakan integritas kulit

iii. Perubahan sekresi pH

iv. Penurunan kerja siliaris

v. Ketuban pecah lama

vi. Ketuban pecah sebelum waktunya

vii. Merokok

viii. Statis cairan tubuh


f. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:

1) Penurunan hemoglobin

2) Imununosupresi

3) Leukopenia

4) Supresi respon inflamasi

5) Vaksinasi tidak adakuat


4. Nyeri akut (D.0077)

Defenisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas

ringan hingga berat yang berlansung kurang dari 3 bulan.

Penyebab :

a. Agen pencedera fisiologis ( mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

b. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)

c. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,


mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
5. Nausea ( D.0076)
Defenisi: Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorok atau lambung yang
dapat mengakibatkan muntah.

Peyebab:
- Gangguan biokimiawi (mis.uremia, ketoasidosis diabetic)
- Gangguan pada esofagus
- Distensi lambung
- Gangguan prankeas
- Peregangan kapsul limpa
- Tumor terlokalisasi (mis. Neuroma akustik, tumor otak primer atau
sekunder, metastasis tulang di dasar tengkorak)
- Peningkitan tekanan intraabdominal (mis. Keganasan intrabdomen)
- Peningkatan intrakarnial
- Peningkatan tekanan intraorbital (mis. Glaukoma)
- Mabuk perjalanan
- Kehamilan
- Aroma tidak sedap
- Rasa makanan/minuman yang tidak enak
- Stimulus penglihatan tidak menyenangkan
- Factor psikologis (mis. Kecemasan, ketakutan, stress)
- Efek agen farmakologis
- Efek toksin

B. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan menurut buku SIKI:
Pre Operasi
1. Manajemen Nyeri (1.08238)

Observasi:

a) Identifikasi lokasi, karasteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

b) Identifikasi skala nyeri

c) Identifikasi respons nyeri non verbal

d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

h) Monitor keberhasilan terapi komplomenter yang sudah diberikan

i) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,

akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi

terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)

b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,

kebisingan)

c) Fasilitas istirahat dan tidur

d) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

b) Jelaskan strategi meredakan nyeri

c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Reduksi Ansietas (I.09314)

Observasi :

- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stresor)

- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan

- Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik :

- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan

- Pahami situasi yang membuat ansietas

- Dengarkan dengan penuh perhatian

- Gunakan pendekatan yang tenang dan memungkinkan

- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan

- Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

Edukasi :

- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

- Informasikan secara faktual mengenal diagnosis, pengobatan, dan prognosis

- Anjurkan keluarkan untuk tetap sama pasien, jika perlu

- Anjurkan untuk melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan


- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan

- Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

- Latih teknik relaksasi

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

3. Manajemen Nutrisi

Observasi

- Identifikasi status nutrisi

- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

- Identifikasi makanan yang disukai

- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric

- Monitor asupan makanan

- Monitor berat badan

- Monitor hasil pemeriksaan labolatorium

Terapeutik

- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)

- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

- Berikan suplemen makanan, jika perlu

- Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric jika asupan dapat ditoleransi

Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu

- Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,antiemetic, jika

perlu)

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang

dibutuhkan, jika perlu

Post Operasi

4. Manajemen Nyeri (1.08238)

Observasi:

j) Identifikasi lokasi, karasteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

k) Identifikasi skala nyeri

l) Identifikasi respons nyeri non verbal

m) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

n) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

o) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

p) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

q) Monitor keberhasilan terapi komplomenter yang sudah diberikan

r) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

e) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,

akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi

terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)


f) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,

kebisingan)

g) Fasilitas istirahat dan tidur

h) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

f) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

g) Jelaskan strategi meredakan nyeri

h) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

i) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

j) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

5. Pencegahan Infeksi (1.14539)

Obsevasi :

a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik

a) Batasi jumlah pengunjung

b) Berikan perawatan kulit pada area edema

c) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

d) Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi

Edukasi

a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

b) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

c) Ajarkan etika batuk


d) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

e) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

f) Anjurkan meningkatkan asupan cairan

g)

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

6. Dukungan Mobilitas (I.06171)

Oservasi

- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapeutik

- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis:tongkat,kruk)

- Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika perlu

- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi

- jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

- anjurkan melakukan ambulasi dini

- ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis:berjalan dari tempat tidur

ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

7. Manajemen Mual ( I.03117)

Observasi :

- Identifikasi pengalaman mual


- Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan

- Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup

- Identifikasi factor penyebab mual

- Identifikasi antiemetic untuk mencegah mual

- Monitor mual

- Monitor asupan nutrisi dan kalori

Terapeutik:

- Kendalikan factor lingkungan penyebab mual (mis. Bau tidak sedap, suara, dan

rangsangan visual,yang tidak menyenangkan )

- Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual

- Berikanan makanan dalam jumlah kecil dan menarik

- Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak berwarna, jika perlu

Edukasi :

- Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup

- Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual

- Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak

- Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual ( mis. Biofeedback,

hypnosis, relaksasi, terapi music, akupresur)

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian antiemetic, jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

(Nurarif & Kusuma, 2016). (2013). Journal of Chemical Information and Modeling.
https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.004

Djumhana,2010. (2017). Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Mirizzi. Jurnal


Penyakit Dalam Indonesia Harahap.(2016). Hubungan Gaya Hidup Dengan
Kejadian Penyakit Cholelitiasis Di Ruang Rawat Inap Rsi Surakarta. Naskah
Publikasi, 1-18

Haryono,2012. (2013). Karakteristik Pasien Koleliatis Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo


Makassar. Fernando Sipayung (2018). Asuhan Keperawatan Tn.R : Kurang
Pengetahuan Dengan Pemberian Edukasi Penanganan Kolelitiasis Di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Advent Bandung
https://www.academia.edu/41597680/Grandcase_Colelitiasis Diakses tanggal 01
mei 2020

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI.
(2018).

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. Ratmiani (2019).

Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.J Yang Mengalami Post Op Cholelitiasis Dengan
Masalah Keperawatan Nyeri Di Ruang Perawatan
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Nelta Barora

Nim : NS21039

Ruang :Lontara 3 Depan

Tanggal Pengkajian :31-5 Februari 2022

I. BIODATA

A. Identitas Klien

Nama : Tn. “R”

Umur : 40 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Pangkep

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

No RM : 966633

Tanggal MRS : 10 Januari 2022

Tanggal Keluar :

Tanggal Pengkajian : 15 Februari 2022

B. Penanggung Jawab

Nama :Ny. “R”


Usia : 38 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Hubungan dengan klien : Istri dari klien

II. RIWAYAT KESEHATAN

A. Riwayat Kesehatan Saat Ini

Keluhan Utama :

Kuning pada seluruh badan

Riwayat Keluhan utama :

Kurang lebih 2 minggu yang lalu sebelum klien masuk rumah sakit klien

mengatakan awalnya kuning pada kedua mata kemudian menyebar keseluruh

tubuhn namun saat ini kuning pada tubuh sudah berkurang, klien juga mengatakan

klien pernah di rawat di Rs pangkep dengan penyakit yang sama , klien mengatakan

mual muntah sejak dua minggu yang lalu dengan frekuensi 2x dalam 1 hari .

Kemudian keluarga dan klien setuju untuk ke RSUP Dr. Whidin Sudirohusodo

pada tanggal 10 Februari 2022.

Pada saat dikaji pada tanggal 15 Februari 2022, klien mengeluh nyeri pada

kepala ketika akan duduk. Klien mengatakan Nyeri yang dirasakan klien seperti

tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 4 (0-10), klien mengatakan nyeri hilang timbul

dengan durasi 3-5 menit. Nyeri tersebut memberat saat klien duduk dan berkurang

saat klien baring. Klien juga mengatakan tidak ada demam, klien juga mengatakan

nafsu makannya menurun sehingga klien hanya mampu makan sedikit-sedikit kira-

kira 2-3 sendok tiap kali makan. Hal tersebut menyebabkan klien hanya berbaring di

tempat tidur. Keadaaan klien saat dikaji lemah,. Ekspresi wajah klien meringis,
lemah. Klien mengatakan belum pernah mandi selama masuk RS. Klien juga

mengatakan aktivitasnya di bantu sama keluarga.

B. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

1. Klien mengatakan sudah pernah dirawat di RS sebelumnya

2. Klien mengakatakan tidak ada alergi terhadap makanan

3. Klien mengatakan tidak ada alergi terhadap obat

C. Riwayat Kesehatan Keluarga

Genogram:

40

12 6

Keterangan:

:Laki-laki :Klien
:Perempuan

:Meninggal

:Garis Perkawinan

:Garis Keturunan

:Garis Serumah

G1 : Kakek dan Nenek klien dari pihak Ayah dan Ibu telah meninggal dan tidak

di ketahui penyebabnya

G2 : Kedua orangtua klien juga telah meninggal dan tidak di ketahui penyebabnya

G3 : Klien sudah berkeluarga, mempunyai 2 orang anak, serta tinggal

bersama istri dan anak-anaknya dan sedang di rawat di RSUP Dr. WAHIDIN

SUDIROHUSODO dengan diagnose IKTERUS KOLESTATIK

V.Riwayat psikososial

1. Pola Konsep Diri:

a. Gambaran diri

Klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya. Tidak ada anggota tubuh

yang cacat. Klien menerima seluruh anggota tubuhnya.

b. Identitas diri

Status klien dalam keluarga yaitu sebagai suami dan bapak dari anak-anaknya.

Klien mengatakan puas dengan statusnya dalam keluarga karena bisa merawat dan

membesarkan anak-anaknya dan mencari nafkah untuk keluarga. Klien puas

sebagai laki-laki.

c. Peran diri
Klien adalah seorang kepala keluarga dan anggota masyarakat. Sebelum sakit,

klien mampu melaksanakan tugasnya sebagai kepala keluarga yakni mencari

nafkah untuk keluarganya dan aktif dalam kegiatan masyarakat. Saat sakit, klien

hanya menjalankan aktivitas sebagai pasien.

d. Harga diri

Klien mengatakan hubungan dalam keluarganya baik. Klien akrab dengan anggota

keluarganya maupun anggota masyarakat di sekitarnya.

e. Ideal diri

Klien berharap bisa sembuh dari penyakitnya sehingga bisa berkumpul kembali

dengan keluarga serta mencari nafkah untuk keluarganya.

2. Pola Kognitif

Klien belum mengerti penyebab penyakitnya saat ini dan berharap dapat segera

sembuh

3. Pola Koping

Apabila ada masalah dalam keluarga klien, klien dan keluarga berdiskusi untuk

mencari solusi pemecahan masalahnya.

4.Pola Interaksi

Hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat luas baik, klien berinteraksi dengan

siapa saja. Pada saat di RS klien juga kooperatif dalam menjalani perawatan dan

pengobatan. Klien menjawab setiap pertanyaan yg diberikan dengan menggunakan

bahasa Indonesia.

VI. Riwayat spiritual.

1. Ketaatan Klien beribadah


Sebelum sakit, klien taat beribadah, yakni sholat.

Saat sakit klien tetap berdoa.

2. Dukungan Keluarga Klien

Keluarga selalu mendukung klien dalam menjalani perawatan dan pengobatan. Istri

klien selalu mendampingi klien.

3. Ritual yang biasa dijalankan

Tidak ada ritual khusus. Klien selalu berdoa sebelum melakukan aktivitas.

VII. Pemeriksaan fisik

A. Keadaan umum

1. Tanda-tanda distress

Tidak ada tanda-tanda distress

2. Penampilan dihubungkan dengan usia

Penampilan klien sesuai dengan umur dan jenis kelamin klien.

3. Ekspresi wajah : meringis

Bicara :klien mampu berbicara dengan baik

Mood :suasana hati klien baik.

4. Tinggi badan : 176 m

Berat badan : 82 kg

IMT= BB (kg) : TB kuadrat (m)

IMT= 82 kg : 176 cm = 1,76 m

82: 1,76 kuadrat

= 82 : 3.0976

= 26,5

Gaya bicara :Klien berbicara dengan baik, menggunakan bahasa Indonesia.

B. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 120/75 mmHg

Nadi : 86x/menit

Suhu : 36,5°C

Pernapasan :20x/menit

C. Sistem Pernapasan

1. Hidung

Inspeksi : Lubang hidung simetris kiri dan kanan,, septum lurus,

tidak ada polip, tidak ada sekret yang berlebihan, tidak ada

epistaksis.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

2. Leher

Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada benjolan

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

3. Dada

Inspeksi : Bentuk dada normo chest dengan perbandingan anterior

posterior dengan transversal 2 : 1, pergerakan dada sesuai dengan

irama pernapasan, tidak menggunakan otot bantu pernapasan.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Bunyi lapang paru sonor

Auskultasi : Suara napas vesikuler

D. Sistem Cardiovaskuler

Inspeksi : Tidak terdapat sianosis pada kuku, kulit dan bibir, CRT < 2 detik

Palpasi : Irama jantung teratur, nadi 86x / menit

Auskultasi : Bunyi Jantung:

S1 (lup) : penutupan katub mitral dan trikuspidalis ICS 4 dan 5


S2 (dup): penutupan katup pulmonalis dan aorta ICS 2 dan 3

E. Sistem Pencernaan

1. Sklera tidak ikterus, bibir kering, dan tidak ada labioskizis

2. Mulut : Tidak ada perdarahan gusi, tidak ada stomatitis dan palatoskizis

3. Gaster : Tidak kembung, tidak ada nyeri tekan

4. Abdomen

Inspeksi : permukaan perut datar

Auskultasi : Peristaltik usus 8x/menit

Perkusi : Tympani

Palpasi : ada nyeri tekan, tidak terdapat massa

5. Sistem Indera

1. Mata

Inspeksi : Dapat mengangkat alis, konjungtiva tidak anemis,

sklera ikterik, refleks cahaya, isokor, fungsi

penglihatan baik

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

2. Hidung

Inspeksi : Septum lurus, tidak ada polip, sekret tidak berlebihan, tidak ada

epistaksis

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus

3. Telinga

Inspeksi : Daun telinga simetris kiri dan kanan, terdapat sedikit serumen pada

canal auditorius

Palpasi : Tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan

6. Sistem Saraf
a. Fungsi Serebral

- Status mental dan orientasi

Status mental dan orientasi klien baik, dibuktikan dengan klien mampu

membedakan pagi, siang, dan malam, mampu membedakan perawat,

dokter, dan pasien lain di sekitarnya, serta mengetahui bahwa dirinya

sedang berada di RS.

-Kesadaran : Composmentis (E : 4, M : 6, V : 5)

-Bicara : Klien berbicara normal, menggunakan bahasa

Indonesia

b. Fungsi Cranial

- Nervus I (Olfaktorius) :

Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan jeruk

- Nervus II (Optikus) :

Klien dapat melihat ke segala arah dengan jelas

- Nervus III, IV,VI (Okulomotorius, Troklearis, Abducen) :

Klien dapat mengangkat kelopak mata atas, pupil isokor, dapat

menggerakkan bola mata ke bawah dan ke dalam

- Nervus V (Trigeminus) :

Sensorik : Klien dapat merasakan sensasi usapan pada wajah

Motorik : Kontraksi otot masester dan temporal (+) saat

mengunyah

- Nervus VII (Facialis) :

Sensorik : Klien dapat merasakan manis, asam dan asin pada

bagian lidah

Motorik :Gerakan wajah saat tersenyum simetris


- Nervus VIII (Vestibulocochlearis) :

Klien dapat mendengar suara dengan berbisik

- Nervus IX (Glossofaringeus) :

Klien dapat merasakan rasa pahit pada 1/3 posterior lidah, dapat menelan

- Nervus X (Vagus) :

Klien dapat mengunyah dan pergerakannya simetris

- Nervus XI (Accesorius) :

Otot sternokledomastadeus : Klien dapat menoleh ke kiri dan ke

kanan

Trapesius : Klien tidak dapat mengangkat bahu

kanan saat ditahan

- Nervus XII (Hipoglossus) :

Posisi lidah simetris, lidah dapat di gerakkan ke atas, bawah, kiri dan ke

kanan

c. Fungsi motorik

- Massa otot kenyal

- Tonus otot kiri (+), tonis otot kanan (+) pada ekstremitas atas, tonus otot

kaki kanan(+), tonus otot kakai kiri (+) pada ekstremitas bawah

- Kekuatan otot 5 5

5 5

d. Fungsi sensorik

Suhu : Klien dapat membedakan antara panas dan dingin pada

Kedua tangan, tetapi tidak pada kedua kaki

Nyeri : Klien dapat merasakan nyeri pada kedua tangan dan kedua kaki

Fungsi Cerebellum : Klien dapat berkoordinasi


e. Iritasi Meningen : Tidak ada kaku kuduk

7. Sistem Muskuloskeletal

a. Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala mesochepal, klien dapat

menggerakkan kepala ke atas, ke bawah, ke samping

kiri dan kanan, tidak ada massa.

Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.

b. Ekstremitas Atas

Inspeksi : Terpasang infus pada tangan kiri, tidak ada edema,

kuku tidak sianosis, turgor kulit elastis,

kekuatan otot 5/5.

Palpasi : Tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan

c. Ekstremitas Bawah

Inspeksi : Kaki dapat digerakkan , tonus otot aktif

kekuatan otot 5/5.

Palpasi : Tidak ada massa

8. Sistem Integumen

a. Rambut

Inspeksi : rambut berwarna hitam, tidak mudah tercabut

Palpasi : Rambut berminyak

b. Kulit : Terdapat rambut pada tangan dan kaki, turgor kulit

Elastis.

c. Kuku

Inspeksi : Kuku panjang dan kotor

Palpasi : CRT <2 detik


9. Sistem Endokrin

- Kelenjar Tyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

- Suhu tubuh seimbang 36,5 ºc, tidak terjadi keringat berlebihan

10. Sistem Perkemihan

Tidak ada nyeri tekan

11. Sistem Reproduksi

Tidak dikaji

12. Sistem Imun

Alergi : Tidak ada riwayat alergi makanan, obat-obatan, debu, bulu

binatang, dsb.

Penyakit yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cuaca

Tidak ada

Riwayat trasfusi dan reaksi

Tidak ada
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HASIL PEMERIKSAAN LABOLATORIUM PATOLOGI KLINIK


RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
Nomor RM: 966633 Tgl Hasil: 10-02-2022 22:49:05
Nama Pasien : RUSMAN Unit Pengantar: Non bedah IGD
Jns. Kel/Tgl. Lahir: Laki-laki, 04-10-1983 Dokter Perujuk: dr. H. Zainal Abidin
Nomor LAB: 0172
Diagnose : IKTERUS

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGI
Koagulasi
PT 14.2 10 -14 Detik
INR 1.39 --
APTT 25.6 22.0 – 30.0 Detik
KIMIA DARAH
Glukosa
GDS 124 140 mg/dl
Fungsi Ginjal
ureum 25 10 -50 mg/dl
kreatinin 0.84 L(<1.3), P(<1.1) mg/dl
Fungsi Hati
SGOT 195 <38 U/L
SGPT 41 <41 U/L
Albumin 2.4 3.5 – 5.0 gr/dl
Elektrolit
Natrium 132 136-145 mmol/1
Kalium 3.6 3.5 – 5.1 Mmol/1

Klorida 105 97 -111 Mmol/1


HASIL PEMERIKSAAN LABOLATORIUM PATOLOGI KLINIK

Nama : RUSMAN
Birth: 04/10/1983
Sex: Male

PARAMETER NILAI NORMAL


WBC 4,96 [10^3/UL] ( 4.00 – 10.00 )
RBC 4.20 [10^6/UL] (4.00 – 6.00)
10.7- [g/dl] (12.0 – 16.0)
34.9- [%] (37.0 – 48.0)

MCV 83,1 [fL] (88.0 – 97.00)

MCH 25.5- [pg] (26.5 – 33.5)

MCHC 30.7- [g/dl] (31.5 – 35.0)

PLT 740 +[10^3/ul] (150 – 400)

RDW-SD 51.4 [fL] (37.0 – 54.0)

RDW-CV 17.9 + [%] (11.0 – 16.0)

PDW 7.9 – [fL] (9.0 – 17.0)

MPV 8.4 – [fL] (9.0 – 13.0)

P-LCR 11.5 – [%] (13.0 – 43.0)

PCT 0.62 + [%] (0.17 – 0.35)

NRBC 0.00 [10^3/ul] (0.00 – 0.05)

NEUT 1.91 [10^3/ul] (33.0 – 66.0)


0.0 [%]
LYMPH 1.94 [ 10^3/ul] (19.0 – 45.0)
38.5 [%]
MONO 1.06 + [10^3/ul] (1.0 – 8.1)
39.1 [%]
EO 0.03 [10^3/ul] 21.4 + [%] (1.0 – 3.1)
BASO 0.02 [10^3/ul] 0.6 – [%] (0.0 – 1.0)
IG 0.01 [10^3/ul] 0.4 [%] (0.0 – 72.0)
[%] 0.2 [%] (0.50 – 1.50)
[%] [10^6/ul] (87.0 – 98.6)

MFR [%] (2.8 – 12.4)

RET-He [pg] (30.2 – 36.2)

HFR [%] (0.1 – 1.5)

IRF [%] (3.1 – 13.5)

IPF [%] (1.0 – 6.1)

LED jam I/II : -/- mm


Kesan : Trombositosis
URINE KIMIA
PARAMETER HASIL NILAI
RUJUKAN
URO Normal 124.9 ( ) NEGATIF
BLD Neg 79.5 ( ) NEGATIF
BIL 3+ 2.0 68.7 (56.4) NEGATIF
KET Neg 95.7 ( ) NEGATIF
GLU Neg 92.8( ) NEGATIF
PRO 1+ 30 95.8( ) NEGATIF
pH 6.0 153.2( ) 4.6-7.5
NIT Neg 110.1( ) NEGATIF
LEV Neg 100 95.1 ( ) NEGATIF
CRE 0.03 33.7 ( )
ALB 0.30 89.7 ( )
P/C 1+ ( )
1+ 30
A/C ( )
S.G 1.019 ( )
03
COLOR YELLOW

URINE SEDIMEN
ERITROSIT 24.7 /HPF 0.00-1.8 /HPF
LEUKOSIT 0.2 /HPF 0.00-1.10 /HPF
EPITEL 56.8 /HPF 0.00-1.42 /HPF
EPITEL SKUA 33.3 /HPF 0.00-1.00 /HPF
EPITEL NON. SKUA 23.4 /HPF 0.00-1 /HPF
TRANSISIONAL 0.2 /HPF 0.00-0.1 /HPF
EPITEL R. TUBULAR 22.9 /HPF 0.00-0.50 /HPF
SILINDER 3.16 /HPF 0.00-1.20 / LPF
SILINDER HIALIN 0.78 /HPF 0.00-1.20 /LPF
SILINDER PATOLOGIS 2.34 /HPF 0.00-0.40 /LPF
BAKTERI 2.2 /HPF 0.10-19.42 /HPF
KRISTAL 0.0 /HPF 0.00 /HPF
JAMUR 0.3 /HPF 0.00-0.10/HPF
SPERMA 0.0 /HPF 0.00 /HPF
MUKUS 0.37 /HPF 0.00-2.80 /LPF

--- Flagging---
RBC: Dysmorphic? Protecnuria

IX. TERAPI SAAT INI


i.

KLASIFIKASI DATA
(CP.1A)
NAMA PASIEN : Tn. R
NO. RM :
RUANG RAWAT: LONTARA 1 BELAKANG

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


1. Pasien mengatakan nyeri pada .TTV:- TD: 120/75 mmHg
kepala - N: 70x/menit
- P=pasien megatakan nyeri - P: 18x/menit
pada kepala - S: 36,6
- Q=pasien mengatakan nyeri - SpO2: 98%
seperti tertusuk-tusuk
- R= nyeri pada kepala sebelah . Pasien nampak meringis
kiri dan menjalar ke belakang - Pasien mual
- S= skala 4 (0-10) - Pasien Nampak gelisah
- T=durasi 3-5 menit - Pasien nampak cemas
2. Klien mengatakan nyeri saat duduk . KU: composmentis
3. Klien mengatakan nyeri saat . terpasang infus
bergerak
4. Klien mengatakan mual muntah
dengan frekuensi 2x dalam 1 hari
5. Klien merasa cemas dengan
penyakitnya
DIAGNOSA KEPERAWATAN
(CP.2)
NAMA PASIEN : Tn. R
NO.RM :
RUANG RAWAT: LONTARA 1 BELAKANG
NO MASALAH/DIAGNOSA TGL.DITEMUKAN TGL. TERATASI
1 Nyeri akut b.d 15 Februari 2022
.

Anseitas b.d 15 Februari 2022


2
.

Deficit Nutrisi 15 Februari 2022

3
.
Nausea 15 Februari 2022

4
.
RENCANA KEPERAWATAN
(CP.3)
NAMA PASIEN : Tn, R
NO.RM :
RUANG RAWAT: LONTARA 1 BELAKANG

TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN/ KRITERI HASIL INTERVENSI


(SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan keperawatan selama 3x24 1. Indentifikasi lokasi,
DS:
jam diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
- P=pasien megatakan
menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas,
nyeri pada post
operasi hasil: intesitas nyeri
- Q=pasien mengatakan a. Keluhan nyeri Terapeutik
nyeri seperti tertusuk- menurun 2. Berikan teknik
tusuk b. Skala nyeri menurun nonfarmakolgis
- R= nyeri pada perut dari (relaksasi nafas dalam)
sebelah kiri dan
c. Gelisah menurun untuk mengurangi rasa
menjalar ke belakang
- S= skala 4 (0-10) nyeri
- T=durasi 3-5 menit Edukasi
3. Jelaskan strategi
DO: meredakan nyeri
1) Pasien nampak meringis (teknik relaksasi nafas
2) Pasien nampak gelisah dalam)
3) Terpasang drain rektal Kolaborasi
4) Terpasang drain
Kolaborasi pemberian
abdomen
analgetik
5) TTV:
TD: 120/70 mmHg
S : 36,6oC
N :88 ×/menit
P : 20 ×/menit

2.
Setelah dilakukan tindakan
Dukungan Mobilisasi
Gangguan mobilitas fisik keperawatan selama 3x24
b.d Observasi:
jam diharapkan pola tidur
DS:
- Identifikasi adanya
1) klien mengeluh saat kembali normal dengan
bergerak nyeri atau keluhan fisik
kriteria hasil:
2) klien merasa cemas saat
lainnya
bergerak 1) keluhan sulit
Do: - Identifikasi toleransi
menggerakkan ekstremitas
1) kekuatan menurun
fisik melakukan
2) rentang gerak menurun menurun
3) gerakan terbatas pergerakan
2) keluhan rentang gerak
4) fisik lemah
- Monitor kondisi umum
5) TTV: TD: 120/70 mmHg (ROM) jadi menurun
N: 88x/m selama melakukan
3. keluhan gerakan terbatas
P: 20x/m
mobilisasi
S: 36,6 jadi meningkat
4) keluhan kelemahan fisik Terapeutik :
dari menurun menjadi ke - Fasilitasi aktivitas
meningkat mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
3.

Setelah dilakukan tindakan Observasi


keperawatan 3x24 jam 1) Monitor tanda dan
diharapkan tingkat infeksi gejala infeksi local dan
menurun dengan kriteria sistemik
Resiko infeksi berhubungan hasil: Terapeutik
dengan a. Kebersihan tangan 2) Anjurkan
Factor risiko : batasi
meningkat pengunjung
1) KU : Compasmentis
2) Nampak Luka post
b. Kebersihan badan 3) Ajarkan mencuci
operasi meningkat tangan sebelum dan
3) Terpasang drain rektal sesudah kontak dengan
4) Terpasang drain pasien dan lingkungan
abdomen pasien
5) TTV Edukasi
TD : 120/70 mmhg
4) Jelaskan dan gejala
Suhu : 36,6 C0
infeksi
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit

.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
(CP. 4 & CP. 5)
NAMA PASIEN :Tn. R
NO. RM :
RUANG RAWAT: LONTARA 1 BELAKANG
NO HARI/ DIAGNOS JAM IMPLEMENTASI JAM EVALUASI
TGL A (SOAP)
1. Senin, Nyeri 08.00 1) Mengidentifikasi lokasi, 09.00 S: Pasien
31- Akut karasteristik, durasi, mengeluh
01- frekuensi, nyeri
2022 kualitas ,intensitas nyeri - P=pasien
Hasil: klien mengeluh megatakan
pada paha kiri , nyeri di nyeri pada
rasakan tertusuk-tusuk post
dengan skala nyeri 4 dan operasi
durasinya 3-5 menit - Q=pasien
2) Memberikan teknik mengataka
nonfarmakologis n nyeri
( relaksasi nafas dalam) seperti
untuk mengurangi rasa tertusuk-
nyeri tusuk
Hasil: klien melakukan - R= nyeri
teknik relaksasi nafas pada perut
dalam sebelah kiri
1) Menjelaskan dan
strategi meredakan nyeri menjalar ke
(teknik relaksasi nafas belakang
dalam) - S= skala 4
Hasil: klien mengerti dan (0-10)
melakukan teknik relaksasi T=durasi 3-5
napas dalam menit
2) Kolaborasi O: Pasien
pemberian analgetik Nampak
Hasil: ketorolac gelisah,
Nampak
meringis, skala
nyeri 3
A: Nyeri
belum teratasi
P: lanjutkan
intervensi
1. Identifikasi
lokasi,
karasteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas,
intensitas
nyeri
2. Berikan
teknik
nonfarmakolo
gis (relaksasi
nafas dalam)
untuk
mengurangi
rasa nyeri
3. Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri (teknik
relaksasi napas
dalam)
4. Kolaborasi
pemberian
analgetik
Senin, Gangguan 08.45 1) Mengidentifikasi adanya 10.00 S:
31- mobilitas nyeri atau keluhan fisik 1) klien
01- fisik lainnya mengeluh saat
2022 Hasil: klien mengatakan bergerak
nyeri pada bagian paha 2) klien
sebelah kiri merasa cemas
2)Mengidentifikasi toleransi saat bergerak
fisik melakukan pergerakan O:
Hasil: klien mengatakan kaki 1) kekuatan
sebelah kirinya susah di menurun
gerakkan 2) rentang
3)Memonitor kondisi umum gerak menurun
selama melakukan mobilisasi 3) gerakan
Hasil: klien mengatakan terbatas
belum bisa melakukan 4) fisik lemah
mobilisasi A: Gangguan
Mobilitasi
Fisik belum
teratasi
P: lanjutkan
intervensi
1)Identifikasi
adanya nyeri
atau keluhan
fisik lainnya
2)Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
pergerakan
3)Monitor
kondisi umum
selama
melakukan
mobilisasi

Senin, Resiko 09.30 1) Memonitor tanda dan 12.00 S:


31- infeksi gejala infeksi local dan O:
01- sistemik - Nampak
2022 2) Membatasi jumlah luka
pengunjung operasi
1) Mencuci tangan - Nampak
sebelum dan sesudah luka
kontak dengan pasien operasi
dan lingkungan pasien sudah
2) Menjelaskan tanda dan kering
gejala infeksi A: Resiko
3) Mengjarkan cara infeksi belum
mencuci tangan teratasi
4) Mengajarkan cara P: Lanjutkan
mencuci tangan yang intervensi
benar 1) Memonito
r tanda
dan gejala
infeksi
2) Membatas
i jumlah
pengunjun
g
3) Cuci
tangan
sebelum
dan
sesudah
kontak
dengan
pasien dan
lingkunga
n pasien
4) Jelaskan
tanda dan
gejala
infeksi
Ajarkan cara
cuci tanagn
yang benar

2. Selasa Nyeri 08.00 1) Mengidentifikasi lokasi, 09.30 S: Pasien


, 01- Akut karasteristik, durasi, mengeluh
02- frekuensi, nyeri
2022 kualitas ,intensitas nyeri - P=pasien
Hasil: klien mengeluh megatakan
pada paha kiri , nyeri di nyeri pada
rasakan tertusuk-tusuk post
dengan skala nyeri 6 dan operasi
durasinya 5-7 menit - Q=pasien
2) Memberikan teknik mengataka
nonfarmakologis n nyeri
( relaksasi nafas dalam) seperti
untuk mengurangi rasa tertusuk-
nyeri tusuk
Hasil: klien melakukan - R= nyeri
teknik relaksasi nafas pada perut
dalam sebelah kiri
6) Menjelaskan dan
strategi meredakan nyeri menjalar ke
(teknik relaksasi nafas belakang
dalam) - S= skala 4
Hasil: klien mengerti dan (0-10)
melakukan teknik relaksasi T=durasi 3-5
napas dalam menit
7) Kolaborasi
pemberian analgetik O: Pasien
Hasil: ketorolac Nampak
gelisah,
Nampak
meringis,
skala nyeri 3
A: Nyeri
belum
teratasi
P: lanjutkan
intervensi
1. Identifikasi
lokasi,
karasteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas,
intensitas
nyeri
2. Berikan
teknik
nonfarmakol
ogis
(relaksasi
nafas dalam)
untuk
mengurangi
rasa nyeri
3. Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri (teknik
relaksasi
napas dalam)
4. Kolaborasi
pemberian
analgetik
Selasa Gangguan 10.15 1) Mengidentifikasi adanya 11.00 S:
,01- mobilitas nyeri atau keluhan fisik 1) klien
02- fisik lainnya mengeluh saat
2022 Hasil: klien mengatakan bergerak
nyeri pada bagian paha 2) klien
sebelah kiri merasa cemas
2)Mengidentifikasi toleransi saat bergerak
fisik melakukan pergerakan O:1) kekuatan
Hasil: klien mengatakan kaki menurun
sebelah kirinya susah di 2) rentang
gerakkan gerak menurun
3)Memonitor kondisi umum 3) gerakan
selama melakukan mobilisasi terbatas
Hasil: klien mengatakan 4) fisik lemah
belum bisa melakukan A: Gangguan
mobilisasi Mobilitasi
Fisik belum
teratasi
P: lanjutkan
intervensi
1)Identifikasi
adanya nyeri
atau keluhan
fisik lainnya
2)Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
pergerakan
3)Monitor
kondisi umum
selama
melakukan
mobilisasi

Selasa Resiko 11.30 1) Memonitor tanda dan 12.00 S:


, 01- infeksi gejala infeksi local dan O:
02- sistemik - Nampak
2022 2) Membatasi jumlah luka
pengunjung operasi
5) Mencuci tangan - Luka
sebelum dan sesudah operasi
kontak dengan pasien tertutup
dan lingkungan pasien kain kasa
6) Menjelaskan tanda dan A: Resiko
gejala infeksi infeksi belum
7) Mengjarkan cara teratasi
mencuci tangan P: Lanjutkan
8) Mengajarkan cara intervensi
mencuci tangan yang 5) Memonito
benar r tanda
dan gejala
infeksi
6) Membatas
i jumlah
pengunjun
g
7) Cuci
tangan
sebelum
dan
sesudah
kontak
dengan
pasien dan
lingkunga
n pasien
8) Jelaskan
tanda dan
gejala
infeksi
Ajarkan cara
cuci tanagn
yang benar

3 Rabu , Nyeri 08.00 1) Mengidentifikasi lokasi, 10.00 S: Pasien


02- Akut karasteristik, durasi, mengatakan
02- frekuensi, nyerinya
2022 kualitas ,intensitas nyeri sudah
Hasil: klien mengeluh berkurang
pada paha kiri , nyeri di - P=pasien
rasakan tertusuk-tusuk megatakan
dengan skala nyeri 6 dan nyeri pada
durasinya 5-7 menit post
2) Memberikan teknik operasi
nonfarmakologis - Q=pasien
( relaksasi nafas dalam) mengataka
untuk mengurangi rasa n nyeri
nyeri seperti
Hasil: klien melakukan tertusuk-
teknik relaksasi nafas tusuk
dalam - R= nyeri
8) Menjelaskan strategi pada perut
meredakan nyeri sebelah kiri
(teknik relaksasi nafas dan
dalam) menjalar ke
Hasil: klien mengerti dan belakang
melakukan teknik relaksasi - S= skala 2
napas dalam (0-10)
9) Kolaborasi pemberian T=durasi 3-5
analgetik menit
Hasil: ketorolac
O: wajah
Pasien
Nampak ceria
skala nyeri 2
A: Nyeri
belum
teratasi
P: lanjutkan
intervensi
1. Identifikasi
lokasi,
karasteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas,
intensitas
nyeri
2. Berikan
teknik
nonfarmakol
ogis
(relaksasi
nafas dalam)
untuk
mengurangi
rasa nyeri

Rabu , Gangguan 08.45 1) Mengidentifikasi adanya 09.00 S:1)klien


02- mobilitas nyeri atau keluhan fisik mengeluh sulit
02- fisik lainnya menggerakkan
2022 Hasil: klien mengatakan ekstremitas
nyeri pada bagian perut
sebelah kiri 2) klien
2)Mengidentifikasi toleransi mengeluh saat
fisik melakukan pergerakan bergerak
Hasil: klien mengatakan 3) klien
semua ekstremitas bawah merasa cemas
dan atas bisa di gerakkan saat bergerak
3)Memonitor kondisi umum O:
selama melakukan mobilisasi 1) kekuatan
Hasil: klien mengatakan menurun
belum bisa melakukan 2) rentang
gerak menurun
3) sendi kaku
4) gerakan
terbatas
5) fisik lemah
A: Gangguan
Mobilitasi
Fisik belum
teratasi
P: lanjutkan
intervensi
1)Identifikasi
adanya nyeri
atau keluhan
fisik lainnya
2)Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
pergerakan
3)Monitor
kondisi umum
selama
melakukan
mobilisasi
3 Rabu , Resiko 09.15 1) Memonitor tanda dan 12.00 S:
02- infeksi gejala infeksi local dan O:
02- sistemik - Nampak
2022 2) Membatasi jumlah luka
pengunjung operasi
9) Mencuci tangan - Luka
sebelum dan sesudah operasi
kontak dengan pasien tertutup
dan lingkungan pasien kasa
10) Menjelaskan tanda A: Resiko
dan gejala infeksi infeksi belum
11) Mengjarkan cara teratasi
mencuci tangan P: Lanjutkan
12) Mengajarkan cara intervensi
mencuci tangan yang 9) Memonito
benar r tanda
dan gejala
infeksi
10) Mem
batasi
jumlah
pengunjun
g
11) Cuci
tangan
sebelum
dan
sesudah
kontak
dengan
pasien dan
lingkunga
n pasien
12) Jelask
an tanda
dan gejala
infeksi
Ajarkan cara
cuci tanagn
yang benar

Anda mungkin juga menyukai