Anda di halaman 1dari 34

Mielitis transversa merupakan suatu kelainan neurologis yang disebabkan

oleh adanya inflamasi pada kedua sisi pada satu tingkat atau segmen dari medula

spinalis. Mielitis dapat diklasifikasikan menjadi mielitis akut, subakut dan

kronis.1,2

Mielitis transversa dapat terjadi pada semua usia dengan terdapat 1400

kasus baru yang didiagnosis dengan mielitis transversa di US per tahunnya.

Sekitar 34.000 orang memiliki morbiditas kronik akibat mielitis transversa.

Sekitar 28% dari kasus mielitis transversa yang dilaporkan terjadi pada anak-

anak3. Tidak terdapat perbedaan insiden terjadinya mielitis transversa pada wanita

dan pria. Penyakit ini dapat berkembang secara progresif, sehingga kita harus

segera dapat mendiagnosis secara benar dan tepat agar tidak terjadi kesalahan

dalam diagnosis dan penatalaksanaan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

membahas lebih lanjut mengenai mielitis transversa.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang anatomi, definisi, epidemiologi, etiologi,

manifestasi klinis dan diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis dari mielitis

transversa.
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan case report ini antara lain sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian

Neurologi RSUP. Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas Padang

2. Menambah pengetahuan mengenai mielitis transversa

1.3 Metode Penulisan

Penulisan makalah berupa case report session ini menggunakan metode

tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Medula Spinalis

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan bagian dari sistem saraf pusat (SSP) terletak di

dalam kanalis vertebralis. Rata-rata panjangnya 42-45 cm, diameter 1 cm, berat 30

gram dan merupakan 2% dari SSP. Medula spinalis membentang dengan batas

atas adalah tulang atlas, dan untuk batas bawah adalah vertebrae lumbal pertama

(L1) pada laki-laki, dan hingga pertengahan vertebrae lumbar kedua (L2) pada

wanita. Batas ini mungkin meluas hingga vertebrae lumbal ketiga (L3) pada bayi

baru lahir.

Medulla spinalis tertutup oleh columna vertebrae, periosteum, lemak dan

jaringan ikat, serta duramater, ruang subarachnoid dan piamater. Ketiga membran

tersebut merupakan kelanjutan dari meningens kranium. Ruang antara periosteum

dan duramater pada vertebrae disebut dengan ruang epidural (cavum epidurale),

sementara itu, ruang yang terletak di antara duramater dan ruang subarachnoid

pada vertebrae disebut dengan ruang subdural (cavum subdurale). Ruang

subarachnoid (cavum subarachnoidea) terletak di antara subarachnoid dan

piamater dan berisi cairan serebrospinal (CSF). Anatomi ini merupakan relevansi

klinis, karena sisterna lumbar (yang berlokasi di bawah conus medularis) dapat

digunakan sebagai tempat pungsi lumbal dan sampling dari CSF. 4


Columna vertebrae terdiri dari 33-34 vertebrae (7 serviks, 12 toraks, 5

lumbal, 5 sakral, 4-5 coccygeal) yang disatukan oleh 23 diskus intervertebralis.

Rata-rata panjangnya dalah 70 cm pada laki-laki dan 60 cm pada wanita.

Duramater spinal memanjang dari foramen magnum ke vertebrae sacral

kedua, sedangkan ujung bawahnya turun ke tulang sakrum membentuk sebuah

band berserat (coccygeal ligamen). Arachnoid spinal terletak jauh dari duramater

dan meluas ke vertebrae setinggi S2. Sedangkan piamater spinal bersatu ke

permukaan medulla spinalis dan bersambung dengan piamater kranial.

Gambar 2.1 Anatomi Medula Spinalis

Terdapat 31 pasang serabut saraf pada medulla spinalis. Serabut saraf ini

terbagi menjadi dua, yaitu serabut saraf sensorik (masuk ke medulla spinallis) dan

serabut saraf motorik (keluar dari medulla spinalis). Untuk penamaannya, sesuai

dengan lokasi segmen tempat keluarnya serabut saraf tersebut. Nervus spinalis

terbagi atas ramus anterior (ventral) dan ramus posterior (dorsal).


Gambar 2.2 Medula Spinalis (tampak depan)

Untuk struktur interna, medulla spinalis terdiri dari substansia alba (white

matter) dan substansia grisea (grey matter). Substansia alba terdiri atas sel glia

dan serabut saraf mielin yang disebut juga dengan traktus atau fasciculus.

Sedangkan substansia grisea terdiri atas sel neuronal dan denrit berbentuk seperti

kupu-kupu atau huruf H.

Fungsi dari medulla spinalis ini adalah untuk mengirimkan semua

informasi sensorik (kecuali saraf kranial) yang berasal dari tubuh, untuk

mengirimkan rangsangan somatomotorik yang datang dari otak untuk dikirimkan

ke organ target, untuk memberikan persarafan otonom dan sebagai tanggapan

refleks (rangsangan yang dihasilkan pada reseptor di otot, sendi atau kulit akan

diproses di medulla spinalis tanpa transmisi ke tingkat yang lebih tinggi untuk

mengontrolnya, respon motorik yang diaktifkan sebagai hasil dari ini disebut

dengan refleks medulla spinalis). 4

Medula spinalis terdiri dari akar saraf sensorik, yaitu yang masuk pada

medula spinalis setiap tingkat dan akar saraf motorik yang muncul dari medula
spinalis pada setiap tingkat. Nervus pada medula spinalis diberi nama dan nomor

sesuai dengan lokasi kemunculannya dari canal verterbrae. Nervus C1-7 akan

muncul di atas tulang masing-masing, sedangkan nervus C8 muncul antara

vertebrae servikal ketujuh dan torakal pertama. Nervus yang tersisa muncul di

bawah tulang masing-masing.

2.1.2 Dermatom

Dermatom didefinisikan sebagai daerah kulit dengan persarafan sensorik

yang berasal dari saraf tunggal medulla spinalis (yaitu dorsal root). Pembagian

kulit ke dermatom mencerminkan organisasi segmental dari medulla spinalis dan

saraf yang terkait. Dermatom untuk nyeri bersifat sempit serta tumpang tindih satu

sama lain dibandingkan dengan dermatom untuk sentuhan dengan demikian,

tingkat lesi pada medulla spinalis yang menyebabkan gangguan sensorik lebih

mudah untuk menentukannya dengan tes tusukan jarum daripada dengan sentuhan

ringan.5

Gambar 2.3 Distribusi Dermatoma Sensorik


2.2 Definisi

Mielitis adalah proses radang yang menyerang substansia alba atau grisea

medula spinalis, biasanya meluas secara transversal. Sesuai perjalanan

penyakitnya, mielitis dibagi dalam tiga jenis yaitu mielitis akut, subakut dan

kronik. Mielitis akut ditandai oleh gejala yang muncul secara cepat dan mencapai

puncaknya hanya dalam beberapa hari saja. Mielitis subakut berlangsung antara 2-

4 minggu, dan mielitis kronik berlangsung lebih dari 8 minggu sejak awal

penyakit.2

Mielitis transversa merupakan suatu kelainan neurologis yang disebabkan

oleh adanya inflamasi pada kedua sisi pada satu tingkat atau segmen dari medula

spinalis. Istilah mielitis berhubungan dengan inflamasi yang terjadi di medula

spinalis sedangkan tranversa menggambarkan posisi inflamasi yang terjadi, yaitu

di kedua sisi medula spinalis. Inflamasi yang terjadi dapat menyebabkan

kerusakan dari mielin, yaitu substansi lemak yang melindungi serat sel saraf.

Bekas dari kerusakan sel saraf ini menyebabkan terganggunya hubungan antara

saraf pada medula spinalis dengan seluruh tubuh.2 Kerusakan melintang pada

beberapa segmen secara longitudinal disebut dengan mielitis transversa, bisa

parsial atau komplet, akut dan kronis. Bila mielitis transversa menyebar ke atas

(rostral) disebut dengan mielitis asenden. Sementara itu, lesi fokal dinamakan

mielitis desiminalis, sedangkan lesi-lesi yang menyebabkan kerusakan pada

mielium (banyak segmen) disebut dengan mielitis difusa.1

2.3 Epidemiologi dan Insidens

Mielitis transversa dapat terjadi pada semua usia, dengan puncak tertinggi

terjadi antara usia 10 hingga 19 tahun dan usia 30 tahun serta 39 tahun. Kira-kira

terdapat 1400 kasus baru yang didiagnosis dengan mielitis transversa di US per

7
tahunnya dan sekitar 34.000 orang memiliki morbiditas kronik akibat mielitis

transversa. Sekitar 28% dari kasus mielitis transversa yang dilaporkan terjadi pada

anak-anak. Tidak terdapat predisposisi secara jenis kelamin maupun berdasarkan

riwayat keluarga untuk terjadinya mielitis transversa.3

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Mielitis transversa akut banyak disebabkan oleh berbagai tipe kelainan

autoimun sistem saraf pusat. Infeksi virus nonspesifik ataupun kadangkala adanya

infeksi bakteri, serta imunisasi (pada kasus yang sangat jarang) mungkin menjadi

pemicu terjadinya mekanisme mielitis transversa ini.

Kadang-kadang, mielitis transversa dapat disebabkan atau berhubungan

dengan neuritis optik. Hal ini diketahui sebagai neuromielitis optika, kelaianan

demielinisasi autoimun yang berhubungan dengan serum spesifik autoantobodi

atau yang disebut dengan NMO-IgG.6 Mikroorganisme penyebab mielitis

transversa antara lain, virus seperti varicella zoster, Ebstein-barr, herpes simplex,

cytomegalovirus, adenovirus, enterovirus, coxsackie B, herpes tipe B, HIV.

Bakteri seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus, Mycobacteria. Spirochyta

seperti sifilis dan Lyme disease kemudian jamur seperti cyptococcus dan

aspergillus.6

2.5 Patogenesis

Medula spinalis yang mengalami peradangan akan tampak edema,

hiperemia dan pada kasus berat terjadi perlunakan (mielomalasia) tampak

makroskopik. Secara mikroskopis terdapat kongesti dan infiltrasi sel radang pada

leptomeninges. Kongesti pada medula spinalisnya atau trombosis pembuluh darah

dengan infiltrasi perivaskular sel radang dan edema. Dan didapati pula degenerasi

8
sel ganglion, selubung mielin dan silinder aksis. Infiltrasi sel radang yang difus

pada medula spinalis. Dapat dijumpai degenerasi asenden maupun desenden pada

jaras-jaras panjang. Pada mielitis pasca infeksi dimana terjadi reaksi autoimun

biasanya yang mengalami kerusakan adalah substansia albanya. Dalam hal ini

terdapat demielinasi pada daerah perivaskular. 7,8

2.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Mielitis transversa akut adalah kelainan medula spinalis yang ditandai

dengan abnormalitas sensorik, motorik dan autonom bilateral akibat adanya

kerusakan pada jaras spinotalamikus dan piramidalis, kolumna posterior dan

funikulus anterior dari satu atau lebih segmen. Hampir sepertiga pasien

mengalami penyembuhan ringan atau tanpa gejala sisa, sepertiga mengalami

disabilitas derajat sedang dan selebihnya mengalami disabilitas yang serius.6

Kerusakan medula spinalis sebagian besar menyebabkan gangguan

sensibilitas, motorik dan saraf autonom terutama gangguan miksi dan defekasi.

Permulaan penyakit bisa akut, subakut, dan kronis, umumnya terdapat demam.

Bila terjadi kerusakan saraf pada segmen tertentu misalnya segmen torakal, maka

akan timbul gejala kerusakan saraf dengan kelumpuhan otot yang flaksid dan

atrofi karena kornu anterior yang rusak. 2

Parestesis merupakan gejala awal yang banyak terjadi pada dewasa dengan

mielitis transversa namun jarang terjadi pada anak-anak. Selain itu, hasil yang

juga sering terjadi akibat gangguan sensorik maupun autonom sistem saraf pada

mielitis transversa adalah disfungsi seksual.3

Manifestasi klinis yang terjadi dengan onset akut akan menggambarkan

lesi yang berkembang secara cepat, seperti halnya lesi pada trauma dengan

paraplegia atau quadriplegia, yaitu berupa kehilangan sensorik secara total, dan

9
kurangnya fungsi sfingter rektal dan urinaria. Mielitis transversa komplit akan

mengganggu seluruh jalur traktus asenden di bawah lesi sesuai dengan level

sensoriknya dan seiringan dengan itu paraplegia atau tetraplegia tipe flaksid yang

terjadi sesuai dengan gangguan di atas lesi patologi traktus kortikospinal, dimana

daerah tersebut akan tertekan.

Gangguan pada traktus spinotalamikus anterior dan lateral serta columna

dorsalis tergantung pada level medula spinalis. Sensasi tajam dan suhu adalah

yang paling mudah untuk menilai lokasinya, yaitu dengan kehilangan sensasi 1-2

level di bawah level lesi. Fungsi urinaria dan pencernaan juga menjadi lemah.6

Kriteria diagnosa untuk mielitis transversa adalah:6

 Disfungsi sensoris, motorik atau autonom sesuai dengan lesi di medulla

spinalis

 Gejala klinis dan tanda yang terjadi secara bilateral

 Level sensoriknya sangat mudah untuk diketahui

 Inflamasi dapat ditemukan dari gambaran cairan serebrospinal berupa

pleositosis atau peningkatan indeks IgG atau peningkatan kadar

gadolinium

 Progresifitas terjadi dalam waktu 4 jam hingga 21 hari.

Dalam literatur lain juga menyebutkan 4 gejala klasik mielitis transversa yaitu:7,9

 Parestesia anggota gerak bawah dan tubuh dengan pola segmental

 Kadang nyeri punggung yang menjalar sepanjang batas atas lesi medulla

spinalis

 Kehilangan rasa pada kaki dan jari-jari kaki

 Disfungsi kandung kemih dan buang air besar

10
Gambar 2.4 alur diagnosis mielopati akut

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu penegakan diagnosis

adalah lumbal punksi dan MRI. Punksi lumbal penting untuk mencari penyebab

mielitis. Di samping itu, foto kolumna vertebralis dan toraks juga perlu

dikerjakan; hal ini untuk mencari kemungkinan adanya lesi pada korpus vertebrae

maupun pada paru. Bila perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI namun

pemeriksaan terakhir ini perlu pertimbangan yang lebih lanjut.2

Pada tahun 2002, the Transverse Myelitis Consortium Working Group

mengusulkan agar pemeriksaan LCS dan MRI sebagai kriteria untuk mielitis

transversa, termasuk didalamnya: disfungsi motorik, sensorik atau otonom

bilateral, sensorik bilateral, MRI atau tes LCS dan gejala yang terjadi dengan

durasi antara beberapa jam hingga 21 hari dihitung dari onset defisit maksimum,

dan kompresi ekstra aksial.6

11
2.6 Tatalaksana

1. Steroid Intravena

Steroid intravena meupakan pilihan untuk terapi dengan mielitis transversa

akut. Kortikosteroid memiliki berbagai mekanisme termasuk sebagai

antiinflamasi, imunosuoresif dan antiproliperatif. Dalam salah satu penelitian

didapatkan bahwa pasien dengan mielitis transversa yang berat yang mendapatkan

terapi metilprednisolon selama 3-5 hari dan dilanjutkan dengan prednison oral

selama 14 hari memiliki efek yang menguntungkan dibandingkan dengan kontrol.

Pada pasien dengan pemberian terapi steroid, median waktu untuk dapat berjalan

adalah 23 hari sedangkan pada kontrol didapatkan setelah 97 hari dan perbaikan

penuh didapatkan pada 80% pasien dan perbaikan penuh motorik saat satu tahun

terjadi pada 100% pasien. Tidak ada laporan mengenai efek yang merugikan dari

pemberian steroid.3

2. Plasma Exchange

Plasma exchange (PLEX) biasanya diberikan pada pasien dengan mielitis

transversa sedang-berat yang ditandai dengan kerusakan fungsi otonom dan

sensorik (kehilangan fungsi dari ekstremitas bawah) dan hanya terjadi sedikit

perbaikan pada pemberian steroid. PLEX ini dipercaya bekerja pada penyakit

autoimun sistem saraf pusat melalui penghapusan faktor spesifik atau nonspesifik

yang nantinya akan berperan juga dalam penatalaksanaan kerusakan organ target.

PLEX terbukti efektif pada dewasa dengan mielitis transversa dan kelainan

inflamasi lain pada sistem saraf pusat. Berbagai prediktor yang berkaitan dengan

respon yang baik terhadaap PLEX termasuk penatalaksanaan cepat (kurang dari

20 hari dimulai dari onset, jenis kelamin dan lesi inkomplit secara klinis).3

12
3. Imunomudulatory lainnya

Belum ada informasi saat ini yang ada mengenai penggunaan strategi

pengobatan lain pada pasien dengan mielitis transversa akut. Pemberian

siklofosfamid intravena (500-1000 mg/m2) ditujukan untuk pasien dengan mielitis

transversa yang terus berkembang meskipun diterapi dengan steroid intravena.3

4. Tatalaksana Jangka Panjang

Sebagian besar pasien dengan mielitis transversa akan memerlukan

perawatan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi sekunder dari imobilitas dan

untuk meningkatkan keterampilan fungsionalnya. Hal ini penting untuk memulai

terapi okupasi dan fisik awal selama pemulihan untuk mencegah masalah tidak

aktif terkait kerusakan kulit dan kontraktur jaringan lunak yang menyebabkan

hilangnya berbagai gerakan.

Selama periode pemulihan awal, edukasi terhadap keluarga merupakan hal

yang penting untuk mengembangkan rencana strategis untuk menghadapi

tantangan yang akan dihadapi. Penilaian dan penyesuaian untuk splints dirancang

untuk mempertahankan posisi optimal untuk anggota badan yang tidak dapat aktif

bergerak merupakan bagian penting dari manajemen pada tahap ini. Pengelolaan

jangka panjang dari TM memerlukan perhatian untuk sejumlah isu. Hal ini adalah

efek residual dari setiap cedera tulang belakang termasuk mielitis transversa.

Pasien dengan mielitis transversa harus diberikan edukasi tentang efek mielitis

transversa termasuk mood dan secara rutin diskrining untuk pengembangan gejala

yang konsisten dengan depresi klinis. Tanda-tanda peringatan pasien yang depresi

harus segera dievaluasi lengkap untuk kemajuan dengan rehabilitasi dan cara

perawatan diri.3

13
2.7 Prognosis

Secara umum, prognosis mielitis bergantung pada penyebab dan hebatnya

kerusakan medula spinalis. Prognosis agak buruk bila yang dihadapi adalah

infeksi piogenik dan demikian juga pada mielitis asenden dengan gangguan

sfingter, infeksi kandung kemih dan dekubitus. Selain itu, prognosis untuk mielitis

transversa tergantung pada level oklusi arteri spinal anterior, yaitu gambaran

paraplegia atau quadriplegia yang terjadi.2,6

14
BAB 3
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. Y
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 48 Tahun
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Padang Gelapung Pasie Laweh, Lubuk Alung
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Autoanamnesis :
Seorang pasien, Ny. Y, perempuan, umur 48 tahun dirujuk dari RSUD
Padang Pariaman dan dirawat di bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 28 November 2016 dengan:

Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Lemah anggota gerak bawah sejak empat hari sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya pasien merasakan kedua ujung kakinya kesemutan setelah
memasak air pagi hari, kemudian kesemutan menjalar dari ujung kaki
hingga setinggi pusat. Beberapa jam setelah itu kedua anggota gerak
bawah terasa berat dan tidak bisa digerakkan sehingga pasien
membutuhkan bantuan keluarga untuk melakukan aktivitas.
 Pasien mengeluhkan kebas dari setinggi pusat hingga ujung kaki, dimana
kebas lebih berat dirasakan pada bagian ujung kaki.
 Buang air besar dan buang air kecil terganggu bersamaan dengan onset
kelemahan anggota gerak bawah. Pasien tidak bisa buang air besar dan
buang air kecil.
 Nyeri pinggang yang menjalar ke ujung kaki sejak tujuh hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri tidak hilang dengan

15
istirahat. Nyeri juga disertai rasa dingin dari setinggi pusat hingga ujung
kaki.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat trauma sebelumnya tidak ada
 Riwayat tumor sebelumnya tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Anak kandung pasien (anak ketiga) memiliki riwayat penyakit tumor
ovarium, meninggal usia 6 tahun.
Riwayat Pribadi dan Sosial :
 Pasien seorang ibu rumah tangga, dengan aktivitas harian ringan
 Merokok tidak ada, minum alkohol tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis (E4M6V5)
Kooperatif : Kooperatif
Nadi/ irama : 79 x/menit
Pernafasan : 21x/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,7oC
Keadaan gizi : kurang
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sulit dinilai
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

16
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)

Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
 Kaku kuduk : (-)
 Brudzinsky I : (-)
 Brudzinsky II : (-)
 Brudzinsky III : (-)
 Brudzinsky IV : (-)
 Tanda Kernig : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Pupil isokor, diameter 3m/3mm , reflek cahaya +/+
 Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Baik baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri

17
Tajam penglihatan Baik baik
Lapangan pandang Baik baik
Melihat warna baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata ortho Ortho
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus bebas bebas
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya (+) (+)

 Refleks akomodasi baik baik

 Refleks konvergensi baik baik

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah baik Baik
Sikap bulbus ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral baik baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

18
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut (+) (+)
 Menggerakkan rahang (+) (+)

 Menggigit (+) (+)

 Mengunyah (+) (+)

Sensorik
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas baik Baik
 Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas baik Baik
 Divisi mandibula
- Sensibilitas baik baik

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Fissura palpebra simetris simetris
Menggerakkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/ bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)
Hiperakusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik arloji (+) (+)

19
Rinne tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber tes Tidak dilakukan
Schwabach tes
- Memanjang Tidak dilakukan
- Memendek
Nistagmus
- Pendular (-) (-)
- Vertikal (-) (-)
- Siklikal (-) (-)
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang (+) (+)
Refleks muntah (Gag Rx) (+) (+)

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Di tengah Di tengah
Menelan Baik baik
Suara Baik baik
Nadi 79x/menit 79x/menit

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Bisa bisa
Menoleh ke kiri Bisa bisa
Mengangkat bahu kanan Bisa bisa
Mengangkat bahu kiri Bisa Bisa

20
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Di tengah Di tengah
Kedudukan lidah dijulurkan simetris simetris
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)

4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Tidak dapat Disartria (-)
dinilai
Romberg tes Tidak dapat Disgrafia (-)
dinilai
Ataksia (-) Supinasi-pronasi (-)
Rebound (-) Tes jari - jari (-)
phenomen
Test tumit lutut Tidak dapat Tes hidung jari (-)
dinilai

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi (+)
Duduk (+)
b. Berdiri dan Gerakan spontan Tidak dapat
berjalan Tremor dinilai
Atetosis
Mioklonik
Khorea
a. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan aktif aktif Hipoaktif hipoaktif
Kekuatan 555 555 222 222
Trofi eutrofi eutrofi Eutrofi eutrofi
Tonus eutonus eutonus Eutonus eutonus

21
6. Pemeriksaan sensibilitas :
Sensibilitas taktil berkurang setinggi pusat hingga
ujung kaki
Sensibilitas nyeri berkurang setinggi pusat hingga
ujung kaki
Sensibilitas termis Tidak dilakukan
Sensibilitas sendi dan posisi Terganggu
Sensibilitas getar Tidak dilakukan
Sensibilitas kortikal Tidak dilakukan
Streognosis Tidak dilakukan
Pengenalan 2 titik Terganggu
Pengenalan rabaan Terganggu

7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring KPR +++ +++
Masetter APR +++ +++
Dinding perut Bulbokvernosus
 Atas (+) (+) Cremaster
 Tengah (+) (+) Sfingter
 Bawah (-) (-)

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)

22
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)

8. Fungsi otonom
- Miksi : terpasang kateter
- Defekasi : terganggu
- Sekresi keringat: tes perspirasi  terganggu setinggi pusat hingga ujung
kaki
9. Fungsi luhur :
Kesadaran Tanda Dementia
 Reaksi bicara (+)  Reflek glabella (-)
 Fungsi intelek (+)  Reflek snout (-)
 Reaksi emosi (+)  Reflek mengisap (-)
 Reflek memegang (-)
 Reflek (-)
palmomental

Pemeriksaan laboratorium
Darah :
Rutin : Hb : 11,4 gr/dl
Leukosit : 11.810/mm3
Trombosit : 267.000/mm3
Hematokrit : 36%
Kimia darah : Ureum : 20 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Na/K/Cl : 140/3,5/108
GDS : 155 mg/dl

Pemeriksaan tambahan
 Rontgen vertebrae thorakolumbal : kesan/ dalam batas normal

23
 Lumbal pungsi
 MRI
Diagnosis :
Diagnosis Klinis : paraparese inferior tipe UMN
Diagnosis Topik : medulla spinalis setinggi Th10-11
Diagnosis Etiologi : virus DD/ bakteri
Diagnosis Sekunder : -
Differensial diagnosis:
- Tumor medulla spinalis

Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
Diet MB 1800 kkal
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Dulcolax supp II

Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

24
Follow up

Selasa, 29 November 2016


S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- demam (-)

O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 36,7 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf ++ ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -

Sensorik : respon << terhadap nyeri, suhu, raba


Otonom : terpasang kateter, defekasi terganggu, sekresi
keringat terganggu

A/ paraparese inferior tipe UMN ec mielitis transversa


Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
MB 1800 kkal
Kateter
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)

25
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal dengan hasil:
Makroskopis : Volume : ± 2 cc, aliran lancar
Kekeruhan (-)
Warna bening
Mikroskopis : Jumlah sel : 2/mm3
Kimia : Glukosa : 101 mg/dl
Protein : 394 mg/dl, none (-), pandy (-)

Rabu, 30 November 2016


S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- demam (-)
- nyeri menjalar dari pinggang hingga ujung kaki

O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 69 kali per menit
Nafas : 21 kali per menit
Suhu : 36,7 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -

Sensorik : respon << terhadap nyeri, suhu, raba


Otonom : terpasang kateter, defekasi terganggu, sekresi keringat terganggu

A/ paraparese inferior tipe UMN ec mielitis transversa


Terapi :

26
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
MB 1800 kkal
Kateter
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3 x 750 mg
Rencana : hari ini dilakukan MRI medulla spinalis

Kamis, 1 Desember 2016


S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- demam (-)
- nyeri berkurang

O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 70 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 36,8 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -

Sensorik : respon << terhadap nyeri, suhu, raba


Otonom : terpasang kateter, defekasi terganggu, sekresi keringat terganggu

A/ paraparese inferior tipe UMN ec mielitis transversa


Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf

27
MB 1800 kkal
Kateter
Klisma/hari
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3x750 mg

Jum’at, 2 Desember 2016


S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- demam (-)

O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 70 kali per menit
Nafas : 21 kali per menit
Suhu : 36,7 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -

Sensorik : respon << terhadap nyeri, suhu, raba


Otonom : terpasang kateter, defekasi terganggu, sekresi keringat terganggu

A/ paraparese inferior tipe UMN ec mielitis transversa


Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
MB 1800 kkal
Kateter

28
Kliasma/hari
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3x750 mg
Menunggu hasil MRI
Sabtu, 3 Desember 2016
S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- demam (-), BAB (-)

O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 37,2 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -

Sensorik : respon << terhadap nyeri, suhu, raba


Otonom : terpasang kateter, defekasi terganggu, sekresi keringat terganggu

A/ paraparese inferior tipe UMN ec mielitis transversa


Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
MB 1800 kkal
Kateter
Kliasma/hari
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)

29
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)

Minggu, 4 Desember 2016


S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- Nyeri pinggang (+)

O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 72 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 36,7 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -

Sensorik : respon << terhadap nyeri, suhu, raba


Otonom : terpasang kateter, defekasi terganggu, sekresi keringat terganggu

A/ paraparese inferior tipe UMN ec mielitis transversa


Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
MB 1800 kkal
Kateter
Kliasma/hari
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3 x 750 mg
Senin, 5 Desember 2016

30
S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- Nyeri pinggang (+)

O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 37,2 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -

Sensorik : respon << terhadap nyeri, suhu, raba


Otonom : terpasang kateter, defekasi terganggu, sekresi keringat terganggu

A/ paraparese inferior tipe UMN ec mielitis tranversa


Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
MB 1800 kkal
Kateter
Kliasma/hari
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3x750 mg
Selasa, 6 Desember 2016
S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki

31
- Nyeri pinggang (+), BAB (-)

O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 96 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 37,5 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -

Sensorik : respon << terhadap nyeri, suhu, raba


Otonom : terpasang kateter, defekasi terganggu, sekresi keringat terganggu

A/ paraparese inferior tipe UMN ec mielitis transversa


Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
MB 1800 kkal
Kateter
Kliasma/hari
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3x750 mg

Rabu, 7 Desember 2016


S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- Nyeri pinggang (+)

O/

32
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 37,2 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -

Sensorik : respon << terhadap nyeri, suhu, raba


Otonom : terpasang kateter, defekasi terganggu, sekresi keringat terganggu

A/ paraparese inferior tipe UMN ec mielitis transversa


Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
MB 1800 kkal
Kateter
Kliasma/hari
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3x750 mg
Hasil MRI keluar : kesan/ tidak ditemukan kelainan pada medulla spinalis

33
34

Anda mungkin juga menyukai