oleh adanya inflamasi pada kedua sisi pada satu tingkat atau segmen dari medula
kronis.1,2
Mielitis transversa dapat terjadi pada semua usia dengan terdapat 1400
Sekitar 28% dari kasus mielitis transversa yang dilaporkan terjadi pada anak-
anak3. Tidak terdapat perbedaan insiden terjadinya mielitis transversa pada wanita
dan pria. Penyakit ini dapat berkembang secara progresif, sehingga kita harus
segera dapat mendiagnosis secara benar dan tepat agar tidak terjadi kesalahan
dalam diagnosis dan penatalaksanaan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
transversa.
1.2 Tujuan Penulisan
Andalas Padang
TINJAUAN PUSTAKA
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem saraf pusat (SSP) terletak di
dalam kanalis vertebralis. Rata-rata panjangnya 42-45 cm, diameter 1 cm, berat 30
gram dan merupakan 2% dari SSP. Medula spinalis membentang dengan batas
atas adalah tulang atlas, dan untuk batas bawah adalah vertebrae lumbal pertama
(L1) pada laki-laki, dan hingga pertengahan vertebrae lumbar kedua (L2) pada
wanita. Batas ini mungkin meluas hingga vertebrae lumbal ketiga (L3) pada bayi
baru lahir.
jaringan ikat, serta duramater, ruang subarachnoid dan piamater. Ketiga membran
dan duramater pada vertebrae disebut dengan ruang epidural (cavum epidurale),
sementara itu, ruang yang terletak di antara duramater dan ruang subarachnoid
piamater dan berisi cairan serebrospinal (CSF). Anatomi ini merupakan relevansi
klinis, karena sisterna lumbar (yang berlokasi di bawah conus medularis) dapat
band berserat (coccygeal ligamen). Arachnoid spinal terletak jauh dari duramater
Terdapat 31 pasang serabut saraf pada medulla spinalis. Serabut saraf ini
terbagi menjadi dua, yaitu serabut saraf sensorik (masuk ke medulla spinallis) dan
serabut saraf motorik (keluar dari medulla spinalis). Untuk penamaannya, sesuai
dengan lokasi segmen tempat keluarnya serabut saraf tersebut. Nervus spinalis
Untuk struktur interna, medulla spinalis terdiri dari substansia alba (white
matter) dan substansia grisea (grey matter). Substansia alba terdiri atas sel glia
dan serabut saraf mielin yang disebut juga dengan traktus atau fasciculus.
Sedangkan substansia grisea terdiri atas sel neuronal dan denrit berbentuk seperti
informasi sensorik (kecuali saraf kranial) yang berasal dari tubuh, untuk
refleks (rangsangan yang dihasilkan pada reseptor di otot, sendi atau kulit akan
diproses di medulla spinalis tanpa transmisi ke tingkat yang lebih tinggi untuk
mengontrolnya, respon motorik yang diaktifkan sebagai hasil dari ini disebut
Medula spinalis terdiri dari akar saraf sensorik, yaitu yang masuk pada
medula spinalis setiap tingkat dan akar saraf motorik yang muncul dari medula
spinalis pada setiap tingkat. Nervus pada medula spinalis diberi nama dan nomor
sesuai dengan lokasi kemunculannya dari canal verterbrae. Nervus C1-7 akan
vertebrae servikal ketujuh dan torakal pertama. Nervus yang tersisa muncul di
2.1.2 Dermatom
yang berasal dari saraf tunggal medulla spinalis (yaitu dorsal root). Pembagian
saraf yang terkait. Dermatom untuk nyeri bersifat sempit serta tumpang tindih satu
tingkat lesi pada medulla spinalis yang menyebabkan gangguan sensorik lebih
mudah untuk menentukannya dengan tes tusukan jarum daripada dengan sentuhan
ringan.5
Mielitis adalah proses radang yang menyerang substansia alba atau grisea
penyakitnya, mielitis dibagi dalam tiga jenis yaitu mielitis akut, subakut dan
kronik. Mielitis akut ditandai oleh gejala yang muncul secara cepat dan mencapai
puncaknya hanya dalam beberapa hari saja. Mielitis subakut berlangsung antara 2-
4 minggu, dan mielitis kronik berlangsung lebih dari 8 minggu sejak awal
penyakit.2
oleh adanya inflamasi pada kedua sisi pada satu tingkat atau segmen dari medula
kerusakan dari mielin, yaitu substansi lemak yang melindungi serat sel saraf.
Bekas dari kerusakan sel saraf ini menyebabkan terganggunya hubungan antara
saraf pada medula spinalis dengan seluruh tubuh.2 Kerusakan melintang pada
parsial atau komplet, akut dan kronis. Bila mielitis transversa menyebar ke atas
(rostral) disebut dengan mielitis asenden. Sementara itu, lesi fokal dinamakan
Mielitis transversa dapat terjadi pada semua usia, dengan puncak tertinggi
terjadi antara usia 10 hingga 19 tahun dan usia 30 tahun serta 39 tahun. Kira-kira
terdapat 1400 kasus baru yang didiagnosis dengan mielitis transversa di US per
7
tahunnya dan sekitar 34.000 orang memiliki morbiditas kronik akibat mielitis
transversa. Sekitar 28% dari kasus mielitis transversa yang dilaporkan terjadi pada
autoimun sistem saraf pusat. Infeksi virus nonspesifik ataupun kadangkala adanya
infeksi bakteri, serta imunisasi (pada kasus yang sangat jarang) mungkin menjadi
dengan neuritis optik. Hal ini diketahui sebagai neuromielitis optika, kelaianan
transversa antara lain, virus seperti varicella zoster, Ebstein-barr, herpes simplex,
seperti sifilis dan Lyme disease kemudian jamur seperti cyptococcus dan
aspergillus.6
2.5 Patogenesis
makroskopik. Secara mikroskopis terdapat kongesti dan infiltrasi sel radang pada
dengan infiltrasi perivaskular sel radang dan edema. Dan didapati pula degenerasi
8
sel ganglion, selubung mielin dan silinder aksis. Infiltrasi sel radang yang difus
pada medula spinalis. Dapat dijumpai degenerasi asenden maupun desenden pada
jaras-jaras panjang. Pada mielitis pasca infeksi dimana terjadi reaksi autoimun
biasanya yang mengalami kerusakan adalah substansia albanya. Dalam hal ini
funikulus anterior dari satu atau lebih segmen. Hampir sepertiga pasien
sensibilitas, motorik dan saraf autonom terutama gangguan miksi dan defekasi.
Permulaan penyakit bisa akut, subakut, dan kronis, umumnya terdapat demam.
Bila terjadi kerusakan saraf pada segmen tertentu misalnya segmen torakal, maka
akan timbul gejala kerusakan saraf dengan kelumpuhan otot yang flaksid dan
Parestesis merupakan gejala awal yang banyak terjadi pada dewasa dengan
mielitis transversa namun jarang terjadi pada anak-anak. Selain itu, hasil yang
juga sering terjadi akibat gangguan sensorik maupun autonom sistem saraf pada
lesi yang berkembang secara cepat, seperti halnya lesi pada trauma dengan
paraplegia atau quadriplegia, yaitu berupa kehilangan sensorik secara total, dan
9
kurangnya fungsi sfingter rektal dan urinaria. Mielitis transversa komplit akan
mengganggu seluruh jalur traktus asenden di bawah lesi sesuai dengan level
sensoriknya dan seiringan dengan itu paraplegia atau tetraplegia tipe flaksid yang
terjadi sesuai dengan gangguan di atas lesi patologi traktus kortikospinal, dimana
dorsalis tergantung pada level medula spinalis. Sensasi tajam dan suhu adalah
yang paling mudah untuk menilai lokasinya, yaitu dengan kehilangan sensasi 1-2
level di bawah level lesi. Fungsi urinaria dan pencernaan juga menjadi lemah.6
spinalis
gadolinium
Dalam literatur lain juga menyebutkan 4 gejala klasik mielitis transversa yaitu:7,9
Kadang nyeri punggung yang menjalar sepanjang batas atas lesi medulla
spinalis
10
Gambar 2.4 alur diagnosis mielopati akut
adalah lumbal punksi dan MRI. Punksi lumbal penting untuk mencari penyebab
mielitis. Di samping itu, foto kolumna vertebralis dan toraks juga perlu
dikerjakan; hal ini untuk mencari kemungkinan adanya lesi pada korpus vertebrae
maupun pada paru. Bila perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI namun
mengusulkan agar pemeriksaan LCS dan MRI sebagai kriteria untuk mielitis
bilateral, sensorik bilateral, MRI atau tes LCS dan gejala yang terjadi dengan
durasi antara beberapa jam hingga 21 hari dihitung dari onset defisit maksimum,
11
2.6 Tatalaksana
1. Steroid Intravena
didapatkan bahwa pasien dengan mielitis transversa yang berat yang mendapatkan
terapi metilprednisolon selama 3-5 hari dan dilanjutkan dengan prednison oral
Pada pasien dengan pemberian terapi steroid, median waktu untuk dapat berjalan
adalah 23 hari sedangkan pada kontrol didapatkan setelah 97 hari dan perbaikan
penuh didapatkan pada 80% pasien dan perbaikan penuh motorik saat satu tahun
terjadi pada 100% pasien. Tidak ada laporan mengenai efek yang merugikan dari
pemberian steroid.3
2. Plasma Exchange
sensorik (kehilangan fungsi dari ekstremitas bawah) dan hanya terjadi sedikit
perbaikan pada pemberian steroid. PLEX ini dipercaya bekerja pada penyakit
autoimun sistem saraf pusat melalui penghapusan faktor spesifik atau nonspesifik
yang nantinya akan berperan juga dalam penatalaksanaan kerusakan organ target.
PLEX terbukti efektif pada dewasa dengan mielitis transversa dan kelainan
inflamasi lain pada sistem saraf pusat. Berbagai prediktor yang berkaitan dengan
respon yang baik terhadaap PLEX termasuk penatalaksanaan cepat (kurang dari
20 hari dimulai dari onset, jenis kelamin dan lesi inkomplit secara klinis).3
12
3. Imunomudulatory lainnya
Belum ada informasi saat ini yang ada mengenai penggunaan strategi
terapi okupasi dan fisik awal selama pemulihan untuk mencegah masalah tidak
aktif terkait kerusakan kulit dan kontraktur jaringan lunak yang menyebabkan
tantangan yang akan dihadapi. Penilaian dan penyesuaian untuk splints dirancang
untuk mempertahankan posisi optimal untuk anggota badan yang tidak dapat aktif
bergerak merupakan bagian penting dari manajemen pada tahap ini. Pengelolaan
jangka panjang dari TM memerlukan perhatian untuk sejumlah isu. Hal ini adalah
efek residual dari setiap cedera tulang belakang termasuk mielitis transversa.
Pasien dengan mielitis transversa harus diberikan edukasi tentang efek mielitis
transversa termasuk mood dan secara rutin diskrining untuk pengembangan gejala
yang konsisten dengan depresi klinis. Tanda-tanda peringatan pasien yang depresi
harus segera dievaluasi lengkap untuk kemajuan dengan rehabilitasi dan cara
perawatan diri.3
13
2.7 Prognosis
kerusakan medula spinalis. Prognosis agak buruk bila yang dihadapi adalah
infeksi piogenik dan demikian juga pada mielitis asenden dengan gangguan
sfingter, infeksi kandung kemih dan dekubitus. Selain itu, prognosis untuk mielitis
transversa tergantung pada level oklusi arteri spinal anterior, yaitu gambaran
14
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. Y
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 48 Tahun
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Padang Gelapung Pasie Laweh, Lubuk Alung
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Autoanamnesis :
Seorang pasien, Ny. Y, perempuan, umur 48 tahun dirujuk dari RSUD
Padang Pariaman dan dirawat di bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 28 November 2016 dengan:
Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Lemah anggota gerak bawah sejak empat hari sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya pasien merasakan kedua ujung kakinya kesemutan setelah
memasak air pagi hari, kemudian kesemutan menjalar dari ujung kaki
hingga setinggi pusat. Beberapa jam setelah itu kedua anggota gerak
bawah terasa berat dan tidak bisa digerakkan sehingga pasien
membutuhkan bantuan keluarga untuk melakukan aktivitas.
Pasien mengeluhkan kebas dari setinggi pusat hingga ujung kaki, dimana
kebas lebih berat dirasakan pada bagian ujung kaki.
Buang air besar dan buang air kecil terganggu bersamaan dengan onset
kelemahan anggota gerak bawah. Pasien tidak bisa buang air besar dan
buang air kecil.
Nyeri pinggang yang menjalar ke ujung kaki sejak tujuh hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri tidak hilang dengan
15
istirahat. Nyeri juga disertai rasa dingin dari setinggi pusat hingga ujung
kaki.
16
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) N
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)
Tanda Kernig : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Pupil isokor, diameter 3m/3mm , reflek cahaya +/+
Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Baik baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
17
Tajam penglihatan Baik baik
Lapangan pandang Baik baik
Melihat warna baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata ortho Ortho
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus bebas bebas
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Refleks cahaya (+) (+)
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah baik Baik
Sikap bulbus ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral baik baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
18
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakkan rahang (+) (+)
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas baik Baik
Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas baik Baik
Divisi mandibula
- Sensibilitas baik baik
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Fissura palpebra simetris simetris
Menggerakkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/ bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)
Hiperakusis (-) (-)
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik arloji (+) (+)
19
Rinne tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber tes Tidak dilakukan
Schwabach tes
- Memanjang Tidak dilakukan
- Memendek
Nistagmus
- Pendular (-) (-)
- Vertikal (-) (-)
- Siklikal (-) (-)
Pengaruh posisi kepala (-) (-)
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang (+) (+)
Refleks muntah (Gag Rx) (+) (+)
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Di tengah Di tengah
Menelan Baik baik
Suara Baik baik
Nadi 79x/menit 79x/menit
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Bisa bisa
Menoleh ke kiri Bisa bisa
Mengangkat bahu kanan Bisa bisa
Mengangkat bahu kiri Bisa Bisa
20
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Di tengah Di tengah
Kedudukan lidah dijulurkan simetris simetris
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)
4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Tidak dapat Disartria (-)
dinilai
Romberg tes Tidak dapat Disgrafia (-)
dinilai
Ataksia (-) Supinasi-pronasi (-)
Rebound (-) Tes jari - jari (-)
phenomen
Test tumit lutut Tidak dapat Tes hidung jari (-)
dinilai
21
6. Pemeriksaan sensibilitas :
Sensibilitas taktil berkurang setinggi pusat hingga
ujung kaki
Sensibilitas nyeri berkurang setinggi pusat hingga
ujung kaki
Sensibilitas termis Tidak dilakukan
Sensibilitas sendi dan posisi Terganggu
Sensibilitas getar Tidak dilakukan
Sensibilitas kortikal Tidak dilakukan
Streognosis Tidak dilakukan
Pengenalan 2 titik Terganggu
Pengenalan rabaan Terganggu
7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring KPR +++ +++
Masetter APR +++ +++
Dinding perut Bulbokvernosus
Atas (+) (+) Cremaster
Tengah (+) (+) Sfingter
Bawah (-) (-)
22
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
8. Fungsi otonom
- Miksi : terpasang kateter
- Defekasi : terganggu
- Sekresi keringat: tes perspirasi terganggu setinggi pusat hingga ujung
kaki
9. Fungsi luhur :
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara (+) Reflek glabella (-)
Fungsi intelek (+) Reflek snout (-)
Reaksi emosi (+) Reflek mengisap (-)
Reflek memegang (-)
Reflek (-)
palmomental
Pemeriksaan laboratorium
Darah :
Rutin : Hb : 11,4 gr/dl
Leukosit : 11.810/mm3
Trombosit : 267.000/mm3
Hematokrit : 36%
Kimia darah : Ureum : 20 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Na/K/Cl : 140/3,5/108
GDS : 155 mg/dl
Pemeriksaan tambahan
Rontgen vertebrae thorakolumbal : kesan/ dalam batas normal
23
Lumbal pungsi
MRI
Diagnosis :
Diagnosis Klinis : paraparese inferior tipe UMN
Diagnosis Topik : medulla spinalis setinggi Th10-11
Diagnosis Etiologi : virus DD/ bakteri
Diagnosis Sekunder : -
Differensial diagnosis:
- Tumor medulla spinalis
Terapi :
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
Diet MB 1800 kkal
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Dulcolax supp II
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
24
Follow up
O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 36,7 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf ++ ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -
25
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal dengan hasil:
Makroskopis : Volume : ± 2 cc, aliran lancar
Kekeruhan (-)
Warna bening
Mikroskopis : Jumlah sel : 2/mm3
Kimia : Glukosa : 101 mg/dl
Protein : 394 mg/dl, none (-), pandy (-)
O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 69 kali per menit
Nafas : 21 kali per menit
Suhu : 36,7 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -
26
- Umum : IVFD Asering 12 jam/kolf
MB 1800 kkal
Kateter
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3 x 750 mg
Rencana : hari ini dilakukan MRI medulla spinalis
O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 70 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 36,8 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -
27
MB 1800 kkal
Kateter
Klisma/hari
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3x750 mg
O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 70 kali per menit
Nafas : 21 kali per menit
Suhu : 36,7 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -
28
Kliasma/hari
Khusus : Metilprednisolon 4 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
Paracetamol 3x750 mg
Menunggu hasil MRI
Sabtu, 3 Desember 2016
S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- demam (-), BAB (-)
O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 37,2 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -
29
Ranitidin 2 x 250 mg (iv)
O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 72 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 36,7 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -
30
S/ - lemah anggota gerak bawah
- Kebas setinggi pusat hingga ujung kaki
- Nyeri pinggang (+)
O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 37,2 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -
31
- Nyeri pinggang (+), BAB (-)
O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 96 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 37,5 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -
O/
32
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 37,2 oC
Status neurologis :
GCS : E4M6V5
Tanda ↑ TIK (-) , TRM (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK+/+
Motorik : 555 555 Rf + + ++ Rp - -
222 222 +++ +++ - -
33
34