PENDAHULUAN
Angka kejadian mielitis transversal diperkirakan 1,34 hingga 4,6 juta orang,
tetapi yang telah dilaporkan sebesar 3,1 per 100000 pasien pertahun. Myelitis dapat
menyerang pada usia berapa pun dan predileksi bergantung pada etiologi lesi yang
mendasarinya.1
Selama terjadi inflamasi pada saraf tulang belakang, akson yang bermyelin
mengalami kerusakan yang dapat menyebabkan gejala berupa gejala motorik seperti
kelumpuhan, disfungsi sensori seperti rasa nyeri dan rasa kebas, dan disfungsi
otonom seperti retensi urin. Sedangkan prognosis dari myelitis adalah buruk.
Prognosis setelah serangan myelitis sangat bervariasi antara dewasa dan anak.2,3
1
mengidentifikasi ada atau tidaknya peradangan saraf. Untuk menyingkirkan penyebab
autoimun juga perlu dilakukan tes serologi.1
Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Tiga bagian
di atasnya terdiri dari 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorakal dan 5 tulang
lumbal.4
3
Tulang belakang normal terdiri dari:5
1. Vertebral Body
Setiap vertebra dibentuk oleh inner cancellous bone, sumsum tulang, dan bagian
belakang yang terbentuk dari tulang yang kuat terdiri dari pedicles, lamina, facets,
2. Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis memiliki sebuah inti bergelatin yaitu nucleus pulposus
yang dikelilingi oleh annulus fibrosus dan fiber kartilago (Sharpey fibers).
3. Medula spinalis dan saraf spinal
Medula spinalis merupakan sistem saraf pusat yang berada pada kanalis spinalis,
berjalan dari medula oblongata sampai konus medularis. Tidak ada batas jelas
antara batas akhir dari otak dan awal dari medula spinalis. Batas antara otak dan
medula spinalis adalah sebuah garis imajiner yang berada di setinggi foramen
magnum.6 Setiap neural foramina terdiri dari saraf spinalis, pembuluh darah, dan
lemak. Saraf spinalis dinamai dan diberi nomor sesuai dengan kanalis spinalis.
4
Pada saat janin, medula spinalis terbentang sampai tulang coccyx, tapi dalam
perkembangannya, pertumbuhan kolum vertebrae lebih cepat sehingga medula
spinalis terbentang sampai verteba L2 saat dewasa. Konus medularis merupakan
merupakan bagian kaudal dari medula spinalis dimana bagian apeksnya terdapat
filum terminale disertai radiks saraf di sekitarnya sampai os coccyx. Karena
menyerupai ekor kuda maka disebut corda equina.7
Terdapat 31 pasang saraf pada tulang belakang yaitu 8 pasang saraf servikal,
12 pasang saraf thorak, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sacrum dan 1 pasang
saraf coccygeal.4
5
Gambar 2.4. Potongan transvers spinal cord5
Medula spinalis terbungkus oleh tiga lapisan meningen. Sisi paling dalam
adalah piamater yang melekat pada medula spinalis dan serabut sarafnya. Lapisan
paling luar adalah duramater yang dipisahkan dengan ruang potensial subdural
terhadapa meningen arachnoid, sedangkan ruang subarachnoid, memisahkan antara
piamater dengan arachnoidmater. Ruangan ini berisi cairan serebrospinal yang
mengalir ke atas dan ke bawah di sepanjang kanalis spinalis.7
6
Gambar 2.5 Persarafan tulang belakang tampak secara lateral7
2.2.1 Definisi
Mielitis transversal merupakan proses inflamasi akut yang mengenai suatu
area di medula spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai karakteristik
tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik,otonom, dan
traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau
subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit
sampai beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang
dalam beberapa hari s a m p a i m i n g g u . 1
2 . 2 . 2 Epidemiologi
Angka kejadian mielitis transversal diperkirakan 1,34 hingga 4,6 juta orang,
tetapi yang telah dilaporkan sebesar 3,1 per 100000 pasien pertahun. Tidak ada
faktor predisposisi keluarga, etnis, ataupun variasi geografis dalam kejadian mielitis
transversal. Multiple sclerosis adalah penyebab mielitis yang umum. Multiple
sclerosis sering terjadi pada perempuan sehingga telah dilaporkan juga adanya
peningkatan kejadian mielitis transveral pada perempuan. Myelitis dapat menyerang
pada usia berapa pun dan predileksi bergantung pada etiologi lesi yang
7
mendasarinya. Sebagai contoh, encephalomyelitis akut demyelinating sering terjadi
pada anak-anak di bawah usia 10 tahun dan MS memiliki usia rata-rata onset 30
tahun.1
2.2.3 Etiologi
Penyebab mielitis transversa adalah9 :
a. Idiopatik
b. Penyakit sistem imun
Penderita penyakit sistem imun sistemik seperti, SLE, multiple sklerosis,
Sjogren’s syndrome bisa mengalami mielitis transversa
c. Infeksi langsung
infeksi langsung oleh virus, bakteri, jamur, maupun parasit juga
merupakan salah satu penyebab mielitis transversa.
Virus : varicella zooster, herpes simplex, cytomegalovirus, dan
Eipstein Barr
Bakteri : sypilis, TB, difteri, pertusis, tetanus, dan actynomices
Jamur : aspergilus, blastomyces, dan cryptococcus
Parasit : toxoplasmosis, shistosmiasis
d. Post infeksi dan post vaccinasi
e. Kelainan pembuluh darah, seperti malformasi arterivenosus, fistula arterial
venosus dural.
2.2.4 Patofisiologi
Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab
mielitis transversal. Satu teori utama yang menyebabkan mielitis transversal adalah
imun memediasi inflamasi sebagai hasil akibat terpapar dengan antigen viral. Pada
kasus mielitis transversal post infeksi, mekanisme sistem imun baik pada viral atau
infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam menyebabkan kerusakan saraf
spinal. Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat mekanisme kerusakan
saraf spinal. Rangsangan sistem immun sebagai respon terhadap infeksi
menunjukkan bahwa suatu reaksi autoimun yang bertanggung jawab. Molekuler
8
mimikri dari viral dapat menstimulasi generasi antibodi yang dapat memberikan
reaksi silang dengan antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun kompleks dan
aktivasi dari complement-mediated atau cellmediated yang dapat menimbulkan
injury terhadap jaringannya sendiri. Infeksi juga dapat menyebabkan kerusakan
langsung jaringan saraf tulang belakang.10
Mielitis transversal yang disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah yang
mendarahi medula spinalis, seperti malformasi arteri-vena spinalis atau
aterosklerosis bisa menyebabkan perdarahan ke medula spinalis menurun.
Penurunan aliran darah menyebabkan kurangnya asupan oksigen ke jaringan dan
menyebabkan iskemik pad jaringan medula spinalis. Pada kasus karena autoimun,
sistem imun menyerang medula spinalis yang seharusnya sistem imun itu berperan
sebagai pelindung.7
9
Gejala motorik pada mielitis transversal : Beberapa penderita mengalami
tingkatan kelemahan yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita
dengan mielitis transversal terlihat bahwa mereka terasa berat atau menyerat salah
satu kakinya atau lengan mereka karena terasa lebih berat dari normal. Kekuatan
otot dapat mengalami penurunan. Beberapa minggu penyakit tersebut secara
progresif berkembang menjadi kelemahan kaki secara menyeluruh, akhirnya
menuntut penderita untuk menggunakan suatu kursi roda. Terjadi paraparesis
(kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia ( kelemahan
pada kedua kaki dan pungung bagian bawah).3,11
Gejala otonom pada mielitis transversal berupa gangguan fungsi kandung
kemih seperti retensi urin dan buang air besar hingga gangguan pasase usus dan
disfungsi seksual sering terjadi. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang
terlibat, beberapa penderita mengalami masalah dengan sistem respiratori.11
Secara umum terdapat empat gejala klasik pada mielitis transversal, yaitu :12
a. Kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki
b. Nyeri
c. Kehilangan rasa pada kaki dan jari-jari kaki
d. Disfungsi kandung kemih dan buang air besar
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis myelitis transversa didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan riwayat kelemahan motorik
seperti paresis pada kedua tungkai yang terjadi secara progesif dalam beberapa
minggu. Kelainan fungsi sensorik berupa rasa nyeri terutama di daerah pinggang,
lalu perasaan kebas atau seperti terbakar yang terjadi secara mendadak pada tangan
maupun kaki. Lalu kelainan fungsi otonom seperti retensi urin, maupun konstipasi.
Kelainan neurologis berupa defisit motorik, sensorik dan otonom adalah suatu titik
terang untuk diagnosis mielopati. Gejala dan tanda-tanda myelitis biasanya
berkembang selama jam sampai hari dan biasanya bilateral.2
10
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan pungsi
lumbal. Jika dicurigai mielopati, MRI tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin. Jika tidak ada lesi struktural seperti massa tulang belakang atau
spondylolisthesis, maka langkah kedua adalah untuk mengidentifikasi ada atau
tidaknya peradangan saraf tulang belakang dengan pungsi lumbal . Analisis CSF
akan menentukan jumlah sel darah putih yang dapat terakumulasi dalam cairan,
yang nantinya dapat berfungsi sebagai indikator dari tingkat peradangan. Selain
pemeriksaan radiologis dan pungsi lumbal, tes serologi sering membantu dalam
mengesampingkan adanya gangguan sistemik seperti penyakit autoimun (penyakit
Sjogren atau lupus eritematosa sistemik) dan gangguan metabolisme.2
a. Kriteria inklusi
Perkembangan disfungsi sensorik, motorik atau otonom yang
disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang belakang
Gejala klinis bilateral (tidak selalu simetris) mengenai
sensorimotorik dan disfungsi saraf otonom
Gejala klinis sesuai dermatom (sensory level)
Gambaran dari inflamasi medulla spinalis berupa: pleositosis
cairan serebrospinal atau peningkatan IgG atau didapatkan
gambaran MRI enhancement pada lesi
Ekslusi pada kompresi, post radiasi, neoplasma dan penyebab
vaskular
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
Radiografi konvensional
Radiografi konvensional memerankan peranan penting dalam
mengevaluasi lesi pada tulang belakang mengingat radiografi konvensional
tidak invasif dan banyak tersedia dan dapat menginterpretasikan gambaran
tulang dengan baik. Radiografi konvensional merupakan skrining pada
11
kebanyakan kasus-kasus trauma tulang belakang. Namun memiliki keterbatasan
dalam menilai adanya lesi pada jaringan lunak tulang belakang.5
12
CT scan
Computed tomography (CT) digunakan untuk menilai lesi pada tulang
belakang lebih lanjut pada pasien dengan trauma tulang belakang yang sudah
terdeteksi dengan radiografi konvensional. CT juga dapat menilai kelainan pada
tulang yang tidak dapat dideteksi menggunakan radiografi konvensional dan
dapat menilai kelainan pada jaringan lunak tulang belakang pada pasien yang
tidak dapat dilakukan pemeriksaan MRI.2
13
Gambar 2.8. CT scan potongan aksial (bone window).7
Mielografi
14
Gambaran mielografi normal:
CT mielografi
CT mielografi paling sering digunakan untuk mendeteksi kelainan pada spinal
cord, kanalis spinalis, dan radiks saraf serta pembuluh darah yang mensuplai
spinal cord.7
15
Gambaran radiologi dari CT mielografi:
MRI
16
tulang, saraf, dan diskus interertebralis. Kekurangan penggunaan MRI adalah
relatif mahal dan tidak tersedia di berbagai tempat. MRI tidak dapat dilakukan
yang lebih lama dan beberapa pasien dengan claustrophobia tidak dapat
Gambar 2.11 MRI normal lumbal spine. D diskus, V vertebral body, C csf, F
subcutaneous fat.5
17
Gambar 2.12 Potongan sagital T2Wi tulang belakang servikalis.7
18
Gambar 13. Potongan aksial T1W1 tulang belakang lumbal pada L5-S17
2.2.7.2 Radiopatologi
19
c. Melihat masalah yang terjadi akibat penyakit yang mengenai
diskus intervertebralis (degeneratif atau herniasi) dan kelainan
sendi diskus intervertebralis
d. Menilai progresivitas dari tumor atau infeksi pada daerah tulang
belakang dan sekitarnya serta menilai perluasannya
e. Menilai penyebab kompresi pada medula spinalis dan saraf
f. Membantu perencanaan proses pembedahan
g. Memantau perkembangan tulang belakang setelah tindakan operasi
h. Memandu injeksi steroid
i. Menyelidiki kemungkinan penyebab nyeri punggung
20
Gambar 2.14. Mielitis transversa potongan sagital T2.13
21
Gambar 2.16 Gambaran MRI Myelitis Transversa15
22
Gambar 2.17. Myelitis di T2 mengalami perluasan hingga regio cervicomedular16
Gambar 2.18. T2-weighted image potongan sagital dengan diskus yang menonjol dan
lesi yang hiperintens di spinal cord pada pasien myelitis transversa akut17
23
Gambar 2.19. T1-weighted image potongan sagital setelah diberikan gadolinium
intravena menunjukkan peningkatan lesi17
24
CT Myelografi
CT Scan
25
Indikasi pemeriksaan CT Scan adalah :
c. Massa intraspinal
Pemeriksaan Rontgen
Lumbal Punksi
Pada kasus myelitis transversa, salah satu prosedur pemeriksaan
penunjang yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah lumbal
punksi. Jika tidak ada lesi struktural seperti perdarahan epidural atau massa di
tulang belakang, maka lumbal punksi merupakan pemeriksaan yang tepat
untuk membedakan myelopati inflamasi atau non-inflamasi. Pemeriksaan
rutin cairan serebrospinal (hitung sel, jenis, protein, dan glukosa) dan sitologi
CSS harus dilakukan.11,18
26
2.2.7.3 Alur Diagnosis
27
2.2.7.4 Diagnosis Banding Radiologi
2. Multipel sklerosis9
28
Gambar 2.22. Multipel sklerosis potongan sagital19
3. Neuromielitis Optica
29
Gambar 2.23. Potongan Longitudinal myelitis tranverse (a, b) dan neuromyelitis
optica(c)15
4. Infark medula spinalis
30
Gambar 2.24. Infark medulla spinalis potongan sagital T2.20
5. Poliomyelitis
31
Gambar 2.25. Potongan axial dan sagittal medulla spinalis.21
6. Neoplasma intramedulla
a) Karakteristik sinyal :
T1 = isointens – hipointens
T2 = hiperintens
32
Gambar 2.26. Neoplasma intramedulla potongan sagital T2.22
2.2.8 Tatalaksana
Imunoterapi awal
Hasil terapi pemberian imunoterapi selama fase akut myelitis adalah
menghambat progresif dan permulaan resolusi lesi inflamasi sumsum tulang
dan mempercepat pemulihan klinis. Kortikosteroid merupakan pengobatan
standard lini pertama. Sekitar 50-70 % mengalami pemulihan sebagian atau
lengkap.
33
Plasma exchange
Terapi plasma pengganti mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak
berespon pada pemberian kortikosteroid. Hati-hati terhadap pemberian plasma
exchange karena dapat menyebakan hipotensi, koagulopati, trombositopenia,
elektrolit tidak seimbang.
Nyeri
Nyeri adalah umum selama dan setelah serangan myelitis dan dapat
disebabkan oleh cedera saraf langsung (nyeri neuropatik), faktor ortopedi
34
(misalnya, nyeri karena kekacauan postural), spastik atau beberapa kombinasi
dari faktor-faktor ini. Nyeri neuropatik dapat berespon dengan pengobatan
agen antikonvulsan, obat antidepresan (antidepresan trisiklik dan reuptake
inhibitor serotonin dan norepinefrin), nonsteroid analgesik dan narkotik.
2.2.9 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada myelitis transversa. Pertama,
myelitis transversa bisa menyebabkan gagal nafas terutama pada myelitis transversa
yang melibatkan bagian cervical ke atas. Pada beberapa pasien digunakan intubasi
sebagai ventilasi mekanik. Komplikasi lainnya yaitu imobilisasi. Untuk mencegah
terjadinya DVT (deep-vein thrombosis) pada pasien imobilisasi dapat diberikan low-
molecular-weight heparin (LMWH) sebagai profilaksis. Myelitis transversa juga bisa
menyebabkan kelainan pada tonus otot, dimana otot-otot tubuh mengalami hipotonia.
Disfungsi pada sistem digestifus dan genito-urinarius juga bisa terjadi permanen.2
2.2.10 Prognosis
35
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sampai saat ini jarang ditemukan penyebab pasti dari myelitis transversa
(idiopatik). Myelitis transversa bisa terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi
(virus, bakteri, jamur, parasit, ), proses inflamasi non-infeksi, atau penyakit autoimun
sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogren’s syndrome), Gangguan vascular juga
berperan sebagai etiologi myelitis transversa seperti malformasi arteriovenous,
malformasi kavernosus intraspinal. Bisa juga disebabkan postinfeksi atau post
vaksinasi.9
Gejala umum melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom, dapat disertai
dengan spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya selera. Terdapat
empat gejala klasik myelitis transversa yaitu kelemahan otot atau paralisis kedua
lengan atau kaki, nyeri, kehilangan rasa pada kaki dan jari–jari kaki, disfungsi
kandung kemih dan buang air besar yang khas pada kasus myelitis transversa.3
36
transversal dan apabila dengan MRI tidak bisa dilakukan maka bisa dilakukan CT
mielografi. Pemeriksaan konvensional tidak digunakan dalam penegakan diagnosis
mielitis transversalis.11
37
DAFTAR PUSTAKA
8. Tank P.W. Grant’s Dissector 14th ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams
& Wilkins. 2009. p 17
38
13. Snell R.S. Clinical Anatomy by Regions. 9th ed. Philadelphia, PA: Lippincott
Williams & Wilkins. 2012. p 23.
39
Academy of Neurology. 2011. American Academy of Neurology, 77;2128-
2134.
40