Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mielitis transversal merupakan proses inflamasi akut yang mengenai suatu
area di medula spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai karakteristik
tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik, otonom, dan
traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau
subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit
sampai beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang
dalam beberapa hari s a m p a i m i n g g u . 1

Angka kejadian mielitis transversal diperkirakan 1,34 hingga 4,6 juta orang,
tetapi yang telah dilaporkan sebesar 3,1 per 100000 pasien pertahun. Myelitis dapat
menyerang pada usia berapa pun dan predileksi bergantung pada etiologi lesi yang
mendasarinya.1

Selama terjadi inflamasi pada saraf tulang belakang, akson yang bermyelin
mengalami kerusakan yang dapat menyebabkan gejala berupa gejala motorik seperti
kelumpuhan, disfungsi sensori seperti rasa nyeri dan rasa kebas, dan disfungsi
otonom seperti retensi urin. Sedangkan prognosis dari myelitis adalah buruk.
Prognosis setelah serangan myelitis sangat bervariasi antara dewasa dan anak.2,3

Diagnosis myelitis transversa didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang. Mielitis transversa memiliki diagnosis diferensial yang
luas, oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
mielitis transversa. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan
pungsi lumbal. Jika dicurigai kelainan mielopati, pemeriksaan MRI harus segera
dilakukan. MRI direkomendasikan untuk menyingkirkan adanya lesi struktural,
terutama jika disetujui untuk dilakukan intervensi bedah saraf mendesak. Seluruh
saraf tulang belakang harus dicitrakan sehingga hasil negatif dapat dihindari. Setelah
pemeriksaan MRI dilakukan, selajutnya dilakukan psemeriksaan pungsi lumbal untuk

1
mengidentifikasi ada atau tidaknya peradangan saraf. Untuk menyingkirkan penyebab
autoimun juga perlu dilakukan tes serologi.1

Pemeriksaan penunjang radiologi sangat membantu dalam menegakkan


diagnosis myelitis transversa, yang bila disertai dengan tambahan pemeriksaan
penunjang lain akan meningkatkan akurasi dari diagnosis myelitis trasnversa
sehingga penderita dapat ditatalaksana segera guna menurangi resiko kerusakan
myelin yang terjadi.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan bertujuan untuk mengetahui pemeriksaan radiologi pada myelitis


transversa.

1.3 Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi


penulis dan pembaca.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang Belakang

Gambar 2.1. Anatomi Tulang Belakang4

Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung

membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Tiga bagian

di atasnya terdiri dari 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorakal dan 5 tulang

lumbal.4

3
Tulang belakang normal terdiri dari:5

1. Vertebral Body

Setiap vertebra dibentuk oleh inner cancellous bone, sumsum tulang, dan bagian

belakang yang terbentuk dari tulang yang kuat terdiri dari pedicles, lamina, facets,

prosesus transversus, dan prosesus spinosus.

Gambar 2.2 Tulang belakang normal,


(A) potongan aksial CT, (B) radiografi konvensional. A. Merupakan gambaran CT
vertebral body normal, B adalah pedicles (garis putih), lamina (garis putih putus-
putus), T adalah prosesus transversus, C adalah kanalis spinal, dan S adalah prosesus
spinosus. B, setiap vertebral body terdiri dari dua pedicles (garis putih), the spinous
process (garis putih putus-putus), dan facet joint (garis hitam).

2. Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis memiliki sebuah inti bergelatin yaitu nucleus pulposus
yang dikelilingi oleh annulus fibrosus dan fiber kartilago (Sharpey fibers).
3. Medula spinalis dan saraf spinal
Medula spinalis merupakan sistem saraf pusat yang berada pada kanalis spinalis,
berjalan dari medula oblongata sampai konus medularis. Tidak ada batas jelas
antara batas akhir dari otak dan awal dari medula spinalis. Batas antara otak dan
medula spinalis adalah sebuah garis imajiner yang berada di setinggi foramen
magnum.6 Setiap neural foramina terdiri dari saraf spinalis, pembuluh darah, dan
lemak. Saraf spinalis dinamai dan diberi nomor sesuai dengan kanalis spinalis.

4
Pada saat janin, medula spinalis terbentang sampai tulang coccyx, tapi dalam
perkembangannya, pertumbuhan kolum vertebrae lebih cepat sehingga medula
spinalis terbentang sampai verteba L2 saat dewasa. Konus medularis merupakan
merupakan bagian kaudal dari medula spinalis dimana bagian apeksnya terdapat
filum terminale disertai radiks saraf di sekitarnya sampai os coccyx. Karena
menyerupai ekor kuda maka disebut corda equina.7

Terdapat 31 pasang saraf pada tulang belakang yaitu 8 pasang saraf servikal,
12 pasang saraf thorak, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sacrum dan 1 pasang
saraf coccygeal.4

Gambar 2.3. Spinal Cord8

5
Gambar 2.4. Potongan transvers spinal cord5

Medula spinalis terbungkus oleh tiga lapisan meningen. Sisi paling dalam
adalah piamater yang melekat pada medula spinalis dan serabut sarafnya. Lapisan
paling luar adalah duramater yang dipisahkan dengan ruang potensial subdural
terhadapa meningen arachnoid, sedangkan ruang subarachnoid, memisahkan antara
piamater dengan arachnoidmater. Ruangan ini berisi cairan serebrospinal yang
mengalir ke atas dan ke bawah di sepanjang kanalis spinalis.7

Fissura mediana anterior dan fissura mediana posterior membagi medula


spinalis menjadi bagian dekstra dan sinistra. Didalamnya terdapat white matter dan
grey matter.7

6
Gambar 2.5 Persarafan tulang belakang tampak secara lateral7

2.2 Myelitis Transversa

2.2.1 Definisi
Mielitis transversal merupakan proses inflamasi akut yang mengenai suatu
area di medula spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai karakteristik
tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik,otonom, dan
traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau
subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit
sampai beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang
dalam beberapa hari s a m p a i m i n g g u . 1

2 . 2 . 2 Epidemiologi
Angka kejadian mielitis transversal diperkirakan 1,34 hingga 4,6 juta orang,
tetapi yang telah dilaporkan sebesar 3,1 per 100000 pasien pertahun. Tidak ada
faktor predisposisi keluarga, etnis, ataupun variasi geografis dalam kejadian mielitis
transversal. Multiple sclerosis adalah penyebab mielitis yang umum. Multiple
sclerosis sering terjadi pada perempuan sehingga telah dilaporkan juga adanya
peningkatan kejadian mielitis transveral pada perempuan. Myelitis dapat menyerang
pada usia berapa pun dan predileksi bergantung pada etiologi lesi yang

7
mendasarinya. Sebagai contoh, encephalomyelitis akut demyelinating sering terjadi
pada anak-anak di bawah usia 10 tahun dan MS memiliki usia rata-rata onset 30
tahun.1

2.2.3 Etiologi
Penyebab mielitis transversa adalah9 :
a. Idiopatik
b. Penyakit sistem imun
Penderita penyakit sistem imun sistemik seperti, SLE, multiple sklerosis,
Sjogren’s syndrome bisa mengalami mielitis transversa
c. Infeksi langsung
infeksi langsung oleh virus, bakteri, jamur, maupun parasit juga
merupakan salah satu penyebab mielitis transversa.
 Virus : varicella zooster, herpes simplex, cytomegalovirus, dan
Eipstein Barr
 Bakteri : sypilis, TB, difteri, pertusis, tetanus, dan actynomices
 Jamur : aspergilus, blastomyces, dan cryptococcus
 Parasit : toxoplasmosis, shistosmiasis
d. Post infeksi dan post vaccinasi
e. Kelainan pembuluh darah, seperti malformasi arterivenosus, fistula arterial
venosus dural.

2.2.4 Patofisiologi
Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab
mielitis transversal. Satu teori utama yang menyebabkan mielitis transversal adalah
imun memediasi inflamasi sebagai hasil akibat terpapar dengan antigen viral. Pada
kasus mielitis transversal post infeksi, mekanisme sistem imun baik pada viral atau
infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam menyebabkan kerusakan saraf
spinal. Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat mekanisme kerusakan
saraf spinal. Rangsangan sistem immun sebagai respon terhadap infeksi
menunjukkan bahwa suatu reaksi autoimun yang bertanggung jawab. Molekuler

8
mimikri dari viral dapat menstimulasi generasi antibodi yang dapat memberikan
reaksi silang dengan antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun kompleks dan
aktivasi dari complement-mediated atau cellmediated yang dapat menimbulkan
injury terhadap jaringannya sendiri. Infeksi juga dapat menyebabkan kerusakan
langsung jaringan saraf tulang belakang.10

Mielitis transversal yang disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah yang
mendarahi medula spinalis, seperti malformasi arteri-vena spinalis atau
aterosklerosis bisa menyebabkan perdarahan ke medula spinalis menurun.
Penurunan aliran darah menyebabkan kurangnya asupan oksigen ke jaringan dan
menyebabkan iskemik pad jaringan medula spinalis. Pada kasus karena autoimun,
sistem imun menyerang medula spinalis yang seharusnya sistem imun itu berperan
sebagai pelindung.7

2.2.5 Gejala klinis


Mielitis transversal terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala umum
yang muncul melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom. Beberapa penderita
juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan
hilangnya selera.3

Gejala sensorik pada mielitis transversal: 3,11


 Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari
semua penderita mielitis transversal. Nyeri terlokalisir di pinggang atau
perasaan yang menetap seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke
kaki, lengan atau badan.
 Gejala lainnya berupa parastesia yang mendadak (perasaan yang
abnormal seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki,
hilangnya sensorik. Penderita juga mengalami gangguan sensorik seperti
kebas, perasaan geli, kedinginan atau perasaan terbakar.

9
Gejala motorik pada mielitis transversal : Beberapa penderita mengalami
tingkatan kelemahan yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita
dengan mielitis transversal terlihat bahwa mereka terasa berat atau menyerat salah
satu kakinya atau lengan mereka karena terasa lebih berat dari normal. Kekuatan
otot dapat mengalami penurunan. Beberapa minggu penyakit tersebut secara
progresif berkembang menjadi kelemahan kaki secara menyeluruh, akhirnya
menuntut penderita untuk menggunakan suatu kursi roda. Terjadi paraparesis
(kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia ( kelemahan
pada kedua kaki dan pungung bagian bawah).3,11
Gejala otonom pada mielitis transversal berupa gangguan fungsi kandung
kemih seperti retensi urin dan buang air besar hingga gangguan pasase usus dan
disfungsi seksual sering terjadi. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang
terlibat, beberapa penderita mengalami masalah dengan sistem respiratori.11
Secara umum terdapat empat gejala klasik pada mielitis transversal, yaitu :12
a. Kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki
b. Nyeri
c. Kehilangan rasa pada kaki dan jari-jari kaki
d. Disfungsi kandung kemih dan buang air besar

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis myelitis transversa didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan riwayat kelemahan motorik
seperti paresis pada kedua tungkai yang terjadi secara progesif dalam beberapa
minggu. Kelainan fungsi sensorik berupa rasa nyeri terutama di daerah pinggang,
lalu perasaan kebas atau seperti terbakar yang terjadi secara mendadak pada tangan
maupun kaki. Lalu kelainan fungsi otonom seperti retensi urin, maupun konstipasi.
Kelainan neurologis berupa defisit motorik, sensorik dan otonom adalah suatu titik
terang untuk diagnosis mielopati. Gejala dan tanda-tanda myelitis biasanya
berkembang selama jam sampai hari dan biasanya bilateral.2

10
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan pungsi
lumbal. Jika dicurigai mielopati, MRI tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin. Jika tidak ada lesi struktural seperti massa tulang belakang atau
spondylolisthesis, maka langkah kedua adalah untuk mengidentifikasi ada atau
tidaknya peradangan saraf tulang belakang dengan pungsi lumbal . Analisis CSF
akan menentukan jumlah sel darah putih yang dapat terakumulasi dalam cairan,
yang nantinya dapat berfungsi sebagai indikator dari tingkat peradangan. Selain
pemeriksaan radiologis dan pungsi lumbal, tes serologi sering membantu dalam
mengesampingkan adanya gangguan sistemik seperti penyakit autoimun (penyakit
Sjogren atau lupus eritematosa sistemik) dan gangguan metabolisme.2

Kriteria diagnosis mielitis transversal adalah :9

a. Kriteria inklusi
 Perkembangan disfungsi sensorik, motorik atau otonom yang
disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang belakang
 Gejala klinis bilateral (tidak selalu simetris) mengenai
sensorimotorik dan disfungsi saraf otonom
 Gejala klinis sesuai dermatom (sensory level)
 Gambaran dari inflamasi medulla spinalis berupa: pleositosis
cairan serebrospinal atau peningkatan IgG atau didapatkan
gambaran MRI enhancement pada lesi
 Ekslusi pada kompresi, post radiasi, neoplasma dan penyebab
vaskular
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.2.7.1 Radioanatomi tulang belakang

 Radiografi konvensional
Radiografi konvensional memerankan peranan penting dalam
mengevaluasi lesi pada tulang belakang mengingat radiografi konvensional
tidak invasif dan banyak tersedia dan dapat menginterpretasikan gambaran
tulang dengan baik. Radiografi konvensional merupakan skrining pada

11
kebanyakan kasus-kasus trauma tulang belakang. Namun memiliki keterbatasan
dalam menilai adanya lesi pada jaringan lunak tulang belakang.5

Ciri-ciri anatomi tulang belakang yang dapat diidentifikasi secara radiografi7:


1. Korpus tulang belakang anterior
2. Arkus posterior dibentuk oleh pedikel dan lamina, menutupi spinal kanal
3. Pedikel :penonjolan tulang belakang dari sudut posterolateral dari tulang
belakang
4. Kurva lamina posteromedial dari pedikel dan sendi di garis tengah dasar
dari prosesus spinosus yang melengkapi arkus tulang dari kanalis spinalis
5. Prosesus spinosus menonjol ke belakang
6. Prosesus transversus menonjol ke lateral dari sambungan pedikel dan
lamina.

Gambar 2.6 Anatomi os. lumbar

12
 CT scan
Computed tomography (CT) digunakan untuk menilai lesi pada tulang
belakang lebih lanjut pada pasien dengan trauma tulang belakang yang sudah
terdeteksi dengan radiografi konvensional. CT juga dapat menilai kelainan pada
tulang yang tidak dapat dideteksi menggunakan radiografi konvensional dan
dapat menilai kelainan pada jaringan lunak tulang belakang pada pasien yang
tidak dapat dilakukan pemeriksaan MRI.2

Gambaran CT scan tulang belakang lumbal pada potongan aksial

Gambar 2.7 CT scan potongan aksial paralel dengan vertebral endplate


(soft tissue window)7

13
Gambar 2.8. CT scan potongan aksial (bone window).7

 Mielografi

Mielografi merupakan pemeriksaan radiologi alternatif dengan

menggunakan fluroskopi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah ada

kelainan pada kanalis spinalis, diskus intervertebralis, atau radiks saraf. 7

14
Gambaran mielografi normal:

Gambar 2.9. Gambaran mielografi normal.7

 CT mielografi
CT mielografi paling sering digunakan untuk mendeteksi kelainan pada spinal
cord, kanalis spinalis, dan radiks saraf serta pembuluh darah yang mensuplai
spinal cord.7

15
Gambaran radiologi dari CT mielografi:

Gambar 2.10. CT mielografi7

 MRI

Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan pilihan untuk menilai

kebanyakan penyakit pada tulang belakang mengingat kemampuan MRI untuk

memvisualisasikan dan mendeteksi kelainan jaringan lunak seperti sumsum

16
tulang, saraf, dan diskus interertebralis. Kekurangan penggunaan MRI adalah

relatif mahal dan tidak tersedia di berbagai tempat. MRI tidak dapat dilakukan

pada pasien yang terpasang pacemakers dan pasien yang menggunakan

feromagnetic internal seperti aneurysm clip. Pemeriksaan MRI memakan waktu

yang lebih lama dan beberapa pasien dengan claustrophobia tidak dapat

menoleransi pemeriksaan MRI.5

Gambar 2.11 MRI normal lumbal spine. D diskus, V vertebral body, C csf, F
subcutaneous fat.5

17
Gambar 2.12 Potongan sagital T2Wi tulang belakang servikalis.7

18
Gambar 13. Potongan aksial T1W1 tulang belakang lumbal pada L5-S17

2.2.7.2 Radiopatologi

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI merupakan metode pemeriksaan diagnostik yang menghasilkan
gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnet
tanpa menggunakan sinar-x. Ptrinsip dasar pemeriksaan ini adalah inti atom
yang bergetar dalam medan magnet.7

Indikasi pemeriksaan MRI untuk tulang belakang adalah :7

a. Melihat anatomi dan susunan tulang belakang


b. Mendeteksi kelainan kongenital pada tulang belakang dan medula
spinalis

19
c. Melihat masalah yang terjadi akibat penyakit yang mengenai
diskus intervertebralis (degeneratif atau herniasi) dan kelainan
sendi diskus intervertebralis
d. Menilai progresivitas dari tumor atau infeksi pada daerah tulang
belakang dan sekitarnya serta menilai perluasannya
e. Menilai penyebab kompresi pada medula spinalis dan saraf
f. Membantu perencanaan proses pembedahan
g. Memantau perkembangan tulang belakang setelah tindakan operasi
h. Memandu injeksi steroid
i. Menyelidiki kemungkinan penyebab nyeri punggung

Kontraindikasi pemeriksaan MRI diantaranya adalah :


a. Pasien dengan masalah pacemaker jantung
b. ORIF (Open Reduction with Internat Fixation) di daerah tulang
belakang

Pada kasus myelitis transversa, MRI adalah pemeriksaan pencitraan


utama yang dianjurkan untuk membantu menegakkan diagnosis setelah
mendapatkan data dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien. Biasanya,
temuan pada MRI untuk kasus myelitis transversa adalah berupa peningkatan
sinyal pada T2.11

20
Gambar 2.14. Mielitis transversa potongan sagital T2.13

Gambar 2.15 Mielitis transversa potongan axial T2.14

21
Gambar 2.16 Gambaran MRI Myelitis Transversa15

(A) T2-weighted image potongan sagital vertebra torakal menunjukkan intensitas


signal yang tinggi dari segmen intramedular yang panjang, (B) pada T2-weighted
image potongan aksial, hiperintens terletak di tengah dan mengenai lebih dari 2/3
area aksial medula, dan tanda titik di tengah, (C) pada T1-weight image
potongan sagital, tidak terdapat enlargement, (D) T1-weight image dengan
kontras menggambarkan batas area kontras yang tidak jelas. Pada lokasi
enlargement dorsal di sepanjang daerah posterior bagian luar lesi pada korda
sering tampak vena medulla posterior prominen. T1-weight image potongan
aksial dengan kontras menunjukkan lesi pada korda dan enhancement dorsal
intramedular (E), serta vena medular posterior (F). (G) Enam bulan kemudian,
pada T2-weight image potongan sagital menunjukkan perluasan segmen
hiperintens. (H) Pada daerah enhancing dengan kontras di intramedular akan
kembali seperti semula pada T1-weight image postkontras.

22
Gambar 2.17. Myelitis di T2 mengalami perluasan hingga regio cervicomedular16

Gambar 2.18. T2-weighted image potongan sagital dengan diskus yang menonjol dan
lesi yang hiperintens di spinal cord pada pasien myelitis transversa akut17

23
Gambar 2.19. T1-weighted image potongan sagital setelah diberikan gadolinium
intravena menunjukkan peningkatan lesi17

Gambar 2.20 Peningkatan lesi di potongan aksial T1-weighted image dengan


kontras17

24
 CT Myelografi

Jika MRI tidak dapat dilakukan dalam waktu cepat untuk


menilai kelainan struktural, CT-myelografi dapat me jadi alternatif
selanjutnya, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat menilai medulla spinalis.18

Indikasi pemeriksaan imaging CT myelografi adalah :

a. Mendeteteksi kelianan pada spinal cord serta pembuluh darah yang


menyuplainya, kanalis spinalis, dan radiks saraf

b. Mendeteksi penekanan herniasi diskus intervertebralis pada spinal


cord atau radiks saraf

c. Melihat kelainan kongenital tulang belakang seperti spina bifida

d. Mendeteksi archanoiditis atau trauma pada jaringan saraf tulang


belakang

e. Pemeriksaan tambahan MRI atau ketika MRI tidak dapat dilakukan,


misalnya untuk mengetahui adanya infeksi, tumor, lesi, atau trauma
pada bagian-bagian di tulang belakang4

Sedangkan untuk kontraindikasinya adalah :14


a. Ibu hamil
b. Pemanjangan PT-APTT (10-12 detik)
c. Trombosit kurang dari 50.000
d. Alergi kontras

 CT Scan

Pemeriksaan CT Scan tidak terlalu berpengaruh dalam menegakkan


diagnosis myelitis transversa. Namun, pada beberapa kasus bisa ditemukan
kelainan berupa pembesaran pada medula spinalis yang bervariasi atau
peningkatan pattern yang bervariasi dengan kontras.

25
Indikasi pemeriksaan CT Scan adalah :

a. Herniasi diskus intervertebralis

b. Fraktur dan trauma lain

c. Massa intraspinal

 Pemeriksaan Rontgen

Pemeriksaan pencitraan rontgen adalah sebuah pemeriksaan radiologi


dengan menggunakan sinar-x yang sifatnya mengionisasi. Pemeriksaan ini
dapat menjadi penunjang yang sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis suatu kelainan pada bagian tubuh baik berupa kelainan kongenital,
infeksi, neoplasma, degeneratif, metabolik, maupun trauma. Namun, pada
kasus myelitis transversa, pemeriksaan ini tidak terlalu dapat membantu.

 Lumbal Punksi
Pada kasus myelitis transversa, salah satu prosedur pemeriksaan
penunjang yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah lumbal
punksi. Jika tidak ada lesi struktural seperti perdarahan epidural atau massa di
tulang belakang, maka lumbal punksi merupakan pemeriksaan yang tepat
untuk membedakan myelopati inflamasi atau non-inflamasi. Pemeriksaan
rutin cairan serebrospinal (hitung sel, jenis, protein, dan glukosa) dan sitologi
CSS harus dilakukan.11,18

26
2.2.7.3 Alur Diagnosis

Gambar 2.21. Alur Diagnosis untuk Myelopati, termasuk Myelitis


Transversa11

27
2.2.7.4 Diagnosis Banding Radiologi

Beberapa diagnosis banding radiologi yang ditemukan adalah:

1. Sindrom Guillain Barre11

a) Tidak ada kelainan saat MRI (normal)

b) Peningkatan protein CSS dan tidak ada pleositosis

2. Multipel sklerosis9

a) Mielitis transversa akut dapat menjadi presenting feature dari


multipel sklerosis. 83% pasien dengan mielitis transversa akut
yang juga memiliki lesi pada pemeriksaan MRI otak didiagnosis
sebagai MS.

b) Lesi terletak di bagian kolom dorsal dan lateral bagian perifer.

c) Pada beberapa pasien, lesi tambahan dapat muncul di otak dan


medulla spinalis (multipel sklerosis pada medula spinalis hanya
terbatas pada 5-24% pasien).

d) Lesi yang ditemukan lebih pendek (panjangnya kurang dari dua


segmen vertebra), berbentuk oval dan melibatkan kurang dari
setengah luas penampang medula spinalis.

28
Gambar 2.22. Multipel sklerosis potongan sagital19

3. Neuromielitis Optica

a) Panjang lesi pada MRI terlihat lebih dari 3 segmen

b) Ada pembengkakan pada spinal cord

c) Peningkatan gadolinium pada lesi akut

29
Gambar 2.23. Potongan Longitudinal myelitis tranverse (a, b) dan neuromyelitis
optica(c)15
4. Infark medula spinalis

a) Medulla spinalis biasanya melebar.

b) Sinyal hiperintens pada T2WI dan DWI.

c) Kelainan pada intensitas sinyal tersebut meluas hingga beberapa


segmen medulla spinalis.

d) Dapat timbul di regio manapun pada medulla spinalis. Lokasi


tersering adalah pada segmen atas torakal dan regio torakolumbar.

30
Gambar 2.24. Infark medulla spinalis potongan sagital T2.20

5. Poliomyelitis

Poliomielitis adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus


dengan predileksi merusak sel anterior gray matter medulla spinalis (anterior
horn cells of the spinal cord) dan batang otak (brain stem). Mengakibatkan
kelumpuhan otot-otot ekstremitas dengan distribusi dan tingkat yang bervariasi
serta bersifat permanen.[13] Penegakan diagnosa poliomyelitis bisa didapatkan
dengan pemeriksaan uji serologis dan lumbal pungsi untuk mengetahui strain
dari virus polio, selain itu pemerisaan radiologi didaptkan pada foto polos
ekstemitas yang memperlihatkan atropi dari otot ektremitas sedangkan pada
MRI memperlihatkan abnormalitas pada daerah ventral motor tract dd dalam
spinal/ motor cortex dengan karakteristik hyperintense pada T2W1 yang
melibatkan kedua anterior horn cell.21

31
Gambar 2.25. Potongan axial dan sagittal medulla spinalis.21

6. Neoplasma intramedulla

a) Karakteristik sinyal :

T1 = isointens – hipointens

T2 = hiperintens

b) Lebih tampak jelas dengan pemberian kontras

c) Biasanya diikuti dengan kista dan syringomelia

32
Gambar 2.26. Neoplasma intramedulla potongan sagital T2.22

2.2.8 Tatalaksana

Tatalaksana yang bisa diberikan kepada pasien mielitis transversa adalah :

 Imunoterapi awal
Hasil terapi pemberian imunoterapi selama fase akut myelitis adalah
menghambat progresif dan permulaan resolusi lesi inflamasi sumsum tulang
dan mempercepat pemulihan klinis. Kortikosteroid merupakan pengobatan
standard lini pertama. Sekitar 50-70 % mengalami pemulihan sebagian atau
lengkap.

33
 Plasma exchange
Terapi plasma pengganti mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak
berespon pada pemberian kortikosteroid. Hati-hati terhadap pemberian plasma
exchange karena dapat menyebakan hipotensi, koagulopati, trombositopenia,
elektrolit tidak seimbang.

Penanganan gejala dan komplikasi mielitis transversal :

 Bantuan pernapasan dan orofaringeal


Myelitis dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dengan melibatkan
sumsum tulang belakang bagian atas dan batang otak stem, sehingga penilaian
ulang secara regular fungsi pernapasan dan oropharyngeal diperlukan selama
proses perubahan myelitis. Intubasi untuk ventilasi mekanik diperlukan untuk
beberapa pasien.

 Kelemahan motorik dan Komplikasi Imobilisasi


Pemberian heparin berat molekul rendah untuk profilaksis terhadap trombosis
vena disarankan untuk semua pasien dengan immoblitas. Kolaborasi dengan
tim kedokteran fisik harus dipertimbangkan sehingga multidisiplin
neurorehabilitasi dapat dimulai sejak dini.

 Kelainan tonus otot


Myelitis yang parah dapat berhubungan dengan hipotonia pada fase akut
(selama syok spinal ), tapi ini biasanya diikuti oleh munculnya peningkatan
resistensi terhadap gerakan (tonik spastisitas), bersama dengan kejang otot tak
sadar (spastik phasic). Data dari percobaan terkontrol mendukung manfaat
baclofen, Tizanidine, dan benzodiazepin untuk pengobatan pasien dengan
spastik yang berhubungan dengan gangguan otak dan saraf tulang belakang.

 Nyeri
Nyeri adalah umum selama dan setelah serangan myelitis dan dapat
disebabkan oleh cedera saraf langsung (nyeri neuropatik), faktor ortopedi

34
(misalnya, nyeri karena kekacauan postural), spastik atau beberapa kombinasi
dari faktor-faktor ini. Nyeri neuropatik dapat berespon dengan pengobatan
agen antikonvulsan, obat antidepresan (antidepresan trisiklik dan reuptake
inhibitor serotonin dan norepinefrin), nonsteroid analgesik dan narkotik.

 Disfungsi kandung kemih dan usus


Penempatan kateter uretra biasanya diperlukan selama fase akut myelitis
karena retensi urin di kandung kemih. Setelah fase akut, otot detrusor vesica
urinara mengalami hyperreflexia yang biasanya berkembang dan ditandai oleh
frekuensi berkemih, urgensi, urge incontinence. Gejala ini biasanya berkurang
dengan pemberian agen antikolinergik (misalnya , oxybutynin dan
tolterodine).

2.2.9 Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada myelitis transversa. Pertama,
myelitis transversa bisa menyebabkan gagal nafas terutama pada myelitis transversa
yang melibatkan bagian cervical ke atas. Pada beberapa pasien digunakan intubasi
sebagai ventilasi mekanik. Komplikasi lainnya yaitu imobilisasi. Untuk mencegah
terjadinya DVT (deep-vein thrombosis) pada pasien imobilisasi dapat diberikan low-
molecular-weight heparin (LMWH) sebagai profilaksis. Myelitis transversa juga bisa
menyebabkan kelainan pada tonus otot, dimana otot-otot tubuh mengalami hipotonia.
Disfungsi pada sistem digestifus dan genito-urinarius juga bisa terjadi permanen.2

2.2.10 Prognosis

Berdasarkan penelitian, 33%-50% pasien myelitis transversa pulih secara


komplit dan 10%-20% kasus dengan prognosis buruk.(prog) Secara umum, pasien
myelitis transversa setidaknya mengalami pemulihan parsial yang kebanyakan terjadi
setelah 3 bulan. Tetapi pemulihan pada beberapa orang bisa berlanjut hingga 2 tahun
atau lebih. Jika tidak ada perubahan dalam 3-6 bulan pengobatan, maka tidak
mungkin didapatkan pemulihan secara kompllit pada pasien.24

35
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mielitis transversal merupakan proses inflamasi akut yang mengenai suatu


area di medula spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai karakteristik
tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik, otonom, dan
traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau
subakut. Angka kejadian mielitis transversal diperkirakan 1,34 hingga 4,6 juta
orang, tetapi yang telah dilaporkan sebesar 3,1 per 100000 pasien pertahun. Myelitis
dapat menyerang pada usia berapa pun dan predileksi bergantung pada etiologi lesi
yang mendasarinya.1

Sampai saat ini jarang ditemukan penyebab pasti dari myelitis transversa
(idiopatik). Myelitis transversa bisa terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi
(virus, bakteri, jamur, parasit, ), proses inflamasi non-infeksi, atau penyakit autoimun
sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogren’s syndrome), Gangguan vascular juga
berperan sebagai etiologi myelitis transversa seperti malformasi arteriovenous,
malformasi kavernosus intraspinal. Bisa juga disebabkan postinfeksi atau post
vaksinasi.9

Gejala umum melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom, dapat disertai
dengan spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya selera. Terdapat
empat gejala klasik myelitis transversa yaitu kelemahan otot atau paralisis kedua
lengan atau kaki, nyeri, kehilangan rasa pada kaki dan jari–jari kaki, disfungsi
kandung kemih dan buang air besar yang khas pada kasus myelitis transversa.3

Diagnosis myelitis transversa didapatkan dari anamnesis (riwayat kelemahan


motorik progesif dalam beberapa minggu), pemeriksaan fisik (kelainan fungsi
sensorik, kelainan motorik, dan kelainan fungsi otonom yang berkembang selama jam
sampai hari dan biasanya bilateral) dan pemeriksaan penunjang (pencitraan dan
pungsi lumbal).2 MRI adalah pemeriksaan paling bagus untuk mendiagnosis mielitis

36
transversal dan apabila dengan MRI tidak bisa dilakukan maka bisa dilakukan CT
mielografi. Pemeriksaan konvensional tidak digunakan dalam penegakan diagnosis
mielitis transversalis.11

Tatalaksana myelitis trasversa secara umum pertama dapat digunakan


kortikosteroid intravena dengan didasarkan pada perjalanan klinis dan gambaran MRI
setelah selesai pemberian steroid. Terapi selanjutnya yaitu plasma exchange untuk
yang agresif yang tidak menunjukkan banyak perbaikan setelah pemberian korsteroid.
Pada pasien yang mengalami kelemahan motorik dan komplikasi imobilisasi dapat
diberikan LMWH untuk profilaksis terhadap trombosis vena dalam. Untuk kelainan
atau gangguan pada tonus otot dapat diberikan obat seperti baclofen, Tizanidine, dan
benzodiazepin. Gejala nyeri dapat berespon dengan pengobatan agen antikonvulsan,
obat antidepresan (antidepresan trisiklik dan reuptake inhibitor serotonin dan
norepinefrin), nonsteroid analgesik dan narkotik. Inkontinensia urin dapat berkurang
dengan pemberian agen antikolinergik (misalnya, oxybutynin dan tolterodine). 3
Berdasarkan penelitian, 33%-50% pasien myelitis transversa pulih secara
komplit dan 10%-20% kasus dengan prognosis buruk.(prog) Secara umum, pasien
myelitis transversa setidaknya mengalami pemulihan parsial yang kebanyakan terjadi
setelah 3 bulan. Tetapi pemulihan pada beberapa orang bisa berlanjut hingga 2 tahun
atau lebih. Jika tidak ada perubahan dalam 3-6 bulan pengobatan, maka tidak
mungkin didapatkan pemulihan secara kompllit pada pasien.24

37
DAFTAR PUSTAKA

1. West TW. Transverse Myelitis, a review of the Presentation, Diagnosis, and


Initial Management. Lou Ruvo Center for Brain Health and the Mellen Center
for Multiple Sclerosis Treatment and Research Neurological Institute,
Department of Neurology, Cleveland Clinic : September 2013
2. Frohman E.M, Wingerchuk D.M. Transverse Myelitis. 2010. N Engl J Med,
363;6.
3. Transverse Myelitis fact sheet. National Institute of Neurological Disorders
and Stroke. 2018
4. Putz R, Pabst R.. Atlas of Human Anatomy. 14th ed. 2006. Germany: Elsevier.
Vol 2: p 4.
5. William Herring. Learning Radiology, 3rd edition. 2016. US: Elsevier
6. Dar Yousuf, Sarma Kamal, Bhat Ahmad, Chowdhary Ahmad.
Neuoroanatomical structures of spinal cord-A review. International Journal of
Livestock Research. 2015. Vol 5: p11-22.
7. Yueniwati Y. Prosedur pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi kelainan dan
cedera tulang belakang. Malang: UB Press. 2014.

8. Tank P.W. Grant’s Dissector 14th ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams
& Wilkins. 2009. p 17

9. Jacob A, Wheinshenker BG. An approach to diagnosis of acute transverse


myelitis. Seminars in neurology, 2008; 8(1): 105-120.
10. Amer Awad and olaf Stuve. Idiopathic transverse myelitis and neuromyelitis
optica : clinical profiles, pathofisiology ang therapeutic choices. Current
neuropharmacology.2001:9; 417-428
11. Krisnan C, Kaplin AL, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr A. Transverse
myelitis : pathogenesis, diagnosis, and treatment. Frontiers in Bioscience.
2004;1483-99.
12. Ahmad A, Seguias L, Ban K. Diagnosis and treatment of pediatric acute
transverse myelitis. Pediatric Annals : 2012;41(11):477-82.

38
13. Snell R.S. Clinical Anatomy by Regions. 9th ed. Philadelphia, PA: Lippincott
Williams & Wilkins. 2012. p 23.

14. Radiopaedia. Transverse myelitis presentation. 2018. Diakses


https://radiopaedia.org/cases/transverse-myelitis-2 pada 12 September 2018.

15. Goh et all. MRI in Transverse Myelitis, Journal of Magnetic Resonance


Imaging. Department of Radiology. Australia: Royal Melbourne Hospital.
2014.
16. Lekha Pandit. Transverse myelitis spectrum disorders.
17. Acute Transverse Myelitis. 2018. Diakses dari
http://eradiology.bidmcharvard.edu/LearningLab/central/Kaufman.pdf pada
11 September 2018.
18. Transverse Myelitis Consortium Working Group. 2002. Proposed
Diagnostik Criteria and Nosology of Acute Transverse Myelitis.
Neurology 2002; 59; 499-505.

19. Radiopedia. Multiple sclerosis. 2018. Diakses dari https://radiopaedia.org/


articles/multiple-sclerosis pada 12 September 2018.

20. Radiopedia. Spinal cord infarct presentation. 2018. Diakses dari


https://radiopaedia.org/cases/spinal-cord-infarct-3 pada tanggal 12 September
2018.

21. Syahril P. Aspek Diagnostik Poliomielitis. Buku Pedoman Imunisasi 2010,


USU. 2010.
22. Radiopaedia. Ganglioglioma of the cervical cord presentation. 2018. Diakses
dari https://radiopaedia.org/cases/ganglioglioma-of-the-cervical-cord pada
tanggal 13 September 2018

23. Scott T.F, Frohman E.M., De Seze J, et al. Evidence-Based Guideline:


Clinical Evaluation and Treatment Of Transverse Myelitis: Report of the
Therapeutics and Technology Assessment Subcommittee of the American

39
Academy of Neurology. 2011. American Academy of Neurology, 77;2128-
2134.

24. Tavasoli A, Tabrizi A. Acute Transverse Myelitis in Children. Iran J Child


Neurol. 2018. Spring, 12(2):7-16.

40

Anda mungkin juga menyukai