Anda di halaman 1dari 54

THT

PERSIAPAN OSCE CSL IV FK UNHAS ANGKATAN 2019


DIFUSI REVIEW
2021
PEMERIKSAAN TELINGA
Pemeriksaan Telinga
Pemasangan Lampu Kepala

• Posisi lampu diletakkan tepat di daerah glabella


• Memfokuskan cahaya lampu kearah telapak tangan kurang lebih 30
cm dari lampu kepala  hingga diperoleh focus cahaya lampu yang
kecil, dengan tingkat pencahayaan maksimal
Pemeriksaan Telinga
Inspeksi telinga luar
Perhatikan adanya kelainan bentuk telinga, tanda-tanda radang, tumor, secret yang keluar
dari liang telinga

Palpasi telinga luar


Ada tidaknya nyeri tekan, nyeri tarik tragus (ke arah posterosuperior), pembesaran kelenjar
pre dan post aurikuler, nyeri tekan tulang mastoid (curiga mastoiditis)
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan liang telinga dan membrane timpani
Memposisikan liang telinga supaya axisnya sejajar
dengan arah pandang mata, cara :
• Menjepit daun telinga dengan ibu jari dan jari
tengah  Tarik ke superior-dorso-lateral
• Mendorong tragus ke anterior  dengan jari
telunjuk
Dilakukan dengan tangan kanan bila memeriksa
telinga kiri; dan sebaliknya

Evaluasi liang telinga


Adanya stenosis/atresia meatal, obstruksi akibat secret, jaringan ikat, benda asing, serumen
obstruran, polip, jaringan granulasi, edema, atau furunkel
Pemeriksaan Telinga
Evaluasi Membran Timpani
Otoskop
• Memegang otoskop  seperti memegang pensil
• Jari lain pemeriksa dapat menumpu pada pipi di dekat telinga
pasien

Membran timpani
Memperhatikan permukaan membrane, posisi, warna, ada
tidaknya perforasi, reflex cahaya (normal = anteroinferior)
Reflex cahaya telinga kiri  arah jam 7
Reflex cahaya telinga kanan  arah jam 5
Otitis Eksterna
• Faktor predisposisi : perubahan pH, udara lembab dan hangat, trauma ringan saat mengorek telinga,
berenang
• Klinis : nyeri bila disentuh, gatal, otorhea, nyeri tarik dan nyeri tekan tragus
Otitis Eksterna Benigna Otitis Eksterna Maligna
Sirkumskipta/Furunkulosa • Etiologi : Pseudomoas aeruginosa
• Etiologi : Staphylococcus aureus • Predisposisi : DM, immunosupresan,
• Lokasi : 1/3 luar, mengenai folikel penggunaan steroid lama
rambut/glandula sebacea • Klinis
• Tampak bisul, membrane timpani terlihat  Otalgia hebat, discharge purulent
 Granulasi di isthmus dasar c.a.e
Difusa (Swimmer’s ear)
• Etiologi : Pseudomonas aeruginosa
• Lokasi : 2/3 dalam
• Edema seluruh lumen, batas tidak tegas,
membrane timpani tidak terlihat
Sirkumskripta Difusa Maligna
Tatalaksana
Otitis Eksterna Benigna Otitis Eksterna Maligna
Sirkumskipta/Furunkulosa • Antibiotik dan debridement agresif
Salep Ikhtiol/Salep antibiotic (Polymixin B atau • Ciprofloxacin 400 mg IV/8 jam; 750 mg
basitrasin) PO/2jam

Difusa (Swimmer’s ear) Antibiotik sistemik (infeksi berat)  Ampicillin


Tampon antibiotika mengandung polymixin B, 250 mg/6 jam atau Eritromisin 250 mg/6 jam
neomisin, hidrokortison, dan anestesi topikal
Otomycosis
• Radang telinga akibat jamur dan kelembaban yang tinggi
• Etiologi : Aspergillus niger (hitam), Pityrosporum alba, Candida albicans (putih)
• Faktor predisposisi : lingkungan lembab, penggunaan steroid lama, olahraga air, kuinolon lama

Manifestasi Klinis Aspergillus sp.


• Gatal
• Otalgia, otorrhea
• Penurunan pendengaran, rasa penuh telinga

Pemeriksaan Penunjang
• Skuama kerokan kulit liang telinga + KOH 10%
o Aspergillus sp. hifa lebar, berseptum, spora kecil
o Candida sp.  Pseudohifa blastospora dan yeast
• Pembiakan  Media Agar Saboraud; didiamkan pada
suhu kamar selama 1 minggu Candida sp.
Pengecatan KOH

Tatalaksana
• Ear Toilet
• Anti jamur topical
o Candida sp.  Nistatin
Aspergillus sp. o Aspergillus sp  Miconazole
• Asam Asetat 2% dalam alcohol sebagai keratolitik
• Mejaga telinga tetap kering dan mencegah manuver
pada telinga

Candida sp.
Serumen Obturans
• Serumen yang menumpuk dan menggumpal  merupakan hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar
seruminosa, epitel kulit yang terlepas, dan partikel debu
• Faktor risiko  iklim, keadaan lingkungan, liang telinga sempit, produksi serumen banyak
Klinis Telinga gembrebeg terutama bila telinga masuk air (mandi/berenang) karena
serumen mengembang  menekan membrane timpani

Tatalaksana
Serumen lembek Dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada applicator
Serumen keras • Diekstraksi menggunakan hook/loop
• Bila gagal  ditetesi Carbogliserin 10% selama 3 hari
• Bila terdorong jauh  irigasi air hangat (kontraindikasi perforasi MT)
Indikasi ekstraksi serumen  berkala setiap 6-12 bulan, membrane timpani sulit dievaluasi,
otitis eksterna
Otitis Media Akut
• Peradangan sebagian/seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eusthachius, antrium mastoid dan sel-sel
mastoid dalam waktu < 3 minggu
• Etiologi  gangguan faktor pertahanan tubuh (sumbatan tuba eusthacius, infeksi saluran nafas
terutama pada anak-anak)
Stadium Oklusi
• Adanya oklusi tuba eustachius  tekanan negative dalam telinga
• Klinis : penurunan pendengaran, demam (-)
• Membran timpani : retraksi dan suram
• Tatalaksana : Tetes Hidung HCl Efedrin 0,5-1%, Oxymethazoline 0,05%

Stadium Hiperemis/Pre Supurasi


• Patogen mulai masuk  terjadi peradangan (hiperemis, edema)
• Klinis : Penurunan pendengaran, demam tinggi!
• Membran timpani : hiperemis, kongesti
• Tatalaksana : Ampicillin 4 x 500 mg/Eritromisin 4 x 500 mg 10-14 hari
Stadium Supurasi/Bulging
• Epitel hancur  terbentuk eksudat purulent  bulging
• Keluhan : Gejala memberat, nyeri telinga hebat, demam meningkat
• Membran timpani : Bulging dan hiperemis
• Tatalaksana : Miringotomi + grommet, lalu antibiotic (Amoxicillin)

Stadium Perforasi
• Keterlambatan tatalaksana  tekanan meningkat  rupture
• Klinis : demam turun, nyeri berkurang, ada cairan keluar dari telinga
• Membran timpani : perforasi, tampak cairan
• Tatalaksana : Cuci telinga H202 3% 3-5 hari + Antibiotik tetes (Ofloxacin)

Stadium Resolusi
• Observasi selama 3 minggu (Antibiotik diberikan bila secret masih aktif)
• Bila secret tetap banyak dan perforasi menetap  otitis media supuratif
subakut
• Bila menetap 6-8 minggu  otitis media supuratif kronis (OMSK)
Tes Pendengaran
• Tes Bisik
• Dengan menggunakan sisa udara ekspirasi pemeriksa membisikkan beberapa kata
bisyllabic pada jarak 6 meter
• Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 meter (5 meter dari penderita) dan test ini
dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 meter, dan demikian
seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang
dibisikkan.
• Interpretasi :
• 6 meter - normal
• 5 meter - dalam batas normal
• 4 meter - tuli ringan
• 3 – 2 meter - tuli sedang
• 1 meter atau kurang - tuli berat
Tes Pendengaran
• Tes Garis Pendengaran
• Getarkan garpu dengan lembut, kemudian posisikan kira-kira 2,5 – 3 cm di
depan telinga penderita
• Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila mendengar bunyi dari
garpu tala
• Lakukan mulai dari gapu tala frekwensi rendah sampai tinggi
• Tes dilakukan pada kedua telinga
• Interpretasi
• Tidak dapat mendengarkan frekuensi tinggi (batas atas menurun) : Tuli sensorineural
• Tidak dapat mendengarkan frekuensi rendah (batas bawah meningkat) : Tuli konduktif
Tes Garputala
• Menggunakan garputala 512 Hz
• Keuntungan : dapat memperoleh dengan cepat gambaran fungsi pendengaran penderita
• Kerugian : tidak dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi karena tergantung cara
menggetarkan garpu tala

Tes Weber Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan

Tes Rinne Membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pada satu telinga

Tes Swabach Membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan pemeriksa


(telinga pemeriksa harus normal)
Tes Weber

• Garputala yang telah digetarkan diletakkan


pangkalnya pada dahi/vertex
• Penderita ditanya apakah mendengar suara
dengung garputala
• Bila mendengar  tanyakan telinga mana
suara didengar lebih keras
• Bila lebih keras telinga kanan = lateralisasi ke
kanan
Tes Rinne
Pada telinga normal  hantaran udara lebih panjang dari
hantaran tulang (juga pada tuli sensorineural)
Tuli konduktif  hantaran tulang lebih panjang dari hantaran
tulang

• Garputala yang telah digetarkan diletakkan pangkalnya


pada planum mastoideum telinga yang akan diperiksa
• Ditanyakan apakah mendengar suara garputala
• Bila pasien sudah tidak mendengar  garputala
dipindahkan ujungnya hingga 3 cm di depan meatus
akustikus eksternus
• Bila penderita masih dengar  Rinne (+)
• Bila penderita sudah tidak dengar  Rinne (-)
Tes Swabach

• Garputala yang telah digetarkan diletakkan crosscheck!


pangkalnya pada planum mastoideum
telinga penderita yang akan diperiksa • Garputala yang telah digetarkan diletakkan
• Ditanyakan apakah mendengar suara pangkalnya pada planum mastoideum
garputala telinga pemeriksa yang akan diperiksa
• Bila pasien sudah tidak mendengar  • Bila pemeriksa sudah tidak mendengar 
garputala dipindahkan ke planum garputala dipindahkan ke planum
mastoideum pemeriksa mastoideum penderita
• Jika pemeriksa masih dengar  Swabach • Bila pasien sudah tidak dengar  normal
memendek • Bila pasien masih dengar  Swabach
• Jika pemeriksa tidak dengar  crosscheck! memanjang

Swabach memendek  tuli sensorineural


Swaabch memanjang  tuli konduktif
Interpretasi
Pemeriksaan Keseimbangan
Tes nistagmus
• Pasien diminta untuk menundukkan kepala 30 derajat.
• Goyangkan kepala pasien ke kanan dan ke kiri secepat mungkin selama 30 detik (mata pasien terbuka)
Tes Rhomberg
• Keadaan mata terbuka pasien jatuh  kemungkinan kelainan pada serebelum.
• Keadaan mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi  kemungkinan kelainan pada system
vestibuler atau proprioseptif.

Tes Dynamic Visual Acuity


• Pasien diminta untuk membaca huruf pada Snellen eye chart (seperti memeriksa visus mata), tandai
pada garis kemampuan membaca maksimal
• Goyangkan kepala ke kanan dan ke kiri pada kecepatan 2 Hz (seperti tes headshake) sambil pasien
diminta membaca chart tadi
Tes Head Thrust
• Pasien diminta menundukkan kepala 30 derajat, Kemudian pasien diminta untuk menoleh ke lateral
15-30 derajat, tetapi mata tetap fokus ke target pusat (mis. Ke hidung pemeriksa).
• Dengan cepat kepala pasien digerakkan kembali ke pusat, mata tetap fokus ke target pusat
• Catat hasil yang diperoleh kemudian interpretasikan :
• Perhatikan apakah ada gerakan sakadik pada mata pasien akibat kurangnya fiksasi visual pada
saat tes
• Berkurangnya fiksasi visual behubungan dengan menurunnya fungsi kanalis semisirkularis
ipsilateral (sisi lesi)
Jenis Vertigo
Gejala Vertigo Perifer Vertigo Sentral
Onset Mendadak Tersembunyi
Intensitas Berat Ringan -Sedang
Munculnya Episodik Konstan
Durasi Singkat Panjang
Eksaserbasi posisi Berat Ringan
Nistagmus Horizontal atau torsional Vertikal, horizontal,
torsional
Romberg- test mata
• Terbuka Normal Abnormal
• Tertutup Abnormal Abnormal
Gejala Neurologis Jarang Sering
Vertigo Perifer
Vertigo Central
Tatalaksana Non Farmakologis
Pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver
(PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup,
dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.

Tujuan utama : mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus

Epley Manuver
Semont Manuver • Sering digunakan untuk cupulolithiasis kanal posterior
• Manuver Epley dan Semont : dilakukan di klinik dokter
Brand Daroff
Manuver
Terapi Simptomatik Vertigo
Anti kolinergik Menghambat aktivitas nucleus vestibuler
• Sulfas Atropin : 0,4 mg/im a. Golongan antihistamin
• Scopolamin : 0,6 mg IV bisa diulang tiap Golongan ini, yang menghambat aktivitas nukleus
3 jam vestibularis adalah
Simpatomimetika i. Diphenhidramin: 1,5 mg/im/oral bisa diulang
• Epidame 1,5 mg IV bisa diulang tiap 30 tiap 2 jam
menit ii. Dimenhidrinat: 50-100 mg/ 6 jam
iii. Flunarizin 5 – 10 mg/hari (malam hari)
iv. Betahistine mesylate ( 6 mg, 12 mg)
b. Sedatif
i. Phenobarbital: 15-30 mg/ 6 jam
ii. Diazepam: 5-10 mg
iii. Chlorpromazin (CPZ): 25 mg
PEMERIKSAAN HIDUNG DAN
TENGGOROK
Rhinoskopi Anterior
• Melakukan pemilihan spekulum hidung yang tepat
• Memegang dan memasukkan spekulum hidung ke dalam rongga
hidung
• Mengarahkan sorotan lampu kepala ke dalam rongga hidung
• Menilai struktur di dalam rongga hidung
• Melihat fenomena “palatum molle”
• Mengeluarkan spekulum hidung dari rongga hidung
Rhinoskopi Posterior
• Melakukan pemilihan cermin nasofaring yang tepat
• Menyuruh penderita membuka mulut
• Melakukan penekanan lidah dengan spatel lidah
• Melidah apikan cermin nasofaring sebelum dimasukkan ke dalam
orofaring
• Memposisikan cermin nasofaring di dalam orofaring
• Menilai struktur di dalam nasofaring
• Meletakkan alat-alat pemeriksaan ke tempat semula
Faringoskopi
• Penderita diinstruksikan membuka mulut
• Lakukan penekanan lidah dengan spatel lidah
• Tampak memperhatikan keadaan cavum oris sampai orofaring
• Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palpasi pada daerah
mukosa bukkal, dasar lidah dan daerah palatum untuk menilai adanya
kelainan-kelainan dalam rongga mulut
Laringoskopi Indirek
• Melakukan pemilihan cermin laring yang tepat
• Instruksikan penderita untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah
sejauh
• Pegang lidah dengan kasa steril . Pasien diinstruksikan untuk bernafas
secara normal
• Masukkan cermin laring yang telah dilidah apikan ke dalam orofaring .
• Posisikan cermin laring sedemikian rupa hingga tampak struktur di daerah
hipofaring
• Menilai mobilitas plika vocalis dengan menyuruh penderita mengucapkan
huruf i berulang kali
• Meletakkan alat-alat pemeriksaan ke tempat semula
Tes Penghidu
• Penderita diinstruksikan untuk menutup mata dan lubang hidung yang
tidak akan di tes.
• Letakkan bahan tes di depan mid sternum, kira-kira 20-30 cm dari lubang
hidung yang akan diperiksa.
• Perlahan-lahan gerakkan bahan tes dari bawah ke atas menuju lubang
hidung yang akan diperiksa
• Tanyakan kepada penderita sensasi bau apa yang dihidu
• Catat hasil dan interpretasi
• Normosmik : dapat menghidu dari jarak > 10 cm
• Hiposmik : 0 – 10 cm ( 1, 2, 3 an 4 cm : berat )
• Anosmik : tdk dpt mencium sama sekali
Tes Pengecapan
• Penderita diinstruksikan menjulurkan lidah sementara hidung ditutup.
• Letakkan bahan tes sebagai berikut : untuk rasa manis letakkan pada ujung lidah, rasa
asam pada kedua tepi lidah, rasa asin pada ujung dan tepi lidah, rasa pahit pada belakang
lidah.
• Catat waktu yang dibutuhkan pada saat meletakkan bahan tes sampai terjadi sensasi,
catat sensasi yang dirasakan oleh penderita.
• Penderita disuruh berkumur-kumur setiap selesai satu tes sebelum dilanjutkan ke tes
berikutnya
• Interpretasi :
• Nilai normal diperoleh bila penderita dapat merasakan sensasi rasa manis 50 detik setelah
diletakkan dan mencapai puncaknya dalam waktu 2 menit.
• Untuk sensasi rasa asin sensasi dirasakan pada saat substansi diletakkan dan menurun dalam
waktu 2 menit.
• Untuk sensasi asam dan pahit nilai normal didapatkan bila penderita merasakan sensasi tersebut
dalam 2 menit.
• Dikatakan Hipogeusia bila sensasi dirasakan setelah 2 menit dan Ageusia bila penderita tidak
merasakan apa-apa.
Palpasi Kelenjar Limfe dan Leher
• Kelenjar Limfe Submental dan Submandibular
• Posisi Pemeriksa : Belakang Pasien
• Posisi Pasien : Kepala Condong ke Depan
• Palpasi : Tepi bawah mandibula
• Rantai kelenjar jugularis
• Penekanan sepanjang m. sternocleidomastoideus
• Kelenjar limfa aksesorius
• Menekan ibu jari pada tepi posterior muscuus
trapezius ke depan dan jari – jari ditempatkan pada
permukaan anterior musculus ini
• Kelenjar supraclavicular
• Palpasi di fossa supraclavicular
Rhinitis Allergi
Tanda dan Gejala Khas
• Rhinoskopi anterior: mukosa edem, basah,
livid, sekret encer yang banyak
• Gejala spesifik pada anak:
a. Allergic Shinner: stasis vena oleh karena
obstruksi hidung
b. Allergic sallute: gerakan gosok hidung
c. Allergic crease: garis melintang dorsum
nasi 1/3 bawah.
d. Facies adenoid: karena mulut sering
terbuka.
e. Geographic tongue.
• PP : sitologi hidung, eosinophil, IgE total, uji
kulit
Terapi medikamentosa
Antagonis H-1 Gen 2 • Cetirizine 10 mg 1x1
• Loratadine 10 mg 1x1
Decongestan • Nasal: Phenylephrine 0.5%
4x2 tetes/hari (max 3-4 hari)
• Sistemik: pseudoephedrine
60 mg 2x1

Steroid • Fluticasone spray


• Mometasone spray
Leukotriene Zafirlukast
inhibitor
Rhinitis Non-Allergi
Rhinitis Iritatif Rhinitis Hormonal Rhinitis Rhinitis NARES Rhinitis Ozaena
Medikamentosa Vasomotor
Akibat Kerja Saat hamil Akibat Ditegakkan jika Akibat esosinofil Akibat infeksi
penggunaan sdh yang berlebihan klebsiella ozaena
dekongestan menyingkirkan
sebab alergi dan
non-alerginya.
Partikel seperti Akibat Akibat rebound Tidak seimbang Hidung Infeksi atrofi
bahan kimia, asap peningkatan rhinitis antara simpatis tersumbat, dan progresif bau,
rokok dan agen estrogen dan parasimpatis hyposmia dengan hidung terasa
toksik tes alergi negatif lapang, berbau
dan jumlah busuk.
eosinofil > 25%
pada nasal smear.
Hindari zat iritatif Simptomatik Stop dekongestan, Kortikosteroid Intranasal Irigasi nasal +
dan simptomatik kortikosteroid nasal topikal kortikosteroid antibiotik
intranasal/oral
Rhinosinusitis Klasifikasi
Rhinosinusitis Deskripsi

Akut • ≤ 4 minggu
• Bakteri penyebab: S. Pneumonia,
H.Influenzae.
Subakut • 4-12 minggu
• Bakteri penyebab: S. Pneumonia,
H.Influenzae.
Kronis • ≥ 12 minggu
• S. Aureus, P.Aeruginosa

Rekuren ≥4x/tahun, setiap episode ≥7-10hari,


ada periode sembuh sempurna
Eksaserbasi ≥4x/tahun, setiap episode ≥7-10hari,
Sinusitis dari daerah mulut : dentogen akut ada periode sembuh sempurna
DIAGNOSIS

Penunjang Deskripsi

CT Scan Gold Standard

X-ray Pemeriksaan awal

Sinuskopi Gagal pengobatan, gejala berat,


Riwayat operasi, imunokompromise
MRI Apabila dicurigai mengarah ke
keganasan
Terapi
• Bakterial  Antibiotik 10-14 hari
• Akut
• Amoksisilin 3x500mg, anak 10-15
mg/kgBB/kali
• Dekongestan : pseudoefedrin 3x30
mg/hari KOMPLIKASI

• Antipiretik : PCT 10-15 mg/kgBB Orbita : selulitis orbita, abses subperiostel,


• Kronik abses orbita, thrombosis sinus cavernosus
• Antibiotik gram negatif dan anaerob (paling bahaya)
• Metronidazole 3x500 mg
Intrakranial : meningitis, abses epidural,
• Dan cefepime 1x400 mg
subdural, intracranial
• Selama 3-4 minggu
• Rujuk SpTHT Lainya : mucocele dan osteomyelitis (pott
puffy tumor)
Epistaksis Anterior Epistaksis posterior
• Perdarahan dari • Perdarahan dimulai
arteri eithmoidalis dari arteri
anterior atau ethmoidalis posterior
pleksus kisselbach atau arteri
• Penanganan awal sphenopalatina
berupa penekanan • Terapi: aplikasi
digital selama 10- 15 tampon
menit. Jika perdarahan belloq/posterior
terlihat dapat dikauter selama 2-3 hari.
• Jika masih berdarah
dapat ditampon
anterior 2x24 jam
Tampon Anterior Tampon Posterior
Polip Nasi
ETIOLOGI

Inflamasi kronik

Rhinosinusitis kronik

Rhinitis alergi
Tampilan endoskopik Skor
KATA KUNCI Tidak tampak polip nasal 0

Massa lunak dan berwarna putih/ Tampak polip kecil di meatus media 1
Polip multiple di meatus media 2
keabu-abuan yang terdapat pada Polip memenuhi meatus media 3
rongga hidung. Bertangkai dengan Obstruksi seluruh cavitas nasal 4
permukaan licin.
TATALAKSANA Medikamentosa
• Kortikosteroid
• Intranasal. Pilihan: fluticasone 200 mcg2x1,
Operatif budesonide 200 mcg 2x1, mometasone 280mcg
• Indikasi: anak dengan multipel. • Anti leukotriene
• Polipektomi • Anti alergi
• Ethmoidektomi • Cuci hidung
intranasal/ekstranasal 
polip ethmoid
• Operasi Caldwell-Luc 
sinus maxilla
• ESS (Endoscopic Sinus Surgery)
• Melebarkan celah di meatus
media  rekurensi
berkurang
Tonsilitis
• Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang
merupakan bagian dari cincin waldeyer.

• Rute penyebaran infeksi: airborne droplets,


kontak langsung.

• Cincin waldeyer:
• Tonsil pharyngeal (adenoid)
• Tonsil palatina (faucial)
• Tonsil lingual (tonsil pangkal lidah) dan
• Tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding
Tipe Tonsilitis
TONSILITIS AKUT
• Viral : rhinitis akut + nyeri telan, merah pada tonsil
• Bakterial : Detritus  Folikular, lacunar nyeri telan,
odinofagi dll

TONSILITIS KRONIS
• Nyeri telan, anorexia, disfagia
• Kelenjar limfoid diganti oleh jaringan fibrosis  KRIPTE
MELEBAR, berisi detritus
• Halitosis, rasa kering pada tenggorokan.
Jenis Tonsilitis
Grading Tonsilitis
Grading disusun berdasarkan rasio tonsil terhadap jarak antar arcus
palatoglosus. Grading pembesaran tonsil adalah:

T0 tonsil masih berada dalam fossa


tonsilaris
T1 <25% tonsil menempati orofaring

T2 25-<50% tonsil menempati


orofaring
T3 50-<75%
T4 >75%
Tonsilitis Akut Indikasi Tonsilektomi
Pembengkakan tonsil yang
menyebabkan obstruksi saluran nafas
(OSAS)
Abses peritonsil

Tonsilitis yang menimbulkan kejang


demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsy
karena curigan keganasan
Tonsilitis akut rekuren ( >5x dalam
setahun, min 5x serangan dalam 2
tahun berturut)
Abses Peritonsil Gejala Tanda
• Demam • Deviasi uvula
• Malaise • Trismus
• Nyeri tenggorokam • Drooling
(lebih pada satu sisi) • Hot potato voice
• Dysphagia • Halitosis
• Otalgia (ipsilateral)

TATALAKSANA
Insisi dan drainase
Antibiotik : Amoxiclav 875 mg 2x1 PO, Klindamisin 600 mg
2x1 PO, Ampicilin-sulbactam 3g/6 jam, Pensilin G 500 mg
tiap 6 jam
Supportif
Kelainan Laring
LARINGITIS
• Disebabkan oleh : virus, overuse suara, allergi dan GERD
• Tanda : SERAK, suara menghilang, dalam keadaan yang parah dapat
sebabkan stridor.
• Tatalaksana : simptomatik, supportif, istriahatkan suara

NODUL LARING/SINGER’S NODE


• Overuse suara : presenter,
penyanyi, guru.
• Suara parau, sering batuk
• PF : nodul 1/3 anterior pita,
medial, biasanya bilateral
• Apabila berdarah : Ca laring Laringeal Papilomatosis
• Tx : istirahat bicara, voice • Akibat HPV
therapy, operasi. • Mulberry/cauliflower appearance
Good luck!
Sampai ketemu di OFFLINE CLASS!

Anda mungkin juga menyukai