IDENTITAS PASIEN
ANAMNESA
Keluhan Utama : Hidung kiri sering keluar hingus sejak 2 bulan SMRS.
Keluhan tambahan : Keluar hingus berbau busuk dan berwarna kehijauan disertai
merasa sakit kepala.
Pasien tidak merasakan keluhan di daerah telinga maupun tenggorokan, tidak ada
pusing, tidak ada demam, tetapi ada merasa nyeri pada wajah terutama pada kedua tulang
pipi sejak 4 hari SMRS. Pasien sudah mencoba minum obat warung namun tidak ada
perubahan. Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien. Riwayat kebersihan pribadi dan keluarga baik, pasien tidak merokok dan
minum minuman beralkohol.
Riwayat hipertensi (-), Riwayat Diabetes Mellitus (-), Riwayat penyakit Tuberkulosis (-),
Riwayat asma (-), Riwayat penyakit gigi (-), Alergi (+). Tidak ada riwayat trauma dan
pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
TELINGA
KANAN KIRI
Radang, tumor Tidak ada tanda peradangan Tidak ada tanda peradangan
Membran timpani Utuh, Refleks Cahaya (+) Utuh, Refleks Cahaya (+) arah
arah jam 5 jam 7
Tes Penala
Tes tidak dilakukan
KANAN KIRI
Rinne - -
Weber - -
Swabach - -
HIDUNG
Bentuk : Normal
Tanda Peradangan : Tidak ada
Daerah Sinus : Normal
Vestibulum : Normal
Cavum Nasi : Normal
Konka Inferior : Tidak hiperemis
Meatus Nasi Inferior : Lapang, sekret (+)
Konka Medius : Tidak hiperemis
Meatus Nasi Medius : Lapang, sekret (+)
Septum Nasi : Tidak deviasi
Nasoendoskopi : Sekret mukopurulen pada meatus medius kavum nasi
sinistra.
RHINOPHARYNX
Pemeriksaan Transiluminasi
Sinus Frontalis Kanan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sinus Frontalis Kiri : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sinus Maksilaris Kanan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sinus Maksilaris Kiri : Tidak dilakukan pemeriksaan
TENGGOROKAN
Pharynx
Dinding Pharynx : Tidak hiperemis, tidak berbenjol
Arcus : Tidak ada kelainan
Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis, permukaan mukosa rata
Uvula : Posisi di tengah, tidak hiperemis
Gigi : Tidak terlihat adanya caries dentis
Lain-lain :-
Larynx
Epiglottis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Plica aryepiglottis :Tidak dilakukan pemeriksaan
Arytenoids : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ventricular band : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pita suara : Tidak dilakukan pemeriksaan
Rima glotidis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Cincin trachea : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sinus piriformis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelenjar limfe : Tidak dilakukan pemeriksaan
RESUME
Seorang laki-laki berusia 53 tahun datang ke poli dengan keluhan hidung kiri sering
keluar hingus sejak 2 bulan SMRS. Keluarnya hingus berbau busuk dan berwarna
kehijauan disertai nyeri kepala 2 minggu SMRS. Hidung pasien berasa cairan mengalir
dari dalam ke atas hidung kiri ketika menundukkan kepala. Pasien mengeluh ada nyeri di
wajah terutama di daerah pipi. Dari hasil pemeriksaan dengan menggunakan
nasoendoskopi didapatkan 5egati mukopurulen pada meatus medius kavum nasi sinistra.
DIAGNOSIS BANDING
1. Sinusitis Kronis
2. Sinusitis Jamur
DIAGNOSIS KERJA
PENATALAKSANAAN
Medika mentosa:
Ciprofloxacin tab 500mg no XXX
S 3 dd 1 tab
Mefinter tab 500 mg no XXX
S 3 dd 1 tab
Dexamethasone tab 10 mg no XXX
S 3 dd 1 tab
Loratadine tab 10 mg no XX
S 2 dd 1 tab
EDUKASI
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid
dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-
tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai
muara ke rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid
dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan
sinus frontal berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang
lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari
bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila
15-18 tahun.1-2
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi
molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang
baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi
pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
sinusitus.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir,
sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 thn dan akan mencapai ukuran maksimal
sebelum usia 20 thn.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada
lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang
dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang.
Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya
2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya
gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen
menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis
dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar
ke daerah ini.
Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal.
Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anteroir.1-2
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir
ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan
lebarnya 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka
media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-
rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior.
Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah
perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar
dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka media.
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,
tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus
frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi
sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan
dengan sinus sfenoid.1-2
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn
tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml.
Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan
menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada
dinding sinus etmoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.1-2
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.
Beberapa pendapat:
a) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata
tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung.
Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang
sebanyak mukosa hidung.2
Definisi
Sinusitis merupakan inflamasi mukosa pada hidung dan sinus paranasalis.
Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.2
Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain Infeksi Saluran Pernapasan
Atas (ISPA) akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal
pada wanital hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi
konko, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologik, dyskinesia silia seperti pada sindroma kartagener, dan di luar negeri adalah
penyakit fibrosis kistik.3
Patofisiologi
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan
ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negarif di dalam rongga sinu yang
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini boleh dianggap
sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media
baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulent. Keadaan ini
disebut sebagai rinosinusitis atau sinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi
antibiotik.4-5
Tanda-tanda dan Gejala4
Pemeriksaan Penunjang5-6
3. CT-Scan sinus
Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara
keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau
pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.
Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari
4 minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronik bila berlangsung lebih dari 3 bulan.
Tetapi apabila dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis
akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda-tanda
radang akut sudah reda dan perubahan histologik bersifat reversible dan disebut sinusitis
kronik,bila perubahan histologik mukosa sinus sudah irreversible, misalnya sudah
berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah
berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin
dikerjakan.7
1.Sinusitis Akut
Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal oleh infeksi,
obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi
gigi.7-10
Etiologi
(1) rinitis akut
(2) infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut
(3) infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2 (dentogen)
(4) berenang dan menyelam
(5) trauma dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
(6) barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa.
Gejala Subyektif
Gejala sebjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lockal. Gejala sistemik ialah
demam dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang – kadang
berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri
didaerah sinus yang terkena, serta kadang – kadang dirasakan juga ditempat lain karena
nyeri alih (referred pain).
Pada sinusitis maksila nyeri dibawah kelopak mata dan kadang – kadang menyebar
ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan didepan telinga.
Rasa nyeri pada sinusitis ethmoid di pangkal hidung dan kantus medius. Kadang –
kadang dirasakan nyeri di bola mata atau dibelakangnya, dan nyeri akan bertambah bila
mata digerakkan. Nyeri alih dirasakan di pelipis (parietal). Pada sinusitis frontal rasa nyeri
terlokalisasi di dahi atau dirasakan nyeri diseluruh kepala. Rasa nyeri pada sinusitis
sfenoid di verteks, oksipital, dibelakang bola mata dan didaerah mastoid.
Gejala Obyektif
Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah,
pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul
pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di
meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah
tampak keluar dari meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.
- Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi Waters, PA dan lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid
level) ada sinus yang sakit.
2.Sinusitis Subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya
(demam, sakit kepala, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau superior. Pada
rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi
tampak sinus yang sakit suram atau gelap.7
3.Sinusitis Kronik
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek, Pada sinusitis
kronik bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Umumnya sukar disembuhkan dengan
pengobatan medikamentosa saja, harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung dapat juga disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa
hidung akan mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis apabila
pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna. Adanya infeksi akan menyebabkan
edema konka, sehingga drainase sekret akan terganggu. Drainase sekret yang terganggu
dapat menyebabkan silia rusak dan seterusnya.7
4.Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis kronik, yang memiliki
faktor predisposisi seperti neutropenia, AIDS, penggunaan jangka panjang kortikosteroid
atau antibiotik spectrum luas, diabetes yang tidak terkontrol, atau imun yang rendah. Perlu
diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus berikut: sinusitis unilateral, yang sukar
disembuhkan dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus
atau bila ada membran berwarna putih keabu-abuan pada irigasi antrum.
Sering mengenai penderita atopi dewasa muda dengan polip hidung atau asma
bronkial. Secara klinis gejalanya mirip dengan sinusitis kronis berulang atau persisten,
lebih sering bilateral dengan keluhan hidung tersumbat dan sering ditemukan adanya
polip.
Bent dan Kuhn membuat kriteria diagnosis untuk sinusitis alergi jamur yaitu: 1) Tes
atau riwayat atopik terhadap jamur positif. 2) Obstruksi hidung akibat edema mukosa atau
polip. 3) Gambaran CT Scan menunjukkan material yang hiperdens dalam rongga sinus
dan erosi dinding sinus. 4) Eosinifil positif. 5) IgE total meningkat. 6) Konfirmasi
histopatologi dengan terlihatnya musin alergik dengan hifa-hifa jamur (kultur jamur bisa
positif atau negative).7
Penatalaksanaan
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronis.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal.8
Tindakan Operasi :
Bedah sinus endoskopi fungional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis
kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hamper semua jenis
bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih
ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setelah
terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip
ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.7-8
Komplikasi
Prognosis
Prognosis dubia ad bonam, sebanyak 98% rinosinusitis viral akuat akan sembuh sendiri
(self-limiting). Sementara rinosinusitis bakterialis memiliki angka insidens kekambuhan
sekitar 5%. Jika setelah 48 jam pengobatan belum ada perbaikan gejala secara bermakna,
terapi perlu dievaluasi kembali. Rinosinusitis akut yang tidak ditangani secara adekuat
dapat menjadi kronis, dan rinosinusitis kronis maupun akut berpotensi menimbulkan
komplikasi.9-10
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, dapat ditegakkan bahwa pasien ini menderita sinusitis akut sinistra. Biasanya
dari gejala yang ringan rhinitis sampai lama-kelamaan menjadi sinusitis, disebabkan
pasien juga memiliki riwayat alergi dan pilek sudah beberapa bulan terus menerus.
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI. 2012. Hal 1046-49
4. Shah DR, Salamone FN, Tami TA. Acute & chronic rhinosinusitis. In Lalwani AK,
eds. Current diagnosis and treatment in otolaryngology – head and neck surgery. New
York: Mc Graw Hill, 2008; 273-81
5. Meltzer E, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician:
A synopsis of recent consensus guidelines. In: Mayo Clin Proc; 2011; 86 (5): 427-
443
6. Aring AM, Chan MM. Acute Rhinosinusitis in Adults. American family physician.
2011 May; Vol 83 (9): 1057-63
7. Irawati N, Kasakeyan E. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala,
dan leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai penerbit FK UI 2007. Hal 128-33.
9. Rosenfeld RM, Piccirillo JF, Chandrasekhar SS, Brook I, Kumar KA, et al. Clinical
practice guideline (update): adult sinusitis. Otolaryngology-Head and Neck Surgery
2015. 152(2S):S1-S39.