Anda di halaman 1dari 34

1

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis kelainan : Laki - laki

Tanggal Lahir : 01 - 06 - 1967

Usia : 52 Tahun

Status : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Polisi

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Jakarta Timur

II. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 7 Oktober 2019

A. Keluhan Utama

Penglihatan buram secara perlahan-lahan pada mata kanan sejak 5 tahun SMRS.

B. Keluhan Tambahan

Tidak ada

C. Riwayat penyakit sekarang

Seorang pasien laki-laki usia 52 tahun datang ke Poliklinik Mata RS Polri


dengan keluhan penglihatan buram secara perlahan-lahan pada mata kanan sejak 5
tahun SMRS. Pasien mengatakan awalnya penglihatan buram seperti tertutup
kabut pada mata kanan pasien sehingga sulit untuk melihat. Sejak 3 bulan terakhir,
keluhan semakin memberat dan menggangu penglihatan pasien. Keluhan tidak
disertai dengan mata kanan silau jika melihat cahaya yang terlalu terang. Keluhan

2
tidak disertai dengan mata merah, gatal, dan nyeri. Keluhan melihat ganda dan
melihat lingkaran disekitar sinar disangkal.

Pasien menceritakan awalnya pada 3 bulan yang lalu, penglihatan buram semakin
dirasakan pada mata kanan pasien saat melihat objek jauh, namun semakin lama
mata pasien sulit untuk melihat objek yang dekat. Keluhan tersebut mulai
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Pasien tidak mengeluh nyeri sekitar
mata, sakit kepala dan muntah. Pasien menyangkal pernah memiliki keluhan
melihat seperti bercak mengapung yang mengikuti arah gerak mata. Pasien tidak
pernah menggunakan kacamata sebelumnya. Pasien juga menyangkal pernah
mengkonsumsi obat-obatan baik dalam bentuk tablet maupun obat tetes mata
dalam jangka panjang. Pasien tidak pernah mengalami benturan atau trauma pada
daerah mata. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus sejak tahun 2003.

Pasien mengaku tidak pernah berobat ke dokter mata sebelumnya untuk mengobati
penyakitnya. Saat ini pasien mengaku pandangan mata kanannya buram, sehingga
kesulitan untuk melihat.

Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal


 Riwayat adanya gangguan penglihatan sebelumnya disangkal
 Riwayat menggunakan kacamata disangkal
 Riwayat pembedahan pada mata sebelumnya disangkal
 Riwayat penggunaan obat dalam jangka panjang disangkal
 Riwayat penyakit diabetes mellitus (+) sejak tahun 2003
 Riwayat mengalami benturan atau trauma benda asing disangkal
 Riwayat alergi obat disangkal
 Riwayat darah tinggi disangkal

Riwayat Penggunaan Obat

 Riwayat penggunaan obat rutin disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

3
 Riwayat keluarga dengan sakit yang sama (-)
 Riwayat penyakit Diabetes Mellitus disangkal

4
III. PEMERIKSAAN FISIK

3.1 Status Generalis

 Keadaan umum : Baik


 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,8 °C
3.2 Status Oftalmologis

OD OS
Visus 1/~ 6/7,5  6/6
S+0,25, C-0,50 X 100
Add S+2,50
Pemeriksaan TIO 8/7,5 7/7,5
Kedudukan Bola Ortoforia
Mata
Gerakan Bola Mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Lapang Pandang Sempit Dalam Batas Normal
Supra Silia Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Palpebra Superior Tenang Tenang
Palpebra Inferior Tenang Tenang
Konjungtiva tarsal Tenang Tenang
superior

5
Konjungtiva tarsal Tenang Tenang
inferior
Konjungtiva bulbi Tenang Tenang
Kornea Jernih ; arkus senilis (-) Jernih ; arkus senilis (-)
Bilik mata depan/ Dalam Normal
COA
Iris Cokelat ; kripte (+) ; Cokelat ; kripte (+) ;
sinekia (-) sinekia (-)
Pupil Bulat RL (+) ; RCTL Bulat RL (+) ; RCTL
(+) (+)
Lensa Keruh masif ; shadow Jernih, shadow test (-)
test (+)

TIO perpalpasi Normal perpalpasi Nomal perpalpasi


Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Saran Pemeriksaan:
- Funduskopi
- Biometri
- Retinometri
- Pemeriksaan laboratorium

II. RESUME
Pasien, laki-laki usia 52 tahun datang ke Poliklinik Mata RS Polri
dengan keluhan penglihatan buram secara perlahan – lahan pada kedua
mata sejak 5 tahun SMRS. Pasien mengatakan awalnya penglihatan buram
seperti tertutup kabut pada mata kanan pasien sehingga sulit untuk melihat.
Sejak 3 bulan terakhir, keluhan semakin memberat dan menggangu
penglihatan pasien. Keluhan tidak disertai dengan mata kanan silau jika
melihat cahaya yang terlalu terang.

6
Pada pemeriksaan fisik ditemukan hemodinamika stabil.
Pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan:

OCULI PEMERIKSAAN OCULI


DEXTRA(OD) SINISTRA(OS)

1/~ Visus 6/7,5  6/6


S+0,25, C-0,50 X 100
Add S+2,50

Tenang Konjungtiva Bulbi Tenang

Jernih ; arkus senilis (-) Kornea Jernih ; arkus senilis(-)

Keruh masif ; shadow Lensa Jernih, shadow test (-)


test (+)

III. DIAGNOSA KERJA


- Katarak Senilis Hipermatur OD
IV. DIAGNOSA BANDING
- Kelainan refraktif
- Glaukoma
- Retinopati diabetikum

7
V. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
- Tidak diberikan terapi medikamentosa pada pasien karena tidak
terdapat keluhan lain selain keluhan mata buram.

B. Terapi Operatif
- Pada Ocular Dextra: Dapat dilakukan Operasi ECCE atau
Fakoemulsifikasi + IOL secara bertahap

C. Edukasi Pasien
- Menjelaskan mengenai penyakit katarak kepada pasien
- Menjelaskan indikasi operasi kepada pasien serta keuntungan dan
kerugian bila pasien mengambil operasi maupun tidak mengambil
jalan operasi
- Menjelaskan pentingnya kontrol kepada pasien setelah operasi
- Setelah operasi, pasien tidak diperbolehkan untuk menggaruk,
menekan, dan terkena air pada mata yang dioperasi
- Menghindari mengangkat beban, mengejan dan bersin yang kuat.

D. Rencana Monitor/Evaluasi
- Pemeriksaan lanjutan pasca operasi (follow up)
- Pada pasien dengan risiko tinggi seperti pada pasien dengan satu
mata, mengalami komplikasi sebelumnya atau ada riwayat
penyakit mata lain sebelumnya, maka pemeriksaan harus dilakukan
satu hari setelah operasi.
- Pada pasien yang dianggap tidak bermasalah baik keadaan pre-
operasi maupun intraoperasi serta disuga tidak akan ada mengalami
komplikasi lainnya maka dilakukan follow up
o Kunjungan pertama: dijadwalkan dalam waktu 48 jam setelah
operasi (untuk mendeteksi dan mengatasi komplikasi dini
seperti kebocoran luka yang menyebabkan bilik mata

8
dangkal, hipotonus, peningkatan tekanan intraokular, edema
kornea ataupun tanda-tanda peradangan).
o Kunjungan kedua: dijadwalkan pada hari ke 4-7 setelah
operasi jika tidak dijumpai masalah pada kunjungan pertama,
yaitu untuk mendeteksi dan mengatasi kemungkinan
endoftalmitis yang paling sering terjadi pada minggu pertama
pasca operasi.
o Kunjungan ketiga: dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan
pasien dimana bertujuan untuk memberikan kacamata sesuai
dengan refraksi terbaik yang diharapkan.

VI. PROGNOSIS
OKULI DEXTRA (OD)
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Cosmetican : Dubia Ad bonam

9
10
TINJAUAN PUSTAKA

1. LENSA MATA

11
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna, dan hampir sepenuhnya
transparan, tebal sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Terdapat dua permukaan anterior
kurang konveks (kurvatura 10mm) jika dibandingkan permukaan posterior (kurvatura
6mm). Kedua permukaan bertemu pada lensa equator. Lensa disokong di belakang iris
oleh zonula, yang menghubungkannya dengan badan silia. Anterior lensa adalah
aqueous; posterior lensa, vitreous. Kapsul lensa adalah membran semipermeabel
(sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan menerima air dan
elektrolit. Dibagian dalam kapsul lensa terdapat epitel subkapsular. Dengan
bertambahnya usia, serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa secara
bertahap menjadi lebih besar dan elastis berkurang selama hidup. Nukleus dan korteks
terdiri dari lamella konsentris yang panjang, nukleus lensa menjadi lebih keras
daripada korteks. Setiap serat lamelar mengandung nukleus yang datar.

Lensa disokong oleh ligamen suspensori yang dikenal sebagai zonule (Zonule of Zinn),
yang terdiri dari banyak fibril yang muncul dari permukaan badan siliaris dan masuk
ke lensa equator. Lensa terdiri dari sekitar 65% air, sekitar 35% protein (konten protein
tertinggi dari jaringan tubuh), dan sedikit mineral yang ada di jaringan lain. Kalium
lebih banyak terkonsentrasi di lensa daripada di sebagian besar jaringan. Karena lensa
avaskular dan tidak memiliki persarafan, lensa mendapatkan nutrisi dari aqueous
humor. Metabolisme lensa terutama anaerob karena rendahnya tingkat oksigen yang
terlarut dalam aqueous. Mempertahankan keseimbangan cairan lensa dan kation, yang
sangat penting untuk transparansi lensa. Karena transparansi sangat tergantung pada

12
komponen struktural dan makromolekul lensa, gangguan hidrasi seluler dapat dengan
mudah menyebabkan kekeruhan.

Lensa berkontribusi dalam memfokusan gambar pada retina. Akomodasi adalah


kemampuan mata untuk mengatur fokus dari jauh ke dekat karena perubahan bentuk
lensa. Elastisitas memungkinkan lensa menjadi lebih atau kurang bulat tergantung
pada jumlah tegangan yang diberikan oleh serat zonular pada kapsul lensa.
Ketegangan zonular dikendalikan oleh kerja otot siliar yang, ketika berkontraksi,
merelaksasi ketegangan zonular. Lensa kemudian menjadi bentuk yang lebih bulat,
menghasilkan peningkatan kekuatan dioptri untuk menfokuskan objek yang dekat.
Relaksasi otot siliaris menyebabkan sebaliknya, menyebabkan lensa menjadi rata dan
membuat objek jauh terlihat. Seiring bertambahnya usia lensa, akomodasi berangsur-
angsur berkurang seiring dengan menurunnya elastisitas lensa.

Tabel Perubahan Akomodasi Lensa


Akomodasi Tanpa Akomodasi
Muskulus siliaris Kontraksi Relaksasi
Diameter cincin siliaris Mengecil Membesar
Zonular Tension Menurun Meningkat
Bentuk Lensa Spherical Flatter
Diameter lensa equator Mengecil Membesar
Ketebalan axial lensa Meningkat Menurun

13
Kurvatura kapsul lensa anterior Steepens Flattens
Kurvatura kapsul lensa posterior Perubahan minimal Perubahan minimal
Kekuatan dioptric lensa Meningkat Menurun

2. KATARAK
2.1. Definisi
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan
seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah kekeruhan lensa
akibat sebab apapun, dimana kondisi ini akan menimbulkan gejala penurunan kualitas
fungsi penglihatan berupa penurunan sensitivitas kontras serta tajam penglihatan.
Penurunan kemampuan tajam penglihatan ini terjadi karena lensa merupakan sebuah
organ transparan yang memiliki fungsi optic untuk memfokuskan sinar masuk ke
dalam mata agar jatuh tepat pada retina, baik dari jarak jauh ataupun dekat. Penyebab
yang paling sering adalah penuaan, namun banyak faktor lain yang dapat mencetuskan
terjadinya katarak, seperti trauma, toksin, penyakit sistemik(seperti diabetes),
merokok, dan keturunan.

2.2. Epidemiologi
Menurut penilaian terbaru, katarak bertanggung jawab atas 51% kebutaan di
dunia, yang mewakili sekitar 20 juta orang (2010). Meskipun katarak dapat diangkat
melalui pembedahan, di banyak negara terdapat hambatan yang dalam mengakses
pembedahan. Katarak tetap menjadi penyebab utama kebutaan. Karena angka harapan
hidup bertambah, jumlah orang dengan katarak diperkirakan akan bertambah. Katarak
juga merupakan penyebab penting penurunan penglihatan di negara maju dan
berkembang.

International Classification of Diseases 11 (2018) mengklasifikasikan


penurunan penglihatan menjadi dua kelompok yaitu penurunan penglihatan jarak jauh
dan jarak dekat.
Penurunan penglihatan jarak jauh:
• Mild – visus lebih buruk dari 6/12

14
• Moderate – visus lebih buruk dari 6/18
• Severe – visus lebih buruk dari 6/60
• Blindness – visus lebih buruk dari 3/60
Penurunan penglihatan jarak dekat: visus lebih buruk dari N6 atau M.08
dengan koreksi

2.3. Klasifikasi
Berdasarkan etiologi
 Katarak kongenital
 Katarak yang didapat
1. Katarak Senilis
2. Katarak traumatik
3. Katarak komplikasi
4. Katarak metabolik
5. Katarak elektrik
6. Katarak radiasional
7. Katarak toksik,
 Katarak yang diinduksi kortikosteroid
 Katarak yang diinduksi miotik
 Tembaga (dalam chalcosis) dan besi (dalam siderosis)
8. Katarak terkait dengan penyakit kulit (Dermatogenik Katarak)
9. Katarak terkait dengan penyakit tulang.
10. Katarak dengan sindrom
 Dystrophica myotonica
 Sindrom Down.
 Sindrom Lowe
 Sindrom Treacher - Collin

Berdasarkan Usia
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

15
3. Katarak senilis, katarak setelah usia 50 tahun

Berdasarkan Kekerasan

 Derajat 1: Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak
sedikit keruh dengan warna agak keputihan. Refleks fundus juga masih dengan
mudah diperoleh dan usia penderita biasanya kurang dari 50 tahun.
 Derajat 2: Nukleus dengan kekerasan ringan, tampak nukleus mulai sedikit
berwarna kekuningan, visus biasanya antara 6/12 sampai 6/30. Refleks fundus
juga masih mudah diperoleh dan katarak jenis ini paling sering memberikan
gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
 Derajat 3: Nukleus dengan kekerasan medium, dimana nukleus tampak berwarna
kuning disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus
biasanya antara 3/60 sampai 6/30.
 Derajat 4: Nukleus keras, dimana nukleus sudah berwarna kuning kecoklatan dan
visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana refleks fundus maupun keadaan
fundus sudah sulit dinilai.
 Derajat 5: Nukleus sangat keras, nukleus sudah berwarna kecoklatan bahkan ada
yang berwarna agak kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek dan
usia penderita sudah diatas 65 tahun. Katarak ini sangat keras dan disebut juga
brunescent cataract atau black cataract.

Berdasarkan Morfologi
 Kapsular: anterior atau posterior kapsul
 Subkapsular: superfisial dari korteks, anterior atau posterior subkapsular
 Kortikal: di korteks
 Supranuklear: di bagian luar dari nukleus
 Nuklear: di nucleus
 Polar: pada bagian kapsul dan superfisial dari korteks di bagian polar, anterior
atau posterior polar.

16
2.4. Patogenesis
Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Pada lensa yang mengalami
kekeruhan, dapat ditemukan agregasi protein yang membuyarkan sinar cahaya dan
mengurangi kejernihan. Kelainan protein lain juga dapat membuat warna lensa
menjadi kuning atau cokelat. Penemuan lainn yang dapat ditemukan antara lain vesikel
antara serat lensa atau perpindahan dan pembesaran dari sel epitel. Faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap pembentukan katarak antara lain oksidasi oleh radikal bebas,
sinar ultraviolet, dan malnutrisi.

3. KATARAK SENILIS

3.1. Definisi

Dikenal juga sebagai age related cataract merupakan katarak yang terjadi di
atas usia 50 tahun, sekitar 90% dari individu di atas usia 70 tahun akan terbentuk
katarak senilis, kondisi ini bilateral namun satu mata dapat mengalami katarak terlebih
dahulu.
3.2. Etiologi

Katarak senilis adalah proses penuaan, walaupun etiopatogenesis masih belum jelas,
terdapat beberapa factor yang mempengaruhi antara lain :
Faktor risiko

17
1. Usia, terjadi pada usia diatas 50 tahun. Jika terjadi sebelum usia 45 tahun disebut
katarak presenilis. Usia diatas 70 tahun, sekitar 90% akan mengalami katarak
senilis.
2. Herediter, berpengaruh terhadap onset usia dan maturasi dari katarak.
3. Ultraviolet iradiasi, banyaknya paparan ultraviolet iradiasi dari sinar matahari
dapat menyebabkan onset lebih awal, dan maturasi dari katarak senilis.
4. Faktor diet, defisiensi dari protein tertentu, asam amino, vitamin (riboflavin,
vitamin E, vitamin C), dan elemen essensial juga menjadi penyebab onset awal dan
maturitas dari katarak senilis.
5. Krisis dehidrasi, hubungan riwayat krisis dehidrasi sebelumnya seperti diare,
cholera dan lain-lain, juga diduga mempengaruhi onset usia dan maturase dari
katarak.
6. Merokok, memiliki efek pada onset usia dari katarak senilis. Beberapa studi di
dunia, merokok berhubungan konsisten dengan peningkatan frekuensi dari katarak
nuklear

3.3. Patogenesis

 Katarak senilis kortikal. penurunan kadar total protein, asam amino dan kalium
yang terkait dengan peningkatan konsentrasi natrium dan hidrasi yang nyata dari
lensa, diikuti oleh koagulasi protein.
 Katarak senilis nuklear. Perubahan degeneratif adalah intensifikasi skeloris nuclear
yang berhubungan dengan usia yang berhubungan dengan dehidrasi dan
pemadatan nukleus menghasilkan katarak. disertai dengan peningkatan yang
signifikan dalam protein yang tidak larut dalam air.

18
3.4. Klasifikasi Senilis

Klasifikasi katarak senilis secara berdasarkan stadium maturitas yaitu insipien,


imatur, matur dan hipermatur.

Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai
terlihat di dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi
jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak isnipien. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

Katarak Intumesen.
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa
akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga
bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa
ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Stadium ini tidak selalu terjadi pada
proses katarak. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat
dan mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks

19
hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan
miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa.

Katarak Imatur
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yang
belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
dapat menimbulkan glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau
shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa, disebut shadow test positif.

Katarak Matur
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak
imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila
lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negatif.

20
Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari
kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor.
Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

Katarak Morgagni
Merupakan lanjutan dari katarak hipermatur dimana likuefaksi total pada
korteks telah menyebabkan inti tenggelam pada bagian inferior. Bila proses katarak
hipermatur berlanjut disertai dengan perubahan kapsul, maka korteks yang

21
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk
sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa
karena lebih berat.

Katarak hipermatur sklerotik


Kortek menjadi hancur dan lensa menjadi mengkerut karena cairan lensa
keluar. Kapsul anterior menjadi mengkerut dan menebal karena poliferasi sel dari sel
anterior dan terbentuk katarak kapsular putih keras di area pupil. Karena lensa yang
mengkerut, bilik mata depan jadi dalam dan iris menjadi tremulans.

Tabel Perbedaan stadium katarak senilis

Maturasi dari nuklear katarak senilis, lensa menjadi inelastik dan keras, penurunan
kemampuan untuk akomodasi dan obstruksi cahaya. Nukleus dapat menjadi berawan
difus (keabu-abuan) atau berwarna (kuning ke hitam) karena deposisi pigmen. Katarak
nuklear berpigmen yang diamati adalah warna kuning, coklat (cataracta brunescens)

22
atau hitam (cataract nigra) dan jarang berwarna kemerahan (cataracta rubra).

Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan Morfologi


1. Katarak Nukleus
Nukleus sclerosis dan dapat terlihat kuning pada nukleuslensa. Biasanya keluhan
berupa buram saat melihat jauh, daripada melihat dekat. Hal ini disebabkan
peningkatan kekuatan referaktif sehingga memungkinkan individu membaca tanpa
kacamata (second sight)

2. Katarak kortikal
Opasitasi melingkar pada bagian tepi lensa yang dapat menyebar ke bagian anterior
dan posterior lensa. Biasanya tidak ada keluhan sampai mengenai bagian tengah
lensa. Gejala umum katarak kortikal adalah silau dari sumber cahaya fokus intens,
seperti lampu mobil. Dapat terjadi diplopia monokuler. Tanda awal adalah
terdapatnya vakuol pada korteks.

23
3. Katarak Posterior subcapsular
Berbentuk seperti plak di daerah posterior lensa. Keluhan silau, dan penglihatan
buruk pada keadaan terang. Dikaitkan dengan penuaan, inflamasi mata,
penggunaan steroid, trauma, dan radiasi.

24
3.5. Diagnosis
Kekeruhan pada lensa dapat bersifat asimptomatik dan ditemukan pada
pemeriksaan mata rutin. Gejala umum meliputi :
1. Glare  gangguan penglihatan paling awal pada katarak, merupakan intoleransi
terhadap cahaya terang seperti sinar matahari dan sumber cahaya lainnya.
2. Uniocular polyopia  Gejala melihat benda menjadi ganda atau lebih akibat
refraksi irregular dari proses katarak
3. Halo berwarna  terlihat oleh pasien akibat perpecahan sinar putih akibat droplet
air pada lensa
4. Titik hitam di depan mata  pasien dapat melihat titik hitam yang tidak bergerak
5. Pandangan kabur dan berkabut  dapat terjadi pada tahap awal katarak
6. Hilang penglihatan
 Pasien dengan opak pada sentral, memiliki kehilangan penglihatan awal.
Pasien dapat melihat lebih baik ketika pupil dilatasi karena kurang cahaya
pada sore hari (day blindness)

25
 Pasien dengan opak pada perifer, kehilangan penglihatan lebih lambat dan
penglihatan membaik ketika di cahaya terang ketika pupil berkontraksi.
 Pasien dengan sclerosis nuclear, penglihatan jauh terganggu karena
progressif index myopia. Pasien dapat membaca tanpa kacamata prebiopia
(second sight)

Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan visus
Tergantung lokasi dan maturitas katarak, visus dapat 6/9 atau PL +
 Iluminasi oblik
Menunjukkan warna lensa pada pupil yang berbeda pada setiap jenis katarak
 Iris shadow test
Pada sinar oblik, bayangan berbentuk sabit akan terbentuk jika korteks antara
opasitas dan batas pupil. Jika lensa transparan atau opak sempurna tidak ada
bayangan yang terbentuk. Merupakan tanda khas pada katarak imatur.
 Distant direct opthalmoscopic
Lensa dengan katarak parsial akan menunjukkan bayangan hitam dengan red
glow sedangkan lensa dengan katarak komplit tidak menunjukkan red glow
sama sekali.
 Slit-Lamp
Seharusnya dilakukan pada pupil yang terdilatasi. Pemeriksaan menunjukan
morfologi dari opaksitas (lokasi, ukuran, bentuk, warna, kekerasan)

26
Pemeriksaan Nuclear Imatur Matur Morgagni Sklerosis
Visus 6/9 – PL + 6/9 – CF+ HM – PL+ PL+ PL+
Warna lensa Abu-abu, Putih Putih Milky white Dirty white
kuning, coklat, keabuan
hitam, merah
Iris shadow - + - - -
Opthalmoscopy Sentral dark Multiple Red glow (-) Red glow (-) Red glow (-)
dark

27
Slit-lamp Opaksitas Opaksitas Opaksitas Milky white Lensa katarak
nuklear korteks korteks dengan mengkerut
sebagian komplit nucleus dengan
tenggelam penebalan
kapsul anterior

3.6. Komplikasi
1. Phacoanaphylactic uveitis, protein dari lensa ke bilik mata depan pada katarak
hipermatur. Protein in sebagai antigen dan menginduksi reaksi antigen-antibodi
sehingga menyebabkan inflamasi pada uvea.
2. Lens-induced glaucoma,
a. Phacomorphic glaucoma, pada fase intumesen lensa membengkak
sehingga celah antara lensa dengan iris tertutup, iris terdorong ke depan
sehingga glaucoma sekunder sudut tertutup.
b. Phacolytic glaucoma, pada fase Morgagani, protein lensa ke bilik mata
depan. Protein tersebut difagositosis oleh makrofag sehingga makrofag
membengkak dan menyumbat trabecular meshwork sehingga
menyebabkan tekanan intraocular meningkat jadi glaucoma sekunder sudut
terbuka
c. Phacotopic glaucoma, pada stadium hipermatur mungkin dapat terjadi
subluksasi atau dislokasi dari lensa dan menyebabkan glaucoma dengan
blocking pupil.
3. Subluksasi atau dislokasi dari lensa, karena degenerasi dari zonula.

3.7. Tatalaksana
Katarak hanya bisa dihilangkan dengan operasi. Jika gejala katarak tidak
terlalu mengganggu hanya kacamata untuk membantu melihat lebih baik.
Indikasi untuk operasi
 Indikasi optik, perbaikan visual merupakan indikasi paling umum untuk operasi
katarak. Operasi ditunjukkan ketika kekeruhan berkembang ke tingkat yang cukup
untuk menyebabkan kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang penting.

28
 Indikasi social, operasi dilakukan jika sudah menggaggu kegiatan sehari-hari
maupun pekerjaan pasien.
 Indikasi medis adalah indikasi katarak yang berdampak buruk pada kesehatan mata,
misalnya glaucoma, uveitis.
 Indikasi kosmetik, terkadang pasien dengan katarak matur dilakukan operasi
walaupun tidak ada harapan penglihatan kembali bergunaa karena berhubungan
dengan kelainan pada retina atau nervus optik, agar pupil terlihat berwarna hitam.
o Intracapsular cataract extraction (ICCE)
 Pada teknik ini seluruh lensa dengan kapsul dieskstraksi
 Zonula harus rapuh pada teknik ini
 Indikasi: ICCE sudah ditinggalkan dan diganti oleh Teknik ECCE,
satu-satunya indikasi saat ini adalah subluksasi lensa dan dislokasi
lensa
o Extracapsular cataract extraction (ECCE)
 Pada Teknik ini, epitel kapsul anterior, nucleus dan korteks
diekstraksi, meninggalkan kapsul posterior
 Indikasi : merupakan operasi pilihan untuk hampir seluruh jenis dari
katarak dewasa dan katarak anak kecuali jika dikontraindikasikan
 Kontraindikasi : dislokasi atau subluksasi lensa
Teknik :
1. Conventional ECCE
 Fiksasi muskulus rektus superior
 Dilakukan peritomi
 Grooving untuk marking pada arah jam 2 hingga 10
 Kapsulotomi dengan (Continous Curvilinear
Capsullorrhexis) atau Can-opener

29
 Insisi pada Grooving untuk mengeluarkan nucleus
 Ekspresi atau penekanan pada arah jam 6 atau 12 untuk mengeluarkan
nukleus
 Jahit sebagian
 Irigasi sisa korteks
 Injeksi viscoelastic
 Memasang intraocular lens
 Jahit kembali
 Menghilangkan viscoelastis dan perawatan luka

2. Small incision cataract surgery


Grooving dengan cara sclerocorneal tunnel incision
 Eksternal insisi sklera
 Tunnel sclera-kornea
 Insisi internal kornea

3. Phacoemulsification
Insisi dari transcorneal dan menggunakan alat yang memiliki tiga fungsi yaitu
irigasi, aspirasi dan energy ultrasound.

30
Nukleus diemulsifikasi dan diaspirasi dengan alat.

31
ANALISA KASUS

Berdasarkan Teori Berdasarkan Kasus


Definisi Kekeruhan pada lensa yang terjadi Pasien berusia 52 tahun
di atas usia 50 tahun
Gejala 1. Glare 1. Penglihatan buram
2. Uniocular polyopia dan berkabut
3. Halo 2. Hilang penglihatan
4. Titik hitam di depan mata
5. Pandangan kabur dan
berkabut
6. Hilang penglihatan
Pemeriksaan Status Oftalmologis ODS Visus OD 1/~
Fisik 1. Penurunan tajam penglihatan Kornea jernih, arkus senilis
yang (-)
progresif, tergantung derajat COA: jernih, dalam
kekruhan lensa yang terjadi. 5. Lensa OD keruh masif
2. Terdapat kekeruhan pada lensa, pada lensa dan shadow test
tergantung stadium kekeruhan (+)
yang terjadi. Pada stadium
hipermatur, kekeruhan lensa
masif, cairan lensa berkurang, iris
terdorong, COA dalam, sudut
bilik mata terbuka dan shadow
test pseudopositif
Pemerikasaan Pemeriksaan TIO TIO normal
Penunjang Pemeriksaan Funduskopi
Terapi Terapi non bedah: diberikan Tidak diberikan terapi
kacamata untuk bantu penglihatan medikamentosa karena
keluhan pasien hanya

32
Terapi pembedahan dapat penglihatan buram dan visus
dilakukan manual surgery, pasien 1/~
Phacoemulsification + IOL Terapi Operatif
Pada Ocular Dextra: Dapat
dilakukan Operasi ECCE
atau Fakoemulsifikasi + IOL
secara bertahap

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D, Asbury T. Vaughan & Asbury’s General Opthalmology. New


York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2011.
2. AAO, Basic and Clinical Science Course. Section 11: Lens and Cataract,
2014-2015
3. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;
4. Priority eye diseases. In: World Health Organization.
https://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html
5. Kanski JJ.J, Bowling B. Clinical Ophthalmology: Systemic Approach. 7th ed.
Saunders. 2012.
6. Vision impairment and blindness. In: World Health Organization.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/blindness-and-visual-
impairment.
7. Khurana A. Comprehensive ophthalmology. Tunbridge Wells: Anshan; 2015.

34

Anda mungkin juga menyukai