Anda di halaman 1dari 43

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Presentasi Kasus : Rabu / 29 Mei 2013
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT BAKHTI YUDHA

Nama Mahasiswa : Nur Shahada TandaTangan:

NIM : 11-2015-455

Dokter Pembimbing : dr. Hardhi Pranata SpS TandaTangan:

STATUS PASIEN

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl Pancoran Mas
Dirawat Diruang : Poliklinik Saraf
Tanggal Kontrol : 14 Februari 2017

II. SUBJEKTIF
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 14 Februari 2017 Jam 15.00 WIB di poliklinik saraf.
Keluhan Utama:
Tangan kanan rasa kesemutan

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang kontrol ke poli syaraf dengan mengatakan bahawa semua jari tangan
kanannya terasa seperti kemutan terutama setelah bangun dari tidur pada subuh hari dan sulit
untuk menggerakkan tulang tulang tangan. Pasien harus membuat latihan menggerakkan
kesemua jarinya secara perlahan-lahan hampir dalam 5 menit untuk mengurangi kekakuan
tersebut. Jari tangan yang kaku lebih terasa pada semua jari tangan kanannya. Kakunya dirasakan
dari ujung jari sehingga ke pangkal jari.

Pasien mengatakan keluhan di semua jari tangan kanannya timbul sudah hampir 2 tahun
yang lalu dimulai dengan nyeri di ujung-ujung jari, nyerinya itu di rasakan seperti kesetrum,
kesemutan di semua jarinya, dirasakan lebih dominan pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan
jari manis. Nyerinya hilang timbul dan memberat terutama pada malam hingga pagi hari
sehingga jika lagi nyeri dan kesemutan, pasien sulit untuk tidur. Pasien juga mengatakan bahawa
tidak dapat melakukan pekerjaan dan tidak bisa mengangkat barangan yang berat seperti
sebelumnya. Pasien menyangkal adanya pembengkakan pada jari-jarinya.. Saat ini pasien sudah
mulai merasakan baal pada hujung jarinya. Pasien juga mengatakan sejak 6 bulan terakhir ini
nyeri ini menjalar sampai ke bahu dan leher kanan sehingga pasien merasakan kaku dan sulit
untuk mengangkat tangan kanannya.

Pasien juga mengeluhkan sejak 3 bulan yang lalu pasien merasa pegal-pegal di punggung
belakang kanannya yang tidak menjalar. Pegal-pegal itu hilang timbul dan kadang sulit untuk
bangun duduk karena nyeri. Pasien juga mengatakan nyeri terasa saat tiduran telentang tapi
setelah miring ke kanan pasien merasa lebih nyaman.pasien tidak mempunyai keluhan BAB dan
BAK.

Pasien mempunyai kebiasaan memasak dengan menguleg dengan masa yang lama dan
berulang-ulang setiap hari. Ini karena pasien merupakan seorang ibu rumah tangga sepenuh
masa. Pasien mengatakan adanya riwayat jatuh terduduk 6 tahun yang lalu, tidak berobat ke
dokter dan Cuma mengurut sahaja.
Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat DM (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat penyakit TB(-), alergi (-)

Riwayat keluhan seperti pasien (+), anak perempuan

Riwayat Penyakit Dahulu:


Diabetes mellitus (-), Hipertensi (+), penyakit TB(-) , alergi (-), obesitas (-),jantung (-), stroke (-)

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi:


Kesan: Baik

III. OBJEKTIF
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 14 Februari 2017 di ruangan poliklinik saraf

1. Status Generalis

a. Keadaan umum : tampak sakit ringan


b. Kesadaran : CM GCS = E4M5V6= 15
c. TD : 130/90 mmHg
d. Nadi : 76 x/menit
e. Pernapasan : 21 x/menit
f. Suhu : 36,2oC
g. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
h. Mata : OS : pupil bulat,isokor, 3mm, refleks cahaya langsung (+),
reflex cahaya tidak langsung (+)
OD : pupil bulat,isokor, 3mm, reflex cahaya langsung (+),
reflex cahaya tidak langsung (+)
i. Mulut : mukosa basah, tidak ada kelainan
j. Leher : pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar
k. Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-
l. Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
m. Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
n. Kelamin : tidak di indikasikan
o. Berat badan : 56 kg
p. Tinggi badan : 158 cm
2. Status psikikus

a. Cara berpikir : realistik, sesuai umur


b. Perasaan hati : eutim
c. Tingkah laku : pasien sadar, aktif
d. Ingatan : baik, amnesia (-)
e. Kecerdasan : sesuai tingkat pendidikan
3. Status neurologikus

a. Kepala
i. Bentuk : normosefali
ii. Nyeri tekan : (-)
iii. Simetris : (+)
iv. Pulsasi : (-)
b. Leher
i. Sikap : simetris
ii. Pergerakan : bebas
c. Tanda-tanda perangsangan meningen
i. Kaku kuduk : negatif
ii. Kernig : negatif
iii. Brudzinski I : negatif
iv. Brudzinski II : negatif
d. Pemeriksaan saraf kranial
i. N. olfaktorius
Penciuman: tidak ada kelainan
ii. N. optikus
Kanan Kiri
Tajam penglihatan 1/60 1/60
Pengenalan warna Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lapang pandang Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

iii. N. okulomotorius
Kanan Kiri
Kelopak mata Terbuka Terbuka
Gerakan mata:
Superior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Inferior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Medial Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada

iv. Pupil
Diameter 3mm 3 mm
Bentuk Bulat Bulat
Posisi Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada

v. N. trochlearis
Gerak mata ke lateral
Bawah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Diplopia Tidak ada Tidak ada
vi. N. trigeminus
Membuka mulut Tidak ada kelainan
Sensibilitas atas tidak dilakukan
Sensibilitas bawah tidak dilakukan
Refleks kornea Tidak ada kelainan
Refleks masseter tidak dilakukan
Trismus tidak dilakukan

vii. N. abdusens
Gerak mata ke lateral Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Strabismus divergen Tidak ada Tidak ada
Diplopia Tidak ada Tidak ada

viii. N. fasialis
Mengerutkan dahi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Kerutan kulit dahi kerutan (+) kerutan (+)
Menutup mata tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Lipatan nasolabial tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Sudut mulut tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Meringis tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Memperlihatkan gigi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Bersiul tidak dilakukan tidak dilakukan
Perasaan lidah bagian 2/3 tidak dilakukan tidak dilakukan
depan

ix. N. vestibulokoklearis
Mendengar suara berbisik tidak dilakukan tidak dilakukan
Test Rinne tidak dilakukan tidak dilakukan
Test Weber tidak dilakukan tidak dilakukan
Test Shwabach tidak dilakukan tidak dilakukan
x. N. glosofaringeus
Arkus faring tidak dilakukan
Daya mengecap 1/3 belakang tidak dilakukan
Refleks muntah tidak dilakukan
Sengau tidak dilakukan
Tersedak tidak dilakukan

xi. N. vagus
Arkus faring tidak dilakukan
Menelan tidak dilakukan

xii. N. asesorius
Menoleh kanan, kiri, bawah tidak ada kelainan
Angkat bahu tidak ada kelainan
Trofi otot bahu tidak dilakukan

xiii. N. hipoglosus
Sikap lidah dalam mulut tidak dilakukan
Julur lidah Tidak ada kelainan
Tremor tidak ada kelainan
Fasikulasi tidak ada kelainan

e. Badan dan anggota gerak


Ekstremitas atas
Kanan Kiri
Simetris simetris simetris
Trofik eutrofik eutrofik
Tonus normotonus normotonus
Kekuatan 55555 5555
Refleks bisep + ++
Refleks trisep ++ +
Refleks H.Trommer - -
Tinels Sign - +

Sensibilitas
Raba tidak dilakukan tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan tidak dilakukan
Suhu tidak dilakukan tidak dilakukan
Vibrasi tidak dilakukan tidak dilakukan

Badan
R. abdomen atas tidak dilakukan
R. abdomen bawah tidak dilakukan
R. anus tidak dilakukan

Ekstremitas bawah
Kanan Kiri
Bentuk Simetris simetris
Trofik Eutrofik eutrofik
Tonus Normotonus normotonus
Kekuatan 5555 5555
Refleks patella ++ ++
Refleks Achilles ++ ++

Refleks patologis:
Babinski - -
Chaddock - -
Openheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Sensibilitas:
Raba tidak dilakukan tidak dilakukan
Nyeri tidak dilakukan tidak dilakukan
Suhu tidak dilakukan tidak dilakukan
Vibrasi tidak dilakukan tidak dilakukan

f. Koordinasi, gait, dan keseimbangan


Cara berjalan : tidak dilakukan
Test Romberg : tidak dilakukan
Dismetria : tidak dilakukan
Nistagmus test : tidak dilakukan

g. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)

h. Alat vegetative
Miksi : normal
Defekasi : normal

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan EMG
Tanggal 14 Februari 2017
Pada pemeriksaan EMG-NCY Elementer dapat sesuai dengan iritasi cervical C7,8 kanan dan
CTS gred III
RESUME
Subjektif:

Ny S berumur 64 tahun datang ke polikinik saraf dengan keluhan bahawa jari tangan
kanannya terasa seperti kaku terutama setelah bangun dari tidur pada subuh hari. Kakunya
dirasakan dari ujung jari sehingga ke pangkal jari. Pasien mengatakan keluhan di semua jari
tangan kanannya timbul sudah hampir 9 bulan yang lalu dimulai dengan nyeri di ujung-ujung
jari, nyerinya itu di rasakan seperti kesetrum, kesemutan di semua jarinya dirasakan lebih
dominan pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan jari manis. Nyerinya hilang timbul dan
memberat terutama pada malam hingga pagi hari sehingga jika lagi nyeri dan kesemutan Saat ini
pasien sudah mulai merasakan baal pada hujung jarinya. Pasien juga mengatakan sejak 6 bulan
terakhir ini nyeri ini menjalar sampai ke bahu dan leher kanan sehingga pasien merasakan kaku
dan sulit untuk mengangkat tangan kanannya. Psaien juga mengeluhkan nyeri punggung
terutama kanan sejak 3 bulan yang lalu.

Objektif:

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran compos mentis,GCS E4M6V5 dengan tanda-tanda
vital tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 76 kali per menit, frekuensi nafas 21 kali per
menit. Pemeriksaan status neurologis baik, Pada pemeriksaan motorik di keempat ekstremitas
5555, refleks fisiologis keempat ekstremitas (++), refleks patologis negatif. Tinel sign positif.
Atrofi otot tenar ringan.

Pemeriksaan penunjang:
Pada pemeriksaan EMG-NCY Elementer dapat sesuai dengan iritasi cervical C7,8 kanan dan
CTS gred III

IV. DIAGNOSIS
1. Klinis : jari tangan kanan kaku, parestesia, hiperalgesia, leher kanan kaku, pinggang
kanan kaku
2. Topis : n.medianus, cervical 7 &8, akar saraf lumbosakral
3. Etiologi : trauma (penjepitan radikssaraf)
4. Patologis : proses jebakan, susp diskus ec susp trauma
V. TATALAKSANA
Terapi farmaka:
Gabapentin 200mg S1 dd 1
Racikan ( paracetamol 300mg/ Tramadol 25mg/ Pregabalin 25mg) S2 dd 1

Terapi non-farmaka:
Edukasi untuk berenang
Fisioterapi

VI. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : dubia
Gangguan Saraf Perifer

Pendahuluan

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau digambarkan dalam bentuk kerusakan
tersebut. Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau
disfungsi primer system.1,2

Neuropati pula merupakan gangguan fungsi atau perubahan patologis pada saraf: pada
satu saraf, mononeuropati; pada beberapa saraf, mononeuropati multipleks; bersifat difus dan
bilateral, polineuropati. Penyakit neuropati ialah keadaan dengan gangguan fungsi dan struktur
pada saraf-saraf tepinya. Selain itu, ia merupakan proses patologi yang mengenai susunan saraf
perifer, berupa proses dimielinisasi atau degenerasi aksonal atau kedua-duanya. Susunan saraf
perifer mencakup saraf otak, saraf spinal dengan akar saraf serta cabang-cabangnya, saraf tepi
dan bagian-bagian tepi dari susunan saraf otonom. 1,2

Sebabnya banyak, seperti misalnya congenital, inflamasi, infeksi, intoksikasi, alergi,


trauma, pengaruh suhu, listrik, gangguan metabolik, neoplasma, keadaan degenerasi, gangguan
vaskuler dan sebab-sebab yang masih belum diketahui. Perubahan struktur dan fungsional pada
saraf tepi kadang-kadang sekunder terhadap penyakit primer di sel kornu anterior, sel ganglion di
akar belakang atau sel ganglion otonom. Walaupun telah diusahakan untuk mencapai pemisahan
penyakit-penyakit yang hanya merusak akson atau badan selnya saja namun pemisahan tersebut
tidak selalu berhasil karena: (1) kedua bagian sel dan dapat diserang secara serentak, (2)
perubahan-perubahan di akson dapat mencerminkan kegagalan metabolic di badan sel, (3)
matinya badan sel menyebabkan degenerasi Waller pada serta saraf, (4) trauma berat pada akson
dapat menyebabkan kromatolisis dan kematian badan sel.2

Bila rangsang nyeri noksius diberikan maka akan timbul nyeri transien yang sekarang
dikenal dengan istilah nyeri nosiseptif. Apabila rangsangan noksius menyebabkan suatu
kerusakan jaringan dan inflamasi maka akan menimbulkan nyeri spontan dan hipersensitivitas,
disebut sebagai nyeri inflamasi. Dalam kepustakaan seringkali nyeri inflamasi masih dianggap
nyeri nosiseptif. Kasus dengan jenis nyeri ini banyak dijumpai sehari-hari seperti nyeri
muskuloskaltal atau yang berasal dari organ visceral. Nyeri yang cenderung kronik dan sangat
mengganggu adalah nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik timbul akibat adanya kerusakan atau lesi
di system saraf, baik system saraf pusat di otak atau medila spinalis(nyeri sentral) atau nyeri
perifer(nyeri neuropatik perifer). Penyebab dari nyeri neuropatik sangat bervariasi.1

Beberapa kondisi klinis yang dapat terkait dengan nyeri neuropatik dapat dilihat di bawah ini:
A. Berdasarkan letak lesi
1. Nyeri Neuropatik Perifer
- Letak lesi di system aferen perifer, mulai dari saraf tepi, ganglion radiks
dorsalis sampai radiks dorsalis.
- Contoh: Diabetes Periferal Neuropati(DPN), Post Herpetik
Neuralgia(PHN), CRPS type I, CRPS tipe II, Trigeminal Neuralgia.
2. Nyeri Neuropatik Sentral
- Letak lesi dari medulla spinalis , sampai ke korteks
- Contoh: nyeri pasca stroke, sklerosis multiple, nyeri pasca trauma medulla
spinalis.1
B. Berdasarkan waktu terjadinya
1. Nyeri neuropatik akut
- Nyeri yang dialami kurang dari 3 bulan
- Contoh: neuralgia herpetika, acute inflammatory demyalinating
neurophaty
2. Nyeri neuropatik kronik
- Nyeri yang dialami lebih dari 3 bulan
- Dibagi menjadi:
a. Malignan
Contoh:nyeri kanker/metastasis, pasca operatif, pasca radioterapi,
pasca kemoterapi
b. Non malignan
Contoh: neuropati diabetic, sindrom terowongan karpal(Carpal
Tunnel Syndrome), neuropati toksik, avulse pleksusu, trauma
medulla spinalis, neuralgia pasca-herpes.1
C. Berdasarkan etiologi
1. Saraf tepi
a. Trauma: neuropti jebakan, transeksi saraf termasuk pembedahan,
kausalgia, amputasi dengan nyeri punting (stump pain), nyeri
perut, nyeri pasca torakotomi
b. Mononeuropati: diabetes, invasi saraf/pleksus oleh keganasan,
iridasi pleksus, iridasi iskemik, penyakit jaringan ikat( arthritis
rheumatoid, Systematic lupus Erifematous(SLE), poliartritis
nodosa.
c. Polineuropati: diabetes, alcohol, nutrisi, amiloid, Penyakit Fabry,
isoniazid, idiopatik.1
2. Radiks dan ganglion
Diskus(prolaps) arakhnoiditis, avulse radiks, rizotomi operatif dan penyebab
neuralgia pasca herpes, neuralgia trigeminal, kompresi tumor.
3. Medula spinalis
Transeksi total, hemiseksi, kontusio atau kompresio. Hematomieli, pembedahan
(kordotomi, mielomi komisura. Seksi traktus Lissauer), siringomieli, sklerosis
multiple. Arteri venous malformation (AVM), disrafisma, defisiensi vitamin B12,
mielitis sifilik.
4. Batang otak
Sindroma Wallenberg, tumor, siringobulbia, sklerotik multiple, tuberkulom
5. Thalamus
Infark, hemoragik, tumor, lesi bedah pada nucleus sensorik utama.
6. Korteks/subkorteks: infark, AVM, trauma, tumor.

Patofisiologi

Saraf perifer terdiri dari multiple axon yang diselubungi oleh myelin, sel Schwann dan
pembungkusnya. Setiap axon itu sendiri dapat terbungkus oleh myelin atau tidak terbungkus.
Pada neuropati, saraf dapat rusak pada 3 daerah utama yaitu: 1) axon, 2) myelin, 3) badan sel.
Sekiranya axon yang rusak, disebut sebagai neuropati axonal. Tipe neuropati ini adalah bentuk
neuropati perifer yang tersering didapatkan memberi kesan yang sensorik lebih besar berbanding
motoric dan berdistribusi di sentral. Neuropati demielinasi adalah neuropati yang disebabkan
oleh kerusakan pada struktur myelin. Pada neuropati tipe ini, kesan motoric adalah lebih besar
berbanding kesan sensorik dan didapatkan kelumpuhan proksimal dan distal. Sekiranya badan sel
yang rusak, maka serabut saraf motoric atau sensorik atau keduanya dapat rusak secara permanen
tergantung badan sel mana yang terkena. Penyembuhan dapat terjadi sekiranya membrane dasar
dapat dipertahankan terutama pada neuropati demielinasi berbanding neuropati axonal. 3

Gambar 1: Jaras refleks perifer

Tipe Gangguan Saraf Perifer

Gangguan saraf perifer terbagi kepada 2 kelompok utama yaitu mononeuropati, melibatkan sel
saraf tunggal; dan polineuropati, melibatkan banyak sel saraf.

Mononeuropati perifer
Kelompok ini merupakan kelompok dengan gangguan pada saraf perifer fokal, Focal Peripheral
Nerve Disorders (FPNDs) di mana area yang terlibat adalah saraf itu sendiri beserta cabangnya.
Mekanisme gangguan neuropati pada kelompok ini dapat disebabkan oleh kompresi, vasculitis,
jebakan, infiltrasi atau infeksi. Pada ektremitas atas, gangguan sering terjadi pada pergelangan
tangan, siku dan pada beberapa kasus lengan atas. Pada ekstremitas bawah, gangguan terjadi
pada daerah ligament inguinal, lutut dan bokong. Sekiranya lebih dari satu saraf yang terkena,
gangguan ini disebut sebagai mononeuropati multiple atau mononeuritis multiple, sebagai
contohnya leprosy.

Manifestasi klinis dan letak lesi yang tersering pada mononeuropati digarisbesarkan pada table di
bawah ini.3

Table 1: Gangguan saraf perifer fokal tersering


Nervus Lokasi Utama Mekanisme Penyebab Tersering Gejala Klinis
Median Pergelangan Jebakan Leprosy, Carpal Nyeri, sengatan pada
Tangan Tunnel Syndrome lengan/pergelangan, baal
pada radial 3 dan jari,
atrofi muskulus thenar,
kelemahan abduksi ibu jari
Ulnar Siku Kompresi Trauma/cidera, Nyeri, sengatan pada
leprosy pergelangan tangan, baal
pada ulnar 1 dan 1/1 jari,
atrofi muskulus hipothenar,
kelemahan fleksi jari
kelingking, deformitas
tangan cakar(Claw Hand)
Radial Lengan Kompresi Tidur Wrist drop, kelemahan
pergelangan, dorsifleksi
Sciatic Bokong Infiltrasi Injeksi Nyeri bokong, kaki, telapak
kaki, baal pada kaki dan
telapak kaki, kelemahan
fleksi lutut dan otot di
bawah lutut, tidak ada
sentakan APR
Femoral Paha Vascular Diabetes Nyeri paha(berat), baal
anteromedial paha dan kaki
medial, kelemahan, pinggul
fleksi dan ekstensi lutut,
tidak ada sentakan KPR
Nervus Paha Ligamentum Kompresi Pekerjaan, baal, sengatan dan nyeri
Kutaneus Ingunale menggendong bayi pada paha anterolateral
Lateral di pinggul (meralgia paraesthesia)
Peroneal Lutut Kompresi Penyakit, leprosy, Baal pada dorsal telapak
Communis Infiltrasi menyilang kaki lama kaki, foot drop, kelemahan
eversi telapak kaki

Gambar 2: Gejala sensori dan motoric pada mononeuropati

Kompresi nervus medianus terjadi pada pergelangan di daerah terowongan carpal yang dilewati
oleh nervus medianus, mengakibatkan terjadinya sindrom terowongan carpal(Carpal Tunnel
Syndrome). CTS ditandai dengan adanya nyeri sengatan pada tangan dan lengan terutama saat
malam hari. Nyeri dan paresthesia menyebar pada intervens nervus medianus termasuk ibu jari,
jari telunjuk, jari tengah dan jari manis, dapat memanjang ke lengan bawah dan atas. Nyeri
dirasakan sehingga membangunkan pasien dari tidur dan reda dengan mengguncang tangan atau
dengan menggantung tangan ke bawah.. CTS dapat terprovokasi oleh tugasan manual.
Kehilangan sensori pada CTS umumnya mengenai pada 3 jari lateral tidak termasuk telapak
tangan. Sensasi pada jari lateral hilang pada lesi pada nervus medianus yang terletak di lengan
atas. Pada kasus yang lama, terdapatnya atrofi pada muskulus thenar dan kelemahan pada
abduksi dan oposisi ibu jari. Tinels sign dapat positif dengan mengetuk pada terowongan carpal
pada hujung pergelangan tangan, gejala positif ditandai dengan adanya nyeri dan sengatan.
Secara alternatifnya, dapat timbul sengatan pada saat fleksi pergelangan selama satu menit, yaitu
Phalens sign Alternatively there tatalaksana dapat diberikan dengan injeksi lokal steroid,
memakai bidai pada malam hari, dan sekiranya perlu dengan bedah kompresi.3
Gambar 3: Atrofi otot thenar

Nervus Ulnaris sangat rentan untuk terjadinya kompresi di sepanjang jarasnya. Daerah tersering
tertekan atau teregang terletak di siku didalam terowongan kubital atau di lekuk ulnaris.
Penekanan dan peregangan ini menyebabkan terjadinya disathesia/paresthesia dan hilangnya
sensori pada jadi kelingking dan medial jari manis dan aspek ulnaris tangan anterior dan
posterior. Atrofi otot intrinsic lengan dan fleksor jari ke-4 dan ke-5 dengan adanya atrofi otot
thenar. Disebabkan atrofi inilah maka didapatkan deformitas tangan cakar pada lesi kronis
ulnaris.3

Gambar 4: Tangan cakar dan atrofi hipothenar

a) Carpal tunnel syndrome/CTS (kompresi saraf median di pergelangan tangan)

Carpal tunnel syndrome (sindrom terowongan karpal) merupakan jebakan n. medianus di dalam
terowongan karpal.1,8
Anatomi dan patofisiologi

Kanalis karpal adalah sebuah terowongan fibroosseus pada pergelangan tangan yang
dilewati oleh 9 tendon fleksor dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk batas
dorsal dari kanalis karpal dan berbentuk lengkung konkaf. Batas palmar dari kanalis karpal
dibentuk oleh ligamentum karpal tranversa, yang menjembatani dari satu sisi lengkung karpal
sampai lengkung yang lainnya. Ligamentum karpal transversa ini setebal 1,5 mm dan sepanjang
21,7 mm. Pemotongan ligamentum karpal transversa ini dapat menambah volume kanalis karpal.
Bagian paling sempit dari kanalis karpal adalah pada tingkat kait hamatum, dimana rata-rata
berdiameter 20 mm.

Sebuah kombinasi dari cabang lateral (C6-7) dan medial (C8-T1) dari pleksus brakhialis
membentuk nervus medianus. Memasuki daerah antebrachium n.medianus berada di antara
kedua caput m.pronator teres, berjalan ke distal di bagian medial antebrachium, oleh karena itu
disebut nervus medianus, berada di sebelah profunda m.flexor digitorum sublimis. Memberikan
rami musculares untuk m.pronator teres, m.palmaris longus, m.flexor carpi radialis, dan m.flexor
digitorum superficialis.

Gambar 5: Anatomi kanalis karpal

Segera setelah n.medianus masuk ke dalam regio antebrachium, dipercabangkan ramus


interosseus anterior yang berjalan pada permukaan ventral membrana interossea, dan
mempersarafi m.flexor pollicis longus, pars lateralis m.flexor digitorum profundus dan
m.pronator quadratus. Cabang ini berakhir pada m.pronator quadratus.
Ramus palmaris nervi mediani adalah cabang yang menembusi fascia antebrachii,
berjalan ke distal menuju ke pergelangan tangan dan terbagi menjadi ramus medialis dan ramus
lateralis. Ramus medialis mempersarafi kulit manus dan mengadakan anastomose dengan ramus
palmaris nervi ulnaris, sedangkan ramus lateralis mempersarafi kulit daerah thenar dan
mengadakan anastomose dengan nervus cutaneus antebrachii lateralis.

Pada daerah pergelangan tangan n.medianus berada di sebelah profunda tendo m.palmaris
longus, berjalan di antara tendo m.flexor digitorum superficialis [di sebelah medial] dan tendo
m.flexor carpi radialis [di sebelah lateral], kemudian berjalan di dalam canalis carpi, melekat
pada facies profunda ligamentum carpi transversum. Di tempat inilah seringkali n.medianus
terjepit dan menyebabkan sindrom terowongan karpal. Sesaat setelah meninggalkan tepi distal
ligamentum carpi transversum n.medianus mempercabangkan suatu ramus muscularis yang
berjalan kembali [recurrent] untuk mempersarafi m.abductor pollicis brevis, m.opponens pollicis
dan m.flexor pollicis brevis.

N. medianus berakhir dengan membentuk 3 buah nervi digitales palmares communes (=


nervi digitales volares communes), masing-masing bercabang lagi membentuk nervi digitales
palmares proprii. Nervus digitalis palmaris communis I bercabang tiga membentuk nervi
digitales palmares proprii, yang masing-masing berjalan menuju kepada kedua sisi ibu jari, serta
sisi lateral jari II. Nervus digitalis palmaris communis II bercabang dua menuju ke sisi medial
jari II dan sisi lateral jari III [masing-masing disebut nervus digitalis palmaris proprius]. Nervus
digitalis palmaris communis III memberi dua cabang nervi digitales palmares proprii, menuju ke
sisi medial jari III dan sisi lateral jari IV. Innervasi ini sering disebut innervasi kulit 3 jari
bagian lateral.

Gambar 6: Anatomi n.medianus dan kanalis karpal

Carpal tunnel syndrome biasanya idiopatik tetapi dapat dikaitkan dengan:

Hypothyroidism
Kehamilan
Diabetes mellitus
Rheumatoid arthritis
Akromegali
Penyempitan ruangan di dalam terowongan
Peningkatan sensibilitas saraf terhadap tekanan
Gerakan berulang-ulang pada pergelangan tangan1,3,6,7

Gambar 7: Persarafan n.medianus

Sindrom terowongan karpal disebabkan kerusakan nervus medianus di dalam terowongan


karpal, yang dapat menyempit di tempat lewatnya saraf di bawah ligamentum transversum
karpale (fleksor retinakulum). Pasien umumnya mengeluhkan nyeri, parestesia dan rasa terbakar
pada tangan yang terkena di pergelangan tangan, telapak tangan dan jari I,II dan III, yang
terutama memberat pada malam hari dan dapat dirasakan hingga seluruh ekstremitas
atas(parestetika brakialgia nokturna), serta rasa seperti terjadi pembengkakan pada pergelangan
atau seluruh tangan. Abnormalitas trofik dan atrofi otot-otot tenar lateral (m.abduktor polisis
brevis dan m.opponens polisis) sering terjadi pada kasus lanjut apabila dilakukan pemeriksaan
thenar wasting. Nervus medianus mengandung proporsi serabut otonom yang luar biasa besar;
sehingga lesi n.medianus sering menyebabkan nyeri regional kompleks (sebelumnya disebut
distrofi reflex simpatik, atau sindrom Sudeck).1,7,8

Tinel sign (tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi
tangan sedikit dorsofleksi) dan tes phalen(penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal.
Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS) dapat
ditemukan positif-menekan pada carpal tunnel mereproduksi kesemutan dan nyeri.1,7,8

Diagnosis ditegakkan dengan EMG (latensi distal motorik dan sensorik memanjang).
Terapi dengan immobilisasi, splints, NSAID, anlgetik ajuvan, suntikan local yaitu dengan
steroid dan anestesi dapat memberikan bantuan sementara. Dekompresi bedah adalah prosedur
definitive (bila pengobatan konservatif gagal dan keadaan berat). 4

Diagnosa Banding

Beberapa diferensial diagnosis dari sindrom kanalis karpal adalah:


1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan
bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar.
Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan
daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan
karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus dan
ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa
nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test :
palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.4

Pengobatan
Blok saraf dengan injeksi steroid dan anestesi (dapat dilakukan oleh semua dokter),
immobilisasi dan pembidaian pergelangan tangan sangat efektif pada pasien-pasien dengan
gejala-gejala yang ringan. Pembidaian dilakukan pada posisi sedikit ekstensi untuk
meminimalkan tekanan dalam terowongan karpal pada malam hari, yang bisa terjadi karena
posisi.

Pengobatan nonoperatif lainnya yang dianjurkan tapi belum diteliti lebih lanjut antara
lain Obat Anti Inflammasi Non Steroid (OAINS), analgesic ajuvan, vitamin B kompleks,
pengaturan ulang sarana dan lingkungan kerja, akupuntur, dan yoga.

Pembedahan: Pembedahan diindikasikan pada kasus-kasus refrakter, pada pasien yang


tidak membaik dengan pengobatan nonoperatif, atau pada pasien dengan defisit motorik atau
sensorik. Semua teknik operasi bertujuan untuk melepaskan ligamentum karpal transversum
telapak tangan tanpa menciderai kulit telapak tangan, thenar, dan cabang utama dari nervus
medianus. Teknik operasi terbuka dan endoskopik telah ditentukan sebagai penanganan Sindrom
Terowongan Karpal. Kedua teknik operasi ini efektif untuk penanganan Sindrom Terowongan
Karpal kronik. Keuntungan potensial dari teknik endoskopik, termasuk penyembuhan yang lebih
cepat, harus dihadapkan dengan harga yang lebih mahal dan tingkat komplikasi yang lebih tinggi
dari teknik endoskopik. Reabilitas dan visualisasi yang lebih baik dari teknik operasi terbuka,
sampai sekarang, membuat teknik ini lebih banyak dipilih oleh kebanyakan dokter bedah.
Prognosis

Kesembuhan total dari semua gejala didapatkan pada 76% pasien setelah 6 minggu
pengobatan, dan memberi hasil yang buruk pada hanya 22% dengan kesembuhan total setelah
lebih dari 12 bulan follow-up.4

b) Kompresi saraf ulnar

Kelumpuhan nervus ulnaris merupakan kondisi saraf tepi tersering kedua, setelah
kelumpuhan n. medianus. Nervus ulnaris terutama terjadi cedera pada tempat lewatnya saraf
melalui terowongan kubital, pada sisi medial aspek ekstensor siku. Kerusakan saraf di lokasi ini
dapat terjadi akibat trauma akut atau yang lebih sering, oleh tekanan kronik, misalnya kebiasaan
menekankan siku pada permukaan yang keras, yang dapat menjadi postur yang tidak dapat
dihindari pada pekerjaan tertentu. Parestesia dan hipestesia pada bagian ulnar, pada kasus-kasus
lanjut, disertai oleh atrofi otot-otot hipotenar dan m. abductor polisis (kelumpuhan n. ulnaris
dengan claw-hand).

Electrofisiologi melokalisasi lesi. Dekompresi bedah atau transposisi saraf mungkin


diperlukan. Sebuah ulnaris neuropati kompresi lebih lanjut dapat terjadi di dalam, cabang
motorik saat lewat di telapak tangan. Hal ini karena tekanan rutin dari alat (misalnya, obeng),
kruk, atau setang.4

c) Kompresi saraf radial

Kompresi saraf radial terjadi ketika saraf radial dikompresi terhadap humerus (contoh,
ketika lengan tersampir di sandaran kursi selama beberapa jam ["Saturday Night palsy"] dan
mengakibatkan wristdrop dan kelemahan ekstensi jari dan brakioradialis. Pemulihan biasanya
spontan, tetapi bisa memakan waktu hingga 3 bulan.4

d) Kelumpuhan saraf peroneal umum

Kelumpuhan saraf peroneal umum terjadi ketika saraf peroneal umum dikompresi pada
kepala fibula dan dapat hasil dari berkepanjangan jongkok atau kaki menyeberang, mengenakan
ketat gips, tirah baring lama, atau koma. Ini hasil dalam footdrop dan kelemahan eversi, dengan
kehilangan sensori pada berder anterolateral dari tulang kering dan punggung kaki. Pemulihan
biasa, tetapi tidak berubah-ubah, dalam beberapa bulan.4

e) Meralgia parestesia

Jebakan dari lateral femoral cutaneous saraf paha, di bawah ligamentum inguinalis,
menyebabkan terbakar, kesemutan, dan mati rasa pada permukaan aterolateral paha. Ini biasanya
terjadi pada pasien kelebihan berat badan dan kehilangan berat badan dapat membantu.4
Mononeuropati multipleks (pada beberapa saraf)

Sebagian penyakit sistemik berhubungan dengan mononeuropati multipleks/ multifocal


neuropati. Antaranya adalah:

a) Diabetes mellitus
b) Penyakit jaringan ikat (polyarteritis nodosa, SLE, rheumatoid arthritis)
c) Sarcoidosis
d) Malignancy
e) Amyloidosis
f) Neurofibromatosis
g) AIDS
h) Leprosy4

Polineuropati (bersifat difus dan bilateral)

a) Metabolik
Neuropti diabetikum- Ini merupakan komplikasi diabetes mellitus yang sering
terjadi. Gejala yang ditemukan berupa gangguan motorik tungkai lebih sering
terkena daripada tangan dan gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan
berupa gangguan rasa nyeri dan suhu, vibrasi serta posisi.
Polineuropati uremikum- terjadi pada pasien uremia kronis ( gagal ginjal kronis).
Gejalnya berupa gangguan sensorimotor simetris pada tungkai dan tangan. Rasa
gatal, geli dan rasa merayap pada tungkai dan paha memberat pada malam hari,
membaik bila kaki digerakkan (restless leg syndrome).7
b) Nutrisi
Polineuropati defisiensi
i. Piridoksin- pada penggunaan isoniazid (INH). Gejalanya berupa neuropati
sensorimotor dan neuropati optika
ii. Asam folat- sering pada penggunaan fenitoin dan intake asam folat yang
kurang
iii. Niasin- pada pasien defisiensi multiple
Polineuropati alkoholik- neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin.
Gejalanya berupa gangguan sesorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut
mengenai tangan.7
c) Drug induced
Obat antineoplasma: (ciplastin, carboplastin, vincristin). Banyak sebagai
gangguan sensorik polineuropati setelah beberapa minggu terapi seperti paretesia.
Gangguan proprioseptif, vibrasi sering terganggu sampai mengenai kolum
posterior. Gangguan motorik terutama tungkai bawah.
Antimicrobial: INH-simetrikal polineuropati7
d) Keganasan/ paraneoplastic polyneuropathy
Banyak dalam bentuk distal simetrikal sensorimotor polineuropati akibat remote
effect keganasan seperti myeloma mltipel, limfoma. Gejala motorik seperti
ataksia, atrofi tingkat lanjut kelumpuhan.7

Table 2: Klasifikasi untuk polineuropati

Klasifikasi Penyebab Frekuensi


Infeksi HIV, leprosy Sangat sering
Metabolic DM, gagal ginjal Sering
Zat ARTs(Stavudine, Didanosine), Sering
isoniazide, dapsone, vincriste
Toksisitas Alcohol Sering
Defisiensi Vit B1, B6, B12 Jarang
Inflamasi GBS, CIDP Sangat jarang
Vasculitis RA, SLE, PAN Jarang
Herediter Penyakit Charcot-Marie-Tooth Jarang
Neoplasma Monoclonal gammopathy, ca Sangat jarang
-paraproteinemia paru, payudara, ovary
-paraneoplastik
Idiopatik Tidak diketahui Sangat sering
->50% dari semua
neuropati perifer

Gejala Klinis

1) Sensasi positif
a. Kelainan pada serabut myelin besar menyebabkan parestesia (pin and needles)
b. Kelainan pada serabut myelin kecil menyebabkan rasa terbakar, rasa tertusuk, rasa
tertikam, rasa teriris, rasa tersentrum, rasa dingin dan kesemutan sering dijumpai.
Kadang disertai hiperpatia( adanya sumasi dan nyeri setelah sensasi). Nyeri
spontan tanpa adanya stimulus tersebut dapat menetap dengan intensitas nyeri
yang berfluktuasi, dapat pula berupa variasi serangan paroksismal atau
eksaserbasi. Nyeri dapat pula dikeluhkan setelah adanya stimulus eksternal seperti
saat teraba, disentuh, suhu panas atau dingin bahkan saat ansietas dan excitement.
Nyeri dapat pula terasa berlebihan saat menerima rangsangan nyeri.4
2) Sensasi negatif
a. Kelainan pada serabut myelin besar menyebabkan kehilangan sensorik raba dan
posisi (proprioseptif)-sulit diskriminasikan tekstur, tangan dan kaki terasa seperti
cotton wool, adanya gangguan berjala akibat kehilangan sensasi posisi terutama
pada malam apabila penglihatan tidak bisa kompensasi.
b. Kelainan pada serabut myelin kecil menyebabkan kehilangan nyeri dan suhu-
tidak merasa terbakar dan trauma, kerusakan pada sendi (Charcoats Joint)
menyebabkan tidak nyeri pada deformitas.4
3) Gejala motorik

Biasanya kelemahan merupakan gejala utama pada distal (misalnya, kesulitan


ketika berjalan atau tangan yang lemah), tetapi dalam beberapa kelainan neuropati dapat
proksimal (misalnya, kesulitan naik tangga atau menyisir rambut). Pasien juga mungkin
mengeluhkan kram dan otot berkedut (fasikulasi), walaupun gejala ini lebih sering karena
neuropati (penyakit yang mempengaruhi sel horn anterior, misalnya penyakit motor
neuron.4

Diagnosa

1) Anamnesis1
a. Anamnesis umum
b. Anamnesis nyeri
i. Riwayat klinik
1. Awitan nyeri
2. Perjalanan penyakit
3. Mencari penyakit dasar (DM, trauma, neuralgia trigeminal,
neuroma dan herpes zoster)
4. Riwayat pengobatan
ii. Sifat keluhan
1. Rasa terbakar,ditusuk, disayat, hentakan, kesetrum
2. Parestesia/kesemutan, hilang rasa, kurang rasa
3. Disestesia (parestesia nyeri)
4. Hiperalgesia
5. Alodinia
6. Hiperpatia
7. Nyeri fantom
8. Keluhan vasomotor/sudomotor/atrofi jaringan subkutan
9. Sindroma kausalgia: terbakar, gejala otonom (dingin-dingin,
bengkak/edema setempat/ hiperhidrosis)
iii. Kualitas nyeri
iv. Lokasi nyeri
v. Distribusi dan penjalaran nyeri
vi. Factor yang memeperingan/memperberat nyeri
Anamnesis psikologik/pain triad(kecemasan, depresi, gangguan tidur)
c. Intensitas nyeri1
2) Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan neurologik
i. Kesadaran
ii. Saraf-saraf kranialis
iii. Motorik
iv. Sensorik
Pada pemeriksaan sensibilitas, dicari nyeri yang dibangkitkan stimulus
yaitu alodinia (stimulus bukan noksius akan terasa nyeri) atau hiperalgesia
(sensitivitas meningkat terhadap stimulus noksius) dan adanya hipestesi
(berkurangnya sensasi) dan diperhatikan apakah sesuai dengan area
anatomi persarafan. Berkurangnya sensasi yang ringan ringan kadang
tertutup oleh adanya alodinia atai hiperalgesia. Adanya rasa nyeri spontan
dan alodinia di daerah rasa baal yang sesuai denganarea persarafan dapat
berbagai pegangan adanya nyeri neuropatik walau rasa nyeri dapat meluas.
Pada nye1ri infalamasi seperti nyeri musculoskeletal rasa nyerinya
biasanya tidak sesuai dengan area persarafan. Kelainan motorik atau
deficit neurologic lain dapat membantu mencari penyebab penyakit yang
mendasarinya. Kadang dijumpai perubahan vasomotor dan sudomotor.
v. Otonom
vi. Fungsi luhur1

3) Pemeriksaan Penunjang(dilakukan atas indikasi)


a. Motorik: latensi Nerve Conduction Velocity(NVC), F-wave,
1
Electromyogrhaphy(EMG), Magnetic Evoked potensial (MEP).
b. Sensorik: Sensory Nerve action Potensial (SNAP), Sensory Conduction Velocity
(SCV), H-reflex, Somato sensory Evoked Potensial (SSEP), Positron Emission
Tomography(PET), Small Fibers Nerve Conduction Velocity (pemeriksaan small
fiber)1
c. Quantitatve Sensory Testing (QST)
i. Neuroimaging: foto polos, Ultra Sonography (USG), CT-scan, MRI,
fMRI, Myelography
ii. Laboratorium(dilakukan atas indikasi)
Darah: rutin, kimia darah, toksin, imunologi, genetic, poly-rase
chain reaction (PCR)
Urin: rutin
Pemeriksaan cairan serebrospinalis1
Gold standard:
1) ENMG: membedakan kelainan akibat degenerasi akson atau demyelinasi akson
dan menentukan adanya keterlibatan serabut sensorik dan atau serabut motorik. Ia
juga membantu dalam mencari lokasi kelainan(contohnya dalam neuropati
entrapment)
2) Biopsi saraf7

Penatalaksaan

Tujuan terapi:

Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan melakukan pendekatan secara holistic
berupa pengobatan terhdap PAIN TRIAD yaitu nyeri, gangguan tidur dan gangguan mood
(ansietas, depresi, dan obesi kompulsi) yang dilakukan oleh tim multidisiplin.1

Pendekatan umum:

1. Sebelum terapi ditentukan dulu letak lesi dan etiologinya


2. Terapi kausal merupakan terapi utama
3. Terapi berdasarkan mekanisme
4. Terapi simptomatik dengan tindakan multidisipliner
5. Dilakukan penilaian kualitas dan intensitas nyeri untuk menyesuaikan terapi dengan berat
penderitaan
6. Perlu dibuat catatan harian nyeri untuk mengevaluasi hasil pengobatan.1

Jenis-jenis terapi:

1. Farmakologik
a) analgetik adjuvant
Antikonvulsan: pregabalin, gabapentin, karbamasepin/ okskarbasepin, fenitoin,
asam valproat, lamotrigin.
Antidepresan trisiklik: amitriptilin, imipramin, doksepin, nor-triptilin
Antidepresan baru: SNRI: Duloxetin, Venlafaxin
SSRI: Maproptilin, paroksetin, fluoksetin, sertralin, trazodon
Anestesi local: lidokain1,9

b) analgetik

Non-opiod- dipergunakan sebagai terapi kombinasi dengan analgesic adjuvant


pada kasus nyeri campuran (nosiseptif dan neuro-patik): asetaminofen,
tramadol, asam mefenamat, anti inflamasi non steroid (AINS): asetosal,
piroksikam, ibuprofen, diklofenak (natrium maupun kalium), naproksen,
ketoprofen, ketorolak, indometasin, tenoksikam, meloksikam, etodolak,
COXIB: celecoxib, parecoxib, lumiracoxib, etoricoxib, dexlofenak,
indomethacil farmesil. Opiod: kodein, morfin, oksikodon, hidromorfon,
metadon, levorfanol, fentanil.
Simpatolitik: fentolamin,klonidin, prazosin, fenoksibenzamin
Bensodiasepin: klonasepam
Kortikosteroid: deksametason, metilprednisolon, prednisone, hidrokortison.
Anti spasmodic/muscle relaxant: baklofen,karisoprodol, kloroksazon, tizanidin,
eperison HCL.
Neuroleptik: pimozide
Lain-lain: antagonis NMDA: (ketamin, dextrometorphan),kalsitonin
Obat-obat untuk sympathetically maintained pain: reserpin
Obat-obat topical: kapsaisin, lidokain gel, Eutectic Mixture of Local Anasthetic
(EMLA).
Obat anti ektopik: mekobalamin1,9

Pemilihan obat-obat tersebut tergantung pada sifat, penyebab, dan mekanisme nyeri neuropatik

1)Nyeri neuropatik non-maligna: semua golongan obat-obatan bisa digunakan

2)Nyeri neuropatik maligna

Analgetik adjuvant
Analgetik opioid
Analgetik non-opioid1,9

c) Terapi farmakologik invasive

Dilakukan dengan blok saraf

Tindakan ini dapat dilakukan oleh semua dokter


Blok saraf dengan penyuntikan anestesi local, steroid1,9

1) Non-farmakologik
a)Informasi dan edukasi pasien1
-memberikan informasi tentang penyakit, pengobatn dan hal-hal yang boleh/ tidak
boleh dilakukan.
-memberi edukasi mengenai aktivitas fisik sehari-hari, kepatuhan mengkonsumsi obat
dan sebagainya

b)Rehabilitasi1
Tindakan rehabilitasi pada nyeri akut adalah:
Imobilisasi
Modalitas termal (terapi panas atau dingin(krioterapi))
Masase (ketegangan otot)
Traksi
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), akupuntur
Biofeedback
Latihan
o latihan peregangan (stretching)
o latihan gerak sendi (ROM-range of motion)
o latihan ketahanan (endurance) dan penguat otot (strengthening)
Ortosis (alat bantu)
Ortosis digunakan untuk
o Membatasi gerak daerah yang sakit
o Membantu daerah yang lemah
o Menyangga bagian yang mengalami gangguan

Tindakan rehabilitasi pada nyeri kronik


1)Terapi psikologik
Dengan relaksasi, biofeedback, guide visual imagery, terapi music, distraksi, hypnosis,
terapi dengan pendekatan kognitif dan perilaku (Cognitive behavioral approaches
treatment)
2)Modulasi nyeri
Dengan TENS, aupuntur, modalitas nyeri
3)Latihan conditioning otot
Berupa peregangan/fleksibilitas, myofascial release, spray and stretch.
4)Rehabilitasi vokasional1

c)Terapi bedah
Tujuan- memutuskan jaras saraf nyeri dan memodulasi input sensorik
Indikasi- dilakukan bila modalitas terapi lain tidak member hasil memuaskan pada
i. Nyeri neuropatik sentral
ii. Nyeri neuropatik perifer
iii. Complex Regional Pain Syndrome (CRPS)
iv. Nyeri fantom
Jenis Tindakan
- Memutuskan jaras nyeri
a)thamotomy
b)rhizotomy
c)cordotomy
d)cordectomy
e)dorsal root entry zone (DREZ)
f)sympathectomy
g)microvascular decompression1
Komplikasi : -perdarahan, edema dan infeksi pasca bedah
- pada prosedur DREZ dan Percutaneus Retro Gasser Rhizotomy (PRGR)
bisa timbul hipestesi/parestesi berlebihan atau arachnoiditis
- Memodulasikan input sensorik
Dilakukan stimulasi elektrik secara terus-menerus pada kolumna dorsalis atau
jaras leminiskus medialis melalui prosedur pembedahan atau perkutan.1

Prognosis

Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi prognosis. Tingkat kerusakan serat saraf


meruapakan factor utama dalam menentukan prognosis, walaupun tingkat kerusakan ini tidak
selalu dapat ditentukan secara klinis.

Seddon membagikannya ke dalam tiga tingkat, yaitu:

1) Tingkat neuropraksia, kerusakan yang paling ringan dengan hambatan dalam fungsi hantaran
tanpa kehilangan kontinuitas. Pemulihan fungsi akan terjadi dalam waktu singkat, beberapa
menit sampai beberapa minggu.5

2) Aksonotmesis, kerusakan pada akson disertai degenerasi tanpa kerusakan pada pola
endoneurial. Regenerasi perlu terjadi namun hasil kemungkinan pulih sangat baik.5

3) Neurotmesis, sarafnya terputus sebagian atau seluruhnya. Penyambungan saraf ujung dengan
ujung dapat menghasilkan perbaikan sebanyak 50%. Klinis keadaan regenerasi saraf tepi dapat
ditentukan dengan perkusi langsung pada saraf yang bersangkutan. Tanda tinel positif ialah
terasnya getran nyeri pada ujung saraf bagian distal yang diperkusi. Sebabnya ialah keadaan
saraf tepi dalam fase regenerasi yang belum dilapisi myelin. Pemeriksaan EMG dan kecepatan
hantar saraf tepi merupakan pemeriksaan obyektif untuk menentukan prognosis serta
membuktikan keadaan regenerasi.5
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan yang berada diatara
ruas tulang belakang biasa disebut nucleus pulposus mengalami kompresi di bagian posterior
atau lateral, kompresi tersebut menyebabkan nucleus pulposus pecah sehingga terjadi penonjolan
melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan iritasi dan penekanan
radiks saraf sehingga di daerah iritasi terasa nyeri yang menjalar.1 Berikut ini adalah sifat nyeri
dari HNP adalah:
1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa
tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.
2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari pantat dan terus
menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai bawah.
3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat batuk
atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang
klien beristiraho berbaring.
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan otot
menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
5. Nyeri bertambah bila daerah L5S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan
Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya terletak dalam kanalis
vertebralis dan dikelilingi oleh cairan serebrospinal. Pada manusia terdapat 31 pasang saraf
spinalis yang mana setiap pasang saraf ini akan ke bagian segmen tubuh tertentu. Berikut
merupakan pembagian segmen medula spinalis:2
8 pasang saraf servikalis (C1-C8)
12 pasang saraf torakalis (T1-T12)
5 pasang saraf lumbalis (L1-L5)
5 pasang saraf sakralis (S1-S5)
1 pasang saraf koksigeal
Serabut saraf yang kembali ke medula spinalis diberi nama sesuai lokasi masuk/keluarnya dari
kanalis vertebralis pada korpus vertebrae yang bersangkutan. Medula spinalis berakhir pada
konus medularis setinggi L1 atau L2. Di bawah level ini, terdapat sakus lumbalis (teca) yang
hanya megandung filamen radiks saraf yang disebut kauda equina (ekor kuda).3
Medula spinalis terdiri dari substansia grisea dan substansia alba. Substansi alba
mengandung traktus asendens dan desendens, sedangkan substansia grisea mengandung pelbagai
jenis neuron; kornu anterior terutama mengandung neuron motorik, kornu lateral terutama
mengandung neuron otonom dan kornu posterior terutama mengandung neuron somatosensorik.
Traktus ascenden adalah traktus yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak
seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi dan traktus descenden adalah traktus yang
membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).2
Etiologi dan Predisposisi
Herniasi dari diskus intervertrebalis membentuk tonjolan dari anulus fibrosus. Dalam
keadaan normal anulus fibrosus melindungi dari letak nukleus yang terkandung di dalamnya.
Pada saat terjadi herniasi pada nukleus, terjadi kompresi pada jaras syaraf yang berdekatan
dengan tempat terjadinya herniasi sehingga terjadi iritasi yang menyebabkan rasa nyeri yang bisa
disebut skiatika, apabila semakin parah dapat terjadi disfungsi sistem saraf.4
Faktor resiko terjadinya HNP terdiri dari faktor resiko yang dapat dirubah dan yang tidak
dapat dirubah yaitu:
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3. Riawayat cedera atau trauma pada punggung
Faktor risiko yang dapat dirubah :
1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik
barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung,
latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang
berat dalam jangka waktu yang lama.
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan
strain pada punggung bawah.
Patofisiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :
1. Aliran darah ke discus berkurang
2. Beban berat
3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nukleus pulposus
(gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di canalis vertebralis
menekan radiks. Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang diberikan
rangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon
dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri.
Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan
sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot,
yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi
pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang
diakibatkan lesi primer pada sistem saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama,
penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi
nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan
bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua,
penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana
terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya
rangsang mekanik panas yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal.3,5
Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah
Sistem klasifikasi yang simpel dan praktis pada NPB dapat dibagi menjadi 3 kategori;
NPB Non Spesifik, NPB karena Gangguan Neurologis (stenosis kanal dan radikulopati) dan
NPB yang disebabkan oleh penyakit spinal yang serius (red flags). Prioritas pertama dalam
melakukan triage diagnosis selama menggali anamnesis dari pasien adalah melakukan
identifikasi terhadap kondisi red flags dan adanya kemungkinan potensi yellow flags.6
NPB Non Spesifik6
- Umur: 20 55 tahun, Keadaan umum pasien baik
- Nyeri pada daerah paha, pantat dan lumbosakral
- Nyeri mekanik
NPB karena Gangguan Neurologis (stenosis kanal dan radikulopati)6
- Adanya nyeri radikular/ iskialgia
- Nyeri menyebar sampai di bawah lutut, tidak hanya pada paha bagian belakang
- Riwayat nyeri/ kesemutan yang lama
- Tanda Laseque positif
- Riwayat gangguan miksi/ defekasi/ fungsi seksual
- Adanya saddle back anestesia/ hipestesia
- Adanya kelemahan tungkai dan gangguan gaya lain
NPB yang disebabkan oleh penyakit spinal yang serius (red flags)6
-
Kelainan patologik spinal yang serius antara lain keganasan tulang vertebra, radang spinal dan
sindrom kauda equina. Red flags adalah gejala dan tanda yang dapat menunjukkan kemungkinan
adanya suatu kondisi patologis spinal yang serius. Berikat merupakan kriteria red flags:6
Usia: <20 tahun atau >55 tahun
Ada riwayat jatuh atau trauma pada tulang belakang
Nyeri dada dan gangguan bentuk tulang belakang
Terdapat kelemahan dan kesemutan pada kaki
Terdapat gangguan kencing dan buang air besar
Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan
Demam dan merasa kurang sehat
Penggunaan steroid yang rutin dalam waktu yang lama
Memiliki penyakit kencing manis atau penyakit lain yang menurunkan daya tahan tubuh
Memiliki riwayat tumor ganas (kanker) atau osteoporosis
Yellow flags adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk berkembangnya kondisi nyeri
kronik dan disabilitas jangka panjang. Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, stres
psikososial, mood yang depresif, beratnya nyeri dan pengaruh ke fungsional, episode nyeri
pinggang sebelumnya, dan harapan pasien.7
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Pada anamesis didapatkan nyeri diskogenik yang akan bertambah berat apabila duduk,
membungkuk, batuk, bersin atau kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan dari intradiscal.
Lalu diperhatikan kapan mulai timbulnya keluhan, bagaimana mulai timbulnya keluhan, lokasi
nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang
memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga
penderita penyakit yang sama. Perlu juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf
seperti adanya nyeri radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle
anestesi.8

Pemeriksaan Fisik
1. Posisi berdiri:
a. Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.
b. Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus, skoliosis, lordosis lumbal
(normal, mendatar, atau hiperlordosis), pelvis yang miring tulang panggul kanan dan
kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.
c. Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.
d. Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).
e. Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada sendi sakroiliaka, dan
lain-lain.
f. Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.
2. Posisi duduk:
a. Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.
b. Perhatikan bagian belakang tubuhnya.
3. Posisi berbaring :
a. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya.
b. Pengukuran panjang ekstremitas inferior.
c. Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.
4. Pemeriksaan neurologik,
a. Pemeriksaan sensorik
b. Pemeriksaan motorik : dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau fasikulasi otot
c. Pemeriksaan tendon
d. Pemeriksaan yang sering dilakukan
1. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque)
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava)
3. Tes Patrick dan Tes Contra Patrick
4. Tes Distraksi dan Tes Kompresi8
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
- Foto polos: Tidak direkomendasikan untuk evaluasi rutin NPB. Direkomendasikan untuk
mengenyampingkan adanya kelainan tulang dan pasien risiko tinggi terjadinya fraktur kompresi
seperti riwayat trauma vertebra, osteoporosis dan penggunaan steroid.6,8
- Mielografi, Mielo-CT, CT scan, MRI: Diindikasikan untuk mencari penyebab nyeri antara lain
tumor, HNP, perlengketan. MRI lebih unggul daripada CT Scan. Pada pasien dengan NPB
persisten dengan keluhan dan gejala radikulopati atau stenosis spinal, pemeriksaan MRI atau CT
Spinal hanya disarankan pada pasien yang merupakan kandidat untuk tindakan operasi.6,8
MRI dapat menggambarkan jaringan lunak dan sangat membantu dalam diagnosis sindrom
cauda equina. MRI dengan kontras gadolinium pada daerah lumbosakral adalah pemeriksaan
diagnostik pilihan untuk mencari kelainan patologi di conus medullaris dan cauda equina.9
Pemeriksaan Elekrofisiologik
- Elecromyography (EMG): Needle EMG dan H-reflex dianjurkan bila dugaan disfungsi radiks
lebih dari 3 4 minggu. Bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis,
pemeriksaan elektrofisiologik tidak dianjurkan.8
- Somatosensory Evoked Potensial (SSEP). Berguna untuk stenosis kanal dan mielopati spinal.8
Pemeriksaan Laboratorium8
- Laju endap darah, darah perifer lengkap, C-reactive protein (CRP), faktor rematoid, alkali
fosfatase/asam, kalsium (atas indikasi)
- Urinalisis, berguna untuk penyakit non spesifik seperti infeksi, hematuri.
- Pemeriksaan cairan serebrospinal (atas indikasi)

Pemeriksaan Gold standard


Untuk pemeriksaan terbaik adalah dengan menggunakan Magnetic resonance imaging
karena dengan pemeriksaan tersebut dapat mendiagnosis terjadinya kompresi pada tulang
belakang.
SINDROM MEDULA SPINALIS
Tabel 2: Jenis-jenis Sindroma Medula Spinalis9

Sindroma Kausa Utama Gejala dan Tanda Klinis

Hemicord (Brown Trauma tembus, Paresis UMN ipsilateral di bawah lesi dan LMN
Sequard syndrome) kompresi ekstrinsik setinggi lesi dan LMN setinggi lesi.
Gangguan eksteroseptif (nyeri dan suhu)
kontralateral
Gangguan proprioseptif (raba dan tekan) ipsilateral

Sindroma Spinalis Cedera yang Paresis LMN setinggi lesi, UMN dibawah lesi
Anterior menyebabkan HNP Dapat disertai disosiasi sensibilitas
pada T4-6 Gangguan eksteroseptif, proprioseptif normal
Disfungsi sfingter

Sindroma Spinalis Paresis lengan > tungkai


Hematomielia, traua
Sentral Servical spinal (fleksi- Gangguan sensorik bervariasi
ekstensi) (disetesia/hiperestesia) di ujung distal lengan
Disosiasi sensibilitas
Disfungsi miksi, defekasi, dan seksual

Sindroma Spinalis Trauma, infark Paresis ringan


Posterior arteri spinalis Gangguan eksteroseptif (nyeri/parestesia) pada
posterior punggung, leher, dan bokong
Gangguan proprioseprif bilateral

Sindroma konus Gangguan motoric ringan, simetris, tidak ada atrofi


Trauma lower sacral
medularis cord Gangguan sensorik saddle anesthesia, muncul lebih
awal, bilateral, ada disosiasi sensibilitas
Nyeri jarang, relative ringan, simetris, bilateral
pada daerah perineum dan paha
Reflex Achilles (-), reflex patella (+)
Disfungsi sfingter terjadi dini dan berat
Reflex bulbocavernosus dan anal (-)
Gangguan ereksi dan ejakulasi

Sindroma Cauda Cedera akar saraf Gangguan motoric sedang sampai berat, asimetris,
Equina lumbosacral dan atrofi (+)
Gangguan sensibilitas saddle anesthesia, asimetris,
timbul lebih lambat, disosiasi sensibilitas (-)
Nyeri menonjol, hebat, timbul dini, radicular,
asimetris
Gangguan reflex bervariasi
Gangguan sfingter timbul lambat, jarang berat,
reflex jarang terganggu, disfungsi seksual jarang

Penatalaksanaan
Terapi konservatif

Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik
pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. 90%
pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya sisanya yang membutuhkan pembedahan.

Terapi konservatif untuk NPB, termasuk NPB akibat HNP meliputi:

Tirah baring

Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama yang
dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien
dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktivitas biasa.

Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan
punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan
memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.

Medikamentosa
1. Analgetik dan NSAID (Calecoxib, Ibuprofen, Naproxen, Ketoprofen)
2. Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot
3. Kortikosteroid : pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat
dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
4. NPB kronik: Anti konvulsan (Pregabalin, gabapentin, karbamazepin,
okskarbasepin, fenitoin), antidepressan (amitriptilin, duloxetin, venlafaxin),
alpha blocker (klonidin, prazosin), opiod (kalau sangat diperlukan). Kombinasi
pregabalin dan celecoxib lebih efektif menurunkan skor nyeri pada NPB
dibanding dengan monterapi pregabalin atau celecoxib.6,8

Terapi fisik

Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat.
Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan
korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.
Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. Pada
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema.
Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis. Sebagai penyangga korset dapat
mengurangi beban pada diskus serta dapat mengurangi spasme.
Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada punggung seperti jalan
kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan
bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan
jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon
sehingga aliran darah semakin meningkat.
Latihan kelenturan
o Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra lumbosakral tidak
sepenuhnya lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan sebagai keluhan kencang.
o Latihan untuk kelenturan punggung adalah dengan membuat posisi meringkuk seperti
bayi dari posisi terlentang. Tungkai digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk
menghasilkan posisi knee-chest, panggul diangkat dari lantai sehingga punggung
teregang, dilakukan fleksi bertahap punggung bawah bersamaan dengan fleksi leher
dan membawa dagu ke dada. Dengan gerakan ini sendi akan mencapai rentang
maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2 kali sehari.
Latihan penguatan
o Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan belakang dari
posisi berbaring.
o Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan kembali
diluruskan dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser tumit).
o Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut dan
punggung fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan pada lantai
dan panggul diangkat pelan-pelan dari lantai, dibantu dengan tangan yang bertumpu
pada lantai. Latihan ini untuk meningkatkan lordosis vertebra lumbal.
o Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm, kemudian
punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari dinding sehingga
punggung menekan dinding. Latihan ini untuk memperkuat muskulus kuadriseps.
o Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting karena otot
hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra lumbosakral termasuk
pada anulus diskus posterior, ligamen dan otot erector spinae. Latihan dilakukan dari
posisi duduk, kaki lurus ke depan dan badan dibungkukkan untuk berusaha
menyentuh ujung kaki. Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri.
o Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang pada 2 kaki,
kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti semula. Gerakan ini
dilakukan 10 kali.
o Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut, meluruskan
kaki yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20 cm dan tahan selama 1-5
detik. Turunkan kaki secara perlahan. Latihan ini diulang 10 kali.
o Proper body mechanics: Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh
yang baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:

o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak dan lurus.
Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
o Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir tempat
tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan berubah ke
posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk membantu
posisi berdiri.
o Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser
posisi panggul.
o Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan diangkat
dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
o Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak jongkok,
punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut. Dengan
punggung lurus, beban diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang
diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan kaki
harus berubah posisi secara bersamaan.
o Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok dengan wc
duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung saat
bangkit.

Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu secara teratur
maka diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik sebanyak 20-40%
dibandingkan saat NPB akut.

Memberikan program rehabilitasi untuk 3 waktu yang berbeda yaitu:


1. Fase akut dapat dilakukan terapi konservatif berupa pemberian penanganan awal seperti
pemberian analgetik, anti inflamasi, dan terapi fisik.
2. Fase recovery fokus dari terapi pada fase ini adalah fungsi dari biokimia dan deficit jaringan ikat
. Dapat pula dimulai latihan fisik ringan untuk memperkuat otot.
3. Fase maintenance fakus dari terapi pada fase adalah untuk mencegah agar rasa nyeri kembali
menyerang

Terapi Bedah
Selain diberikan terapi obat dapat juga dilakukan terapi bedah. Terapi bedah yang dapat
dilakukan apabila terjadi herniasi diskus intravertebralis adalah microdiscectomy dan
laminectomy
Terapi bedah memerlukan indikasi yang ketat untuk mencegah terjadinya failed back syndrome
(kegagalan dan kekambuhan setelah operasi). Terapi pembedahan perlu dipertimbangkan pada
keadaan sebagai berikut:8
Setelah satu bulan dirawat konservatif tidak ada kemajuan
Iskhialgia yang berat sehingga pasien tidak mampu menahan nyerinya
Iskhialgia menetap atau bertambah berat.
Adanya gangguan miksi/defekasi dan seksual
Adanya bukti klinis terganggunya radiks
Ada kelemahan otot tungkai bawah

Prognosis
1. Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif.
2. Sebagian kecil dapat berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
3. Pada pasin yang dioperasi: 90 % membaik terutama nyeri tungkai, kemungkinan terjadinya
kekambuhan adalah 5%.
Pembahasan Kasus

Ny S berumur 64 tahun datang ke polikinik saraf dengan keluhan bahawa jari tangan
kanannya terasa seperti kaku terutama setelah bangun dari tidur pada subuh hari. Kakunya
dirasakan dari ujung jari sehingga ke pangkal jari. Pasien mengatakan keluhan di semua jari
tangan kanannya timbul sudah hampir 9 bulan yang lalu dimulai dengan nyeri di ujung-ujung
jari, nyerinya itu di rasakan seperti kesetrum, kesemutan di semua jarinya dirasakan lebih
dominan pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan jari manis. Nyerinya hilang timbul dan
memberat terutama pada malam hingga pagi hari sehingga jika lagi nyeri dan kesemutan Saat ini
pasien sudah mulai merasakan baal pada hujung jarinya.

Sesuai dengan buku Penuntun Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik, Buku Pedoman


Standar Pelayanan medis (SPM) & Standar Prosedur Operasional (SPO) dan Neurology dimana
pasien dengan adanya nyeri neuropatik yaitu nyeri yang di dahului oleh lesi atau gangguan saraf
perifer berdasarkan keluhan nyeri berupa kesemutan, rasa terbakar. Letak lesinya adalah n.
medianus karena keluhannya terutama pada pergelangan, tangan dan ujung jari dengan memberat
pada malam hari. Di sini ditegakkan diagnosis sindrom terowongan karpal karena ditemukan
tanda tinel positif serta bisa juga ditemukan atrofi otot tenar. Tetapi pada pasien ini atrofi otot
tenarnya masih ringan pada kedua tangannya.

Pada pemeriksaan penunjang, pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan darah,


kemungkinan untuk diagnosis banding bagi sindrom terowongan karpal tetap ada karena belum
dapat dinyatakan dengan pasti. Antara diagnosis banding yang dapat dipikirkan adalah neuropati
lainnya seperti cervical syndrome karena pasien turut mengeluhkan nyeri yang menjalar dan rasa
kaku sampai ke leher. Untuk pasien ini dilakukan pemeriksaan EMG-NVC dan didapatkan hasil
mempunyai keduanya cervical syndrome dan CTS gred III.

Pasien juga mengatakan sejak 6 bulan terakhir ini nyeri ini menjalar sampai ke bahu dan
leher kanan sehingga pasien merasakan kaku dan sulit untuk mengangkat tangan kanannya.
Psaien juga mengeluhkan nyeri punggung terutama kanan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan nyeri
pinggang ini mungkin disebabkan oleh HNP atau keluarnya nukleus pulposus dari discus hingga
menekan medulla spinalis mengakibatkan iritasi dan penekanan radiks saraf sehingga di daerah
iritasi terasa nyeri yang menjalar. Gejala ini sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena.
Hal ini harus dibuktikan dengan lebih tepat dengan pemeriksaan MRI. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan anggota gerak bagian bawah dalam pergerakan tidak ditemukan kelainan, kekuatan
5555/5555, normotonus, tidak ada atrofi sensibilitas baik. Refleks fisiologis dalam batas normal.
Refleks patologis (-), Tanda rangsal meningeal laseque +/+, tanda kernig +/+, patrick -/-,
kontrapatrick -/-. Pada pasien ini tidak dicurigai adanya sindrom kauda equina dikarenakan dari
gejala klinis, pasien masih tergolong dalam keadaan yang masih ringan karena tidak adanya
gangguan motoric sedang sampai berat dan atrofi (kekuatan motorik masih bagus), tidak ada
gangguan sensibilitas saddle anesthesia dan tidak ada gangguan sfingter(tidak ada keluhan BAK
dan BAB). Untuk pasien ini sementara ini diambil diagnosis nyeri punggung bawah curiga
karena HNP.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan Gabapentin 200mg sebelum tidur dan racikan
(Paracetamol 300mg/ Tramadol 25mg/ Pregabalin 25mg) diminum dua kali sehari sekiranya
nyeri. Gabapentin merupakan analgetik antikonvulsan, digunakan untuk mengobati epilepsy
namun turut mempunyai efek pada neuropati perifer sehingga dapat diberikan pada pasien ini.

Prognosis pada pasien ini adalah bonam pada fungsionam dan vitam namun diragukan
pada sanationam karena penjepitan saraf ini tidak dapat kembali kepada asal kecuali dengan
pembedahan.

Daftar Pustaka

1. Andradi S. Penuntun Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Edisi Kedua. FFKUI. Jakarta .2007.
2. Sylvia A.P, Lorraine M.W. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta. 2006.
3. Joyce L. Anisa B, Katia C. Crash Course Neurology. United Kingdom. 2002.
4. Soemarmo M. Penuntun Neurologi. FKUI. Jakarta. 2006.
5. S.M. Lumbantobing. Pemeriksaan Fisik dan Mental neurologi Klinik. FKUI. 2012.
6. H. Jusuf.M, M. Kurniawan.S, Adre.M, Abdul B.H, Buku Pedoman Standar Pelayanan
Medis(SPM) & Standar Prosedur Operasional (SPO) Neurologi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2006.
7. M.Baehr, M.Frotscher;alih bahasa Alifa.D. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi ke-4.
Jakarta. 2010.
8. Andi B, Sofiati D. Kegawatdaruratan Neurologi. Edisi pertama. UNPAD. Bandung. 2009.

Anda mungkin juga menyukai