Anda di halaman 1dari 14

Dermatitis Kontak Iritan Pada Tangan

Kelompok B9
Nurul Aisyah Ismail (102009297)
Prisilia Lewerissa (102011093)
Nico Stefan (102012010)
Fina Otta Apelia (102012086)
Putri Aprilia Rahmawati (102012272)
Elizabeth Angelina (102012354)
Fanly (102012362)
Muhammad bin Shahrulzaman (102012489)
Nur Shahada binti Kasunadi Natar (102012510)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. (021) 56942061

Pendahuluan
Dermatitis (ekzem) adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
effloresensi polimorfik (eritema, edema, papul vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik).
Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar
(eksogen) seperti bahan kimia (contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar,
suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat juga dari dalam (endogen) seperti dermatitis
atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya secara pasti. Dermatitis ada beberapa macam
dan yang akan dibahas pada penulisan ini adalah terkait dengan dermatitis kontak iritan.1
Dermatitis kontak merupakan peradangan kulit yang akut atau kronik akibat terpajan
iritan (dermatitis iritan) atau alergen (dermatitis alergik). Lokasi dermatitis di kulit sesuai tempat
pajanan.2
Anamnesis
Seorang perempuan usia 25 tahun datang dengan keluhan kedua tangan gatal sejak 2
minggu yang lalu. Makin lama gatal makin parah, disertai perih dan kemerahan. Kulit tangan
juga menjadi kering. Pasien seorang ibu rumah tangga yang pembantunya pulang.
Ditanyakan keluhan utamanya apa dan sejak kapan. Diketahui dari skenario keluhan
utamanya gatal sejak 2 minggu yang lalu. Kemudian untuk riwayat penyakit sekarang (RPS)
ditanyakan gatal dimana, bila berkeringat bertambah gatal atau tidak, waktu gatalnya kapan
(terus menerus atau tidak), disertai perih atau tidak. Dari skenario didapatkan gatal pada kedua
tangan, semakin lama gatal semakin parah dan disertai perih. Dapat ditanyakan apa ada keluhan
penyerta lain seperti demam, berat badan menurun dan lemas. Untuk riwayat penyakit dahulu
ditanyakan apa pernah mengalami keluhan seperti sekarang atau alergi atau memiliki penyakit
diabetes melitus. Untuk riwayat penyakit keluarga ditanyakan apa di keluarga (khususnya yang
serumah) ada yang memiliki keluhan yang sama atau mengalami alergi atau memiliki penyakit
diabetes melitus. Untuk riwayat sosial dan kebiasaan dapat ditanyakan kegiatan sehari-harinya
bagaimana, tempat tinggal seperti apa kebersihannya, bagaimana kebiasaan mandinya, dan

sebagainya. Dari skenario didapatkan bahwa ibu tersebut seorang ibu rumah tangga yang
pembantunya sedang pulang.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien yang perlu diketahui adalah warna kulit, suhu kulit,
kelembaban kulit, tekstur kulit dan lesi pada kulit. Dari skenario diketahui ada perubahan warna
kulit tangan yaitu menjadi kemerahan, kelembaban kulit kering dan adanya skuama.
Pemeriksaan Penunjang
Uji Tempel
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang secara rutin dan
dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat
langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air
untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, maka harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan
yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk
yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga karena penyebab
alergi. Apabila pakaian, sepatu, sendal,atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka
uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang
tidak dibubuhi bahan pengawet/air. Lalu ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber,
dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam.1
Hal yang harus diperhatikan dalam uji tempel adalah :
- Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat maka dapat
terjadi reaksi "angry back" atau "excited skin", reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan
penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.
- Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid sistemik
dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik
tidak mempengaruhi hasil tes kecuali karena diduga urtikaria kontak.
- Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3
sampai ke-7 setelah aplikasi.

- Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar, karena
memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48
jam, dan menjaga agar punggung selalu kering, setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan
terakhir selesai.
- Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat
urtikaria dadakan, karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau
minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut :
1 = reaksi lemah (nonvesikuler) : eritema, infiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT = Not Tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau
96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara
respon alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen.1

Diagnosis
Working Diagnosis
Working diagnosis yang dipilih adalah dermatitis kontak iritan. Dermatitis kontak iritan
merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa
didahului proses sensitisasi. 1,2
Differensial Diagnosis
Differensial diagnosis yang dipilih adalah dermatitis kontak alergik dan dermatitis
venenata. Dermatitis kontak alergik merupakan reaksi peradangan kulit yang sebelumnya telah
mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.1 Dermatitis venenata adalah dermatitis kontak
iritan yang disebabkan oleh terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput,
bunga, pohon mahoni, kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel dan bawang. Bahan
aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab.2
Dermatitis Kontak Alergik
Jumlah penderita dermatitis kontak alergik (DKA) lebih sedikit dibandingkan dengan
penderita DKI karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Diperkirakan jumlah DKA maupun DKI akan makin betambah seiring dengan bertambahnya
jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Penyebab DKA
adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (<1000 dalton),
merupakan alergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif,
dapat ,menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup).
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis
per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan,
vehikulum dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan
stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit,
terpajan sinar matahari).
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA yaitu mengikuti respons imun yang
diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu

hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA.
Dermatitis alergik terjadi karena sel Langerhans mengolah dan menyajikan suatu alergen
ke sel T di dekatnya. Sel T menanggapi nya dengan respon hipersensitivitas tipe IV terhadap
alergen. Respons tersebut berlangsung lambat, bisa beberapa jam atau hari untuk muncul.
Penyebab dermatitis alergik yang sering dijumpai adalah poison ivy atau poison oak dan bahanbahan kimia yang terdapat pada perhiasan. Penyebab dermatitis iritan yang tersering adalah
deterjen, sabun, pembersih peralatan rumah tangga dan insektisida.2
Fase sensitisasi dimulai dengan hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum
korneum akan ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara
kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi
antigen lengkap. Pada awalnya sel Langerhans dalam keadaan istirahat dan hanya berfungsi
sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Tetapi setelah keratinosit
terpajan oleh hapten yang juga memiliki sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan
mengaktifkan sel Langerhans sehingga mampu menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan
mengubah fenotip sel Langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu (misalnya IL-1)
serta ekspresi molekul permukaan sel termasuk MHC class I dan II, ICAM-1, LFA-3 dan B7.
Sitokin proinflamasi lain yang dlepaskan oleh keratinosit yaitu TNF yang dapat mengaktifasi
sel-T, makrofag dan granulosit, menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin
juga meningkatkan MHC kelas I dan II. TNF menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel
Langerhans pada epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel
Langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui
saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel Langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DRantigen kepada sel T penolong spesifik, yaitu yang mengekspresikan molekul CD4 ynag
mengenali HLA-DR sel Langerhans dan kompleks reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen
yang telah diproses. Ada atau tidak adanya sel T spesifik ini ditentukan secara genetik. Sel
Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel T untuk mensekresi IL-2 dan mengekspresi
reseptor IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel T spesifik, sehingga menjadi
lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel T memori (sel T teraktivasi) akan meninggalkan kelenjar
getah bening dan beredar keseluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi.

Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Menurut konsep danger signal (sinyal
bahaya) bahwa sinyal antigenik murni suatu hapten cenderung menyebabkan toleransi,
sedangkan sinyal iritannya menimbulkan sensitisasi. Terjadinya sensitisasi kontak bergantung
pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri, dari ambang rangsang
yang rendah terhadap respon iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang meradang atau
kombinasi dari ketiganya. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasaldari
sinyal antigenik sendiri, melainkan dari iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi
iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.1,3
Fase elisitasi atau fase kedua, hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang
alergen (hapten). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans dan
diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di
permukaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang
telah tersensitisasi (sel T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses
aktivasi. Di kulit proses aktivasi lebih kompleks dengan hadirnya sel-sel lain. Sel Langerhans
mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel T untuk memproduksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R,
yang akan menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi sel T di kulit. Sel T teraktivasi juga
mengeluarkan IFN- yang akan mengaktifkan keratinosit mengekspresi ICAM-1 dan HLA-DR.
Adanya ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel T dan leukosit yang
lain yang mengekspresi molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkinkan presentasi antigen
kepada sel tersebut. HLA-DR juga dapat merupakan target sel T sitotoksik pada keratinosit.
Keratinosit menghasilkan juga sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF dan GMCSF,
semuanya dapat mengaktivasi sel T. IL-1 dapat menstimulasi keratinosit menghasilkan
eikosanoid. Sitokin dan eikosanoid ini akan mengaktifkan sel mast dan makrofag. Sel mast yang
berada di dekat pembuluh darah dermis akan melepaskan antara lain histamin, berbagai jenis
faktor kemotaktik, PGE2 dan PGD2 dan leukotrien B4 (LTB4). Eikosanoid baik yang berasal
dari sel mas (prostaglandin) maupun dari keratinosit atau leukosit menyebabkan dilatasi vaskular
dan meningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan kinin mudah
berdifusi ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu faktor kemotaktik dan eikosanoid akan
menarik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari pembuluh darah masuk ke dalam dermis.
Kejadian tersebut akan menimbulkan respons klinik DKA. Fase elisitasi umumnya berlangsung
antara 24-48 jam.1

Gejala DKA adalah umumnya gatal. Untuk yang akut dimulai dengan bercak eritematosa
yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula
dapat pecah menimbulkan erosi atau eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya
kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang
kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak
jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronik, mungkin penyebabnya
juga campuran.1

Gambar 1. Dermatitis Kontak Alergik4


Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, deterjen, minyak, pelumas, asam alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang
terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut dan
vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud adalah lama kontak,
kekerapan (terus menerus atau berselang), juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban
lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga ikut mempengaruhi pada dermatitis kontak
iritan (DKI), misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam
lebih tahan daripada kulit putih); jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita);
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan
menurun), misalnya dermatitis atopik.1

Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin)
merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus
membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti. Kerusakan membran
mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet
activating factor (PAF) dan inosotida (IP3). AA diubah menjadi prostaglandin (PG) dan
leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi , dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin,
LT dan PG lain dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular. DAG dan secong
mesenggers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1)
dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GCSF). IL-1 mengaktifkan sel Tpenolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi
autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan
adesi intrasel-1 (ICAM -1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF, suatu
sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi
ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin. Kejadian tersebut menimbulkan gejala
peradangan klasik di tempat terjadinya kontak kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila
iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak,
dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi
dankehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.1

Gejala Klinis

Gambar . Dermatitis Kontak Iritan4


Kelainan kulit sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala
akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak faktor yang
mempengaruhi sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu faktor individu (ras,usia, lokasi, atopi,
penyakit kulit lain), faktor lingkungan (misalnya suhu, kelembaban udara dan oklusi).
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang mengklasifikasikan DKI
menjadi 10 macam yaitu: DKI akut, lambat akut (acute delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif,
traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, noneritematosa dan subyektif. Ada
juga yang membaginya menjadi 2 kategori yaitu mayor, yang terdiri atas DKI akut termasuk luka
bakar kimiawi dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri atas: DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI
traumatik, DKI eritematosa dan DKI subyektif.1
DKI Akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut. Penyebab DKI
akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam hidroklorid atau basa kuat,
misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera
timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan,
terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat
berupa eritema, edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas dan
pada umumnya asimetris.1
DKI Akut Lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut tetapi baru muncul 8-24 jam atau
lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut lambat, misalnya
podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat. Contohnya
adalah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis
venenata); penderita baru merasa pedih keesokan harinya,pada awalnya terlihat eritema dan sore
harinya sudah menjadi vesikel bahkan nekrosis.1
DKI Kumulatif
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi; nama lainnya adalah dermatitis kronis.
Penyebabnya ialah kontak berulang dengan iritan lemah (faktor fisis, misalnya gesekan, trauma
mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan misalnya detergen, sabun, pelarut,
tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif dapat terjadi karena kerjasama faktor. Mungkin suatu
bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu
menyebabkan dermatitis bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak
berminggu-minggu atau berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu
dan rentetan kontak merupakan faktor penting. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema,
skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus
berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang
cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan penderita biasanya rasa
gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Dapat juga kelainan hanya berupa kulit kering atau
skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah dirasakan menganggu baru
mendapat perhatian. DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu sering
ditemukan di tangan dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain. Contoh pekerjaan beresiko
tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang cuci, kuli bangunan, montir di bengkel, juru masak,
tukang kebun dan penata rambut.1
Reaksi Iritan
Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang terpajan dengan
pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama
pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul dan erosi.

Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat
berlanjut menjadi DKI kumulatif.1
DKI Traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala seperti
dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu. Sering terjadi di tangan.1
DKI Noneritematosa
DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan fungsi sawar
stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.1
DKI Subyektif
Disebut juga DKI sensori. Kelainan kulit tidak terlihat namun penderita merasa seperti
tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu misalnya
asam laktat.1
Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui.
Hal ini disebabkan oleh karena banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat
atau bahkan tidak mengeluh. Tetapi, dari hasil survey sebelumnya, terkait hubungan penyakitpekerjaan, 50% dermatitis kontak iritan diakibatkan oleh cedera waktu bekerja dan yang paling
sering terkena adalah tangan.1,5
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada dermatitis kontak iritan adalah lesi kulit menjadi
infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus, dapat terjadi neurodermatitis sekunder, dan
sebagainya. 6

Penatalaksanaan
Hindari pajanan bahan iritan baik yang bersifat mekanik maupun kimiawi, serta
menyingkirkan faktor yang memperberat. Jika diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat
diberikan kortikosteroid topikal misalnya hidrokortison atau untuk kelainan kronis dapat diawali
dengan kortikosteroid yang lebih kuat.1
Prognosis
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna
maka prognosis kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya
multifaktor.1
Edukasi
Dermatitis di tangan dapat menjadi masalah dalam diagnosis dan terapinya. Sering
disertai adanya faktor atopik, iritan dan alergi. Penggunaan sarung tangan katun di dalam sarung
tangan karet untuk semua pekerjaan kotor dan basah sangat dianjurkan. Pemberian krim
pelindung sebagai profilaksis jika terdapat risiko dalam pekerjaan atau industri.7
Kesimpulan
Pasien mengalami dermatitis kontak iritan dimana dermatitis terjadi akibat adanya kontak
dengan bahan kimia seperti bahan-bahan pembersih rumah tangga.
Daftar Pustaka
1. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal 129-38.
2. Abdullah B. Dermatologi pengetahuan dasar dan kasus di rumah sakit. Indonesia: Pusat
Penerbitan Universitas Airlangga; 2009. hal 94-96.
3. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
Hal 107-8.
4. Sumantri MA, Febriani HT, Musa ST. Dermatitis kontak. Yogyakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada;2009.
5. Isselbacher, Braunwauld, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison: prinsip ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999. Hal 317-18.

6. Hogan
DJ.
Irritant
contact
dermatitis.
Diunduh
dari
emedicine.medscape.com/article/1049353-overview#showall. 16 April 2014. Diunduh
tanggal 20 April 2014.
7. Davey P. At a glance medicine. Jakarta :Penerbit Erlangga; 2006. Hal 401.

Anda mungkin juga menyukai