Anda di halaman 1dari 62

Kasus Saraf

Ker

Pembimbing:
Dr. Dini Adriani, SpS

oleh:
Olivia Josephine
11 2012 094

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RSU BHAKTI YUDHA, DEPOK
PERIODE 11 NOVEMBER- 14 DESEMBER 2013

1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Presentasi : Kamis, 22 Agustus 2013
ILMU PENYAKIT SARAF
RSU BHAKTI YUDHA
Nama : Olivia Josephine
NIM : 11 – 2012 – 094

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Tempat/tanggal lahir : Medan/26-october-1965
Umur : 48 tahun
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Perum Grand Sawangan D1/11 Jl. Mangga tiga pasir putih
Jenis kelamin : Laki - laki
Status perkawinan : Belum Menikah
No. RM : 00302841
Ruang rawat : ICU

PASIEN DATANG KE TEMPAT PRAKTEK


Sendiri / bisa jalan / tak bisa jalan / dengan alat bantu
Diantar oleh keluarga : ya/ tidak

I. SUBJEKTIF
Anamnesis : alloanamnesis (Adik) tanggal 13/11/2013 Jam 06.10 WIB

Tanggal masuk rumah sakit : 6 November 2013


1. Keluhan utama
Penurunan kesadaran sejak 3 hari SMRS

2
2. Riwayat penyakit sekarang
Os datang ke IGD RS Bhakti Yudha pada tanggal 6 November 2013 setelah
mengalami penurunan kesadaran sejak 3 hari SMRS, Pada saat penurunan kesadaran,
keluarga tidak melihat penurunan kesadaran itu saat beristirahat atau saat melakukan
kegiatan tertentu karena pasien tinggal sendirian. Os tampak lemas dan karena tidak
mau makan dan minum walaupun sebetulnya pasien tidak memiliki kesulitan menelan
makanan. Os cenderung menutup matanya sejak dibawa ke rumah sakit.
Menurut keterangan dari keluarga OS, Os sebelum mengalami penurunan
kesadaran Os mengeluhkan adanya sakit kepala yang cukup berat, rasa seperti
berputar saat perubahan posisi, saat terkena cahaya dan keramaian disangkal serta
mengalami kesulitan bicara. Saat menjalani perawatan, Os sempat muntah 1 kali,
berisi air dan sedikit ampas dan tidak ada trauma sebelum penurunan kesadaran serta
riwayat kejang disangkal. Pasien mempunyai riwayat stroke kurang lebih 2 bulan
yang lalu saat Os berada di medan, tangan dan kaki disebelah kanan terasa lemas dan
berat akan tetapi stroke tidak menyebabkan keterbatasan pada pasien dimana pasien
masih dapat berjalanan, makan, dan lainnya sendiri tanpa bantuan. Os juga merupakan
seorang perokok berat. Riwayat merokok sudah lebih dari 20 tahun.
Pada saat dilakukan pemeriksaan di IGD RSU Bhakti Yudha, Os cenderung tidur
tetapi masih bisa dibangunkan dengan panggilan namun sulit diajak berkomunikasi
seolah-olah tidak mengerti apa yang diinstruksikan dan tidak memberi reaksi terhadap
perintah yang diberikan, pasien terlihat agak sulit menggerakkan tangan dan kaki
kanannya. Os masih dapat berbicara satu-satu kata namun tidak jelas karena pelo di
muka kanan. Kelopak mata pasien tampak turun disebelah kanan, Namun penurut
pengakuan keluarga Os tidak pernah mengeluh penglihatan ganda.
Os mempunyai riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak kira-kira 10 tahun
yang lalu. Akan tetapi OS tidak minum obat secara teratur. Riwayat sakit jantung,
diabetes Mellitus disangkal. Riwayat penggunaan obat-obatan tertentu sebelum
kejadian disangkal, riwayat batuk pilek dan demam sebelum kejadian disangkal,
riwayat trauma di kepala sebelumnya juga disangkal.

3. Riwayat penyakit dahulu


Hipertensi (+)
Diabetes Mellitus (-)
Riwayat sakit dada kiri / jantung berdebar / sesak dada / penyakit jantung (-)

3
Riwayat stroke (+)
Riwayat trauma (-)

4. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat Diabetes mellitus (-)
Riwayat Stroke (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat sakit dada kiri / jantung berdebar / sesak dada / penyakit jantung (+)

5. Riwayat sosial dan ekonomi


Sosial : Baik
Ekonomi : Baik

II. OBJEKTIF
1. STATUS PRESENS
a. Keadaan umum : tampak sakit berat
b. GCS : E3 M6 V3
c. TD : 210/110 mmHg
d. Nadi : 88x/menit, reguler
e. Pernafasan : 17 x/menit
f. Suhu : 36,50C
g. Sat O2 : 98%
h. BB : 75 kg
i. Kepala : normocephal, distribusi rambut merata, konjungtiva anemis (-
/-), sclera ikterik (-/-)
j. Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB dan tiroid, JVP tidak
meningkat
k. Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
l. Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
m. Perut : Supel, BU (+) 4x permenit, nyeri tekan (-)
n. Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+)

2. STATUS PSIKIS
a. Cara berpikir : sulit dinilai
b. Perasaan hati : tampak Gelisah

4
c. Tingkah laku : afasia
d. Ingatan : sulit dinilai
e. Kecerdasan : sulit dinilai

3. STATUS NEUROLOGIS

a. Kepala
1) Bentuk : normosefali
2) Nyeri tekan : (-)
3) Simetris : (+)
4) Pulsasi : (-)
b. Leher
1) Sikap : simetris
2) Pergerakan : bebas

c. Tanda-tanda peransangan meningeal


 Kaku kuduk : (+)
 Kernig : negative
 Brudzinski I : negative
 Brudzinski II : negative
 Brudzinski III : negative
 Lasegue : negative
 Kernig : negative

d. Nervus kranialis
N. I (Olfactorius) kanan kiri
Sulit dinilai sulit dinilai
N. II (Optikus) kanan kiri
Tajam penglihatan sulit dinilai sulit dinilai
Lapangan penglihatan sulit dinilai sulit dinilai
Pengenalan warna tidak dilakukan tidak dilakukan
Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan
Pupil
Diameter 2mm 4mm
Bentuk bulat bulat

5
Posisi sentral sentral
Isokor anisokor isokor
RCL (+) Normal (+) normal
RCTL (+) Normal (+) normal

N. III (Okulomotorius) kanan kiri


Kelopak mata ptosis normal
Gerakan mata :
Superior bisa bisa
Inferior bisa bisa
medial gerakan minimal bisa
lateral bisa bisa
endolftalmus tidak ada tidak ada
eksoftalmus tidak ada tidak ada
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Doll’s eye manuver (-) (+)normal
N.IV (Trokhlearis) kanan kiri
Gerak mata ke lateral
Bawah tidak dapat diperiksa tidak dapat diperiksa
Strabismus - -
Diplopia - -

N.V (Trigeminus) kanan kiri


Membuka mulut spontan spontan
Sensibilitas sulit dinilai Sulit dinilai
Reflek kornea tidak dilakukan tidak dilakukan
N.VI (Abdusen) kanan kiri
Gerakan mata :
Superior bisa bisa
Inferior bisa bisa
medial gerakan minimal bisa
lateral bisa bisa
Doll’s eye manuver (+) normal (+) normal

6
Strabismus divergen - -
Diplopia sulit dinilai sulit dinilai

N.VII (Fasialis) kanan kiri


Mengerutkan dahi tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Kerutan kulit dahi tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Menutup mata tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Lipatan nasolabial tidak dadapat dinilai tidak dapat dinilai
Sudut mulut tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Menringis tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Memperlihatkan gigi tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Bersiul tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Perasaan lidah tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
2/3 depan
N.VIII (Vestibulo- Kokhlearis)
Sulit dnilai (Test kalori tidak dilakukan)
N.IX (Glossofaringeus) kanan kiri
Gag reflex Positif Positif
N.X(Vagus)
Uvula tidak tampak adanya deviasi
N.XI (Aksesorius)
Menoleh kanan, kiri,bawah tidak dapat dinilai
Angkat bahu tidak dapat dinilai
Trofi otot bahu tidak dapat dinilai
N.XII (Hipoglossus)
Sikap lidah dalam mulut : tidak dilakukan
Julur lidah: : tidak dilakukan
Tremor: : tidak dilakukan
Artikulasi : tidak dilakukan

d. Badan dan anggota gerak


1) Badan
a. Motorik
Respirasi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis

7
b. Sensibilitas kanan kiri
Taktil Baik Baik
Nyeri Baik Baik
Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
Diskriminasi Baik Baik
c. Refleks
Refleks kulit perut atas : (+)
Refleks kulit perut bawah : (+)
Refleks kulit perut tengah : (+)

2) Anggota gerak atas


a. Motorik
Kesan hemiparese dextra
Atrofi (-)
b. Sensibilitas kanan kiri
Taktil Sulit dinilai Sulit dinilai
Nyeri (+) (+)
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Refleks kanan kiri
Biceps + ++
Triceps + ++
Tromner-Hoffman (+) (-)
3) Anggota gerak bawah
a. Motorik
Kesa hemiparese dextra

b. Sensibilitas kanan kiri


Taktil Sulit dinilai Sulit dinilai
Nyeri (+) (+)
Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
Diskriminasi Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Refleks kanan kiri
Patella +++ +
Achilles +++ +

8
Babinski - -
Chaddock - -
Klonus - -

4) Koordinasi, gait, dan keseimbangan


 Cara berjalan : Sulit dinilai
 Tes Romberg : Sulit dinilai
 Disdiadokokinesia : Sulit dinilai
 Ataksia : Sulit dinilai
 Dismetria : Sulit dinilai

5) Gerakan-gerakan abnormal
 Tremor : tidak ada
 Miokloni : tidak ada
 Khorea : tidak ada

6) Alat vegetatif
 Miksi : catéter +-400ml
 Defekasi : tidak dapat dikendalikan

RINGKASAN
Subjektif :
Subjektif :
Os mengalami penurunan kesadaran sejak 3 hari SMRS, tampak lemas dan tidak mau
makan dan minum. Pasien cenderung menutup matanya sejak dibawa ke rumah sakit. Os
mengeluhkan adanya sakit kepala yang cukup berat serta kesulitan bicara. Saat menjalani
perawatan, Os sempat muntah 1 kali, berisi air dan sedikit ampas dan tidak ada trauma
sebelum penurunan kesadaran serta riwayat kejang disangkal. Pasien mempunyai riwayat
stroke kurang lebih 2 bulan yang lalu. Riwayat merokok sudah lebih dari 20 tahun. Os
cenderung tidur tetapi masih bisa dibangunkan dengan panggilan namun sulit diajak
berkomunikasi dan tidak memberi reaksi terhadap perintah yang diberikan, pasien terlihat
agak sulit menggerakkan tangan dan kaki kanannya. Os masih dapat berbicara satu-satu
kata namun tidak jelas karena pelo di muka kanan. Kelopak mata pasien tampak ptosis
disebelah kanan, riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak kira-kira 10 tahun yang lalu.
DM (-), jantung (-) disangkal. riwayat kanker dikeluarga disangkal.

9
Objektif :
a. Keadaan umum : tampak sakit berat
b. GCS : E3 M6 V3
c. TD : 210/110 mmHg
d. Nadi : 88x/menit, reguler
e. Pernafasan : 17 x/menit
f. Suhu : 36,50C
g. Sat O2 : 98%
h. BB : 75 kg
i. Perut : Supel, BU (+) 4x permenit, nyeri tekan (-)
j. Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+)
k. Pupil anisokor, doameter 4mm/4mm, bulat, posisi sentral, RCL +/+ RCTL +/+
l. Hemiparese N. III (Okulomotorius) dextra
i. Kelopak mata ptosis
ii. Gerakan mata medial gerakan minimal
m.
o Pemeriksaan anggota gerak
Motorik : kesan hemiparese dextra
sensorik : rangsang sensorik tidak bisa dinilai.

Reflek Fisiologis
kanan kiri

Bisep + +
Trisep + +
KPR + +
APR + +

Refleks babinski positif pada kaki kanan

DIAGNOSIS
 Diagnosis klinis : penurunan kesadaran, hemiparesi dextra, afasia
sensorik transkortikal
 Diagnosis topis : cortex temporal sinistra
 Diagnosis etiology : vaskular

10
 Diagnosis patology : hemoragic

(2.5 * kesadaran) + ( 2 * muntah) + ( 2 * sakit kepala) + ( 0.1* diastol) – ( 3 * ateroma) – 12

Kesadaran
sadar 0
stupor 1
koma 2

muntah/sakit kepala dalam 2 jam


tidak 0
Ya 1

Atheroma(riwayat DM, angina,klaudikasio)


tidak 0
≥1 1

Diagnosis
>1 cerebral haemorrage

(2.5 x 1) + ( 2 x 1) + ( 2 x 1) + ( 0.1 x 110) – ( 3 x 1) – 12 = + 2.5  Stroke hemoragik

ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan laboratorium (Darah lengkap, elektrolit, Gula darah
sewaktu,fungsi hati, fungsi ginjal dll)
2. EKG
3. Foto rontgen torak AP
4. CT brain

RENCANA AWAL
Stroke Hemoragik
 Non medikamentosa
Tirah baring total dengan “head up” 30o.
Oksigen nasal kanul 3 liter/menit

11
 Medikamentosa
IVFD Ringer asetat 20 tetes per menit
Manitol 0.25-0.5 gram/KgBB/4-6jam , 250 cc selama 40 menit dilanjut 125
cc 4 kali tiap 6 jam
Asam traneksamat 2x1 ampul (50mg/ml @5ml) iv
citikoline 3 x 1 ampul (@500mg) iv
Perdipine 0,4 mikrogram (syringe pump)
omeprazole 2x1 amp
lactulosa 3x 10 cc
Paracetamol 4x 500 mg NGT
Laxadine 2x CI
Ranitidine 1x1 amp
Pasang NGT cek Analisa gas darah dan elektrolit

Perawatan penderita memegang peranan penting untuk mencegah timbulnya


penyakit.perawatan ditujukan pada pencegahan :

Perawatan penderita.
1. Kulit. Perawatan posisi diganti – ganti untuk mencegah dekubitus.
2. Anggota gerak. Dilakukan fisioterapi secara pasif, latihan dan pergerakan sendi untuk
mengelakkan terjadinya kontraktur. Anggota dalam posisi netral.
3. Monitoring. Pasien dipasang monitor untuk memastikan observasi keadaan umum
pasien dapat dilakukan semaksimal mungkin.
4. Traktus respiratorius. Pasien dipasang ventilator untuk memastikan patensi jalan
napas dan pasien mendapatkan ventilasi yang cukup.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Pemeriksaan EKG
Kesan : LVH

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Rutin

12
Hb 14.1 g/dL 13.0 -18 g/dL
Leukosit 12.300 4000- 10000/mm3
Hematokrit 41 % 40-50 %
Trombosit 210 ribu 150-450 ribu
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu 155 mg/dl <140 mg/dl
AST (SGOT) 33U/L <40U/L
ALT(SGPT) 40U/L <41U/L
KIMIA DARAH
Ureum 68 mg/dl 15-50 mg/dl
Creatinin darah 1.4 mg/dl 0.5 – 1.5 mg/dl
ASTRUB/GAS DARAH
Temperatur 36,2 celcius
PH 7.516 mmHg 7.35-7.45 mmHg
PCO2 33,7 32-45 mmHg
PO2 128,5 75-100 mmHg
TCO2 27,7 23-27 mmHg
HCO3 26,7 22-26 mmol/lt
BEecf 3,7 -2-3 mmol/lt
SO2 (c) 98,8 95-98 %
KIMIA DARAH
Fungsi jantung
Elektrolit (Na/K/Cl)
Chorida 113 mEq/lt 90-107 mEq/lt
Natrium 143 mEq/lt 135-146mEq/lt
Kalium 4.14 mEq/lt 3.5-5 mEq/lt

Hasil labolatorium 6 november 2013


Hematologi
Darah rutin
Darah lengkap
Hemoglobin 15,2 G/dl 12-18
Lekosit 11,5 Ribu/mm3 5-10
Trombosit 227 Ribu/mm3 150-450
Hematokrit 43 % 38-47
LED 10 Mm/jam <20
DIFF

13
Basofi 0 % 0-1
Eosinofil 1 % 1-3
Neutrofil stab 2* % 3-8
Neutrofil segmen 60 % 54-62
Lymposyte 30 % 25-33
Monosyte 7 % 3-7
Kimia darah
Diabetes mellitus
Gula darah (s)
Glukosa sewaktu 100 Mg/dl <180
SGOT/ASAT 13 U/L <35
SGPT/ALAT 14 U/L <40

Fungsi hati
Elektrolit (Na/k/cl)
Natrium 139 MEQ/L 135-146
Kalium 3,59 MEQ/L 3,5-5
Chorida 104 MEQ/L 98-107

o Pemeriksaan Radiologi
1. X Foto Thorax AP
Cor : cor tampak membesar, elongasio aorta, LVH
Pulmones : hila tidak tampak melebar
Diafragma : Sinus tidak tampak kelainan

Kesan :
Cor : cor tampak membesar, elongasio aorta, LVH
Pulmones : sesuai gambaran bronchitis
HHD

14
2. CT Brain

CT SCAN KEPALA POLOS 6 november 2013

Hasil : MSCT-Cerebral cranium potongan axial (tanpa


reformat sagital/coronial dengan hasil sbb :
Gyrus, sulci, baik sistim ventrikel tidak tampak melebar
Tampak mid line shitfing. Ringan ke dextra
Substansia alba dan grisea dalam batas normal
Tampak lesi hypodens di cornu anterior ventrikel lateral sinistra
Tampak lesi hiperdens (HU SB) di basal ganglia sinistra (20,08 cc)

Kesan :
Suatu gambaran infark lama dengan ICH di basal ganglia sinistra (20,08 cc),
tidak tampak SDH di serebrum/cerebellum saat ini

15
.
Pemeriksaan : ct scan kepala polos
Hasil : MSCT-cerebral cranium potongan axial (tanpa kontras)
Reformat sagital/cpronal dengan hasil sbb :
Dibandingkan CT scan tanggal 6 november 2013
- tidak tampak midline shifting , berkurang

16
- Substansia alba dan grisea dalam batas normal
- tampak lesi hipodens , udem tampak berkurang
- tampak SDH di sinistra ( slice : Im : 13 )

Kesan :
Oedem di hemisfere sinistra berkurang, ICH di parietal sinistra ( 20,71 cc)
Tampak SDH di sinistra (slice : 13 )

17
VII.PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam

IX. Follow up
12/11/ 2013
S : Pasien sudah mulai membuka mata , gelisah
O : Kesadaran : E4M5V2 : 10
TD – 152/100 mmHg N – 97 x/ menit RR – 18 x/ menit S – 36,5oC SPO2 : 100%
- Pupil bulat, isokor 4mm/4mm, RCL +/+ RCTL +/+
- Kaku kuduk (+)
- Parese nervus III dextra , dan IV bilateral
- Motorik – hemiparesis dextra RF : + + RP : - -
+ + + -
A: - penurunan kesadaran e.c. Stroke hemorrhagic (ICH) + SAH (?)
- Hipertensi

P:
- IVFD RL + 1 Ampul ketorolac/8jam
- Lanjut RL/24 jam
- paracetamol 30gr/tramadol 25gr/codein 25gr/ diazepam 1gr 3x1
- Perdipine 0,7/kg BB
- Antibiotik stop
- Diet 4x 250 cc manitol
- Lasix 1 ampul
- Neolin 2x 1000 mg IV
- Vit k 2x1 tab
- CT scan ulang
- Cek ulang elektrolit

Setelah hasil CT scan


Cortidex 4x1 amp
Ranitidine 2x1 amp
Storam2x1

18
Laxadine 3x C1

13/11/ 2013
S : Pasien bisa bangun dan bicara tidak jelas, sudah mau makan, gelisah
S : Pasien sudah mulai membuka mata , gelisah
O : Kesadaran : E4M5V4 : 12
TD – 152/100 mmHg N – 97 x/ menit RR – 18 x/ menit S – 36,5oC SPO2 : 100%
- Pupil bulat, isokor 4mm/4mm, RCL +/+ RCTL +/+
- Kaku kuduk (+)
- Parese nervus III dextra , dan IV bilateral
- Motorik – hemiparesis N III dextra
- RF : + + RP : - -
+ + + -
A: penurunan kesadaran e.c. Stroke hemorrhagic (ICH)
Hipertensi
P:
- IVFD RL + 1 Ampul ketorolac/8jam
- Lanjut RL/24 jam
- paracetamol 30gr/tramadol 25gr/codein 25gr/ diazepam 1gr 3x1
- Perdipine 0,7/kg BB
- Antibiotik stop
- Diet 4x 100 cc manitol
- Lasix 1 ampul
- Neolin 2x 1000 mg IV
- Vit k 2x1 tab
- Cortidex 4x1 amp
- Ranitidine 2x1 amp
- Storam2x1
- Laxadine 3x C1

14/11/ 2013
S : bangun dan bisa bicara mulai jelas, gelisah, tidak mengikuti perintah
O : Kesadaran : CM, E4M5Vafasia sensorik , compos mentis

19
- Pupil bulat, isokor 4mm/4mm, RCL +/+ RCTL +/+
- Kaku kuduk (+)
- Parese nervus III dextra , dan IV bilateral
- Motorik – hemiparesis N III dextra
TD – 146/104 mmHg N – 65 x/ menit RR – 10 x/ menit S – 37oC
RF : + + RP : - -
+ + + -

Motoric 5 5 5 5 4444
5555 4444
Sensorik sulit dinilai
A:
 Penurunan kesadaran ec Stroke hemorrhagic
 Hipertensi
 Meningitis

P: cortidex 1x16gr
Cataprese 2x0,5 cc
Manitol 3x75 cc

15/ 11/ 2013


S : pasien sudah bangun, sudah dapat berbicara, gaduh gelisah, tidak mau mengikuti perintah
O : Kesadaran : CM, E4M5Vafasia
Compos mentis
TD – 151/ 90 mmHg N – 92 x/ menit RR – 27 x/ menit S – 36,7oC
- Pupil bulat, isokor 4mm/4mm, RCL +/+ RCTL +/+
- Kaku kuduk (+)
- Parese nervus III dextra , dan IV bilateral
- Motorik – hemiparesis N III dextra

\ RF : + + RP : - -
+ + + -
Motoric 5 5 5 5 4444
5555 4444
Sensorik sulit dinilai

20
A:
 Penurunan kesadaran ec Stroke hemorrhagic
 Hipertensi
 Meningitis

P: cortidex 1x16gr
Cataprese 2x0,5 cc
Manitol 3x75 cc

16/ 11/ 2013


S : pasien gaduh gelisah, sudah bisa bangun, bicara mulai jelas, dapat mengenali keluarga
O : Kesadaran : CM, E4M5Vafasia
TD – 141/ 90 mmHg N – 84 x/ menit RR – 20 x/ menit S – 37,2oC
- Pupil bulat, isokor 4mm/4mm, RCL +/+ RCTL +/+
- Kaku kuduk (+)
- Parese nervus III dextra , dan IV bilateral
- Motorik – hemiparesis N III dextra

RF : + + RP : - -
+ + - -

Motoric 5 5 5 5 4444
5555 4444
Sensorik sulit dinilai

A:
 Penurunan kesadaran ec Stroke hemorrhagic
 Hipertensi

P: cortidex 1x16gr
Cataprese 2x0,5 cc
Manitol 3x75 cc

17/11/2013
Pasien APS

Tinjauan Pustaka

21
PENDAHULUAN

Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan


nasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di indonesia akan cenderung
meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular ( penyakit jantung koroner, stroke dan
penyakit arteri perifer). Data di indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatankasus
stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan
umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55tahun) dan 26,8% (umur 55-64tahun) dan 23,5%
(umur >65 tahun). kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100000 penduduk , kecacatan 1,6%
tidak berubah, 4,3% semakin memberat.2 penderita laki-laki lebih banyak daripada
perempuan, dengan profit usia di bawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%,
dan usia di atas 65 tahun sebesar 33,5%.3 stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut,
yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional
dikemudian hari.
Penanganan stroke memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit, baik dari aspek moril
maupun materiil, dari setiap keluarga yang menghadapi masalah ini. Resesi ekonomi global
mengakibatkan biaya yang harus dikeluarkan dalam penatalaksanaan kasus stroke menjadi
berlipat ganda. Tindakan preventif berupa menanganan prahospital perlu ditekankan. Hal ini
penting untuk menjamin perbaikan kualitas hidup penderita stroke, disampian
penatalaksanaan yang lebih efektif untuk menekan angka kejadian stroke.
Konsep unit stroke, sebagai suatu unit pelayanan stroke terpadu, telah terbukti efektif
dalam menekan angka kematian dan menurunkan derajat kecacatan, selain mengurangi waktu
perawatan bagi pasien di rumah sakit. 5 Manfaat unit stroke telah diteliti lebih baik
dibandingkan perawatan bangsal biasa, hal ini dapat dilihat dari perubahan perbaikan defisit
neurologis berdasarkan skor NIHSS (National Institute Health Stroke Scale) sebesar 10,4 %
pada unit stroke dan 5,4 % untung bangsal biasa. Selain itu, rerata lama rawat lebih rendap
pada unit stroke (9,7 hari) dibandingkan bangsal biasa (10,1 hari). Oleh karena itu, dana yang
diperlukan untuk perawatan, pengobatan, dan rehabilitasi pasien stroke dapat ditekan sekecil
mungkin.
Sistem pengobatan stroke yang didasarkan pada ketatnya waktu tidak selalu
diterapkan secara umum. Hal ini mengingat kesadaran pasien untuk tiba di rumah sakit lebih
awal dan ketersediaan fasilitas transport cenderung masi sulit tercapai.
Dengan demikian, penatalaksanaan faktor resiko baik primer maupun sekunder dan
perawatan pada pasien di unit stroke maupun stroke corner sedapat munhgkin harus diadakan
di setiap rumah sakit di indonesia. Hal ini merupakan tuntutan yang tidak terelakkan.
Tindakan pengobatan sepatutnya dilakukan dengan prinsip evidence-based yang dalam

22
penerapannya disesuaikan dengan kondisi maksimal pusat pelayanan yang disediakan.
berbagai penelitian telah menjelaskan dasar-dasar standar pengobatan yang harus dilakukan
dalam penatalaksanaan kasus stroke. 1,2

Definisi

Definisi stroke menurut WHO adalah suatu kumpulan gejala klinis yang ditandai
dengan deficit neurologis. Baik sebagian atau menyeluruh, secara mendadak disebabkan
gangguan pembuluh darah. 1

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
 Perdarahan intra serebral
 Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
 Stroke akibat trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
Stroke haemorhagik Stroke iskemik
Perburukan gejala dan tanda bertahap. Fokal Penurunan kesadaran langsung & lama.
neurologi sesuai pola vaskular yang kena. Fokal neurologi tidak sesuai vaskular yang
Tanda ke arah kortikal atau subkortikal kena.
umumnya saat istirahat (trombus)/ aktivitas Kaku kuduk (SAH), perdarahan retina
(emboli) Gejala sakit kepala, munta  TIK ↑
Umumnya saat aktivitas

23
Gambar 1. Stroke hemoragic dan stroke iskemik

pada perdarahan intraserebral pecahnya pembuluh darah otak karena berry anuresyms
akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol pembuluh darah otak
karena kelainan congenital pembuluh darah otak tersebut. Arteri yang sering pecah adalah
arteri lentikulostriata di wilayahkapsula interna.aneurisme tersebut timbul pada orang dengan
hipertensi kronis sebagai proses degenerative dan ditambah dengan beban tekanan yang
tinggi maka timbullah pengembungan kecil setempat yang dinamakan Charcot-Bauchard.1

Membedakan jenis strok bisa dilakukan dengan pengiraan siriraj/ skor gagjah mada:

24
ANATOMI & FISIOLOGI SUSUNAN SARAF PUSAT

Gambar 3 : Anatomi otak

Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan
pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh 3 selaput otak yang disebut meningen (duramater,
arachnoid, dan piamater) dan berada di dalam rongga tengkorak.

Otak mempunyai peranan yang berbeda antara bagian yang kanan maupun kiri. Otak
kanan berfungsi dalam hal persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk atau ruang, emosi, musik
dan warna. Daya ingat otak kanan bersifat panjang (long term memory). Bila terjadi
kerusakan otak kanan misalnya pada penyakit stroke atau tumor otak, maka fungsi otak yang
terganggu adalah kemampuan visual dan emosi misalnya. Otak kiri berfungsi dalam hal
perbedaan, angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan dan logika. Daya ingat otak kiri bersifat
jangka pendek (short term memory). Bila terjadi kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi
gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa dan matematika.2

Hemisfer serebri
Kedua hemisfer serebri, yang membentuk bagian otak yang terbesar, dipisahkan oleh
fisura longitudinalis serebri yang dalam. Permukaan hemisfer serebri terdapat alur-alur atau
parit-parit yang dikenal sebagai fissura dan sulkus. Bagian otak yang terletak di antara alur-
alur ini dinamakan konvolusi atau gyrus. Fisura lateralis serebri (fissura Sylvii) memisahkan
lobus temporalis dari lobus frontalis.

25
Bagian-bagian serebri yang utama:2
1. Lobus Frontalis : sangat banyak berhubungan dengan fungsi luhur dan kognitif serta
pusat bicara motorik. Pada keadaan stroke, daerah yang sering terkena adalah pusat
bicara motorik (girus frontalis inferior) maka gejala yang didapat berupa gangguan
bicara motorik (afasi motorik/afasi broca).
2. Lobus Parietalis : merupakan pusat sensorik tubuh, pada stroke gejala yang terkena
adalah gangguan sensoris dan dapat timbul rasa nyeri (central pain).
3. Lobus Occipitalis : pusat penglihatan, bila daerah ini terkena pasien mengalami buta
sentral (central blindness).
4. Lobus Temporalis : berhubungan dengan pusat bicara sensorik (girus temporalis
superior/wernicke), gejala yang didapat adalah afasia sensorik.2

Diensefalon
Bagian ini mencakup talamus dengan korpus genikulatum, epitalamus, subtalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan struktur penentu bagi persepsi beberapa tipe sensasi.
Hipotalamus yang terletak di sebelah ventral talamus dan membentuk lantai serta dinding
inferior lateral dari ventrikel III. Kerusakan pada regio hipotalamus dapat menghasilkan
berbagai macam gejala termasuk diabetes insipidus, obesitas, distrofi seksual, somnolen,
kehilangan nafsu seks dan kehilangan pengendalian temperatur.2
Batang Otak
Mesensefalon
Merupakan bagian otak yang pendek dan terletak diantara pons dan hemisfer serebri.
di sisi terletak nukleus saraf kranialis okulomotorius (N.III) dan troklearis (N.IV) yang
berperan dalam gerakan bola mata.

Pons
Terletak di sebelah ventral serebelum dan anterior medula. Pada pons ini terletak inti
dari saraf kranialis trigeminus (N.V), abdusens (N.VI), fasialis (N.VII), dan vestibularis-
koklearis (N.VIII). Lesi di daerah batang otak dapat menyebabkan gejala yang dapat
dihubungkan dengan terlibatnya lintasan motorik dan sensorik yang melewati lesi tersebut,
terutama dengan terlibatnya nuklei saraf kranialis yang berada dalam daerah lesi.

Medula Oblongata

26
Merupakan bagian batang otak yang berbentuk piramid di antara medula spinalis dan
pons. Pada medula oblongata terletak nukleus saraf kranialis glossofaringeus (N.IX), vagus
(N.X), assesorius (N.XI), dan hipoglossus (N.XII).2

Serebelum
Terletak pada fossa posterior tengkorak di belakang pons dan medulla, dipisahkan
dengan serebrum yang berada dibagian superior oleh perluasan duramater yaitu tentorium
serebeli. Fungsi serebelum ini antara lain mempertahankan posisi tubuh, mengendalikan otot-
otot anti gravitasi dari tubuh, dan mengerem pada gerakan di bawah kemauan, terutama
gerakan yang memerlukan pengawasan dan penghentian serta gerakan halus dari tangan.2

Sistem Peredaran Darah Otak


Pada dasarnya sistem peredaran darah arteri ke otak terdiri atas 2 sirkulasi yaitu
peredaran darah karotis pada bagian anterior dan vertebrobasilaris pada bagian posterior.
Arteria karotis ini masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanalis karotikus dan kemudian
bercabang menjadi arteri serebri media dan arteri serebri anterior. Arteri vertebralis
merupakan cabang dari arteri subklavia dan memasuki otak melalui foramen magnum di
bagian dorsal batang otak dan menyatu menjadi arteri basilaris dan kemudian berakhir
menjadi dua arteri serebri posterior. Pada dasar otak cabang-cabang dari keduanya
membentuk anastomosis (hubungan) yang disebut Circulus Willisi. Pada peredaran darah
balik (vena), aliran darah vena akan bermuara ke dalam sinus-sinus duramater, sinus
merupakan saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Dalam
keadaan fisiologik jumlah darah yang mengalir ke otak ialah 50-60 ml per 100 gram otak
permenit. Maka, berat otak dewasa 1200-1400 gram memerlukan aliran darah sebanyak 700-
840 ml/menit. 2

27
Sistem peredaran darah otak

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah
arterial.3

Gambar Sel Glia pada Otak


Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari
darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat
darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis
(kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian
belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi.3,4

28
Gambar Pembuluh Darah Otak

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai
area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris,
sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ.5

Bagian Otak dan Fungsi Otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.
Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

29
ARAS (Ascending Reticular Activating system)

Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua
sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari
medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem ntk kemudian difus di
korteks serebri. sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara
medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan korteks
serebri akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada
ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric acid
(GABA). 6
Berdasarkan gejala klinik yang timbul, gangguan kesadaran dibagi menjadi 3 :
1.gangguan kesadaran tanpa disertai defisit neurologi fokal dan tanpa disertai kaku kuduk;
2.gangguan kesadaran tanpa disertai defisit neurologi fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku
kuduk;
3. gangguan kesadaran disertai dengan defisit neurologi fokal. 7

II.2.1 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk :7
1. Gangguan iskemik
2. Gangguan metabolik
3. Intoksikasi
4. Infeksi sistemis

30
5. Hipertermia
6. Epilepsi

II.2.2 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk 7
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak
3. Radang otak

II.2.3 Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal 7


1. Tumor otak
2. Perdarahan otak
3. Infark otak
4. Abses otak

STROKE

1.0 Pendahuluan

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai


dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran
darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan
adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. WHO mendefinisikan bahwa
stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. 1

Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
 Perdarahan intra serebral
 Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
 Stroke akibat trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
2.Berdasarkan waktu terjadinya
 Transient Ischemic Attack (TIA)

31
 Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
 Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
 Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a) Sistem karotis
 Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
 Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
 Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis
fugaks
 Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
b) Sistem vertebrobasiler
 Motorik : hemiparese alternans, disartria
 Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

berdasarkan patologis , stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik
maupun stroke hemorragik. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah
stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

 Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.


 Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
 Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung. 1,2

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

 Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.


 Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Definisi

32
Definisi stroke menurut WHO adalah suatu kumpulan gejala klinis yang ditandai
dengan hilangnya fungsi otak. Baik sebagian atau menyeluruh, secara mendadak disebabkan
gangguan pembuluh darah. 1

Gejala Klinis.

Gejala klinik berdasarkan lokasi lesi di cerebri

Cortex

 Hemiplegia kontralateral

 Afasia

 Ada fase syok/fase akut yaitu dimana gejala kelumpuhan UMN belum menunjukkan
gangguan kelumpuhan tipe UMN

Subcortex

 Hemiplegia di kontralateral

 Gangguan termi

 Gangguan memori

 Afasia

Capsula interna

 Hemiplegia

 Tidak ada afasia

 Disertai gangguan ekstrapiramidal berupa rigiditas atau hiperefleksi- untuk


membedakan dengan lesi di cortex.

 Gejala kelumpuhan tipe UMN sudah tampak pada fase akut.

33
Afasia
Bicara Komprehensi Repetisi Diagnosis Gejala Topis
spontan afasia penyerta
Defisit Global Hemiparesis Teritori MCA
kanan
Defisit Intak Transkortikal
campuran
Non- fluent Intak Defisit Broca’s Hemiparesis Girus frontal
kanan inferior
Intak Transkortikal Anterior &
motorik superior area
broca

Defisit Wernick’s Tidak ada Korteks


paresis, asosiasi
gangguan auditorik,
emosi, girus angular,
ansietas, girus
agitasi, supramarginal
paranoia
Defisit Intak Transkortikal Posterior atau
sensorik inferior area
Wernick

Fluent Defisit Konduksi (kadang) Fasciculus


hemiparesis/ arkuata
Intak hemihipestesoa
terutama wajah
dan lengan
Intak Anomik Poorly
localized

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi termasuk:


- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Diabetes mellitus
- Hiperkolesterolemia
- Obesitas
- Kebiasaan merokok dan minum alcohol
- Penggunaan pil KB

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk:


- Usia
- Jenis kelamin

34
- Herediter
- Ras

Penyebab stroke hemoragik adalah sebagai berikut:

 Cerebral amiloidosis (mempengaruhi orang-orang yang sudah lanjut usia dan


dapat menyebabkan hingga 10% dari perdarahan intraserebral)
 Koagulopati (misalnya, akibat gangguan sistemik yang mendasari seperti diatesis
perdarahan atau penyakit hati)
 Terapi antikoagulan
 Terapi trombolitik untuk infark miokard akut (MI) dan stroke iskemik akut (dapat
menyebabkan transformasi hemoragik iatrogenik)
 Malformasi arteriovenosa
 Aneurisma intrakranial
 Vaskulitis

 Neoplasma intrakranial
 PIS ; perdaran intraserebral.

35
Hipertensi

Etiologi yang paling umum stroke hemoragik primer (perdarahan intraserebral)


adalah hipertensi, dengan setidaknya dua pertiga pasien dengan perdarahan
intraparenchymal primer dilaporkan telah ada sebelumnya atau yang baru didiagnosis
hipertensi. Penyakit hipertensi hasil yang kecil-kapal dari aneurisma lipohyalinotic kecil
yang kemudian pecah dan menyebabkan perdarahan intraparenchymal. Lokasi khas
termasuk ganglia basal, talamus, serebelum, dan pons. 5,6,7

STROKE HEMORAGIK
KLASIFIKASI
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh
trauma.Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor
penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah
seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan
angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis
serebrovaskular.

36
Paling sering karena pecahnya mikroaneurysma pada arteri penembus di
capsula interna dan ganglia basales. Faktro-faktor penyebab: usia lanjut,
arterosklerosis, hipertensi kronis, tekanan darah naik mendadak, kejadian biasanya
dalam keadaan sadar dan aktif.
Gejala umum:
Gejala timbul mendadak berkembang dalam beberapa menit-jam,
hematom membesar, menekan, menembus, merusak daerah sekitarnya. Tekanan
intrakranium meninggi→ sakit kepala, muntah, kesadran menurun. Darah masuk
ke ruang subarachnoidal → meningismus.Darah masuk ke ventrikel →
decerebrasi(prognosa buruk),timbulnya tegang/kaku.
Gejala fokal:
Tergantung tempat hematom odem kolateral, pergeseran dan tekanan pada
struktur lain (herniasi). Diagnosa tepat pungsi lumbal (dulu), sekarang dengan CT
scan. Perdarahan intracerebral dapat disebabkan infark hemoragis, trauma, tumor,
malformasi, pembuluh darah (AVM), vaskulitis, koagulopati. 9,10

b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)


Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya
aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari
PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.

37
Sebab : pecahnya kongenital aneurysma, AVM, penyakit haemoragik. Penderita
lebih muda (30-50 thn).Mendadak sakit kepala sangat, muntah-muntah,
meningismus, kejang, penurunan kesadaran cepat koma → kematian.
Gejala fokal jarang tergantung struktur sekitar aneurysma. Aneurysma
biasanya terdapat pada anastomose di circulus arteriosus Willisi.
Diagnosa:
- Pungsi lumbal,analisa cairan cerebrospinal (dulu).
- Ct scan darah di sulci.
- Angiografi

c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan
sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea. 9,10

GEJALA STROKE HEMORAGIK12,13,14


a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri
kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan
sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran
biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam,
23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di
leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk
mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi

38
gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam
setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat
antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan
perubahan pada EKG

c. Gejala Perdarahan Subdural


Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam
penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit
neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala. 11,12

DIAGNOSIS STROKE HEMORAGIK


a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil pemeriksaan.
Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Computerized Tomography
Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi
(EKG), Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG), dan Angiografi
cerebral.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan tambahan
dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR Angiografi atau Digital
Substraction Angiography (DSA).
c. Perdarahan Subdural
Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak
anteroposterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan
CT-Scan dan EEG. Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di
atas, maka untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain,
misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada
saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara
lain:

1. Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik (Djoenaidi, 1988)


Tanda / Gejala Skor

39
1. Tia sebelum serangan 1

2. Permulaan serangan
‐ Sangat mendadak (1-2 menit) 6,5
‐ Mendadak (beberapa menit-1 jam) 6,5
‐ Pelan-pelan (beberapa jam) 1

3. Waktu serangan
‐ Waktu kerja (aktivitas) 6,5
‐ Waktu istirahat/duduk/tidur 1
‐ Waktu bangun tidur 1

4. Sakit kepala waktu serangan


‐ Sangat hebat
‐ Hebat 10
‐ Ringan 7,5
‐ Tak ada 1
0
5. Muntah
‐ Langsung habis serangan
‐ Mendadak (beberapa menit-jam) 10
‐ Pelan-pelan (1 hari atau lebih) 7,5
‐ Tak ada 1
0
6. Kesadaran
‐ Hilang waktu serangan (langsung)
‐ Hilang mendadak (beberapa menit-jam) 10
10

2. Guy's Hospital Score (1985)16

Gejala/Tanda Klinis dan Skor


1. Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS

40
2. Mengantuk + 7.3
3. Tak dapat dibangunkan + 14.6
4. Babinski bilateral + 7.1
5. Permulaan serangan
Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan atau kaku kuduk: + 21.9
6. Tekanan darah diastolik setelah 24 jam + (tekanan darah diastolik x
0.17)
7. Penyakit katub aorta/mitral -4.3
8. Gagal jantung - 4.3
9. Kardiomiopati - 4.3
10. Fibrilasi atrial - 4.3
11. Rasio kardio-torasik > 0.5 (pada x-foto toraks) - 4.3
12. Infark jantung (dalam 6 bulan) - 4.3
13. Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7
14. TIA atau stroke sebelumnya - 6.7
15. Anemnesis adanya hipertensi - 4.1

Pembacaan:
Skor : < + 25: Infark (stroke non hemoragik)
> + - 5: Perdarahan (stroke hemoragik)
+ 14: Kemungkinan infark dan perdarahan 1 : 1
< + 4: Kemungkinan perdarahan 10%
Sensivitas: Untuk stroke hemoragik: 81-88%; stroke non hemoragik (infark)
76-82%.
Ketetapan keseluruhan: 76-82%.

3. Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991)16,17,18


Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x
tekanan
darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.

Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan

41
darah
diastolik) – (3 x atheroma) – 12.

Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2

Muntah:
tidak = 0 ; ya = 1

Sakit kepala dalam 2 jam:


tidak = 0 ; ya = 1

Tanda-tanda ateroma:
tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostik: 90.3%.
Untuk menegakkan diagnosis stroke pencitraan CT scan (Computerised Tomography
Scanning) yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard). Mengingat bahwa alat
tersebut saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan
kecurigaan stroke, langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah
benar kasus tersebut kasus stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala,
juga dapat memberikan kelainan neurologis yang sama, kemudian menentukan jenis stroke
yang dialaminya. Dengan perjalanan waktu, gejala klinis stroke dapat mengalami perubahan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragik atau non hemoragik atau
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan berikut:14,15
1. Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena, sekiranya memang stroke sebagai penyebab, maka sesuai
dengan definisinya, di mana kelainan saraf yang timbul adalah secara mendadak. Bila sudah

42
ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan
stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragik atau stroke non hemoragik.
Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin. 16,17

Stroke haemorhagik :
- Penderita rata-rata lebih muda
- Ada hipertensi
- Terjadi dalam keadaan aktif
- Didahului nyeri kepala
- Kesadaran menurun (tidak selalu)
- Ada meningismus (tidak selalu kecuali pada perdarahan subaraknoid)

Stroke iskemik :
- Penderita rata-rata lebih tua
- Terjadi dalam keadaan istirahat
- Ada dislipidemia(LDL tinggi), DM, disaritmia jantung
- Nyeri kepala
- Gangguan kesadaran jarang.

Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis
pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan anamnesa antara perdarahan dan infark


ANAMNESA PERDARAHAN EMBOLI TROMBOSIS
Gejala terjadi Akut Akut subakut
Waktu Aktif Aktif bangun pagi
Peringatan (TIA) - + +
Nyeri kepala + - -
Muntah + - -
Kejang + - -
Diabetes - + +
Gangguan katup - + -

Tabel 2. Perbedaan klinis antara perdarahan dan infark

43
KLINIS PERDARAHAN EMBOLI TROMBOSIS
Glasgow Coma Scale rendah sedikit sedikit
Hemi Plegi parese parese
Kaku kuduk + - -
Deviation conjugree + - -
Gangguan N. III, IV, VI + - -
Bradikardi + - hari ke-4
Papiledema + - -

Tabel 3. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis


Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
Onset atau awitan Mendadak mendadak
Saat onset sedang aktif istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri kepala +++ ±
Kejang ± -
Muntah ± -
Penurunan kesadaran ±±± ±

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tandanya:


Tanda (Sign) Stroke Hemoragik Stroke Infark
Bradikardi ±± (dari awal) ± (hari ke-4)
Edema papil sering + -
Kaku kuduk + -
Tanda Kernig, Brudzinski ++ -

Gejala perdarahan subarachnoid dapat mencakup tiba-tiba mengalami sakit kepala, tanda-
tanda meningismus dengan kuduk, fotofobia kekakuan dan rasa sakit dengan gerakan mata,
mual, dan muntah. Sistem penilaian klinis yang paling umum untuk grading perdarahan
subarachnoid aneurismal adalah Hunt dan Hess skema grading dan Federasi Dunia Ahli
bedah saraf (WFNS) grading skema, yang mencakup Skala Coma Glasgow.

44
b. Tabel 5. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score.
No. Gejala / Tanda Penilaian Indeks Skor
1. Kesadaran (0) Kompos mentis
(1) Mengantuk X 2,5 +
(2) Semi koma / koma
2. Muntah (0) Tidak X2 +
(1) Ya
3. Nyeri kepala (0) Tidak X2 +
(1) Ya
4. Tekanan darah Diastolik X 10% +
5. Ateroma
a. DM (0) Tidak X (-3) -
b. Angina pectoris (1) Ya

45
c. Klaudikasio
intermiten
6. Konstanta -12 -12

- SSS > 1 = Stroke hemoragik


- SSS < -1 = Stroke non hemoragik

3. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu


Tabel 6. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu
Pemeriksaan Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
a. Funduskopi Perdarahan retina dan Crossing phenomen
korpus vitreum Silver wire artries
b. Pungsi lumbal
- Tekanan Meningkat Normal

- Warna Merah Jernih

c. Arteriografi Ada shift Oklusi


d. CT Scan *
e. MRI **

*Tabel 7. Gambaran CT Scan stroke infark dan stroke hemoragik


Jenis Stroke Interval antara onset Temuan pada CT Scan
dan pemeriksaan CT
Scan
Infark < 24 jam - Efek masa dengan pendataran girus yang
ringan atau penurunan ringan densitas
substansia alba dan substansia grisea
24-48 jam - Didapatkan area hipoden (hitam ringan sampai
berat)
- Terlihat batas area hipoden yang menunjukkan
3-5 hari adanya cytotoxic edema dan mungkin
didapatkannya efek massa
- Daerah hipoden lebih homogen dengan batas
6-13 hari
yang tegas dan didapatkan penyangatan pada

46
pemberian kontras
14-21 hari - Didapatkan fogging effect (daerah infark
menjadi isoden seperti daerah sekelilingnya
tetapi dengan pemberian kontras didapatkan
penyangatan).
> 21 hari - Area hipodens lebih mengecil dengan batas
yang jelas dan mungkin pelebaran ventrikel
ipsilateral.
Hemoragik 7-10 hari pertama - Lesi hiperdens (putih) tak beraturan dikelilingi
oleh area hipodens (edema)
11 hari – 2 bulan - Menjadi hipodens dengan penyangatan
disekelilingnya (peripheral ring enhancement)
merupakan deposisi hemosiderin dan
pembesaran homolateral ventrikel
- Daerah isodens (hematoma yang besar dengan
> 2 bulan defect hipodens)

**Tabel 8. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark


Tipe stroke infark / hemoragik MRI Signal Characteristic
T 1 weighted image T 2 weighted image
Stroke infark hipointens (hitam) hiperintens (putih)
Stroke hemoragik (hari antara onset dan
pemeriksaan MRI)
 1-3 (akut), deoxyhemoglobine Isointens Hipointens
 3-7 intracellular methemoglobin Hiperintens Isointens
 7-14 free methemoglobine Hiperintens Hiperintens

 > 21 (kronis) hemosiderin Hiperintens Sangat hipointens

Derajat perdarahan subarakhnoid (Hunt dan Hess)


 Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
 Derajat 1 : sakit kepala ringan
 Derajat 2 : sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal, dan kemungkinan adanya
defisit saraf kranialis
 Derajat 3 : kesadaran menurun, defisit fokal neurologi ringan

47
 Derajat 4 : stupor, hemiparesis sedang samapai berat, awal deserebrasi
 Derajat 5 : koma dalam, deserebrasi18,19

PENCEGAHAN STROKE
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya yang dilakukan
untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

 PENCEGAHAN PRIMORDIAL
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan
dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok
terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian
masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke
melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard20


PENCEGAHAN PRIMER
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu
yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke,
antara lain:
 Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-
obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
 Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
 Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark
miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular aterosklerotik
lainnya.
 Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-
buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada
makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak
serta dianjurkan berolah raga secara teratur. 20


PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini
ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi
kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:

48
 Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung
(fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang
lain.
 Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasiMtrombosit
kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap
asetosal (aspirin).
 Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat
antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak. 20

 PENCEGAHAN TERSIER
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada
orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat
dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan
oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa,
ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
 Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu
proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama
adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita
seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan
serta mobilitas di tempat tidur.
Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau
OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas
sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga
adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam
menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan
orang lain.
 Rehabilitasi Mental

49
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak
bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan
mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi.
Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
 Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke
menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan
perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan
memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan
sosial20

KOMPLIKASI STROKE
a) Komplikasi neurologik : Edema otak, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, infark
berdarah, stroke iskemik berulang, delirium akut, depresi
b) Komplikasi paru-paru : Obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, aspirasi, pneumonia
c) Komplikasi kardiovaskular : Aritmia, dekompensasio kordis, hipertensi, DVT,
d) Komplikasi nutrisi/GIT : Ulkus, perdarahan lambung, konstipasi, dehidrasi, gangguan
elektrolit, malnutrisi, hiperglikemia
e) Komplikasi traktus urinarius : Inkontinensia, infeksi
f) Komplikasi Ortopedi-Kulit : Dekubitus, kontraktur, nyeri sendi bahu, jatuh-fraktur14,15

TATALAKSANA STROKE AKUT


PRINSIP MANAJEMEN STROKE AKUT
1. Diagnosis cepat dan tepat terhadap stroke
2. Mengurangi meluasnya lesi di otak
3. Mencegah dan mengobati komplikasi stroke akut
4. Mencegah berulangnya serangan stroke
5. Memaksimalkan kembalinya fungsi-fungsi neurologik

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik neurologi penting untuk membuktikan gangguan fungsi motorik,
gangguan saraf otak, dan penurunan kesadaran atau koma. Tanda dan gejala klinis sesuai

50
definisi stroke menurut WHO yaitu hilangnya fungsi otak sebagian atau defisit neurologi
fokal misalnya:
1. Hemiparese/hemiplegi, dilakukan pemeriksaan dengan memerintah pasien
mengangkat kedua tangan dan tungkai
2. Mulut mencong (parese saraf fasialis atau nervus kranial VII)
3. Bicara pelo/disartria (gangguan nervus kranial XII)
4. Gangguan meneln/ disfagia (nervus kranial IX dan X)
5. Hemihipestesi atau kehilangan rasa peka tubuh sesisi
6. Gangguan defekasi dan miksi
7. Gangguan bicara
8. Gangguan mengontrol emosi
9. Gangguan daya ingat.

Sedangkan gangguan fungsi otak menyeluruh adalah pasien akan mengalami penurunan
kesadaran. Dinilai dengan pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif GCS. Jika tanda-tanda dan
gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic
Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke. 14,15

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Computerized tomography (CT)
Pencitraan otak memainkan peran kunci dalam menentukan stroke dan jenis stroke.
Computerisasi tomografi angiography (CTA) adalah ujian CT khusus di mana dye
disuntikkan ke pembuluh darah dan X-ray balok menciptakan gambar 3-D dari
pembuluh darah di leher dan otak. CTA digunakan untuk mencari aneurisma atau
malformasi arteriovenosa dan untuk mengevaluasi arteri untuk penyempitan. CT scan,
yang dilakukan tanpa pewarna, dapat menyediakan gambar otak dan pendarahan
menunjukkan, tetapi memberikan sedikit informasi rinci tentang pembuluh darah.

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Dalam tipe pencitraan, medan magnet kuat dan gelombang radio menghasilkan tampilan
3-D otak. MRI dapat mendeteksi jaringan otak yang rusak oleh stroke iskemik. Magnetic
resonance angiography (MRA) menggunakan medan magnet, gelombang radio dan
pewarna disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk mengevaluasi arteri di leher dan
otak.

51
 USG karotis
Prosedur ini dapat menunjukkan adanya penyempitan atau penyumbatan dalam arteri
karotis. Perangkat seperti tongkat (transduser) tanpa rasa sakit mengirimkan frekuensi
tinggi gelombang suara menjadi leher. Gelombang suara melewati jaringan dan
kemudian kembali, menciptakan pada layar gambar.

 Arteriografi
Prosedur ini memberikan pandangan, arteri di dalam otak tidak biasanya terlihat dalam
sinar-X. Tabung tipis dan fleksibel (kateter) dimasukkan melalui sayatan kecil, biasanya
di pangkal paha. Kateter dimanipulasi melalui arteri utama dan ke dalam arteri karotis
atau vertebralis. Kemudian suntikkan pewarna melalui kateter untuk menyediakan X-ray
dari arteri.

 Echocardiography
Teknologi USG ini menciptakan gambar jantung, memungkinkan dokter untuk melihat
apakah bekuan (embolus) dari jantung meuju ke otak dan menyebabkan stroke.
Prosedur tambahan dengan menggunakan transesophageal echocardiography (TEE)
untuk melihat jantung dengan jelas dan memungkinkan pandangan yang lebih baik dari
bekuan darah yang mungkin tidak terlihat jelas dalam ujian ekokardiografi tradisional.
15,16

Penatalaksanaan di ruang gawat darurat


1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik
harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan neurologik dan skala stroke
 Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah,
tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan
saturasi oksigen.
2. Terapi umum
 Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi
oksigen

52
 Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ETT, bila > dua
minggu dianjurkan trakeostomi
 Pada pasien hipoksia saturasi O2 < 95%, diberi suplai oksigen
 Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2

 Stabilisasi hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140 mmHg
 Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama
 Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi

 Pemeriksaan awal fisik umum


 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
1. Derajat kesadaran
2. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
3. Keparahan hemiparesis

 Pengendalian peninggian TIK


 Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama
stroke
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
 Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
 Elevasi kepala 20-30º
 Hindari penekanan vena jugulare
 Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
 Hindari hipertermia
 Jaga normovolemia

53
 Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama > 20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB IV
 Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
 Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar

 Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti fenitoin loading
dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Pada stroke
perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1
bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.

 Pengendalian suhu tubuh


Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya. Beri Asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC.

 Pemeriksaan penunjang
 EKG
 Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,
analisa urin, AGDA dan elektrolit
 Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
 Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada14,15,16

Penatalaksanaan umum di ruang rawat inap


1. Cairan
 Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin, CVP pertahankan antara 5-12 mmHg
 Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB
 Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
 Elektrolit (Na, K, Ca, Mg) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi
kekurangan
 Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGD.
 Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

54
2. Nutrisi
 Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam
 Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun
 Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi


 Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan
fraktur)
 Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman
 Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain


 Hiperglikemia GD > 180 mg/dL pada stroke akut harus diobati, titrasi insulin, dan
terjaga normoglikemia. Hipoglikemia berat GD < 50 mg/dL, berikan dekstrosa 40
% iv atau infus glukosa 10-20 %
 Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya
 Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
 Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi
 Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
 Rehabilitasi
 Edukasi keluarga
 Discharge planning14,15,16

Penatalaksanaan khusus stroke hemoragik


Perdarahan Intra Serebral (ICH)
1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat perdarahan intrakranial dan penyebabnya
dilakukan dengan:
 CT atau MRI (direkomendasikan pada stroke iskemik dengan perdarahan intrakranial)
 Angiografi CT Scan atau CT Scan dengan kontras, membantu identifikasi pasien
resiko perluasan hematom
2. Terapi medik pada perdarahan intrakranial

55
 Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi berat atau trombositopenia berat: terapi
penggantian faktor koagulasi atau trombosit
 Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan
oral, sebaikanya jangan diberikan warfarin. Terapi diganti Vitamin K, pemberian
Konsentrat Kompleks Protrombin untuk mengurangi komplikasi, FFP.
 Pasien dengan gangguan koagulasi:
- Vit K 10 mg/ iv dengan peningkatan INR
- FFP 2-6 unit untuk koreksi defisiensi faktor pembekuan darah/faktor koagulasi,
memperbaiki INR atau aPTT dengan cepat.
 Faktor VIIa
 LMWH dan UFH ssubkutan dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk mencegah
tromboemboli vena setelah perdarahan berhenti.
 Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat, observasi tanda-tanda hipersensitif
3. Tekanan darah
 Stroke hemoragik: sebaiknya ICU
 Glukosa darah
 Obat kejang dan antiepilepsi
4. Penanganan di rumah sakit dan pencegahan terjadi kerusakan otak sekunder
5. Prosedur / operasi:
 Penanganan dan pemantauan: TIK, GCS < 8, tanda klinis herniasi transtentorial,
perdarahan intraventrikuler luas, hidrosefalus. Drainase ventrikuler dengan stroke
iskemik dengan hidrosefalus yang disertai penurunan kesadaran
 Perdarahan intraventrikuler
 Evakuasi hematom
 Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi
 Mencegah perdarahan intrakranial berulang
 Rehabilitasi dan pemulihan17,18,19

Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhoid (PSA)


1. Diagnosis PSA
 Gawat darurat neurologi
 Gejala kadang tidak khas, patut curiga PSA bila nyeri kepala hebat yang paling sakit
semasa hidup dan muncul tiba-tiba

56
 CT scan kepala, bila hasil PSA (–) namun klinis curiga PSA, punksi lumbal dan
analisis LCS
 Angiografi cerebral untuk memastikan aneurisma pada pasien PSA. MRA, CT
angiografi

2. Tatalaksana umum PSA


 Berdasarkan HUNT dan HESS, PSA derajat I dan II:
- Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
- Tirah baring total, posisi kepala ditinggikan 300, O2 2-3 L/m
- Hati-hati penggunaan sedatif, dapat kesulitan menilai tingkat kesadaran
- Infus dari UGD, euvolemia, monitor cardiopulmoner dan kelainan neurogi yang
timbul
 Derajat PSA III, IV, V perawatan lebih intensif:
- ABC
- ICU atau semi-ICU
- Pertimbangkan intubasi dan ETT cegah aspirasi dan airway
- Hindari sedatif berlebihan
3. Cegah perdarahan ulang setelah PSA
 Monitor dan kontrol Tekanan Darah
 Bed rest totral
 Anti fibrinolitik
 Ligasi karotis kurang bermanfaat
4. Tindakan operasi pada ruptur aneurisma
 Clipping atau endovaskuler coilling untuk mengurangi perdarahan ulang (bedah
saraf, dokter endovaskuler)
 Resiko pendarahan ulang PSA (+) walau telah di operasi
 Operasi obliterasi aneurisma komplit untuk aneurisma yang incompletly clipped.
5. Cegah dan terapi vasospasme
 Nimodipin
 Pertahankan volume darah sirkulasi normal, hindari hipovolemia
6. Kelola tekanan darah
7. Hiponatremi
8. Kejang

57
9. Komplikasi hidrosefalus: ventrikulostomi/drainase eksternal ventrikel untuk obstruksi
hidrosefalus akut, dan ventrikulo peritoneal shunt untuk hidrosefalus kronik/komunikan
10. Terapi tambahan: laksansia, analgesik asetaminofen, kodein fosfat, tylanol dan kodein,
hindari asetosal, obat penenang untuk pasien sangat gelisah: haloperidol, petidin,
midazolam, propofol. 18,19

PROGNOSIS
Pada Stroke hemoragik ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu kematian atau sembuh tanpa
gejala sisa.
1. Prognosa dipengaruhi
- Usia
- Letak lesi dan luasnya
- Serangan pertama / residif.
2. Kematian dapat terjadi karena tekanan intrakranial yang meninggi secara progressive
pada CVD hemoragik, jadi bukan karena kehilangan darah. 20

58
Pembahasan Kasus

 Definisi Stroke : tanda – tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal/ global secara tiba-tiba, dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih atau dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain gangguan pada pembuluh darah vaskular.
o Pada kasus ini sesuai dengan pengertian di atas dimana os mempunyai gejala
defisit neurologis dengan onset yang cepat dan sudah berlangsung 3 hari sebelum
dibawa ke rumah sakit, dengan defisit neurologi focal yaitu bicara pelo dan tidak
jelas dengan mengucapkan satu per satu kata dan tidak dapat memahami apa yang
dibicarakan atau diperintahkan oleh orang sekelilingnya dan adanya hemiparesis
dextra. Didapatkan juga defisit neurologi global yaitu penurunan kesadaran
(somnolen) dimana os datang dengan keadaan cenderung tidur dan memerlukan
rangsangan suara untuk membangunkannya.

 Tergantung lokasi di otak yang terganggu, gambaran klinis yang sesuai akan muncul, lesi
pada daerah cortex temporal sinistra , maka akan muncul gejala penurunan kesadaran
akibat hipertensi lama, afasia sensorik transkortikal, dimana os dapat berbicara baik dan
ekhoalia serta pemahaman pasien buruk dan hemiparesis dextra. Pada CT Scan
didapatkan gambaran oedem di hemisfer sinistra berkurang, ICH di parietal sinistra
(20,71cc) akan tetapi letak lesi dekat sebenarnya lebih cocok di temporal dimana pusat
bicara sensorik ada. Penurunan kesadaran pada pasien ini terjadi karena terdapatnya
tekanan intracranial yang meningkat.

 Pada kriteria gadjahmada score yaitu adanya penurunan kesadaran, nyeri kepala dan
reflex babinsky (+). Pada pasien ini memenuhi 2 dari 3 kriteria score karena terdapat
penurunan kesadaran dan nyeri kepala maka dapat dikatergorikan sebagai stroke
hemoragik. Pasien muntah, tetapi rangsang meningeal (kaku kuduk ,laseque, brudzinky I
dan II , Kernig) lainnya negatif ,serta terdapat penurunan kesadaran tiba-tiba yang
merupakan tanda dari stroke hemoragik

 Pada pasien ini terdapat hasil CT scan dengan hasil Suatu gambaran oedem di hemisfer
sinistra berkurang, ICH di parietal sinistra (20,71cc)

59
 Faktor resiko yang didapatkan pada pasien ini adalah : hipertensi dalam anamnesis
terhadap keluarga didapatkan bahwa pasien sudah menderita hipertensi sejak 10 tahun
yang lalu dan tidak berobat secara teratur, sesuai dengan usia merupakan factor resiko
dari terkenanya stroke, pada pasien ini riwayat merokok dan hipertensi merupakan factor
resiko terkenanya stroke.

 Pada stroke hemoragik mempunyai ciri-ciri penderita rata-rata lebih muda, ada riwayat
hipertensi, terjadi dalam keadaan aktif, didahului sakit kepala, muntah, dan kesadaran
menurun. Pada pasien ini terdapat penurunan kesadaran, disertai muntah, nyeri kepala
hebat dan terjadi dalam keadaan aktif, dan hipertensi tidak terkontrol serta riwayat
merokok sejak 20 tahun yang lalu.

 Pada stroke, letak lesi menentukan prognosis, lesi terkena di daerah cortex temporal
menyebabkan afasia sensorik transkortikal dan hemiplegia dextra. Jadi dapat disimpulkan
Tn.S usia 46 tahun menderita penurunan kesadaran dengan stroke tipe stroke hemoragik,
hemiparese dextra, parese N.III dextra dan Hipertensi, kaku kuduk (-), brudzinsky I, II (-
),laseque dan kernig sign (-). Dengan topis cortex temporal sinistra, patologi perdarahan
serta etiologinya merupakan pembuluh darah vascular.

DAFTAR PUSTAKA

60
1. Sutrisno, Alfred. Stroke. You Must Know Before you Get It. PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta; 2007.hal.1-13.
2. Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah pusat.
Dalam: Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda, Gejala). Edisi
4. EGC, Jakarta. 2005;371–438.
3. Ropper AH, Samuels MA.Cerebrovascular Diseases: Adams and Vistor’s Principles
of Neurology. Ed 9th. McGraw Hill, USA. 2009;746–837.
4. Papalia, Diane E., Sters, Harvey L, Ruth Duskin dan Camp, Cameron J. (2007). Adult
development and aging (3rd ed). New York: Mc Graw Hill Companies, Inc.
5. Rasyid Al, Soertidewi L. Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2011.
6. Penurunan kesadaran. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/57899613/Penurunan-Kesadaran, 2010
7. Posner JB, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Diagnosis of Stupor and Coma. Edisi ke 4.
USA : 2007

8. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf: Neurologi


Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. 2009;267–292.
9. Feigin, Valery. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT.
Bhuana Ilmu Populer: Jakarta; 2006.
10. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: Pengenalan & Penatalaksanaan Kasus-kasus
Neurologi. Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007;18–34
11. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Cetakan ke-14.
Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2011

12. Feigin, Valery. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT.
Bhuana Ilmu Populer: Jakarta; 2006.
13. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: Pengenalan & Penatalaksanaan Kasus-kasus
Neurologi. Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007;18–34.
14. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.
15. Misbach J, Hamid AB, Mayza A, Saleh K (editor). Stroke: Buku Pedoman SPM &
SPO Neurologi. PERDOSSI, Jakarta. 2006;19–24.
16. Furie KL, Kasner SE, Adams RJ, Albers GW, Bush RL, Fagan SC, et al. Guidelines
for the prevention of stroke in patients with stroke or transient ischemic attack: a

61
guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke. 2011;42:227–276.
17. Barnett HJM, Bogousslavsky J, Meldrum H. Ischemic Stroke: Advances in
Neurology. Vol 92. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2003.
18. Greenberg DA, Aminoff MJ. Simon RP. Stroke: Clinical Neurology Lange. Ed 6th.
McGraw Hill, USA. 2005; 285–318.
19. Shinberg, E.F., (1990). Stroke: Petujuk penting bagi keluarga. Jakarta: Pustaka
delapratasa.
20. Thomas, D. J., (1995). Stroke dan pencegahannya. Jakarta: Arcan.

62

Anda mungkin juga menyukai