Oleh:
dr. Ahmad Haris Setiawan
Pendamping:
dr. Budi Suarman
PUSKESMAS CIAMPEA
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas Dokter Internsip Indonesia 2021
Penyusun:
dr. Ahmad Haris Setiawan
2
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN……………………………………………………………4
KAJIAN PUSTAKA………………………………………………………….9
METODOLOGI PENELITIAN………………………………………………22
PELAKSANAAN DAN HASIL KEGIATAN……………………………….26
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….46
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………48
LAMPIRAN…………………………………………………………………..50
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Coronavirus disease adalah penyakit yang disebabkan oleh SARS-
CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2). Penyakit
infeksi virus ini terdeteksi pertama kali pada bulan Desember 2019 di
Kota Wuhan, ibukota Hubei, Cina1.
COVID-19 telah menyebar ke seluruh dunia. Pada tanggal 11
Maret 2020, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus,
mendeklarasikan bahwa COVID-19 merupakan sebuah pandemic global.
Hingga saat ini, ada sekitar 4 juta kasus positif COVID-19 di dunia dengan
300 ribu kematian yang dilaporkan ke World Health Organization (WHO),
dimana kasus–kasus ini tersebar di 215 negara termasuk Indonesia2.
Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia
membawa risiko untuk terinfeksi berskala besar dan dengan tingkat
penyebaran virus yang tinggi. Berdasarkan data dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia per 16 Mei 2020, Indonesia memiliki
17.025 kasus dengan rata-rata pertambahan kasus positif per hari mencapai
500 kasus baru. Kondisi pertambahan kasus terkonfirmasi COVID-19
semakin lama semakin banyak ditunjukkan dengan kurva yang semakin
meningkat. Tidak hanya jumlah kasus yang banyak, tingkat kematian
akibat COVID-19 di Indonesia juga tinggi. Berdasarkan data dari John
Hopkins University, Indonesia sempat menduduki peringkat pertama Case
Fatality Rate (CFR) tertinggi di Asia yakni sekitar 8%-9%3.
Menurut data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia per
tanggal 5 Maret 2021, Provinsi Jawa Barat menempati urutan kedua dalam
10 Provinsi di Indonesia yang mempunyai jumlah kasus knfirmasi
tertinggi dengan Case Fatality Rate (CFR) 1.1%, serta Kabupaten Bogor
4
merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat dengan transmisi lokal kasus
COVID-194.
Data yang dimiliki Puskesmas Ciampea per tanggal 31 Agustus
2021, total kasus konfirmasi adalah 716 kasus, dengan konfirmasi sembuh
693 kasus, dan konfirmasi meninggal 22 kasus. Berdasarkan pembagian di
desa-desa kecamatan Ciampea: Ciampea 167 kasus, Bojong Rangkas 168
kasus, Benteng 185 kasus, Cibanteng 196 kasus. Pada bulan Juli 2021
jumlah masyarakat yang menjalankan isolasi mandiri di Kecamatan
Ciampea: Desa Benteng: 13 orang, Desa Cibanteng: 15 orang, Desa
Bojong Rangkas: 14 orang, serta Desa Ciampea 15 orang5.
Virus ditransmisikan melalui percikan air liur yang keluar dari
mulut atau hidung saat orang yang terinfeksi berbicara, batuk, atau bersin.
Virus juga dapat menyebar saat orang menyentuh permukaan atau objek
yang terkontaminasi virus, kemudian orang tersebut menyentuh mata,
hidung, atau mulut. Infeksi SARS-CoV-2 pada umumnya dapat
menyebabkan penyakit pernapasan dengan derajat keparahan yang
bervariasi. Tetapi pada beberapa kasus, penderita tidak merasakan gejala
apapun, hal ini juga dipengaruhi oleh imunitas (kekebalan tubuh)6.
Karantina merupakan proses mengurangi resiko penularan dan
identifikasi dini COVID-19 melalui upaya memisahkan individu yang
sehat atau belum memiliki gejala COVID-19 tetapi memiliki riwayat
kontak dengan pasien COVID-19 atau memiliki riwayat bepergian ke
wilayah yang sudah terjadi transmisi local. Sementara itu isolasi adalah
proses mengurangi risiko penularan melalui upaya memisahkan individu
yang sakit baik yang sudah dikonfirmasi laboratorium atau memiliki gejala
COVID-19 dengan masyarakat luas2,7.
Swamedikasi merupakan salah satu pilihan utama masyarakat
untuk mengobati penyakit. Menurut WHO swamedikasi merupakan suatu
proses pengobatan yang dapat dilakukan oleh diri sendiri mulai dari
pengenalan keluhan atau gejalanya sampai dengan pemilihan dan
penggunaan obat. Gejala yang dapat dikenali oleh orang awam disebut
5
penyakit ringan atau minor illnesses, sedangkan obat yang dapat
digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang dapat dibeli tanpa
resep dokter. Menurut survey sosial ekonomi tahun 2014 yang
menunjukan sebesar 61,05% penduduk melakukan swamedikasi untuk
menyebuhkan penyakit yang diderita. Selain penyakit ringan atau minor
illnesses, swamedikasi juga dapat dilakukan untuk COVID-19 seperti saat
pandemi ini8.
Banyaknya rumah sakit yang penuh karena jumlah pasien positif
terus bertambah dapat menjadi alasan swamedikasi untuk pasien COVID-
19. Selain itu alasan utama swamedikasi ialah karena adanya penderita
COVID-19 yang termasuk Orang Tanpa Gejala (OTG), orang dengan
gejala ringan, dan juga penderita yang tidak ada penyakit penyerta
(comorbid). Biasanya penderita ini tidak perlu mencari pertolongan medis
melainkan harus tetap di rumah, isolasi diri, dan memantau gejala yang
terjadi. Maka dari itu swamedikasi menjadi penting untuk penderita
COVID-19 tersebut. Swamedikasi sendiri memiliki dampak negatif yang
perlu diperhatikan. Beberapa dampak negatif dari swamedikasi adalah
pemborosan biaya, waktu dan juga pengobatan menjadi tidak efektif
dikarenakan pasien salah dalam menggunakan obat. Hal tersebut didukung
oleh obat-obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi adalah obat yang
dalam pembelian dan juga penggunaannya diluar resep dokter sehingga
memungkinkan pasien salah dalam penggunaan obat8,9.
Karantina dan swamedikasi yang tepat diharapkan dapat
mengurangi tingkat keparahan penderita dan juga penyebaran COVID-19.
Oleh karena itu perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat oleh tenaga
kesehatan agar masyarakat mengetahui mengenai karantina dan
swamedikasi yang benar7.
Dalam mini project, dokter internsip selaku salah satu tenaga
kesehatan akan melakukan edukasi berupa penyuluhan pada masyarakat di
wilayah cakupan Puskesmas Ciampea.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah: bagaiama
gambaran pola swamedikasi pada pasien COVID-19 yang menjalani
isolasi mandiri di wilayah cakupan Puskesmas Ciampea pada Juli –
Agustus 2021.
1. Apakah pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri
melakukan isolasi selama 10 hari sejak terkonfirmasi?
2. Apakah pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri tetap
melakukan protokol kesehatan yang berlaku selama masa isolasi
mandiri?
3. Apakah pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri
mendapatkan obat-obatan / suplemen selama masa isolasi?
4. Apakah pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri
mendapatkan informasi yang lengkap perihal isolasi mandiri yang
mereka lakukan?
C. Tujuan Penelitian
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat wilayah cakupan
Puskesmas Ciampea mengenai isolasi mandiri pada pasien
COVID-19.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan isolasi
mandiri pada pasien COVID-19 di wilayah cakupan Puskesmas
Ciampea.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
isolasi mandiri pada pasien COVID-19 khususnya di wilayah cakupan
Puskesmas Ciampea, meningkatkan kesadaran pentingnya pelaksanaan
protokol kesehatan pada masyarakat agar mempercepat penurunan angka
COVID-19.
7
Bagi masyarakat, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai COVID-19, khususnya perihal isolasi mandiri pada
pasien COVID-19, serta meluruskan informasi yang beredar di masyarakat
sehingga dapat memperbaiki kualitas isolasi mandiri.
Bagi pelaksana kegiatan, kegiatan ini diharapkan menjadi sarana
untuk mengetahui gambaran, serta faktor – faktor yang menghambat /
mempengaruhi kualitas isolasi mandiri pada pasien COVID-19 di
masyarakat.
Bagi Puskesmas Kecamatan Ciampea, diharapkan kegiatan ini
dapat mempertDeahankan serta meningkatkan pelayanan serta
memberikan informasi terhadap masyarakat yang sedang menjalani isolasi
mandiri.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
B. Epidemiologi
Kasus COVID-19 pertama di Indonesia dilaporkan pada tanggal 2
Maret 2020 sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus
9
yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian.
Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8.90%, angka ini
merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Per 16 Mei 202, angka pasien
positif di Indoesia sudah melonjak tinggi yaitu sebesar 17.025 kasus.
Dilaporkan pertambahan pasien positif ada sebanyak 529 kasus dari
tanggal 15 Mei 2020 dengan kematian mencapai 1.089 jiwa. Kasus
COVID-19 di Indonesia sudah menyebar luas di 34 provinsi di Indonesia.
Transmisi local terjadi baik di dalam daerah maupun antar daerah melalui
orang-orang yang keluar masuk melalui berbagai moda transportasi11.
Menurut data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia per
tanggal 5 Maret 2021, Provinsi Jawa Barat menempati urutan kedua dalam
10 Provinsi di Indonesia yang mempunyai jumlah kasus knfirmasi
tertinggi dengan Case Fatality Rate (CFR) 1.1%, serta Kabupaten Bogor
merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat dengan transmisi lokal kasus
COVID-1912.
Data yang dimiliki Puskesmas Ciampea per tanggal 31 Agustus 2021,
total kasus konfirmasi adalah 716 kasus, dengan konfirmasi sembuh 693
kasus, dan konfirmasi meninggal 22 kasus. Berdasarkan pembagian di
desa-desa kecamatan Ciampea: Ciampea 167 kasus, Bojong Rangkas 168
kasus, Benteng 185 kasus, Cibanteng 196 kasus. Pada bulan Juli 2021
jumlah masyarakat yang menjalankan isolasi mandiri di Kecamatan
Ciampea: Desa Benteng: 13 orang, Desa Cibanteng: 15 orang, Desa
Bojong Rangkas: 14 orang, serta Desa Ciampea 15 orang5.
10
C. Definisi Kasus dan Derajat Penyakit13
Definisi operasional kasus COVID-19 yaitu kasus suspek, kasus
probable, kasus konfirmasi, kontak erat.
a. Kasus Suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
a. Seseorang yang memenuhi salah satu kriteria klinis dan salah
satu kriteria epidemiologi
Kriteria klinis:
- Demam akut (>=38C)/riwayat demam dan batuk atau
- Terdapat 3 atau lebih gejala / tanda akut berikut:
demam / riwayat demam, batuk, kelelahan (fatigue),
sakit kepala, myalgia, nyeri tenggorokan,
coryza/pilek/hidung tersumbat, sesak nafas,
anoreksia / mual / muntah, diare, penurunan
kesadaran, dan
Kriteria epidemiologis
- Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat tinggal atau bekerja di tempat berisiko tinggi
penularan, atau
- Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat tinggal atau bepergian di negara / wilayah
Indonesia yang melaporkan transmisi lokal; atau
- Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejjala bekerja
di fasilitas pelayanan kesehatan, baik melakukan
pelyanan medis, dan non-medis, serta petugas yang
melaksanakan kegiatan investigasi, pemantauan kasus
dan kontak; atau
- Seseorang dengan ISPA Berat
- Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) yang tidak
memenuhi kriteria epidemiologis dengan hasil rapid
antigen SARS-CoV-2 positif
11
-
b. Kasus Probable
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut
a. Seseorang yang memenuhi kriteria klinis dan memiliki riwayat
kontak erat dengan kasus probable; atau terkonfirmasi; atau
berkaitan dengan cluster COVID-19.
b. Kasus suspek dengan gambaran radiologis sugestif ke arah
COVID-19.
c. Seseorang dengan gejala akut anosmia (hilangnya kemampuan
indra penciuman) atau ageusia (hilangnya kemampuan indra
perasa) dengan tidak ada penyebab lain yang dapat
diidentifikasi.
d. Orang dewasa yang meninggal dengan distress pernapasan dan
memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable atau
terkonfirmasi atau berkaitan dengan cluster COVID-19.
c. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Seseorang dengan hasil RT-PCR positif
b. Seseorang dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif dan
memenuhi kriteria definisi kasus probable atau kasaus suspek
(kriteria A atau B)
c. Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) dengan hasil rapid
antigen SARS-CoV-2 positif dan memiliki riwayat kontak erat
dengan kasus probable atau terkonfirmasi. Kasus konfirmasi
dibagi menjadi 2: 1. Kasus konfirmasi dengan gejala
(simtomatik) 2. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik).
d. Kontak Erat
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau
konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
12
a. Kontak tatap muka / berdekatan dengan kasus probable atau
kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu
15 menit atau lebih.
b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau
konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-
lain).
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus
probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai
standar.
d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak
berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim
penyelidikan epidemiologi setempat.
13
3. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda
pneumonia berat termasuk SpO2 >= 93% dengan udara ruangan atau
anak-anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk
atau sulit bernapas + napas cepat dan / atau tarikan dinding dada) dan
tidak ada tanda pneumonia berat.
4. Berat / Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari:
frekuensi napas >30x/mnt, distress pernapasan berat, atau SpO2 <93%
pada udara ruangan. Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis
pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu
dari berikut ini: 1. Sianosis sentral SpO2<93%, 2. Distres pernapasan
berat, 3. Tanda bahaya umum: ketidakmampuan menyusu atau minum,
letargi atau penurunan kesadaran, kejang, 4. Napas cepat / tarikan
dinding dada / takipnea: usai <2 bulan, >= 60x/menit, usia 2-11 bulan
>=50x/menit, usia 1-5 tahun >=40x/mnt, usia >5 tahun >= 30x/menit.
5. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
sepsis, dan syok sepsis.
D. Tatalaksana COVID-1914
Dilakukan pemeriksaan PCR SWAB
- Pengambilan swab di hari ke 1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila
pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi
pemeriksaan di hari kedua. Apabila pemeriksaan di hari pertama
negative, maka diperlukan pemeriksaan di hari berikutnya.
- Pada pasienyang dirawat inap, pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak
tiga kali selama perawatan.
14
- Untuk kasus tanpa gejala,ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan
pemeriksaan PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya
dilakukan pada pasien yang berat dan kritis.
- Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan
setelah sepuluh hari dari pengambilan swab yang positif.
- Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan
disesuaikan kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di
fasilitas kesehatan masing – masing.
- Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas deam
selama tiga hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang
positif, kemungkinan terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan
oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif.
Pertimbangan nilai Cycle Threshold (CT) value untuk menilai
infeksius atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan
laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cut off berbeda-beda sesuai
dengan regen dan alat digunakan.
1. Tanpa Gejala
i. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak
pengambilan specimen diagnosis konfirmasi, baik
isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas public yang
dipersiapkan pemerintah.
- Pasien dipantaumelalui telepon oleh petugas Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
- Control di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina
untuk pemantauan kliniks.
ii. Non-farmakologis
Berikut edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan:
Pasien:
- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat
berinteraksi dengan anggota keluarga.
15
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand
sanitizer sesering mungkin.
- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing).
- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah.
- Menerapkan etika batuk.
- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun.
- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap
harinya (sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
- Pakaian yang telah dipakai sebaiknya dimasukkan
dalam kantong plastic / wadah tertutup yang terpisah
dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum
dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci.
- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan
malam hari).
- Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau
keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh >38C.
Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya, dan udara
- Membuka jendela kamar secara berkala
- Bila memungkinkan menggunakan APD saat
membersihkan kamar (setidaknya masker, dan bila
memungkinkan sarung tangan dan google)
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand
sanitizer sesering mungkin.
- Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau
bahan desinfektan lainnya.
Keluarga:
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan
pasien sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah
Sakit.
- Anggota keluarga senantiasa pakai masker.
16
- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien.
- Senantiasa mencuci tangan.
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan
bersih.
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar siekulasi
udara tertukar.
- Bersihkan sesering mungkin daerah yang mungkin
tersentuh pasien misalnya gagang pintu dll.
iii. Farmakologi
- Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan
untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin
dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat
antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan
Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke
Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis
Jantung.
- Vitamin C
- Vitamin D
- Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka)
maupun Obat Moderen Asli Indonesia (OMAI) yang
teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan
perkembangan kondisi klinis pasien.
- Obat-obatan yang memiliki antioksidan dapat diberikan.
2. Derajat Ringan
i. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama
maksimal 10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari
bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Jika
gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan
hingga gejala hilang dengan ditambah 3 hari bebas
17
gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah
maupun di fasillitas public yang dipersiapkan
pemerintah.
- Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan
pemantauan kondisi pasien.
- Setelah melewati masa isolasi pasien akan control ke
FKTP terdekat.
ii. Non-farmakologis
- Vitamin C
- Vitamin D
- Antivirus: Favipiravir (sediaan 200mg) loading dose
1600mg/12jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2x600mg
(hari ke 2-5).
iii. Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.
iv. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun
Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di
BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan
tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
v. Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada.
3. Derajat Sedang
i. Isolasi dan pemantauan
- Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19
Rumah Sakit Darurat COVID-19.
- Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-
19 / Rumah Sakit Darurat COVID-19
- Pengambilan Swab untuk PCR.
ii. Non-farmakologis
- Istirahat total, asupan kalori adekuat, control eletrolit,
status hidrasi/terapi cairan, oksigen
- Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap
berikut dengan hitung jenis, bila memungkinkan
18
ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan
foto toraks secara berkala.
iii. Farmakologi
- Vitamin C
- Vitamin D
- Antivirus: Favipiravir atau Remdesivir
- Antikoagulan LMWH/UFH
- Pengobatan simtomatis
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
4. Derajat Berat atau Kritis
i. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujuakan atau
rawat secara kohorting
- Pengambilan swab untuk PCR.
ii. Non-farmakologis
- Istirahat total, asupan kalori adekuat, control elektrolit,
status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
- Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut
dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan
dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis,
LDH, D-dimer.
- Pemeriksaan foto thoraks serial bila perburukan.
a. Takipnea, frekuensi napas >=30x/min
b. Saturasi oksigen dengan pulse oximetry <=93%
(di jari)
c. PaO2/FiO2 <=300mmHg
d. Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area
paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48
jam
e. Limfopenia progresif
f. Peningkatan CRP progresif
19
g. Asidosis laktat progresif
h. Monitor keadaan kritis
i. Terapi oksigen
j. NIV (noninvasive Ventilation)
k. Ventilasi Mekanik Invasif (Ventilator)
l. ECMO (Extra Corporeal Membrane
Oxygenation)
iii. Farmakologis
- Vitamin C
- Vitamin B1 1 ampul/24jam/IV
- Vitamin D
- Antivirus: Favipiravir atau Remdesivir
- Deksametason dosis 6mg/24jam selama 10 hari
- Anti interleukin-6 (IL-^)
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
- Obat suportif lainnya sesuai indikasi
- Antikoagulan LMWH/UFH
20
F. Pengertian Swamedikasi
Menurut World Health Organization (WHO), swamedikasi merupakan
proses pengobatan yang dilakukan oleh diri sendiri mulai dari pengenalan
keluhan atau gejala sampai pada pemilihan dan penggunaan obat. Gejala
yang dapat dikenali sendiri oleh masyarakat awam adalah penyakit ringan
atau minor illneses, sedangkan obat yang dapat digunakan untuk
swamedikasi adalah obat-obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter
termasuk obat herbal atau tradisional8.
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Data Geografis
Secara geografi wilayah, Puskesmas Ciampea berada pada
ketinggian ±300mdpl, suhu udara berkisar antara 20º - 30ºC dan
curah hujan 278 mm/t dalam 22 hari. Luas wilayah kerja
Puskesmas Ciampea sekitar 15.574,2 Ha. Dengan perbatasan
wilayah;
- Sebelah Utara : Kecamatan Rancabungur
- Sebelah Selatan : Kecamatan Tenjolaya
- Sebelah Barat : Kecamatan Cibungbulang
- Sebelah Timur : Kecamatan Dramaga
Wilayah Puskesmas Ciampea terdiri dari 4 Desa, 32 RW, dan 170
RT, topografi wilayah Kecamatan Ciampea yaitu sebagian berupa daerah
dataran rendah dan sebagian dataran berbukit.
22
2. Profil dan Sumber Tenaga Kesehatan
Puskesmas Kecamatan Ciampea yang berlokasi di Jalan Raya
Letnan Sukarna No. 24, Ciampea, Kabu
paten Bogor, Jawa Barat adalah pusat kesehatan masyarakat tingkat
kecamatan yang memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada
masyarakat wilayah Kecamatan Ciampea.
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Puskesmas
Kecamatan Ciampea, tenaga kesehatan melaksanakan tugas pelayanan
tersebut merupakan faktor utama yang memegang peranan, karena itu
tenaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan Ciampea dituntut memiliki
kemampuan dan keahlian yang professional.
Berikut adalah komposisi tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas
Kecamatan Ciampea, yaitu:
Tabel 3.1 Jenis Ketenagaan di Puskesmas Ciampea
No. Jenis Tenaga Jumlah Status Kepegawaian
1 Dokter Umum 2 2 PNS
2 SKM 1 Rekrutmen BOK
3 Dokter Gigi 1 PTT
4 SKP - -
5 S1 Perawat 2 1 PNS, 1 Sukwan
5 D3 Perawat 10 3 PNS, 2 PTT/Honda,
5 Sukwan
6 D4 Kebidanan 7 4 PNS, 1 PTT, 2
Sukwan
7 D3 Kebidanan 9 4 PNS, 2 PTT, 4
Sukwan
8 S1 GIZI 1 PNS
9 D3 Sanitarian 1 PNS
10 D3 Analis Lab 1 PTT
11 Perawat Gigi 1 PNS
12 Farmasi 1 PNS
13 SMK/ SMA/ SPK 11 2 PNS, 10 Sukwan
14 SMP 3 Sukwan
15 SD 2 2 Sukwan
23
3. Gambaran Masyarakat Ciampea
Berdasarkan data dari Sasaran Proyeksi Kesehatan Puskesmas
Ciampea tahun 2020:
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Ciampea
24
d. Bersedia menjadi responden.
2. Kriteria Eksklusi
a. Responden yang pernah terkonfirmasi COVID-19 namun tidak
menjalani isolasi mandiri.
b. Tidak bersedia menjadi responden.
Setelah dilakukan pengambilan data melalui kuesioner dengan beberapa
pertanyaan seperti: Apakah anda tetap menerapkan protokol 3M (memakai
masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) selama isolasi mandiri?, jika
iya, setiap berapa jam sekali anda mengganti masker? Peneliti melakukan
intervensi kepada masyarakat terkait pasien yang terkonfirmasi COVID-19
yang menjalani isolasi mandiri di wilayah Cakupan Puskesmas Ciampea
dengan cara dilakukan penyuluhan.
25
BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL KEGIATAN
26
Karateristik responden berdasarkan klasifikasi usia dan jenis kelamin
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Usia
<15 Tahun 0
16-20 Tahun 1 Orang
21-30 Tahun 4 Orang
31-40 Tahun 11 Orang
41-50 Tahun 6 Orang
>51 Tahun 3 Orang
Daftar Pertanyaan
1. Apa pemeriksaan yang dilakukan?
Pemeriksaan Frekuensi Persentase (%)
Rapid Test 0 0%
Swab Antigen 11 44%
Swab PCR 14 56%
Pemeriksaan
Swab Antigen
Swab PCR 44%
56%
27
Berdasarkan gambaran tabel diatas, didapatkan jumlah terbanyak pada
pemeriksaan Swab PCR sebanyak 14 orang dengan persentase 56%,
pemeriksaan Swab Antigen 11 orang dengan persentase 44%, dan
pemeriksaan Rapid Test 0 orang dengan persentase 0%.
Klinik
40%
Puskesmas
60%
28
Frekuensi Persentase (%)
Iya 18 Orang 72%
Tidak 7 Orang 28%
Tidak
28%
Iya
72%
29
Menjaga Jarak dengan
Anggota Keluarga Lain
Tidak
36%
Iya
64%
30
Kamar / Rumah Terpisah dari
Anggota Keluarga
Tidak
16%
Iya
84%
31
Menerapkan 3M
Tidak
44%
Iya
56%
7. Setiap berapa jam sekali anda atau anggota keluarga yang menjalani
isolasi mandiri mengganti masker pada setiap harinya?
Frekuensi Persentase
1-3 jam 0 0%
4-6 jam 0 0%
8-11 jam 2 8%
12 jam 3 12%
24 jam 20 80%
32
Mengganti Masker Setiap
Hari
1-3 Jam 4-6 Jam 8-11 Jam 12 Jam 24 Jam
8%
12%
80%
33
Menerapkan Etika Batuk
Iya
36%
Tidak
64%
34
Berjemur di Bawah Sinar
Matahari
Iya
24%
Tidak
76%
35
Memisahkan Pakaian Kotor
dengan Milik Anggota Kelu-
arga
Iya
28%
2nd Qtr
72%
11. Apakah anda rutin mengukur suhu tubuh setiap harinya (pagi dan
sore hari)?
36
Mengukur Suhu Setiap Hari
Iya
20%
Tidak
80%
37
Memberi Informasi ke Petu-
gas/FKTP atau Keluarga Bila
Terjadi Peningkatan Suhu
Tubuh
Tidak Iya
52% 48%
Tidak
28%
Iya
72%
38
Berdasarkan gambaran tabel diatas, didapatkan jumlah orang yang
mengalami gejala saat isolasi mandiri sejumlah 18 orang dengan persentase
72%, sedangkan jumlah orang yang tidak mengalami gejala saat isolasi
mandiri sejumlah 7 orang dengan persentase 28%.
Konsumsi Obat
Tidak
20%
Iya
80%
39
Konsumsi Obat / Suplemen
Tidak
8%
Iya
92%
40
Tempat Mendapatkan Obat
Bantuan Instansi Lain
9%
Onlinw (e-
commerce)
4%
Apotek
22%
Puskesmas
65%
17. Apakah anda tetap beraktifitas keluar rumah selama isolasi mandiri?
Frekuensi Persentase
Iya 6 24%
Tidak 19 76%
41
Aktifitas Keluar Rumah
Iya
24%
Tidak
76%
18. Apakah anggota keluarga yang tinggal satu rumah melakukan uji
konfirmasi COVID-19 setelah anda terkonfirmasi?
42
Anggota Keluarga Melakukan Uji
Pemeriksaan COVID-19
Iya
24%
Tidak
76%
Frekuensi Jumlah
Iya 9 36%
TIdak 16 64%
Iya
36%
Tidak
64%
43
Berdasarkan gambaran tabel diatas, didapatkan jumlah anggota keluarga
yang juga menerapkan 3M selama terdapat anggota keluarganya yang isolasi
mandiri berjumlah 9 orang dengan persentase 36%, sedangkan anggota
keluarga yang tidak menerapkan 3M saat anggota keluarga yang lain isolasi
mandiri sejumlah 16 orang dengan persentase 64%.
Frekuensi Persentase
Iya 18 70%
Tidak 7 30%
Memperhatikan Ventilasi,
Cahaya, Udara di
Lingkungan / Rumah
Tidak
30%
Iya
70%
C. Pembahasan
44
Dari pertanyaan-pertanyaan yang sudah diajukan terhadap beberapa
penderita COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri, didapatkan bahwa
sebagian besar penderita tidak mematuhi persyaratan juga himbauan mengenai
isolasi mandiri yang panduannya sudah dibuat oleh pemerimtah. Hal ini
menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat kesembuhan, komplikasi juga
laju penularan yang mungkin meningkat mengingat banyaknya masyarakat
yang terkonfirmasi tidak mematuhi protokol sehingga mungkin menularkan ke
anggota keluarga lainnya ataupun masyarakat disekitarnya.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN USULAN
A. Kesimpulan
46
B. Usulan
1. Bagi Puskesmas
a. Perlu dilakukan sosialisasi / penyuluhan secara rutin terhadap
masyarakat di wilayah cakupan Puskesmas Ciampea,
khususnya mengenai kasus seputar COVID-19.
b. Adanya pemantauan dan evaluasi lebih ketat terhadap
masyarakat yang menjalani isolasi mandiri.
c. Perlu ditingkatkan lagi angka pemeriksaan Swab PCR pada
masyarakat yang memiliki indikasi.
2. Bagi Dinas Kesehatan
a. Kolaborasi dengan Puskesmas untuk program isolasi mandiri
pada masyarakat.
b. Diharapkan dapat memfasilitasi puskesmas / masyarakat dalam
program isolasi mandiri.
47
Tinjauan Pustaka
48
https://ocw.ui.ac.id/pluginfile/php/2469/mod_resource/content/3/415-
1924-1-PB.pdf.pdf Diakses pada 2 September 2021
11. Peeri, N. C. et al. 2020. The SARS, MERS and novel coronavirus
(COVID-19) epidemics, the newest and biggest global health threats: what
lesson have we learned?, International Journal of Epidemiology, pp. 1-10.
12. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia , 2021, Situasi Terkini
Perkembangan Corona Virus Disease (COVID-19) 06 Maret 2021,
https://covid19.kemkes.go.id/situasi-infeksi-emerging/situasi-terkini-
perkembangan-coronavirus-disease-covid-19-06-maret-2021 Diakses pada
2 September 2021
13. PAPDI, 2020, Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 3, Jakarta: PAPDI
14. PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI, 2021, Revisi Protokol
Tatalaksana COVID-19, Jakarta: PDPI, PERKI, PERDATIN, IDAI
15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020, Panduan Pencegahan
dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Tempat
Kerja Perkantoran dan Industri Dalam Mendukung Keberlangsungan
Usaha pada Situasi Pandemi,
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No__HK_01_07
-MENKES-328-2020_ttg_Panduan_Pencegahan_Pengendalian_COVID-
19_di_Perkantoran_dan_Industri.pdf diakses pada 1 September 2021.
49
LAMPIRAN
50
POSTER PENYULUHAN
51