• Nama : An. A
• Umur : 8 tahun
• Agama : Islam
Skenario
Seorang Anak perempuan berusia 8 tahun MRS di antar oleh kedua orang tuanya, dengan
keluhan kejang dan lemas sejak 2 hari yang lalu, kejang ini didahului penurunan kesadaran.
Orang tua pasien mengaku saat kejang, badan anaknya seperti kaku, kejang kurang lebih
terjadi selama ± 1 menit dengan kejang yang terjadi 2-3 kali dengan interval waktu sekitar ±
5 menit. Pada saat kejang, mulut anaknya bengkok ke sebelah kiri, kepala selalu miring ke
sebelah kiri, tidak bisa berbicara, dan mengeluarkan busa. Setelah terjadi kejang pasien
mengeluh sakit kepala sebelah kiri, pusing, mual (+) muntah(+). Kejang ini terjadi pertama
kali pada pasien. Riwayat kejang saat masih bayi(-), batuk(-) demam(+), nafsu makan baik,
BAB & BAK lancar. Riwayat penyakit cacar seminggu yang lalu. Tes rempelit (-).
Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan Umum
Suhu : 36,3˚C
Pernapasan : 28x/menit
• TORAKS :
Paru-paru :
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral
• TORAKS :
Jantung :
• ABDOMEN :
Pemeriksaan Psikiatri
• Kecerdasan : SESUAI
• Penyerapan : SESUAI
• Kemauan : DBN
• Psikomotor : DBN
Status Neurologis
GCS : E4V5M6
1. KEPALA
- Posisi : Central
- Bentuk/ukuran : Normocephale
- Auskultasi : Berdenyut
2. NERVUS CRANIALIS
a. N.I (Olfactorius)
Penghidu : DBN/DBN
b. N II (Opticus)
-Ptosis : -/-
-Exoftalmus : -/-
3. Pupil
-Ukuran/bentuk : ±2,5mm,bulat/±2,5mm,bulat
-RCL/RCTL : +/+
Nystagmus : -/-
1. Sensibilitas
- N.V 1 : DBN/DBN
- N.V 2 : DBN/DBN
- N.V 3 : DBN/DBN
2. Motorik
- Inspeksi : (Menggingit)
e. N.VII (Facialis)
1. Motorik :
2. Sensorik
f. N.VIII (Vestibulocochlearis)
1. Pendengaran : DBN
g. IX/X (Glossopharingeus/vagus):
4. Fonasi : DBN
5. Takikardi/bradikardi : normal
h. XI (Accecorius) :
i. N.XII (Hypoglossus) :
1. Deviasi lidah :-
2. Fasciculasi :-
3. Atrofi :-
4. Tremor :-
5. Ataxia :-
3. LEHER
Kaku kuduk :-
Kernig’s sign :-
-Arteri karotis :
Palpasi : teraba
4. ABDOMEN
5. KOLUMNA VERTEBRA
-Auskultasi : TDP
6. EXTREMITAS
Superior
Inferior
Pergerakan B B B B
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus otot N N N N
Superior Inferior
Biceps N N
Triceps N N
Patella N N
Achilles N N
- Klonus
- Lutut : -/-
- Kaki : -/-
- Refleks Patologis
- Hoffman : -/-
- Tromner : -/-
- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-
- Gordon : -/-
- Schaefer : -/-
- Oppenheim : -/-
Superior
Inferior
EKSTROSEPTI
F
PROPRIOSEPT
IF
FUNGSI DBN
KORTIKAL
8. Gangguan koordinasi :-
9. Gangguan keseimbangan :-
10. Pemeriksaan fungsi luhur : DBN
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
HCT : 27,0 %
MCV : 75,0 fL
MCH : 25,3 fL
Kalimat Kunci
5. Riwayat kejang 2-3 kali dengan interval waktu kejang kurang lebih 5 menit
9. DD dari skenario
1. Apa yang dimaksud dengan kejang?
Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba
yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika gangguan
aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan kejang
yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area otak
maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum.
4. Klasifikasi Kejang
Kejang telah di klasifikasikan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan etiologi baik itu
idiopatik (primer) atau gejala (sekunder). Klasifikasi kejang pertama kali diusulkan oleh
Gastaut pada tahun 1970 dan kemudian disempurnakan berulang kali oleh International
League Againts Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981, dengan klasifikasi sebagai berikut :
1. Kejang Parsial (fokal)
1.1. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1.1.1. Dengan gejala motorik
1.1.2. Dengan gejala sensorik
1.1.3. Dengan gejala otonomik
1.1.4. Dengan gejala psikik
1.2. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1.2.1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
1.2.1.1. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
1.2.1.2. Dengan automatisme
1.2.2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
1.2.2.1. Dengan gangguan kesadaran saja
1.2.2.2. Dengan automatisme
1.3. Kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau klonik)
1.3.1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
1.3.2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
1.3.3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi kejang umum
Kejang Mioklonik
Kejang yang ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba-tiba dan di sertai
dengan flexi lengan.Kejang tipe ini dapat terjadi ratusan kali perhari
5. Patomekanisme Kejang
Dasar serangan kejang ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Ada duajenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel
neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-
neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin
sedangkan neurotransmitter inhibisiyang terkenal ialah gamma amino butyric acid
(GABA) danglisin.Jika hasil pengaruh kedua jenis melepaskan muatan listrik dan terjadi
transmisi impuls .Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik
tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan
depolarisasi membran neuron dan seluruh selakan melepaskan muatan listrik. Oleh
berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat mengubah fungsi membran neuron
sehingga membran mudah dilalui oleh ion Cadan Na dari ruangan ekstrake intra seluler.
Influks Caakan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan melepaskan muatan
listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepasnya muatan listrik dengan jumlah
besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan kejang. Suatu sifat khas
serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar tempat
epileptic.Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pascasinaptik yang menjamin agar
neuron-neuron tidak terus menerus melepaskan muatan. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
6. Bagaimana diagnosis dari kejang
A. Anamnesis
Sebelum bangkitan/gejala prodromal
Selama bangkitan/iktal
Pasca bangkitan/post iktal
B. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh. Tanda-tanda vital yang
diperiksa meliputi denyut nadi, laju pernapasan,, dan terutama suhu tubuh.
Periksa kepala juga dilakukan untuk menilai apakah ada kelainan bentuk, tanda-
tanda trauma kepala, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Periksa leher
untuk melihat terdapat kaku kuduk. Pemeriksaan neurologis secara menyeluruh.
C. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, profil lipid, GDP/GD2PP,
SGOT/SGPT.
Pemeriksaan radiologi
MRI dikerjakan pada pasien-pasien dengan epilepsi simptomatik, usia >18 tahun,
perkembangan yang abnormal serta bila defisit fokal neurologis +.
CT Scan lebih sensitif untuk lesi kalsifikasi di intrakranial yang dapat
menyababkan kejang
Electroencephalography (EEG)
Paling penting dalam menegakkan diagnosis dan karakteristik spesifik sindroma
epilepsi. EEG memiliki sensitivitas yang rendah pada anak di bawah usia tiga
tahun dengan kejang dan peran yang terbatas dalam diagnosis gangguan
ensefalopati akut.
7. Penatalaksanaan Awal dari kejang
Pada saat Serangan Kejang beberapa hal yang dapat dilakukan :
Menghindarkan segala benda berbahaya yang dapat melukai anak saat serangan
kejang
Memberikan alas kepala/bantal dibelakang kepala anak untuk menghindarkan dari
trauma atau cedera kepala
Setelah serangan kejang, posisikan anak dalam keadaan miring untuk merilekskan
badan dan menghindarkan aspirasi jika terdapat cairan/busa di mulut anak
Pastikan anak bernafas dengan baik atau tidak
Primary Survey
A : Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas? Jika ada
obstruksi maka lakukan :
• Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
B : Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas. Jika
pernafasan tidak memadai dapat diberikan oksigen
C : Circulation
Dalam menilai status hemodinamik, ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat
memberikan informasi tentang ini :
a. Tingkat Kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan
penurunan kesadaran (jangan dibalik, penderita yang sadar belum tentu normovolemik).
b. Warna Kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya
kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan
hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat,
merupakan tanda hypovolemia
c. Nadi
Periksalah pada nadi yang besar seperti a. Femoralisatau a. Karotis (kirikanan) untuk
kekuatan nadi, kecepatan dan irama
D : Disability
Menjelang akhir dari primary survey, dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat.
Pemeriksaan neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat kesadaran pasien, ukuran dan
respon pupil. Cara dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU
dan GSC (Glasgow Coma Scale)
E : Exposure/Environmental control
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan
pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan
memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut
kering dan hangat.
Farmakologi
Status Epileptikus
Status epileptikus adalah keadaan kejang yang berlangsung lama dan bisa menyebabkan
penderitanya mengalami penurunan kesadaran. Kondisi ini tergolong gawat dan perlu
penanganan medis darurat karena dapat menyebabkan kerusakan otak dan berakibat fatal.
Status epileptikus bisa dialami oleh siapa saja yang lebih rentan mengalami kejang, misalnya
penderita epilepsi atau penyakit lain, seperti infeksi otak dan trauma kepala. Selain itu, kasus
status epileptikus juga lebih sering terjadi pada orang yang berusia 50 tahun ke atas atau pada
anak-anak berusia di bawah 15 tahun.
Ensefalitis
Trauma kepala
Tumor otak
Gangguan elektrolit darah
Stroke
Kecanduan alkohol
Penyalahgunaan NAPZA
HIV/AIDS
Seluruh otot tangan dan kaki kaku, lalu diikuti dengan gerakan menghentak-hentak
Mulut berbusa
Lidah tergigit
Mengompol
Bibir dan jari kebiruan atau sianosis, yang diakibatkan kekurangan oksigen bila
kejang berlangsung lama
Sementara itu, gejala kejang yang tidak umum biasanya lebih sulit dikenali. Gejala yang
mungkin muncul bisa berupa:
Gejala kejang bisa didahului oleh aura, yaitu perasaan maupun gerakan tertentu, seperti
kesemutan, gerakan kepala yang tiba-tiba, atau melihat kilatan cahaya. Aura biasanya
menjadi pertanda bagi penderita bahwa kejang akan terjadi.
Jika kejang masih berlangsung setelah 5 menit, segera hubungi ambulans agar penderita
mendapatkan perawatan medis darurat.
Setelah kejang berhenti dan pasien dalam keadaan stabil, dokter akan melakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari tahu penyebab kejang dan ada tidaknya komplikasi
akibat kejang. Selanjutnya, terapi akan disesuaikan dengan masalah yang ditemukan.
Status epileptikus adalah kondisi kritis yang berpotensi tinggi menyebabkan kerusakan otak,
bahkan kematian. Oleh karena itu, kondisi ini harus segera ditangani. Semakin cepat
penanganan, semakin sedikit kerusakan otak yang mungkin terjadi.
Apabila memiliki epilepsi, Anda dianjurkan mengonsumsi obat antikejang secara teratur
sesuai anjuran dokter guna mencegah kekambuhan. Selain itu, ada baiknya Anda berdiskusi
dengan dokter mengenai persiapan menghadapi kejang atau status epileptikus yang sewaktu-
waktu bisa terjadi.
Ensefalitis
Radang otak atau ensefalitis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan otak yang dapat
menyebabkan gejala gangguan saraf. Gejala gangguan saraf yang ditimbulkan dapat berupa
penurunan kesadaran, kejang, atau gangguan dalam bergerak.
Radang otak dapat terjadi akibat infeksi virus, bakteri, atau jamur. Penyakit ini lebih sering
terjadi pada anak-anak dan lansia, karena sistem kekebalan tubuh mereka cenderung lebih
lemah. Meski jarang terjadi, radang otak berpotensi menjadi serius dan mengancam nyawa.
Oleh karena itu, diperlukan deteksi dini dan penanganan sesegera mungkin.
Infeksi virus ini dapat menular, tetapi penyakit ensefalitis sendiri tidak menular. Selain virus,
radang otak juga dapat disebabkan oleh bakteri atau jamur.
Radang otak atau ensefalitis lebih rentan terjadi pada seseorang dengan sistem kekebalan
tubuh yang lemah, seperti penderita HIV atau orang yang mengonsumsi obat imunosupresif.
Pada bayi dan anak-anak, gejala radang otak yang muncul bersifat umum, sehingga tidak
mudah disadari karena menyerupai gejala penyakit lain. Gejala yang dapat muncul adalah:
Lumbal pungsi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis virus penyebab infeksi.
Dalam pemeriksaan lumbal pungsi, dokter akan memasukkan jarum ke tulang
belakang untuk mengambil sampel cairan serebrospinal guna diperiksa di
laboratorium.
Elektroensefalogram (EEG)
Pemeriksaan ini dilakukan dokter untuk memeriksa aktivitas listrik otak dan
menentukan lokasi otak yang terinfeksi.
Tes laboratorium
Beberapa tes laboratorium, seperti tes darah, urine, atau dahak, dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab infeksi.
Biopsi otak
Obat-obatan
Sebagian besar radang otak disebabkan oleh infeksi virus, sehingga penanganan utama
dilakukan dengan pemberian obat antivirus. Jenis obat antivirus yang digunakan
adalah acyclovir dan ganciclovir. Meskipun demikian, kedua obat ini hanya dapat menangani
virus tertentu, seperti herpes simpleks dan varicella zooster.
Jika infeksi disebabkan oleh bakteri atau jamur, dokter akan memberikan obat antibiotik atau
obat antijamur.
Dokter juga akan memberikan obat-obatan lain yang berguna untuk meredakan gejala yang
muncul. Jenis obat-obatan tersebut adalah:
Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi mengurangi peradangan dan tekanan di dalam kepala.
Antikonvulsan
Obat ini digunakan untuk menghentikan atau mencegah kejang.
Paracetamol
Obat ini diberikan untuk meredakan nyeri dan demam.
Obat penenang (sedatif)
Obat ini memberikan efek tenang pada penderita yang mengalami gangguan
emosional dan mudah marah.
Penderita radang otak atau ensefalitis juga akan diberikan infus cairan dan nutrisi untuk
mencegah dehidrasi dan menjaga kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Bila diperlukan, penderita
akan dipasang alat bantu napas. Lamanya pengobatan dapat berlangsung selama beberapa
hari, minggu, hingga berbulan-bulan tergantung kondisi pasien.
Terapi khusus
Jika radang otak telah memengaruhi kemampuan otak untuk mengingat dan memahami
sesuatu, atau menyebabkan penderitanya sulit berbicara atau mengendalikan tubuh, maka
program rehabilitasi perlu dilakukan. Beberapa jenis terapi yang dapat dilakukan adalah:
Terapi fisik
Terapi fisik atau fisioterapi dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot,
keseimbangan tubuh, dan mengendalikan saraf motorik.
Terapi wicara
Terapi ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi otot yang mengendalikan
kemampuan bicara.
Terapi okupasi
Terapi ini diberikan untuk memampukan pasien menjalani aktivitas sehari-hari.
Psikoterapi
Psikoterapi dapat membantu mengendalikan emosi yang tidak stabil dan mengatasi
perubahan kepribadian yang dialami pasien.
Kelumpuhan
Gangguan bicara dan berbahasa
Gangguan pendengaran dan penglihatan
Gangguan kecemasan umum
Hilang ingatan atau amnesia
Gangguan kepribadian
Epilepsi
Pada radang otak yang parah, penderita dapat mengalami koma, bahkan kematian.
Rajin mencuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi.
Tidak berbagi penggunaan alat makan dengan orang lain.
Mencegah gigitan nyamuk, dengan mengenakan pakaian yang tertutup atau
menggunakan losion antinyamuk.
Meningitis
Pengertian
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu lapisan pelindung yang
menyelimuti otak dan saraf tulang belakang. Meningitis terkadang sulit dikenali, karena penyakit
ini memiliki gejala awal yang serupa dengan flu, seperti demam dan sakit kepala.
Meningitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit. Kondisi-kondisi
tertentu, seperti melemahnya sistem imun tubuh, juga dapat memicu munculnya meningitis.
Semua golongan usia berpotensi terjangkit meningitis, termasuk bayi. Apabila meningitis
tidak ditangani dengan tepat, kondisi ini dapat memburuk dan memicu komplikasi seperti
kejang dan gagal ginjal.
Gejala
Gejala meningitis dapat berbeda-beda, tergantung tipe, usia, dan keparahan kondisi pasien.
Gejala yang umumnya muncul pada penderita meningitis yang berusia di atas 2 tahun
meliputi:
Demam tinggi
Leher kaku
Sakit kepala berat
Kejang
Sensitif terhadap cahaya
Mual atau muntah
Sulit berkonsentrasi atau kebingungan
Ruam
Nafsu makan berkurang
Pada bayi atau anak-anak di bawah 2 tahun, beberapa gejala yang muncul umumnya serupa
dengan penderita meningitis yang berusia di atas 2 tahun, seperti demam tinggi, mengalami
gangguan tidur, nafsu makan berkurang, dan kaku pada leher. Namun, terdapat beberapa
gejala lain yang lebih spesifik, seperti adanya benjolan di bagian kepala dan bayi terus
menangis. Ketika gejala ini muncul, pasien harus segera mendapatkan penanganan yang
tepat.
Diagnosis
Dalam mendiagnosis meningitis, awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik,
mengamati potensi penyebaran penyebab meningitis di tempat tinggal pasien, menanyakan
riwayat penyakit atau tindakan medis yang pernah dijalani, dan memeriksa faktor risiko lain.
Kemudian, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan melakukan tes untuk mencari tahu secara
pasti penyebab meningitis. Tes yang dilakukan dapat berupa:
Tes darah
Dokter akan mengambil sampel darah pasien untuk kemudian diperiksa lebih lanjut.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adakah mikroorganisme yang membahayakan di
dalam darah pasien.
Pemindaian
CT scan atau MRI dapat dilakukan untuk memeriksa pembengkakan atau peradangan di
sekitar kepala.
Tes PCR
Dokter juga dapat melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) atau tes molekular untuk
melihat materi genetik virus dalam tubuh, apabila meningitis yang ada dicurigai disebabkan
oleh virus.
Terdapat pula tes sederhana yang dapat dilakukan untuk memeriksa meningitis. Tes tersebut
hanya menggunakan gelas sebagai medianya. Dokter akan menekankan gelas pada area kulit
yang mengalami ruam.
Apabila ruam yang ditekan dengan gelas tidak memudar, maka ruam tersebut bisa jadi
merupakan ruam pada penderita meningitis. Namun, tes ini tidak bisa dijadikan patokan dan
tetap harus dipastikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan lain.