Anda di halaman 1dari 24

IDENTITAS PASIEN

• Nama : An. A

• Umur : 8 tahun

• Jenis Kelamin : Perempuan

• Suku Bangsa : Bugis makassar

• Agama : Islam

• Tanggal Masuk : 3 Desember 2020

• Tanggal Pemeriksaan : 4 Desember 2020

Skenario

Seorang Anak perempuan berusia 8 tahun MRS di antar oleh kedua orang tuanya, dengan
keluhan kejang dan lemas sejak 2 hari yang lalu, kejang ini didahului penurunan kesadaran.
Orang tua pasien mengaku saat kejang, badan anaknya seperti kaku, kejang kurang lebih
terjadi selama ± 1 menit dengan kejang yang terjadi 2-3 kali dengan interval waktu sekitar ±
5 menit. Pada saat kejang, mulut anaknya bengkok ke sebelah kiri, kepala selalu miring ke
sebelah kiri, tidak bisa berbicara, dan mengeluarkan busa. Setelah terjadi kejang pasien
mengeluh sakit kepala sebelah kiri, pusing, mual (+) muntah(+). Kejang ini terjadi pertama
kali pada pasien. Riwayat kejang saat masih bayi(-), batuk(-) demam(+), nafsu makan baik,
BAB & BAK lancar. Riwayat penyakit cacar seminggu yang lalu. Tes rempelit (-).

Pemeriksaan fisik

• Pemeriksaan Umum

Kesan : Sakit sedang

Gizi : Gizi baik

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Nadi : 110 x/menit

Suhu : 36,3˚C

Pernapasan : 28x/menit

• TORAKS :

Paru-paru :
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral

• Palpasi : Nyeri takan(-) dan Vokal Fremitus ki=ka

• Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

• Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi

(-/-), wheezing (-/-)

• TORAKS :

Jantung :

• Inspeksi :Tidak tampak iktus cordis

• Palpasi :Tidak teraba iktus cordis

• Perkusi :Batas atas jantung ICS III linea parasternalis sinistra,


Batas kiri jantung ICS VI lineamidclavicula sinistra,Batas kanan
jantung ICS IV linea medioparasternalis dextra.

• Auskultasi :Bunyi jantung I dan II normal reguler, murmur (-),


gallop (-)

• ABDOMEN :

• Inspeksi :Tampak datar

• Palpasi :Nyeri tekan(-), tidak ada pembesaran organ

• Perkusi :Timpani pada 4 kuadran

• Auskultasi :Peristaltik normal , bising usus (-)

Pemeriksaan Psikiatri

• Emosi dan Afek : SESUAI

• Proses Berpikir : SESUAI

• Kecerdasan : SESUAI

• Penyerapan : SESUAI

• Kemauan : DBN

• Psikomotor : DBN
Status Neurologis

GCS : E4V5M6

Kesadaran : Compos mentis

1. KEPALA

- Posisi : Central

- Penonjolan : Tidak ada

- Bentuk/ukuran : Normocephale

- Auskultasi : Berdenyut

2. NERVUS CRANIALIS

a. N.I (Olfactorius)

Penghidu : DBN/DBN

b. N II (Opticus)

Ketajaman Penglihatan : DBN/DBN

Lapangan penglihatan : DBN/DBN

c. N III,IV,VI (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen)

1. Celah kelopak mata

-Ptosis : -/-

-Exoftalmus : -/-

2. Posisi bola mata : Central

3. Pupil

-Ukuran/bentuk : ±2,5mm,bulat/±2,5mm,bulat

-Isokor / anisokor : Isokor/Isokor

-RCL/RCTL : +/+

-Refleks akomodasi : DBN/DBN

-Gerakan bola mata

Nystagmus : -/-

Parese ke arah : -/-


d. N.V (Trigeminus)

1. Sensibilitas

- N.V 1 : DBN/DBN

- N.V 2 : DBN/DBN

- N.V 3 : DBN/DBN

2. Motorik

- Inspeksi : (Menggingit)

3. Reflex Cornea : TDP

4. Refleks dagu/masseter : DBN

e. N.VII (Facialis)

1. Motorik :

m.Frontalis m.Orbik Oculi m.Orbik Oris

-Istirahat : Simetris Simetris Simetris

-Gerakan mimik : DBN DBN DBN

2. Sensorik

-Pengecapan 2/3 lidah bgn depan : DBN

f. N.VIII (Vestibulocochlearis)

1. Pendengaran : DBN

2. Tes rinne/weber : TDP

2. Fungsi vestibularis : TDP

g. IX/X (Glossopharingeus/vagus):

1. Posisi arkus pharinks : DBN

2. Reflex telan/muntah : DBN

3. Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : DBN

4. Fonasi : DBN

5. Takikardi/bradikardi : normal
h. XI (Accecorius) :

1. Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : DBN

2. Angkat bahu : DBN

i. N.XII (Hypoglossus) :

1. Deviasi lidah :-

2. Fasciculasi :-

3. Atrofi :-

4. Tremor :-

5. Ataxia :-

3. LEHER

-Tanda-tanda perangsangan selaput otak

Kaku kuduk :-

Kernig’s sign :-

-Arteri karotis :

Palpasi : teraba

Auskultasi : tidak ada bruit

-Kelenjar gondok : DBN

-Kelenjar lympe : tidak ada pembesaran

4. ABDOMEN

-Refleks dinding perut : DBN

5. KOLUMNA VERTEBRA

-Inspeksi : kifosis (-) lordosis(-) skoliosis(-)

-Perkusi : tidak ada nyeri ketuk (-)

-Palpasi : tidak ada nyeri tekan (-)

-Auskultasi : TDP
6. EXTREMITAS

Superior
Inferior

MOTORIK Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Pergerakan B B B B

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus otot N N N N

Bentuk otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Superior Inferior

REFLEKS Dextra Sinistra Dextra Sinistra


FISIOLOGI

Biceps N N

Triceps N N

Patella N N

Achilles N N

- Klonus

- Lutut : -/-

- Kaki : -/-

- Refleks Patologis

- Hoffman : -/-

- Tromner : -/-

- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-

- Gordon : -/-

- Schaefer : -/-

- Oppenheim : -/-

Superior
Inferior

Dextr Sinistr Dextr Sinistr


a a a a

EKSTROSEPTI
F

Nyeri DBN DBN DBN DBN

Suhu DBN DBN DBN DBN

Raba halus DBN DBN DBN DBN

PROPRIOSEPT
IF

Rasa sikap DBN DBN DBN DBN

Rasa nyeri DBN DBN DBN DBN


dalam

FUNGSI DBN
KORTIKAL

Rasa DBN DBN DBN DBN


deskriminasi

Stereognosis DBN DBN DBN DBN

7. Pergerakan abnormal yang spontan : Tidak ada

8. Gangguan koordinasi :-

9. Gangguan keseimbangan :-
10. Pemeriksaan fungsi luhur : DBN

Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

WBC : 13,5 10³/µl

HGB : 9,1 g/d

HCT : 27,0 %

RBC : 3,60 10⁶/µl

MCV : 75,0 fL

MCH : 25,3 fL

MCHC : 33,7 g/dL

PLT : 303 10³/µl

Kalimat Kunci

1. Anak berumur 8 tahun perempuan

2. Kejang dan lemas sejak 2 hari yang lalu

3. Didahului penurunan kesadaran

4. Badan terasa kaku kurang lebih semenit

5. Riwayat kejang 2-3 kali dengan interval waktu kejang kurang lebih 5 menit

6. Saat kejang mlut anak bengkok kesebelah kiri

7. Kepala selalu miring ke sebelah kiri

8. Mulut berbusa, afasia

9. Pusing (+), mual muntah (+)

10. Riwayat penyakit cacar seminggu lalu

11. Demam (+), sakit kepala sebelah kiri (+)

12. Nafsu makan baik, BAB & BAK lancar


Pertanyaan

1. Apa yang di maksud dengan kejang?

2. Sebutkan penyebab terjadinya kejang!

3. Ciri-ciri dari kejang

4. Klasifikasi dari kejang

5. Mekanisme terjadinya kejang

6. Bagaimana diagnosis dari kejang?

7. Penatalaksanaan pertama kejang

8. Apa diagnosis dari skenario?

9. DD dari skenario

 
1. Apa yang dimaksud dengan kejang?
Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba
yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak. Jika gangguan
aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan kejang
yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area otak
maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum.

2. Penyebab terjadinya kejang ?

 Infeksi: meningitis, ensefalitis


 Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia,
gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan
metabolik bawaan
 Trauma kepala
 Keracunan: alkohol, teofilin
 Penghentian obat anti epilepsi
 Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik

3. Ciri-Ciri orang kejang


- timbulnya kebingungan sementara
- tatapan menjadi kosong
- ekstremitas bergerak tak terkendali
- hilangnya kesadaran

4. Klasifikasi Kejang
Kejang telah di klasifikasikan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan etiologi baik itu
idiopatik (primer) atau gejala (sekunder). Klasifikasi kejang pertama kali diusulkan oleh
Gastaut pada tahun 1970 dan kemudian disempurnakan berulang kali oleh International
League Againts Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981, dengan klasifikasi sebagai berikut :
1. Kejang Parsial (fokal)
1.1. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1.1.1. Dengan gejala motorik
1.1.2. Dengan gejala sensorik
1.1.3. Dengan gejala otonomik
1.1.4. Dengan gejala psikik
1.2. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1.2.1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
1.2.1.1. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
1.2.1.2. Dengan automatisme
1.2.2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
1.2.2.1. Dengan gangguan kesadaran saja
1.2.2.2. Dengan automatisme
1.3. Kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau klonik)
1.3.1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
1.3.2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
1.3.3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi kejang umum

2. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)


2.1. lena/ absens
2.2. mioklonik
2.3. klonik
2.4. tonik
2.5. tonik-klonik
2.6. atonik/ astatik

3. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

Kejang parsial simplek


Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa: “deja
vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya. Perasaan senang
atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan Perasaan seperti kebas,
tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih tertentu. - Gerakan yang tidak
dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu Halusinasi

Kejang parsial kompleks


Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama.
Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu
serangan. Gejalanya meliputi: Gerakan seperti mencucur atau mengunyah. Melakukan
gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya Melakukan gerakan yang
tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung Gerakan
menendang atau meninju yang berulang-ulang. Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal)


Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau
kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya
mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura
merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal,
kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran,
kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang
jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjadi kontraksi otot
yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat
dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun
ingin tidur setelah serangan semacam ini.
Kejang absans / Petit Mal
Kejang ini di bagi menjadi kejang absans tipikal atau petit mal dan kejang atipikal.Kejang
absenstipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik motorik anak secara tiba-
tiba,kehilangan kesadaran sementara secara singkat,yang di sertai dengan tatapan
kosong.Sering tampak kedipan mata berulang saat episode kejang terjadi.Episode kejang
terjadi kurang dari 30 detik.Kejang ini jarang di jumpai pada anak berusia kurang dari 5
tahun. Kejang absans atipikal di tandai dengan gerakan seperti hentakan berulang yang bisa
ditemukan pada wajah dan ekstremitas dan disertai dengan perubahan kesadaran.

Kejang Mioklonik
Kejang yang ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba-tiba dan di sertai
dengan flexi lengan.Kejang tipe ini dapat terjadi ratusan kali perhari

5. Patomekanisme Kejang
Dasar serangan kejang ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Ada duajenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel
neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-
neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin
sedangkan neurotransmitter inhibisiyang terkenal ialah gamma amino butyric acid
(GABA) danglisin.Jika hasil pengaruh kedua jenis melepaskan muatan listrik dan terjadi
transmisi impuls .Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik
tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan
depolarisasi membran neuron dan seluruh selakan melepaskan muatan listrik. Oleh
berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat mengubah fungsi membran neuron
sehingga membran mudah dilalui oleh ion Cadan Na dari ruangan ekstrake intra seluler.
Influks Caakan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan melepaskan muatan
listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepasnya muatan listrik dengan jumlah
besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan kejang. Suatu sifat khas
serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar tempat
epileptic.Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pascasinaptik yang menjamin agar
neuron-neuron tidak terus menerus melepaskan muatan. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
6. Bagaimana diagnosis dari kejang
A. Anamnesis
Sebelum bangkitan/gejala prodromal
Selama bangkitan/iktal
Pasca bangkitan/post iktal
B. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh. Tanda-tanda vital yang
diperiksa meliputi denyut nadi, laju pernapasan,, dan terutama suhu tubuh.
Periksa kepala juga dilakukan untuk menilai apakah ada kelainan bentuk, tanda-
tanda trauma kepala, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Periksa leher
untuk melihat terdapat kaku kuduk. Pemeriksaan neurologis secara menyeluruh.
C. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, profil lipid, GDP/GD2PP,
SGOT/SGPT.
 Pemeriksaan radiologi
MRI dikerjakan pada pasien-pasien dengan epilepsi simptomatik, usia >18 tahun,
perkembangan yang abnormal serta bila defisit fokal neurologis +.
CT Scan lebih sensitif untuk lesi kalsifikasi di intrakranial yang dapat
menyababkan kejang
 Electroencephalography (EEG)
Paling penting dalam menegakkan diagnosis dan karakteristik spesifik sindroma
epilepsi. EEG memiliki sensitivitas yang rendah pada anak di bawah usia tiga
tahun dengan kejang dan peran yang terbatas dalam diagnosis gangguan
ensefalopati akut.
7. Penatalaksanaan Awal dari kejang
Pada saat Serangan Kejang beberapa hal yang dapat dilakukan :
 Menghindarkan segala benda berbahaya yang dapat melukai anak saat serangan
kejang
 Memberikan alas kepala/bantal dibelakang kepala anak untuk menghindarkan dari
trauma atau cedera kepala
 Setelah serangan kejang, posisikan anak dalam keadaan miring untuk merilekskan
badan dan menghindarkan aspirasi jika terdapat cairan/busa di mulut anak
 Pastikan anak bernafas dengan baik atau tidak
Primary Survey

A : Airway

Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan bebas? Jika ada
obstruksi maka lakukan :

• Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)

• Suction / hisap (jika alat tersedia)

• Guedel airway / nasopharyngeal airway

• Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

B : Breathing

Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas. Jika
pernafasan tidak memadai dapat diberikan oksigen

C : Circulation

Dalam menilai status hemodinamik, ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat
memberikan informasi tentang ini :

a. Tingkat Kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan
penurunan kesadaran (jangan dibalik, penderita yang sadar belum tentu normovolemik).
b. Warna Kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya
kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan
hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat,
merupakan tanda hypovolemia
c. Nadi
Periksalah pada nadi yang besar seperti a. Femoralisatau a. Karotis (kirikanan) untuk
kekuatan nadi, kecepatan dan irama
D : Disability

Menjelang akhir dari primary survey, dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat.
Pemeriksaan neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat kesadaran pasien, ukuran dan
respon pupil. Cara dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU
dan GSC (Glasgow Coma Scale)

E : Exposure/Environmental control

Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan
pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan
memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut
kering dan hangat.

Farmakologi

8. Diagnosis dari kasus


Diagnosa klinis : Seizure
Diagnosa topis : Korteks serebri
Diagnosa etiologi : Ensefalitis
9. Deferensial Diagnosis

Status Epileptikus

Status epileptikus adalah keadaan kejang yang berlangsung lama dan bisa menyebabkan
penderitanya mengalami penurunan kesadaran. Kondisi ini tergolong gawat dan perlu
penanganan medis darurat karena dapat menyebabkan kerusakan otak dan berakibat fatal.
Status epileptikus bisa dialami oleh siapa saja yang lebih rentan mengalami kejang, misalnya
penderita epilepsi atau penyakit lain, seperti infeksi otak dan trauma kepala. Selain itu, kasus
status epileptikus juga lebih sering terjadi pada orang yang berusia 50 tahun ke atas atau pada
anak-anak berusia di bawah 15 tahun.

Ragam Penyebab Status Epileptikus


Status epileptikus bisa terjadi pada penyakit yang gejala utamanya adalah kejang,
misalnya kejang demam pada anak-anak atau epilepsi pada orang dewasa. Status epileptikus
pada epilepsi biasanya terjadi karena perubahan dosis atau jenis obat antikejang yang
dikonsumsi.
Selain itu, ada sejumlah keadaan lain yang juga dapat menyebabkan status epileptikus.
Beberapa di antaranya adalah:

 Ensefalitis
 Trauma kepala
 Tumor otak
 Gangguan elektrolit darah
 Stroke
 Kecanduan alkohol
 Penyalahgunaan NAPZA
 HIV/AIDS

Kenali Gejala Status Epileptikus


Status epileptikus ditandai dengan kejang yang terjadi selama lebih dari 5 menit atau
berulang-ulang hingga 30 menit. Selain itu, penderita umumnya juga mengalami penurunan
kesadaran di antara kejang atau setelah kejang.
Kejang bisa terjadi dalam bentuk yang beragam. Ada gejala kejang yang umum dan ada juga
yang tidak umum, tergantung pada bagian otak mana yang mengalami kelainan. Gejala
kejang yang umum terjadi pada status epileptikus adalah:

 Seluruh otot tangan dan kaki kaku, lalu diikuti dengan gerakan menghentak-hentak
 Mulut berbusa
 Lidah tergigit
 Mengompol
 Bibir dan jari kebiruan atau sianosis, yang diakibatkan kekurangan oksigen bila
kejang berlangsung lama
Sementara itu, gejala kejang yang tidak umum biasanya lebih sulit dikenali. Gejala yang
mungkin muncul bisa berupa:

 Terlihat bingung atau sedang melamun


 Melakukan gerakan aneh yang berulang-ulang, seperti gerakan mengayuh sepeda atau
menjemur pakaian
 Tampak sadar namun tidak merespons ketika dipanggil
 Berteriak, menangis, atau tertawa

Gejala kejang bisa didahului oleh aura, yaitu perasaan maupun gerakan tertentu, seperti
kesemutan, gerakan kepala yang tiba-tiba, atau melihat kilatan cahaya. Aura biasanya
menjadi pertanda bagi penderita bahwa kejang akan terjadi.

Penanganan Status Epileptikus


Kejang harus segera ditangani, terlebih bila berkembang menjadi status epileptikus. Berikut
adalah langkah penanganan kejang, baik yang dilakukan sebelum maupun sesudah di rumah
sakit:

Pertolongan pertama status epileptikus


Pertolongan pertama yang dapat dilakukan saat seseorang mengalami kejang adalah:

 Memindahkan penderita ke posisi yang aman


 Melindungi kepalanya dari benturan
 Melonggarkan pakaian yang bisa mengganggu pernapasan, seperti ikat pinggang dan
kancing kerah
 Melepaskan benda-benda yang menempel, seperti jam tangan atau kacamata, guna
mencegah cedera.

Jika kejang masih berlangsung setelah 5 menit, segera hubungi ambulans agar penderita
mendapatkan perawatan medis darurat.

Penangangan status epileptikus di rumah sakit


Sesampainya pasien di rumah sakit, dokter akan melakukan penanganan untuk menstabilkan
kondisi pasien terlebih dahulu. Berikut adalah tindakan yang mungkin dilakukan:

 Pemberian oksigen dalam kadar tinggi atau pemasangan intubasi endotrakeal


 Pemasangan infus untuk memasukkan obat antikejang,
seperti diazepam atau phenytoin
 Pemeriksaan tekanan darah, kadar oksigen darah, dan gula darah secara cepat

Setelah kejang berhenti dan pasien dalam keadaan stabil, dokter akan melakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari tahu penyebab kejang dan ada tidaknya komplikasi
akibat kejang. Selanjutnya, terapi akan disesuaikan dengan masalah yang ditemukan.
Status epileptikus adalah kondisi kritis yang berpotensi tinggi menyebabkan kerusakan otak,
bahkan kematian. Oleh karena itu, kondisi ini harus segera ditangani. Semakin cepat
penanganan, semakin sedikit kerusakan otak yang mungkin terjadi.
Apabila memiliki epilepsi, Anda dianjurkan mengonsumsi obat antikejang secara teratur
sesuai anjuran dokter guna mencegah kekambuhan. Selain itu, ada baiknya Anda berdiskusi
dengan dokter mengenai persiapan menghadapi kejang atau status epileptikus yang sewaktu-
waktu bisa terjadi.

Ensefalitis

Radang otak atau ensefalitis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan otak yang dapat
menyebabkan gejala gangguan saraf. Gejala gangguan saraf yang ditimbulkan dapat berupa
penurunan kesadaran, kejang, atau gangguan dalam bergerak.
Radang otak dapat terjadi akibat infeksi virus, bakteri, atau jamur. Penyakit ini lebih sering
terjadi pada anak-anak dan lansia, karena sistem kekebalan tubuh mereka cenderung lebih
lemah. Meski jarang terjadi, radang otak berpotensi menjadi serius dan mengancam nyawa.
Oleh karena itu, diperlukan deteksi dini dan penanganan sesegera mungkin.

Penyebab Radang Otak


Sebagian besar radang otak disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi virus dapat langsung
menyerang otak atau disebut radang otak primer, namun juga dapat berasal dari organ tubuh
lain lalu menyerang otak atau disebut radang otak sekunder.
Jenis virus yang dapat menyebabkan radang otak antara lain:

 Virus herpes simpleks, penyebab penyakit herpes di mulut dan herpes genital,


serta herpes pada bayi.
 Virus Varicella zoster, penyebab cacar air dan herpes zoster.
 Virus Epstein-Barr, penyebab penyakit mononukleosis.
 Virus penyebab penyakit campak (measles), gondongan (mumps), dan rubela.
 Virus dari hewan, seperti rabies.

Infeksi virus ini dapat menular, tetapi penyakit ensefalitis sendiri tidak menular. Selain virus,
radang otak juga dapat disebabkan oleh bakteri atau jamur.
Radang otak atau ensefalitis lebih rentan terjadi pada seseorang dengan sistem kekebalan
tubuh yang lemah, seperti penderita HIV atau orang yang mengonsumsi obat imunosupresif.

Gejala Radang Otak


Ensefalitis atau radang otak diawali dengan gejala ringan yang menyerupai flu, seperti
demam, sakit kepala, muntah, tubuh terasa lelah, serta nyeri otot dan sendi. Seiring
perkembangannya, radang otak dapat menimbulkan gejala yang lebih serius, seperti:

 Demam hingga lebih dari 39oC.


 Linglung.
 Halusinasi.
 Emosi tidak stabil.
 Gangguan bicara, pendengaran, atau penglihatan.
 Kelemahan otot.
 Kelumpuhan pada wajah atau bagian tubuh tertentu.
 Kejang.
 Penurunan kesadaran.

Pada bayi dan anak-anak, gejala radang otak yang muncul bersifat umum, sehingga tidak
mudah disadari karena menyerupai gejala penyakit lain. Gejala yang dapat muncul adalah:

 Mual dan muntah


 Nafsu makan menurun
 Tubuh anak terlihat kaku
 Muncul tonjolan pada bagian ubun-ubun kepala
 Rewel dan sering menangis

Kapan harus ke dokter


Penderita HIV dianjurkan untuk tetap mengonsumsi obat antivirus agar penyakitnya dapat
terkontrol dan tidak tertular penyakit lain, seperti ensefalitis. Beberapa penyakit,
seperti penyakit autoimun, membutuhkan obat imunosupresif untuk jangka panjang.
Diskusikan dengan dokter mengenai manfaat dan risiko konsumsi obat tersebut, serta cara
mencegah infeksi saat mengonsumsi obat imunosupresif.
Segera periksakan diri ke dokter jika muncul gejala radang otak yang telah disebutkan di atas,
atau jika mengalami sakit kepala hebat disertai demam tinggi.
Bayi dan anak-anak yang diduga mengalami gejala radang otak sebaiknya segera dibawa ke
rumah sakit untuk diperiksa dokter. Penanganan radang otak sejak dini perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya kerusakan otak lebih jauh pada anak.

Diagnosis Radang Otak


Radang otak sering kali sulit terdiagnosis karena memiliki gejala awal yang menyerupai
gejala penyakit flu. Pada tahap awal pemeriksaan, dokter akan menanyakan gejala yang
diikuti dengan pemeriksaan fisik pasien.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan guna memastikan seseorang
mengalami radang otak atau ensefalitis. Pemeriksaan lanjutan tersebut dilakukan dengan:

 MRI atau CT scan

MRI atau CT scan merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan dokter untuk


mendeteksi radang otak. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan pada otak,
seperti pembengkakan atau tumor yang memicu peradangan pada otak.

 Lumbal pungsi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis virus penyebab infeksi.
Dalam pemeriksaan lumbal pungsi, dokter akan memasukkan jarum ke tulang
belakang untuk mengambil sampel cairan serebrospinal guna diperiksa di
laboratorium.

 Elektroensefalogram (EEG)

Pemeriksaan ini dilakukan dokter untuk memeriksa aktivitas listrik otak dan
menentukan lokasi otak yang terinfeksi.

 Tes laboratorium

Beberapa tes laboratorium, seperti tes darah, urine, atau dahak, dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab infeksi.

 Biopsi otak

Prosedur ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus melalui pengambilan


sampel jaringan otak. Prosedur ini hanya dilakukan jika gejala yang dialami makin
memburuk dan pengobatan tidak lagi efektif.

Pengobatan Radang Otak


Radang otak membutuhkan penanganan di rumah sakit. Makin cepat penanganan dilakukan,
makin tinggi tingkat keberhasilan proses pengobatan. Tujuan pengobatan adalah mengatasi
penyebab, meredakan gejala, dan mencegah komplikasi. Pengobatan yang akan
diberikan dokter saraf dapat berupa:

Obat-obatan
Sebagian besar radang otak disebabkan oleh infeksi virus, sehingga penanganan utama
dilakukan dengan pemberian obat antivirus. Jenis obat antivirus yang digunakan
adalah acyclovir dan ganciclovir. Meskipun demikian, kedua obat ini hanya dapat menangani
virus tertentu, seperti herpes simpleks dan varicella zooster.
Jika infeksi disebabkan oleh bakteri atau jamur, dokter akan memberikan obat antibiotik atau
obat antijamur.
Dokter juga akan memberikan obat-obatan lain yang berguna untuk meredakan gejala yang
muncul. Jenis obat-obatan tersebut adalah:

 Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi mengurangi peradangan dan tekanan di dalam kepala.
 Antikonvulsan
Obat ini digunakan untuk menghentikan atau mencegah kejang.
 Paracetamol
Obat ini diberikan untuk meredakan nyeri dan demam.
 Obat penenang (sedatif)
Obat ini memberikan efek tenang pada penderita yang mengalami gangguan
emosional dan mudah marah.

Penderita radang otak atau ensefalitis juga akan diberikan infus cairan dan nutrisi untuk
mencegah dehidrasi dan menjaga kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Bila diperlukan, penderita
akan dipasang alat bantu napas. Lamanya pengobatan dapat berlangsung selama beberapa
hari, minggu, hingga berbulan-bulan tergantung kondisi pasien.

Terapi khusus
Jika radang otak telah memengaruhi kemampuan otak untuk mengingat dan memahami
sesuatu, atau menyebabkan penderitanya sulit berbicara atau mengendalikan tubuh, maka
program rehabilitasi perlu dilakukan. Beberapa jenis terapi yang dapat dilakukan adalah:

 Terapi fisik
Terapi fisik atau fisioterapi dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot,
keseimbangan tubuh, dan mengendalikan saraf motorik.
 Terapi wicara
Terapi ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi otot yang mengendalikan
kemampuan bicara.
 Terapi okupasi
Terapi ini diberikan untuk memampukan pasien menjalani aktivitas sehari-hari.
 Psikoterapi
Psikoterapi dapat membantu mengendalikan emosi yang tidak stabil dan mengatasi
perubahan kepribadian yang dialami pasien.

Komplikasi Radang Otak


Sebagian besar penderita radang otak parah mengalami komplikasi akibat peradangan yang
terjadi. Risiko komplikasi yang mungkin terjadi tergantung pada beberapa faktor, yaitu usia
penderita, penyebab infeksi, tingkat keparahan, dan kecepatan penanganan.
Kerusakan otak yang disebabkan oleh radang otak dapat berlangsung selama berbulan-bulan
atau bahkan selamanya. Lokasi kerusakan pada otak juga dapat menentukan jenis komplikasi
yang terjadi. Komplikasi itu meliputi:

 Kelumpuhan
 Gangguan bicara dan berbahasa
 Gangguan pendengaran dan penglihatan
 Gangguan kecemasan umum
 Hilang ingatan atau amnesia
 Gangguan kepribadian
 Epilepsi

Pada radang otak yang parah, penderita dapat mengalami koma, bahkan kematian.

Pencegahan Radang Otak


Pencegahan utama radang otak adalah melalui vaksinasi terhadap virus penyebab. Salah satu
vaksin terhadap virus penyebab ensefalitis adalah vaksin MMR. Vaksin ini memberikan
perlindungan terhadap campak, gondongan, dan rubella, penyakit virus yang bisa
menyebabkan radang otak.
Pada bayi dan balita, imunisasi MMR sebaiknya dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada usia
15 bulan dan 5 tahun. Jika Anda belum pernah melakukan vaksinasi MMR, maka vaksin
dapat diberikan kapan saja.
Vaksin MMR juga diberikan ketika Anda akan bepergian ke wilayah yang rentan terhadap
infeksi. Dalam hal ini, konsultasikan kembali dengan dokter mengenai jenis vaksin yang tepat
untuk Anda.
Selain imunisasi, ada beberapa langkah sederhana yang dapat Anda lakukan untuk mencegah
penularan virus dan menurunkan risiko radang otak, yaitu:

 Rajin mencuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi.
 Tidak berbagi penggunaan alat makan dengan orang lain.
 Mencegah gigitan nyamuk, dengan mengenakan pakaian yang tertutup atau
menggunakan losion antinyamuk.

Meningitis

Pengertian

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu lapisan pelindung yang
menyelimuti otak dan saraf tulang belakang. Meningitis terkadang sulit dikenali, karena penyakit
ini memiliki gejala awal yang serupa dengan flu, seperti demam dan sakit kepala.
Meningitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit. Kondisi-kondisi
tertentu, seperti melemahnya sistem imun tubuh, juga dapat memicu munculnya meningitis.
Semua golongan usia berpotensi terjangkit meningitis, termasuk bayi. Apabila meningitis
tidak ditangani dengan tepat, kondisi ini dapat memburuk dan memicu komplikasi seperti
kejang dan gagal ginjal.
Gejala
Gejala meningitis dapat berbeda-beda, tergantung tipe, usia, dan keparahan kondisi pasien.
Gejala yang umumnya muncul pada penderita meningitis yang berusia di atas 2 tahun
meliputi:

 Demam tinggi
 Leher kaku
 Sakit kepala berat
 Kejang
 Sensitif terhadap cahaya
 Mual atau muntah
 Sulit berkonsentrasi atau kebingungan
 Ruam
 Nafsu makan berkurang
Pada bayi atau anak-anak di bawah 2 tahun, beberapa gejala yang muncul umumnya serupa
dengan penderita meningitis yang berusia di atas 2 tahun, seperti demam tinggi, mengalami
gangguan tidur, nafsu makan berkurang, dan kaku pada leher. Namun, terdapat beberapa
gejala lain yang lebih spesifik, seperti adanya benjolan di bagian kepala dan bayi terus
menangis. Ketika gejala ini muncul, pasien harus segera mendapatkan penanganan yang
tepat.

Diagnosis
Dalam mendiagnosis meningitis, awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik,
mengamati potensi penyebaran penyebab meningitis di tempat tinggal pasien, menanyakan
riwayat penyakit atau tindakan medis yang pernah dijalani, dan memeriksa faktor risiko lain.
Kemudian, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan melakukan tes untuk mencari tahu secara
pasti penyebab meningitis. Tes yang dilakukan dapat berupa:

Tes darah
Dokter akan mengambil sampel darah pasien untuk kemudian diperiksa lebih lanjut.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adakah mikroorganisme yang membahayakan di
dalam darah pasien.

Pemindaian
CT scan atau MRI dapat dilakukan untuk memeriksa pembengkakan atau peradangan di
sekitar kepala.

Spinal tap (lumbal pungsi)


Dalam tes ini, cairan serebrospinal digunakan sebagai sampel untuk mendiagnosis meningitis.
Penderita meningitis umumnya memiliki kandungan gula yang rendah serta terjadi
peningkatan pada jumlah sel darah putih dan protein dalam cairan serebrospinalnya.

Tes PCR
Dokter juga dapat melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) atau tes molekular untuk
melihat materi genetik virus dalam tubuh, apabila meningitis yang ada dicurigai disebabkan
oleh virus.
Terdapat pula tes sederhana yang dapat dilakukan untuk memeriksa meningitis. Tes tersebut
hanya menggunakan gelas sebagai medianya. Dokter akan menekankan gelas pada area kulit
yang mengalami ruam.
Apabila ruam yang ditekan dengan gelas tidak memudar, maka ruam tersebut bisa jadi
merupakan ruam pada penderita meningitis. Namun, tes ini tidak bisa dijadikan patokan dan
tetap harus dipastikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan lain.

Cara Mengobati dan Mencegah Meningitis


Pengobatan meningitis umumnya berbeda-beda tergantung kepada penyebabnya. Sebagai
contoh, dokter bisa meresepkan obat antimikroba, atau menjalankan terapi lain bila
meningitis disebabkan oleh kanker atau lupus.
Penyakit ini bisa dicegah dengan menjalani gaya hidup sehat dan menghindari kondisi yang
dapat memicu penyebaran infeksi. Guna meningkatkan kekebalan tubuh dari kuman
penyebab meningitis, lakukan vaksinasi (termasuk vaksin PCV) sesuai anjuran dokter.
Daftar Pustaka

1. Guidelines for seizure Management. 2010


2. Nia Kania, Penanganan Kejang Pada Anak di AMC Hospital Bandung,2017, Bandung.
hl.3
3. Rudzinski, L.A. Shih, J.J. The Classficatio Syndromes. Novel Aspect On Epilepsy.2011
4. Goldenberg, M.M. Overview of Drugs Used for epilepsy and Seizures. P & T. 2010,
36:7.
5. Haurer Stephen L. Harrison”s Neurology In clinical Medicine. Usa : Mc Graw Hill
Education, 2013.
6. Sidharta Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Jakarta : Dian Rakyat.2007
7. Falco-Walter, J. J., & Bleck, T. (2016). Treatment of Established Status Epilepticus.
Journal of Clinical Medicine. 5(5), pp. 49.
8. Spencer D. (2015). Auras Are Frequent in Patients with Generalized Epilepsy. Epilepsy
Currents. 15(2), pp. 75–77.
9. Campellone, J. V. National Institute of Health (2018). U.S. National Library of Medicine
MedlinePlus. Generalized Tonic-Clonic Seizure.
10. Kennedy, P.G., Quan, P., & Lipkin, W.I. (2017). Viral Encephalitis of Unknown Cause:
Current Perspective and Recent Advances. Viruses, 9(6), 138.
11. Venkatesan, A. & Geocadin, R.G. (2014). Diagnosis and Management of Acute
Encephalitis: A Practical Approach. Neurology Clinical Practice, 4(3), pp. 206-125.
12. KidsHealth (2019). Encephalitis.
13. Griffiths, M., McGill, F., & Solomon, T. (2018). Management of Acute Meningitis. Clin
med. 18 (2), pp.164-160
14. Center for Disease Control and Prevention.(2019). Meningitis
15. Center for Diseases Control and Prevention. (2017). Transmission of Mumps.
16. NHS Choices UK (2019). Health A-Z. Meningitis.

Anda mungkin juga menyukai