Anda di halaman 1dari 55

CASE REPORT

Stroke ec.Infark Cerebri KE SC Dx FR HT, CHF

Disusun Oleh:
Teffi Widya Jani
1102010278
Pembimbing:
dr. Sofie Minawati Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


BAGIAN ILMU SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
RSUD DR. SLAMET GARUT

BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny.A.

Umur

: 57 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Regol, Garut Kota

Pekerjaan

: IRT

No. Medik

: 74xxxx

Tanggal Masuk

: 27-2-2015

Tanggal Periksa

: 28-2-2015

ANAMNESA
A Keluhan Utama
Tangan dan kaki kiri tidak bisa digerakkan
B Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Slamet dengan keluhan tangan dan kaki kiri tidak
bisa digerakkan sejak 4 jam SMRS, tangan dan kaki kiri lumpuh disertai adanya rasa baal,
tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat pasien sedang dikamar mandi, hingga pasien terjatuh
dikamar mandi dan lumpuh tidak ada perbaikan hingga sampai hari ini.Pingsan dan kejang
disangkal, pasien mengeluh nyeri kepala sedikit , mual diakui pasien, muntah disangkal,
Keluhan adanya bicara rero disangkal. Demam disangkal.Gangguan penglihatan disangkal.
BAK dan BAB dalam batas normal.
Sesak juga dikeluhkan pasien, sesak muncul setelah pasien terjatuh dikamar mandi,
sesak dirasakan bila pasien beraktivitas ringan, seperti kekamar mandi, kaki bengkak sedikit,
sebelumnya pasien sering terbangun malam hari karena sesak, nyeri dada dan batuk
disangkal.
Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu dan jantung bengkak
sejak 5 tahun, biasanya pasien kontrol ke RSUD dr Slamet,namun pasien tidak rutin
kontrol ke rumah sakit. Adanya riwayat penyakit gula, stroke dan kebiasaan merokok
2

disangkal oleh pasien.


C Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi diakui sejak 10 tahun yang lalu dan tidak terkontrol.
- Riwayat Penyakit Jantung diakui sejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol.
D Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal
E Sosial - Ekonomi
Cukup
PEMERIKSAAN FISIK
A Keadaan umum
Keadaan umum

: Sakit Sedang

Kesadaran

: CM

Tekanan darah

: 180/120 mmHg

Nadi

: 92 x/menit reguler

Respirasi

: 30x/menit

Suhu

: 36,5C

Turgor

: Baik

Gizi

: Baik

Kepala

: Normocephal

Konjungtiva

: Tidak anemis

Sklera

: Tidak ikterik

Leher

: KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat

Thoraks

: Simetris bilateral

Jantung
-

Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi
: iktus kordis teraba.
Perkusi
:
Batas kanan bawah
: SIC IV linea parasternalis dextra
Batas Kiri Atas
: SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah
: SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung 1 dan 2 \ireguler
3

Murmur (-), Gallop (+)


Paru

Inspeksi

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Hemitorax simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan


Dinamis
: Fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan kiri
: Sonor pada paru kiri dan kanan.
: vesicular breathing sound simetris kanan dan kiri,
ronki -/-,wheezing -/-

Vesikuler Ka = Ki ; Rhonki -/- ; Wheezing -/-

Abdomen

: Datar, lembut, nyeri tekan (-), bising usus normal

Extremitas

: Akral hangat, edema +/+, turgor baik

Pemeriksaan Neurologi
Inspeksi:
Kepala

: Normocephal, tidak ada deformitas

Columna vertebra

: Tidak ada deformitas

Rangsang Meningeal
Kaku kuduk

:-

Brudzinski 1

:-

Brudzinski 2

:-

Brudzinski 3

:-

Brudzinski 4

:-

Laseque

: Tidak terbatas, > 700

Kernig

: Tidak terbatas, > 1300

Saraf otak
N. cranialis
N. I (Olfaktorius) Penciuman
N. II (Optikus)
Ketajaman Penglihatan
Campus (tes konfrontasi)
RCL (Refleks cahaya langsung)

Kanan
Tidak dilakukan

Kiri
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
+
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
+
Tidak dilakukan

Fundus okuli

N. III (Okulomotorius)/ N. IV
(Troklearis)/ N. VI (Abdusens)
Ptosis
Pupil

(-)
Isokor, D : 3mm
+
Ortoforia
baik-

(-)
Isokor, D : 3mm
+
Ortoforia
baik
-

tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

baik
baik
baik
tidak dilakukan

baik
baik
Kesan asimetris kiri
tidak dilakukan

RCTL (Refleks cahaya tak langsung)


Posisi mata
Gerakan bola mata
Nistagmus
N. V (Trigeminus)
Sensorik
Oftalmicus
Maksillaris
Mandibularis
Refleks kornea
Motorik
Refleks mengunyah
N. VII (Facialis)
Mengangkat alis mata
Memejamkan mata
Lipatan nasolabial & oral commisure
Rasa kecap 2/3 bagian muka lidah
Parese N VII sentral
N. VIII (Vestibulokoklearis)
Pendengaran
Keseimbangan
N. IX (Glosofaringeus) / N. X (Vagus)
Suara bicara
Menelan
Refleks faring
Uvula
Refleks kecap 1/3 belakang

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
baik
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

N. XI ( Assesorius )
SDN
SDN

Menenggok kanan kiri


Mengangkat Bahu
N. XII ( Hipoglossus )

Gerakan Lidah
Atrofi otot lidah
Tremor Lidah/fasikulasi
4. Motorik
Pemeriksaan
Anggota badan atas
Anggota badan bawah
Cara berjalan

Kekuatan
Tonus
Parese kiri
Baik/baik
( 5/0 )
Parese kiri
Baik/baik
( 5/0 )
Hemiparese sinistra
Sulit dinilai

Atrofi
-

Fasikulasi
-

5. Sensorik
Pemeriksaan

kanan

kiri

Anggota gerak atas


Batang tubuh
Anggota gerak bawah

n
hemiestesi sinistra

6. Vegetatif
BAK

: Dalam batas normal

BAB

: Dalam batas normal

Diit

: Dalam batas normal

7. Koordinasi
Cara bicara

: Normal

Tremor

: Tidak ada

Test telunjuk hidung

: Tidak dilakukan
6

Test tumit lutut

: Tidak dilakukan

Test romberg

: Tidak dilakukan

8. Refleks
Reflek fisiologis
Refleks
Biseps
Triseps
Brachioradialis
Patella
Achiles

Dextra / Sinistra
+ / ++
+ / ++
+ / ++
+ / ++
+ / ++

Reflek Patologis
Refleks
Babinski
Chaddock
Openheim
Gordon
Schaeffer

Ekstremitas Dextra
-

Ekstremitas Sinistra
+
+
+
+
+

9. Pemeriksaan fungsi luhur


Hubungan psikis

: Baik

Afasia

: Motorik

:-

Sensorik

:-

Ingatan

: Jangka pendek

: dbn

Jangka panjang

: dbn

DIAGNOSA KERJA
Stroke e.c. Infark Cerebri Kardio Emboli Sistem Karotis Dextra dengan Faktor Resiko Hipertensi
dan Gagal Jantung Kongestif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG/USULAN PEMERIKSAAN
1. Laboratorium :
-

Darah rutin (Hb,Ht,Leukosit,Trombosit,Eritrosit)


7

Kimia klinik (Ureum, Kreatinin, GDS, Asam Urat, Kolesterol, Trigliserida)

2. Pemeriksaan EKG
3. Radiologi :
- Rontgen thorax
- CT-scan
28 Januari 2015
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Kolestrol Total
Trigliserida
Ureum
Creatinin
GDS
Asam Urat

14,8 gr/dL
45%
13,040 /mm3
195.000 /mm3
4.79 juta /mm3
165 U/L
96 U/L
49 mg/dL
1.3 mg/dL
96 mg/dL
9,5 mg/dL

13.0 - 15.0
40 - 52
3.800 - 10.500
150.000 - 440.000
3.5 juta - 6.5 juta
s/d 2000
s/d 135
15 50
0.7 1.2
<140
2,4 5,7

RESUME
Perempuan,57 tahun, keluhan tangan dan kaki kiri tidak bisa digerakkan sejak 4 jam
SMRS,baal (+), tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat pasien sedang dikamar mandi, hingga
pasien terjatuh dikamar mandi dan lumpuh tidak ada perbaikan hingga sampai hari
ini.Pingsan (-),nyeri kepala (+) sedikit , mual (+), muntah (-).Sesak juga dikeluhkan pasien,
sesak muncul setelah pasien terjatuh dikamar mandi, sesak dirasakan bila pasien beraktivitas
ringan, kaki bengkak(+),sering terbangun malam hari.Riwayat Hipertensi (+), Penyakit
Jantung (+), DM (-), Stroke (-).
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum

: Sakit Sedang

VBS ka=Ki

Kesadaran

: CM

Rh(-/-), Wh (-/-)

Tekanan darah

: 180/120 mmHg

S1S2 irreguler

Nadi

: 92x/menit regular

M(-) G(+)

Respirasi

: 30x/menit

Suhu

: 36,5C

RM

: KK (-)

Mata

: isokor,GBM ODS baik, RCL +/+ , RCTL +/+

N. VII

: parese N. VII sentral sinistra

N. XII

: parese N. XII sentral sinistra

Motorik

: 5/0 hemiparesis kiri


5/0

Sensorik

: +/+ Kesan hemiestesi kiri


+/+

Fungsi Luhur

: baik

Fungsi Vegetatif

: baik

Refleks Fisioligis

Biseps

:+/

Triceps

:+/

Brachioradialis: + / +

Patella

: + / +

Achilles

: + / +

Refleks Patologis

Babinski

Chaddock

: -/+

Openheim

: -/+

Gordon

Schaeffer

: -/+

: -/+
: -/+

DIAGNOSA
Klinis

: Stroke

Lokalisasi

: Sistem Karotis kanan

Etiologi

: Infark Kardio Emboli

Faktor resiko

: Hipertensi dan Gagal Jangtung Kongestif


9

Diagnosa : Stroke e.c. Infark Cerebri Kardio Emboli Sistem Karotis Dextra dengan Faktor
Resiko Hipertensi dan Gagal Jantung Kongestif.
TERAPI
Infus Asering 500ml 15gtt/mnt
Inj. Pantoprazole 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1000mg
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Mecobalamin 2x500
PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Ad Bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad malam

Quo ad sanationam

: Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal 28 Febuari 2015 (hari-1)
Keluhan : Lemah anggota gerak
kiri, sesak (+)
Pemeriksaan TTV & Interna
KU
: Sakit sedang
KS
: Compos mentis
TD
: 180 / 100 mmHg
N
: 71 x/menit
RR
: 30 x/menit
Suhu : 36.5 oC
VBS ka=ki Rh(-/-) Wh (-/-)
S1S2 irreguler M(-) G(+)
Pemeriksaan neurologis
RM : KK(-)
Mata : isokor,RCL +/+, RCTL +/+,
GBM baik ke segala arah
N VII : parese sinistra sentral
N XII : parese sinistra sentral
Motorik
- Anggota badan atas
:5/0
10

- Anggota badan bawah : 5 / 0


Sensorik : hemiestesi sinistra
Fungsi Luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Refleks Fisiologis : BTR +/++
KPR +/++
APR +/++
Refleks Patologis : Babinzki (-/+)
Chaddok (-/+)
Gordon (-/+)
Oppenheim (-/+)
Terapi
Infus Asering 500ml 15gtt/mnt
Inj. Pantoprazole 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1000mg
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Mecobalamin 2x500
Konsul Jantung
Tanggal 1 Maret 2015 (hari-2)
Keluhan : Lemah anggota gerak
kiri, sesak (+),batuk dahak (+)
Pemeriksaan TTV & Interna
KU
: Sakit sedang
KS
: Compos mentis
TD
: 180 / 100 mmHg
N
: 75 x/menit
RR
: 35 x/menit
Suhu : 36.5 oC
VBS ka=ki Rh(-/-) Wh (-/-)
S1S2 irreguler M(-) G(+)
Pemeriksaan neurologis
RM : KK(-)
Mata : isokor,RCL +/+, RCTL +/+,
GBM baik ke segala arah
N VII : parese sinistra sentral
N XII : parese sinistra sentral
Motorik
- Anggota badan atas
:5/0
- Anggota badan bawah : 5 / 0
Sensorik : hemiestesi sinistra
11

Fungsi Luhur : Baik


Fungsi Vegetatif : Baik
Refleks Fisiologis : BTR +/++
KPR +/++
APR +/++
Refleks Patologis : Babinzki (-/+)
Chaddok (-/+)
Gordon (-/+)
Oppenheim (-/+)
Terapi
Infus Asering 500ml 15gtt/mnt
Inj. Pantoprazole 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1000mg
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Mecobalamin 2x500
Ambroxol 3 x C1 PO
Inj Farsix 1x10mg
Spironolakton 1x100 mg PO
Candesartan 1x200mg PO
Digoxin O,25mg 1x1 tab PO

12

Tanggal 2 Maret 2015 (hari-3)


Keluhan : Lemah anggota gerak
kiri, sesak (+),batuk dahak (+)
Pemeriksaan TTV & Interna
KU
: Sakit sedang
KS
: Compos mentis
TD
: 170 / 100 mmHg
N
: 80 x/menit
RR
: 30 x/menit
Suhu : 36.5 oC
VBS ka=ki Rh(-/-) Wh (-/-)
S1S2 irreguler M(-) G(+)
Pemeriksaan neurologis
RM : KK(-)
Mata : isokor,RCL +/+, RCTL +/+,
GBM baik ke segala arah
N VII : parese sinistra sentral
N XII : parese sinistra sentral
Motorik
- Anggota badan atas
:5/0
- Anggota badan bawah : 5 / 0
Sensorik : hemiestesi sinistra
Fungsi Luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Refleks Fisiologis : BTR +/++
KPR +/++
APR +/++
Refleks Patologis : Babinzki (-/+)
Chaddok (-/+)
Gordon (-/+)
Oppenheim (-/+)
Terapi
Infus Asering 500ml 15gtt/mnt
Inj. Pantoprazole 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1000mg
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Mecobalamin 2x500
Ambroxol 3 x C1 PO

13

Inj Farsix 1x10mg


Spironolakton 1x100 mg PO
Candesartan 1x200mg PO
Digoxin O,25mg 1x1 tab PO
Tanggal 3 Maret 2015 (hari-4)
Keluhan : Lemah anggota gerak
kiri, sesak (+),batuk dahak (+)
Pemeriksaan TTV & Interna
KU
: Sakit sedang
KS
: Compos mentis
TD
: 160 / 100 mmHg
N
: 85 x/menit
RR
: 32 x/menit
Suhu : 36.5 oC
VBS ka=ki Rh(-/-) Wh (-/-)
S1S2 irreguler M(-) G(+)
Pemeriksaan neurologis
RM : KK(-)
Mata : isokor,RCL +/+, RCTL +/+,
GBM baik ke segala arah
N VII : parese sinistra sentral
N XII : parese sinistra sentral
Motorik
- Anggota badan atas
:5/0
- Anggota badan bawah : 5 / 0
Sensorik : hemiestesi sinistra
Fungsi Luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Refleks Fisiologis : BTR +/++
KPR +/++
APR +/++
Refleks Patologis : Babinzki (-/+)
Chaddok (-/+)
Gordon (-/+)
Oppenheim (-/+)
Terapi
Infus Asering 500ml 15gtt/mnt
Inj. Pantoprazole 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1000mg
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Mecobalamin 2x500
14

Ambroxol 3 x C1 PO

Inj Farsix 1x10mg


Spironolakton 1x100 mg PO
Candesartan 1x200mg PO
Digoxin O,25mg 1x1 tab PO
Tanggal 4 Maret 2015 (hari-5)
Keluhan : Lemah anggota gerak
kiri, sesak (+),pusing (+)
Pemeriksaan TTV & Interna
KU
: Sakit sedang
KS
: Compos mentis
TD
: 160 / 90 mmHg
N
: 80 x/menit
RR
: 30 x/menit
Suhu : 36.5 oC
VBS ka=ki Rh(-/-) Wh (-/-)
S1S2 irreguler M(-) G(+)
Pemeriksaan neurologis
RM : KK(-)
Mata : isokor,RCL +/+, RCTL +/+,
GBM baik ke segala arah
N VII : parese sinistra sentral
N XII : parese sinistra sentral
Motorik
- Anggota badan atas
:5/0
- Anggota badan bawah : 5 / 0
Sensorik : hemiestesi sinistra
Fungsi Luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Refleks Fisiologis : BTR +/++
KPR +/++
APR +/++
Refleks Patologis : Babinzki (-/+)
Chaddok (-/+)
Gordon (-/+)
Oppenheim (-/+)
Terapi
15

Infus Asering 500ml 15gtt/mnt


Inj. Pantoprazole 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1000mg
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Mecobalamin 2x500
Ambroxol 3 x C1 PO
Inj Farsix 1x10mg
Spironolakton 1x100 mg PO
Candesartan 1x200mg PO
Digoxin O,25mg 1x1 tab PO

Tanggal 5 Maret 2015 (hari-6)


Keluhan : Lemah anggota gerak
kiri, sesak (+)
Pemeriksaan TTV & Interna
KU
: Sakit sedang
KS
: Compos mentis
TD
: 160 / 90 mmHg
N
: 86 x/menit
RR
: 32 x/menit
Suhu : 36.5 oC
VBS ka=ki Rh(-/-) Wh (-/-)
S1S2 irreguler M(-) G(+)
Pemeriksaan neurologis
RM : KK(-)
Mata : isokor,RCL +/+, RCTL +/+,
GBM baik ke segala arah
N VII : parese sinistra sentral
N XII : parese sinistra sentral
Motorik
- Anggota badan atas
:5/0
- Anggota badan bawah : 5 / 0
Sensorik : hemiestesi sinistra
Fungsi Luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Refleks Fisiologis : BTR +/++
16

KPR +/++
APR +/++
Refleks Patologis : Babinzki (-/+)
Chaddok (-/+)
Gordon (-/+)
Oppenheim (-/+)
Terapi
Infus Asering 500ml 15gtt/mnt
Inj. Pantoprazole 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1000mg
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Mecobalamin 2x500
Ambroxol 3 x C1 PO
Inj Farsix 1x10mg
Spironolakton 1x100 mg PO
Candesartan 1x200mg PO
Digoxin O,25mg 1x1 tab PO

Tanggal 6 Maret 2015


(hari-7)
Keluhan : Lemah anggota gerak
kiri, sesak (+) berkurang
Pemeriksaan TTV & Interna
KU
: Sakit sedang
KS
: Compos mentis
TD
: 160 / 90 mmHg
N
: 80 x/menit
RR
: 28 x/menit
Suhu : 36.5 oC
VBS ka=ki Rh(-/-) Wh (-/-)
S1S2 irreguler M(-) G(+)
Pemeriksaan neurologis
RM : KK(-)
Mata : isokor,RCL +/+,
RCTL +/+,
GBM baik ke segala arah
N VII : parese sinistra
sentral
17

N XII : parese sinistra


sentral
Motorik
- Anggota badan atas
:5/0
- Anggota badan bawah : 5 / 0
Sensorik : hemiestesi
sinistra
Fungsi Luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Refleks Fisiologis : BTR +/
++

KPR +/
++

APR +/
++
Refleks Patologis : Babinzki
(-/+)

Chaddok (-/+)

Gordon
(-/+)

Oppenheim (-/+)
Terapi
Infus
Asering
500ml
15gtt/mnt

Inj. Pantoprazole 1x40mg

Inj. Citicolin 2x1000mg

Inj. Cefotaxime 2x1gr

Inj. Mecobalamin 2x500


Inj Farsix 1x10mg

Spironolakton 1x100 mg PO

Candesartan 1x200mg PO

Digoxin O,25mg 1x1 tab


PO

Pasien pulang atas permintaan sendiri


18

PERTANYAAAN KASUS

1. Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini ?


Penegakan sudah tepat

Penegakan diagnosa dilakukan melalui:


19


Anamnesa
Perempuan,57 tahun, keluhan tangan dan kaki kiri tidak bisa digerakkan sejak 4
jam SMRS,baal (+), tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat pasien sedang dikamar mandi,
hingga pasien terjatuh dikamar mandi dan lumpuh tidak ada perbaikan hingga sampai hari
ini.Pingsan (-),nyeri kepala (+) sedikit , mual (+), muntah (-).Sesak juga dikeluhkan pasien,
sesak muncul setelah pasien terjatuh dikamar mandi, sesak dirasakan bila pasien beraktivitas
ringan, kaki bengkak(+),sering terbangun malam hari.Riwayat Hipertensi (+), Penyakit
Jantung (+), DM (-), Stroke (-).

Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum
: Sakit Sedang
VBS ka=Ki
Kesadaran
: CM
Rh(-/-), Wh (-/-)
Tekanan darah
: 180/120 mmHg
S1S2 irreguler
Nadi
: 92x/menit regular
M(-) G(+)
Respirasi
: 30x/menit
Suhu
: 36,5C

RM
Mata

: KK (-)
: isokor,
GBM ODS baik,
RCL +/+ , RCTL +/+
: parese N. VII sentral sinistra
: parese N. XII sentral sinistra

N. VII
N. XII
Motorik

: 5/0 hemiparesis kiri


5/0

Sensorik

: +/+ Kesan hemiestesi kiri


+/+

Fungsi Luhur
Fungsi Vegetatif

: baik
: baik

Refleks Fisioligis

Biseps
:+/
Triceps
:+/
Brachioradialis: + / +
Patella
: + / +
Achilles
: + / +

Refleks Patologis
Babinski
: -/+
Chaddock
: -/+
Openheim
: -/+
Gordon
: -/+
Schaeffer
: -/+

20

DIAGNOSA

Klinis

Lokalisasi

: Sistem Karotis kanan

Etiologi

: Infark Kardio Emboli

Faktor resiko

: Hipertensi dan Gagal Jangtung Kongestif

: Stroke

Diagnosa : Stroke e.c. Infark Cerebri Kardio Emboli Sistem Karotis Dextra
dengan Faktor Resiko Hipertensi dan Gagal Jantung Kongestif.

PEMBAHASAN KASUS

PENDAHULUAN

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap
lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada
prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau
iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan
pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

Stroke merupakan setiap kelainan otak akibat proses patologik pada sistem
pembuluh darah otak, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak. Proses ini dapat
berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding
pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan
viskositas maupun kualitas darah sendiri.

Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat
primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif, atau sekunder akibat proses lain,
seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes melitus. Karena itu penyebab
stroke sangat kompleks. Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala
(silent) dan akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak (CBF=cerebral blood flow)
turun sampai ke tingkat melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang
aktivitas fungsi otak (threshold of brain functional activity). Dalam bahasa Inggris disebut
sebagai cerebro-vascular accident.
Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah
dari sepasang a.carotis interna, sedangkan 1/3 bagian posterior yang meliputi cerebellum,
korteks occipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang
a.vertebralis (a.basilaris). Jumlah aliran darah otak dikenal dengan Cerebral Perfusion
Pressure (CBF) dengan satuan cc/menit/100 gram otak. Yang ditentukan oleh tekanan perfusi
otak CBP (Cerebral Perfusion Pressure) dan resistensi cerebrovascular CRV (Cerebrovascular
Resistance)

CPP = MABP ICP

CVR

CVR

Komponen CVR ditentukan oleh :


1.
Tonus pembuluh darah otak
2.
Struktur dinding pembuluh darah
3.
Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak

Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50-60 cc/100
gram otak/menit. Dari percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat ambang
batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu :

a.
Ambang fungsional

Batas aliran darah otak, + 50-60 cc/100 gram/menit, yang bila tidak terpenuhi
akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.

b.
Ambang aktivitas listrik otak

Batas aliran darah otak, + 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak tercapai akan
menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti, berarti sebagian struktur intrasel telah berada
dalam proses desintergrasi

c.
Ambang kematian sel

Batas aliran darah otak otak, < 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak terpenuhi
akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak Pengurangan aliran darah ke otak dapat tidak
menimbulkan gejala (slient) dan akan muncul secara klinis jika CBF turun sampai
melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak
(threshold of brain functional activity). Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang
disebut stroke.

Bila kita berhadapan dengan stroke, berarti juga bahwa kita sedang menghadapi
berbagai masalah yang kompleks; tidak ada penyebab tunggal yang mengakibatkan stroke.
Proses patologik yang terjadi berubah dengan perubahan waktu, banyak faktor-faktor risiko
yang sangat berpengaruh dan seterusnya.
Oleh karena itu, penanggulangan stroke tidak akan mempunyai arti bila faktorfaktor yang kompleks tersebut tidak dianggap sebagai satu kesatuan yang saling
berhubungan. Dengan adanya alat-alat diagnostik yang canggih akhir-akhir ni,
maka diagnostik penyakit-penyakti serebro vaskuler pada umumnya dan stroke
pada khususnya menjadi lebih akurat, dengan sendirinya dituntut pula pengobatan
yang lebih rasional dan dapat meramalkan prognosa yang lebih tepat.

ANATOMI OTAK

Otak memperoleh darah melalui 2 sistem, yakni sistem karotis (arteri karotis interna
kanan dan kiri) dan sistem vertebral. A. karotis interna setelah memisahkan diri dari a. karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosus, mempercabangkan a.oftalmika untuk n. optikus dan retina, akhirnya bercabang dua :
a. serebri anterior dan a. serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus
frontalis, parietalis, dan beberapa lobus temporalis.

Sistem vertebral dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a.
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di columna vertebralis
cervikalis, masuk ke rongga cranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masingmasing a. cerebelli inferor. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.
basilaris, setelah mengeluarkan ketiga cabang arteri pada tingkat mesensefalon a. basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang: a. cerebri posterior yang melayani darah bagi lobus occipitalis
dan bagian medial lobus temporalis.

Ketiga pasang a. serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak dan


beranastomosis satu dan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan
otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang a. serebri lainnya. Untuk menjamin
pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya tiga sistem kolateral antara sistem karotis dan
vertebral, yaitu :
1 Sirkulus willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh a. serebri kanan
kiri, a. komunikans anterior (yang menghubungkan kedua a. serebri anterior), sepasang a.
serebri posterior, dan a. komunikan posterior (menghubungkan a. serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
2 Anastomosis antara a. serebri interna dan a. karotis eksterna di daerah orbita, masingmasing melalui a. oftalmika dan a. fasialis ke a. maksilaris eksterna.

Hubungan antara sistem vertebral dengan a. karotis eksterna (pembuluh darah ekstra
kranial).

Selain itu, masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,
sehingga menurut buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem : kelompok vena interna, yang
menghubungkan darah ke vena Galen, dan sinus rectus dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke
jantung.

Secara ringkas, anatomi pendarahan otak adalah sebagai berikut :

Otak diperdarahi oleh cabang utama :

Arteri vertebralis :

A. Basilaris

A. Cerebral posterior

Arteri karotis interna :

Arteri comunican posterior

A. Cerebri media

A. Opthalmica

A. Cerebri anterior

Kiri dan kanan membentuk arteri comunican anterior

Di otak pembuluh darah saling beranastomose membentuk sirkulus wilisi

DEFINISI
Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu gangguan

fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun
global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.

INSIDENSI
Stroke paling banyak menyebabkan orang cacat pada kelompok usia diatas 45

tahun. Banyak penderitanya yang cacat, tidak mampu lagi mencari nafkah seperti sediakala,
menjadi tergantung kepada orang lain, dan tidak jarang menjadi beban bagi keluarganya. Stroke
dapat terjadi pada setiap usia, dari bayi baru lahir sampai usia sangat lanjut. Clifford Rose dari
Inggris memperkirakan insidens stroke dikebanyakan negara adalah sebesar 200 per 100.000
populasi per tahun. Insidens infark otak dan perdarahan intraserebral meningkat sesuai dengan
pertambahan umur, sedang perdarahan subarakhnoidal lebih banyak terdapat di kalangan usia
muda.

EPIDEMIOLOGI

Di negara industri penyakit stroke umumnya merupakan penyebab kematian No 3

pada kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker. Di Indonesia stroke merupakan
salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama.

Saat ini diperkirakan sekitar 17 juta orang di dunia telah meninggal akibat

penyakit stroke dan kardiovaskular setiap tahunnya. Kasus kematian terbanyak akibat kedua
penyakit ini terjadi di negara berkembang. Kecacatan yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat
besar. Penyakit kardiovaskuler bertanggung jawab terhadap 10% penyebab kecacatan di negara
berkembang sedangkan 5 juta dari 15 juta orang di dunia yang menderita stroke harus merelakan
sisa umurnya dalam kecacatan (WHO, 2013).

Tidak seperti tahun sebelumnya, saat ini telah terjadi transisi epidemiologi dengan

meningkatnya proporsi penyakit tidak menular di Indonesia (Kemenkes, 2012). Hal ini juga
sesuai dengan data epidemiologi dari WHO (2011) yang menunjukkan bahwa di negara
berkembang seperti Indonesia penyakit tidak menular terutama penyakit kardiovaskular dan
stroke lebih banyak persentasenya dibandingkan dengan penyakit menular (Gambar 1).
Keberhasilan pembangunan nasional, berkembangnya modernisasi, dan globalisasi di Indonesia
cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskuler (Penyakit jantung koroner, stroke,
dan penyakit arteri perifer). Data di Indonesia menunjukkan adanya kecendrungan peningkatan
kasus stroke, baik dalam hal kematian, kejadian, dan kecacatan. Angka kematian berdasarkan
umur sebesar 15,9 (45-55 tahun), 26,8% (55-64 tahun), 23,5% (>65 tahun). Insidensi stroke
sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecacatan yang ditimbulkan 4,3% semakin memberat
(Kemenkes, 2012).

FAKTOR RISIKO STROKE

Faktor-faktor risiko stroke adalah faktor-faktor yang berhubungan erat dengan


terjadinya stroke. Berbagai faktor tersebut antara lain adalah ;

Hipertensi
Diabetes melitus
Penyakit jantung
Pernah menderita stroke sebelumnya

Mayor :

Minor :

Merokok
Obesitas
Penggunaan kontrasepsi oral
Kurang olahraga
Stres
Alkoholisme
Hiperlipidemia
Asam urat yang tinggi

KLASIFIKASI

I Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebabnya


1 Stroke Iskemik/Infark
a Aterotrombotik
b Tromboemboli
c Kardioemboli
2 Stroke Hemoragik
a Perdarahan intra serebral (PIS)
b Perdarahan subarakhnoid (PSA)
c Perdarahan intrakranial yang disebabkan AVM

II Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu


1 TIA (transient iscemic attack)
2 Stroke in Evolution (SIE)
3 Reversible neurological deficit (RND)
4 Completed stroke (CS)

III Berdasarkan sistem pembuluh darah


a Sistem karotis

Sistem vertebrobasiler

PATOFISIOLOGI
Stroke iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh
atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di
dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai
suatu embolus.

Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada
orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah
sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis
komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering
terbentuknya aterosklerosis.

Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon
vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater
meninges.

Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke
iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik
yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri
serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria
yang oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh
darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola
ini menyebabkan timbulnya istilah stroke-in-evolution.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar tergantung
pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi
normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada
kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan
anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu
mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis,
boeh jadi tidak memberikan gejala.7
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah

defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah
sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada
tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan
penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus
diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.7
Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus. Asal
stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya
menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di
bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke
embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium
atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan
mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di
dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil,
fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis.
Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi
yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut.7
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga
gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan
gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar
menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan
perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah
proses emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri
sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan
demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di
pembuluh tersebut.

Penyakit gagal jantung

Penyakit gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF)


didefinisikan sebagai ketidak mampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuh. Gejala klinis dari gagal jantung ini
diantaranya adalah sesak nafas saat istirahat atau saat beraktivitas, kelelahan, dan kaki
membengkak. Sedangkan tanda-tanda yang dapat ditemukan yaitu takikardi, takipneu, ronki
paru, efusi pleura, tekanan vena jugularis meningkat, edema perifer, dan hepatomegali (Dickstein
et al., 2008).


CHF merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya stroke iskemik
(Lloyd and Jones, 2010; Hausler et al., 2011). Mekanisme penyebab terjadinya stroke yang
paling dikenal yaitu adanya kardioembolik yang terbentuk akibat atrial fibrillation (AF) atau
hipokinesia ventrikel kiri pada pasien CHF (Kolominsky-Rabas et al., 2001; Pullicino et al.,
2000; Wolf et al., 1991). Mekanisme ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pullicino
et al (2000) bahwa gangguan fungsi ventrikel kiri yang diukur dengan ejection fraction <30%
terkait dengan peningkatan risiko terjadinya embolus. Selanjutnya berdasarkan penelitian dari
Hohnloser et al (2007) yang membandingkan insidensi stroke pada pasien AF yang
menggunakan obat antikoagulan menunjukkan bahwa AF merupakan penyebab utama
kardioemboli pada pasien CHF. Padahal, prevalensi AF pada pasien CHF sebesar 10-17%
(Maiselet al., 2003).

Selain itu, akibat dari aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renninangiotensin-aldosteron, terjadi hiperkoagulasi, meningkatkan agregasi trombosit dan
menurunkan fibrinolisis pada pasien dengan CHF (Caldwell et al., 2010; Jug et al., 2009).
Disfungsi endotel, peningkatan kecepatan aliran darah, dan disregulasi mediator
(seperti thrombin dan plasminogen) juga mengaktivasi pembentukan trombus (Jug
et al., 2009).

Hubungan lain antara CHF dan stroke iskemik yaitu keduanya memiliki faktor
risiko yang sama yaitu diabetes mellitus dan hipertensi (Freudenberger et al., 2007). Faktor risiko
tersebut membuat pasien CHF juga memiliki risiko yang tinggi terhadap terjadinya
atherosclerosis dan oklusi pembuluh darah kecil.

Hipotensi yang terjadi pada pasien CHF juga menambah faktor risiko terjadinya
stroke melalui mekanisme hipoperfusi (Pullicino et al., 2001; Pullicino et al., 2009). Sebagai
tambahan, dalam studi yang dilakukan Appelros et al (2002) menunjukkan bahwa CHF
merupakan prediktor yang independen terhadap derajat keparahan stroke iskemik.

Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik


Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat aliran
darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang
perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah
sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai
berikut:
1.Tanpa obat-obat neuroprotektif,

sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih (CBF 10ml/100g jaringan
otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut
pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut penumbra
iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit).
Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat
bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24
jam.

2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra, cedera dan
kematian sel otak berkembang sebagi berikut:

Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk menghasilkan
energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi, sehingga
neuron membengkak

Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah
proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik
glutamat yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas
kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron
lain, reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu
pengaktifan enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya
gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah
besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital.
Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.

NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron. Obat yang
dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi
kerusakan otak akibat stroke.
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna protein sel)
yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran sel), dan radikal bebas
yang terbentuk akibat jejas iskemik.

GEJALA KLINIS STROKE HEMORRAGIK


Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan

menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke
menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya
jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak
selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara
atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena.

Beberapa gejala stroke berikut:

Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).


Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
Kesulitan menelan.
Kesulitan menulis atau membaca.
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,

atau kadang terjadi secara tiba-tiba.


Kehilangan koordinasi.
Kehilangan keseimbangan.
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan

salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.


Mual atau muntah.
Kejang.
Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau

kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis Stroke pencitraan CT-Scan (Computerised Tomography


Scanning) yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standart). Mengingat bahwa alat
tersebut

saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan

kecurigaan stroke, langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah
benar kasus tersebut kasus stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala,
juga dapat memberikan kelainan neurologis yang sama, kemudian menentukan jenis stroke yang
dialaminya. Dengan perjalanan waktu, gejala klinis stroke dapat mengalami perubahan.

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan :
1
2
3
4

Anamnesis
Pemerikasaan klinis neurologis
Algoritma dan penilaian dengan skor stroke
Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu

Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena kalau memang stroke sebagai penyebabnya, maka sesuai

dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya adalah secara mendadak. Bila sudah
ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan
stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.
Untuk

keperluan

tersebut,

pengambilan

anamnesis

harus

dilakukan

seteliti

mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti


tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tandatandanya.

Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :

a Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada


ALGORITMA STROKE GADJAH MADA

b.
Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
DJOENAEDI STROKE SCORE

TOTAL SCORE

20 STROKE HEMORAGIK
< 20 STROKE NON HEMORAGIK

c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

SIRIRAJ STROKE SCORE (SSS)

CATATAN

: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik

SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang

Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan


penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut
CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari
perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke
yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk
menentukan:

jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang


magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih

detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis
depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu
waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan
pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis
lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau
metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti
kuat suatu MRI.

Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan
pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance
angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI)
ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area
abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti,
dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam
dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi
sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi
pasien stroke.

Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat


warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di
otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous
malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi
dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram
konvensional.

Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadangkadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun
angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail,
tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benarbenar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber

perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang


dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan
untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.

Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa


injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk
menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri
utama di leher yang mensuplai darah ke otak)

Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering


dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram
adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan
peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama
24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.

Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein
yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau
untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari
infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga
perlu dipertimbangkan.

Tabel 5. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Tabel Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Tabel Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

PERTANYAAN KASUS

2. Bagaimana Penatalaksaan Pada Kasus Ini ?


Penegakan sudah tepat,
Pasien diberikan.....

1. Infus Asering 500ml 15gtt/mnt


2. Inj. Pantoprazole 1x40mg
3. Inj. Citicolin 2x1000mg
4. Inj. Cefotaxime 2x1gr
5. Inj. Mecobalamin 2x500

1. Infus Asering 15gtt/menit

Komposisi : Per L: Na 130 meq, K 4 meq, Cl 109 meq, Ca 3 meq, acetate 28 meq.

Indikasi : Terapi cairan pengganti untuk kondisi kehilangan cairan secara


akut.Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,
trauma.

Keunggulan:
Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami
gangguan hati
Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik
dibanding RL pada neonates
Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi
dengan isofluran
Mempunyai efek vasodilator

Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml


RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko
memperburuk edema serebral

2.Inj Pantoprazole 1 x 40mg

Komposisi : pantoprazole sodium


Indikasi : diindikasikan pada pengobatan ulkus lambung, ulkus duodenum, refluks
esofagitis
derajat sedang dan berat serta kondisi hipersekresi patologis seperti
sindrom ZollingerEllison atau keganasan lainnya. Digunakan sebagai terapi alternative
pada pasien yang
tidak diindikasikan pemberian pantoprazole oral.

3.Inj Citicolin 2 x 1000mg

Komposisi : citicholin

Indikasi : Gangguan kesadaran yang diikuti kerusakan atau cedera serebral,


operasi otak dan infark selebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai atas dan bawah
pada pasien hemiplegia apopleksi.

4.Inj Cefotaxim 2 x 1 gr IV

5.Inj Mecobalamin 2 x 500g amp

Komposisi : Mecobalamin

Indikasi : neuropati perifer

PEMBAHASAN KASUS

PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.

Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)

Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai


mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi
otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup,
tidak justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan
darah darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang
tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus
terus dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke
akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :

1.
Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain

Bladder
Bowel

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya


Stroke iskemik
Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Stroke Hemoragik
Pengelolaan konservatif
Perdarahan intra serebral
Perdarahan Sub Arachnoid
Pengelolaan operatif

1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B

1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap


lendir dan slem untuk mencegah kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya.
Dijaga agar oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu
dibuka).Intubasi pada pasien dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia
(radang paru) merupakan merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 4
setelah serangan otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan
bergantian setiap 2 jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.

1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak


boleh segera diturunkan, karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah
sistolik > 220 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180
mmHg dan atau diastolik > 100 mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah
maksimal 20 %.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 6 mcg/kg/menit infus
kontinyu), Diltiazem (5 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 10 g/Kg/menit infus
kontinyu), nitrogliserin (5 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 80 mg IV bolus
tiap 10 menit, kaptopril 6,25 25 mg oral / sub lingual.

Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi


Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien
stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 200
mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar
GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.

1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra


kranial dengan tanda nyeri kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di
berantas, obat yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan

6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara
300 320 mOsm, keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan
neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan
metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia ringan
30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk
perfusi darah kejaringan otak

1.d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila


terjadi retensio urine sebaiknya dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia
urine, pada laki laki pasang kondom kateter, pada wanita pasang kateter.

1.e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu


diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan
kesulitan menelan makanan. Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat
memperberat edema otak

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya


2.a. Stroke iskemik
-

Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)


Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang
paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA
(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal
90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit).
Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian
haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit
dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala
dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah
dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15
mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril
dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari
selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.

Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas


pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk
terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non
valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup
jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal
1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali kontrol hari
ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x
0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak
diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III
penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000
unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin
dosis 80 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur
siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +
dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase,
fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg
mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x
250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan
clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine.

Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal
bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk
fungsi kognitif.
Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group
Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan
perdarahan, dosis 500 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan
penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna. Therapeutic
Windows 2 14 hari.

o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan


memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr
iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai
minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4
gr per oral,. Therapeutic Windows 7 12 jam.

o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif


untuk iskemia otak dan stroke.
Mempunyai efek anti oksidan
downstream dan upstream.
Efek downstream adalah stabilisasi
atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari
arteri ke arteri. Efek upstream adalah memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric
Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan
anti oksidan

.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain,
penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 50 cc selama 21
hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.

2 Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Terapi Preventif

Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke,


dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:

Untuk stroke infark diberikan :

Obat-obat anti platelet aggregasi

b
c

Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya


Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
Menghindari rokok, obesitas, stres
Berolahraga teratur

Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak
lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada
pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi
atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1.
2.
3.
4.

Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan


Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang
mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Tabel 8. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke


Hari 1-3 (di sisi
tempat tidur)

Kurangi penekanan pada daerah yang


sering tertekan (sakrum, tumit)
Modifikasi diet, bed side, positioning
Mulai PROM dan AROM

Hari 3-5

Hari 7-10

2-3 minggu

3-6 minggu

10-12 minggu

Evaluasi ambulasi
Beri sling bila terjadi subluksasi bahu

Aktifitas berpindah
Latihan ADL: perawatan pagi hari
Komunikasi, menelan

Team/family planing
Therapeuthic home evaluation

Home program
Independent ADL, tranfer, mobility

Follow up
Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan
merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan
di rumah.

Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang
yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien
stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi
jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan
yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk
merawatnya.

Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bed exercise
Latihan duduk
Latihan berdiri
Latihan mobilisasi
Latihan ADL (activity daily living)
Latihan Positioning (Penempatan)

7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

PERTANYAAN KASUS

3. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?

Quo ad vitam
: Ad Bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad malam

Quo ad sanationam

: Dubia ad bonam

Hal yang menentukan prognosis pada pasien ini adalah adanya hipertensi dan
gagal jantung kongestif yang diderita pasien. Jika hipertensi dapat terkontrol, maka resiko yang
dialami pasien akan berkurang. Selain itu gejala dari faktor resiko itu sendiri dapat dikontrol.
Gangguan motorik yang menetap diharapkan dengan fisioterapi dapat dikembalikan fungsinya
mendekati normal. Hal ini membutuhkan latihan yang intensif dan dukungan penuh dari
keluarga.

PEMBAHASAN KASUS

KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi
semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah
agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai. 1 Komplikasi pada stroke
yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan
defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial,
herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul
bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan
ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan
pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi


2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama. 2 merupakan salah satu komplikasi
stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien
dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan
untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung

Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:


-

Edema pulmonal neurogenik


Penurunan curah jantung
Aritmia dan gangguan repolarisasi

6. Deep vein Thrombosis (DVT)


7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3. Komplikasi jangka panjang


1. Stroke rekuren
2. Abnormalitas jantung
3. Kelainan metabolik dan nutrisi
4. Depresi
5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

PROGNOSIS

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita
tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya
pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.

Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.

Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan


secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

EDUKASI

1.Kurangi aktivitas

2.Diet gizi seimbang

3.Teratur mengikuti jadwal kontrol

DAFTAR PUSTAKA

Ropper, Allan .H, 2005. Adams and Victors Principles of Neurology. McGraw-Hill,
USA.

Asviretty, Nuhoni, S.A., Tulaar, A., Idris, F.H., Handoyo, A.P., Suginarti, Ramli, H.,
Enizar, 2002, Standar Operasional Prosedur Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Harsono, 2007. Kapita Selekta Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada,

Cetakan keenam. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.


4

Lamsudin, R., 1997, Algoritma Stroke Gadjah Mada Penerapan Klinis Untuk
Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral dengan Stroke Iskemik Akut atau
Stroke Infark, Berkala Ilmu Kedokteran, vol.29, no.1: 11 16.

Mansjoer, 2000 , Stroke dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3, Media Aeuculapius,


Jakarta, hal : 17-26.

Sidharta, 2004, Stroke dalam Neurologi Klinis dalam Praktek umum, ED 5, Dian Rakyat,
Jakarta, hal : 260-275.

Sylvia, 1995, Penyakit Serebrosvaskuler dan Nyeri Kepala dalam Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed 4, EGC, Jakarta, hal : 964-968.

Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,


Surabaya 2002.

http://dokdenny.blogspot.com/2014/06/overview-stroke-dan-penyakit.html

10 http://skydrugz.blogspot.com/2011/02/refarat-stroke-non-haemorrhagic-

nhs.html#axzz3UgsrQQwT

Anda mungkin juga menyukai