Disusun Oleh:
Teffi Widya Jani
1102010278
Pembimbing:
dr. Sofie Minawati Sp.S
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny.A.
Umur
: 57 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: IRT
No. Medik
: 74xxxx
Tanggal Masuk
: 27-2-2015
Tanggal Periksa
: 28-2-2015
ANAMNESA
A Keluhan Utama
Tangan dan kaki kiri tidak bisa digerakkan
B Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Slamet dengan keluhan tangan dan kaki kiri tidak
bisa digerakkan sejak 4 jam SMRS, tangan dan kaki kiri lumpuh disertai adanya rasa baal,
tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat pasien sedang dikamar mandi, hingga pasien terjatuh
dikamar mandi dan lumpuh tidak ada perbaikan hingga sampai hari ini.Pingsan dan kejang
disangkal, pasien mengeluh nyeri kepala sedikit , mual diakui pasien, muntah disangkal,
Keluhan adanya bicara rero disangkal. Demam disangkal.Gangguan penglihatan disangkal.
BAK dan BAB dalam batas normal.
Sesak juga dikeluhkan pasien, sesak muncul setelah pasien terjatuh dikamar mandi,
sesak dirasakan bila pasien beraktivitas ringan, seperti kekamar mandi, kaki bengkak sedikit,
sebelumnya pasien sering terbangun malam hari karena sesak, nyeri dada dan batuk
disangkal.
Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu dan jantung bengkak
sejak 5 tahun, biasanya pasien kontrol ke RSUD dr Slamet,namun pasien tidak rutin
kontrol ke rumah sakit. Adanya riwayat penyakit gula, stroke dan kebiasaan merokok
2
: Sakit Sedang
Kesadaran
: CM
Tekanan darah
: 180/120 mmHg
Nadi
: 92 x/menit reguler
Respirasi
: 30x/menit
Suhu
: 36,5C
Turgor
: Baik
Gizi
: Baik
Kepala
: Normocephal
Konjungtiva
: Tidak anemis
Sklera
: Tidak ikterik
Leher
Thoraks
: Simetris bilateral
Jantung
-
Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi
: iktus kordis teraba.
Perkusi
:
Batas kanan bawah
: SIC IV linea parasternalis dextra
Batas Kiri Atas
: SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah
: SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung 1 dan 2 \ireguler
3
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Extremitas
Pemeriksaan Neurologi
Inspeksi:
Kepala
Columna vertebra
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
:-
Brudzinski 1
:-
Brudzinski 2
:-
Brudzinski 3
:-
Brudzinski 4
:-
Laseque
Kernig
Saraf otak
N. cranialis
N. I (Olfaktorius) Penciuman
N. II (Optikus)
Ketajaman Penglihatan
Campus (tes konfrontasi)
RCL (Refleks cahaya langsung)
Kanan
Tidak dilakukan
Kiri
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
+
Tidak dilakukan
Fundus okuli
N. III (Okulomotorius)/ N. IV
(Troklearis)/ N. VI (Abdusens)
Ptosis
Pupil
(-)
Isokor, D : 3mm
+
Ortoforia
baik-
(-)
Isokor, D : 3mm
+
Ortoforia
baik
-
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
baik
baik
baik
tidak dilakukan
baik
baik
Kesan asimetris kiri
tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
baik
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
N. XI ( Assesorius )
SDN
SDN
Gerakan Lidah
Atrofi otot lidah
Tremor Lidah/fasikulasi
4. Motorik
Pemeriksaan
Anggota badan atas
Anggota badan bawah
Cara berjalan
Kekuatan
Tonus
Parese kiri
Baik/baik
( 5/0 )
Parese kiri
Baik/baik
( 5/0 )
Hemiparese sinistra
Sulit dinilai
Atrofi
-
Fasikulasi
-
5. Sensorik
Pemeriksaan
kanan
kiri
n
hemiestesi sinistra
6. Vegetatif
BAK
BAB
Diit
7. Koordinasi
Cara bicara
: Normal
Tremor
: Tidak ada
: Tidak dilakukan
6
: Tidak dilakukan
Test romberg
: Tidak dilakukan
8. Refleks
Reflek fisiologis
Refleks
Biseps
Triseps
Brachioradialis
Patella
Achiles
Dextra / Sinistra
+ / ++
+ / ++
+ / ++
+ / ++
+ / ++
Reflek Patologis
Refleks
Babinski
Chaddock
Openheim
Gordon
Schaeffer
Ekstremitas Dextra
-
Ekstremitas Sinistra
+
+
+
+
+
: Baik
Afasia
: Motorik
:-
Sensorik
:-
Ingatan
: Jangka pendek
: dbn
Jangka panjang
: dbn
DIAGNOSA KERJA
Stroke e.c. Infark Cerebri Kardio Emboli Sistem Karotis Dextra dengan Faktor Resiko Hipertensi
dan Gagal Jantung Kongestif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG/USULAN PEMERIKSAAN
1. Laboratorium :
-
2. Pemeriksaan EKG
3. Radiologi :
- Rontgen thorax
- CT-scan
28 Januari 2015
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Kolestrol Total
Trigliserida
Ureum
Creatinin
GDS
Asam Urat
14,8 gr/dL
45%
13,040 /mm3
195.000 /mm3
4.79 juta /mm3
165 U/L
96 U/L
49 mg/dL
1.3 mg/dL
96 mg/dL
9,5 mg/dL
13.0 - 15.0
40 - 52
3.800 - 10.500
150.000 - 440.000
3.5 juta - 6.5 juta
s/d 2000
s/d 135
15 50
0.7 1.2
<140
2,4 5,7
RESUME
Perempuan,57 tahun, keluhan tangan dan kaki kiri tidak bisa digerakkan sejak 4 jam
SMRS,baal (+), tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat pasien sedang dikamar mandi, hingga
pasien terjatuh dikamar mandi dan lumpuh tidak ada perbaikan hingga sampai hari
ini.Pingsan (-),nyeri kepala (+) sedikit , mual (+), muntah (-).Sesak juga dikeluhkan pasien,
sesak muncul setelah pasien terjatuh dikamar mandi, sesak dirasakan bila pasien beraktivitas
ringan, kaki bengkak(+),sering terbangun malam hari.Riwayat Hipertensi (+), Penyakit
Jantung (+), DM (-), Stroke (-).
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum
: Sakit Sedang
VBS ka=Ki
Kesadaran
: CM
Rh(-/-), Wh (-/-)
Tekanan darah
: 180/120 mmHg
S1S2 irreguler
Nadi
: 92x/menit regular
M(-) G(+)
Respirasi
: 30x/menit
Suhu
: 36,5C
RM
: KK (-)
Mata
N. VII
N. XII
Motorik
Sensorik
Fungsi Luhur
: baik
Fungsi Vegetatif
: baik
Refleks Fisioligis
Biseps
:+/
Triceps
:+/
Brachioradialis: + / +
Patella
: + / +
Achilles
: + / +
Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
: -/+
Openheim
: -/+
Gordon
Schaeffer
: -/+
: -/+
: -/+
DIAGNOSA
Klinis
: Stroke
Lokalisasi
Etiologi
Faktor resiko
Diagnosa : Stroke e.c. Infark Cerebri Kardio Emboli Sistem Karotis Dextra dengan Faktor
Resiko Hipertensi dan Gagal Jantung Kongestif.
TERAPI
Infus Asering 500ml 15gtt/mnt
Inj. Pantoprazole 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1000mg
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Mecobalamin 2x500
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Ad Bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad malam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal 28 Febuari 2015 (hari-1)
Keluhan : Lemah anggota gerak
kiri, sesak (+)
Pemeriksaan TTV & Interna
KU
: Sakit sedang
KS
: Compos mentis
TD
: 180 / 100 mmHg
N
: 71 x/menit
RR
: 30 x/menit
Suhu : 36.5 oC
VBS ka=ki Rh(-/-) Wh (-/-)
S1S2 irreguler M(-) G(+)
Pemeriksaan neurologis
RM : KK(-)
Mata : isokor,RCL +/+, RCTL +/+,
GBM baik ke segala arah
N VII : parese sinistra sentral
N XII : parese sinistra sentral
Motorik
- Anggota badan atas
:5/0
10
12
13
Ambroxol 3 x C1 PO
KPR +/++
APR +/++
Refleks Patologis : Babinzki (-/+)
Chaddok (-/+)
Gordon (-/+)
Oppenheim (-/+)
Terapi
Infus Asering 500ml 15gtt/mnt
Inj. Pantoprazole 1x40mg
Inj. Citicolin 2x1000mg
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Mecobalamin 2x500
Ambroxol 3 x C1 PO
Inj Farsix 1x10mg
Spironolakton 1x100 mg PO
Candesartan 1x200mg PO
Digoxin O,25mg 1x1 tab PO
KPR +/
++
APR +/
++
Refleks Patologis : Babinzki
(-/+)
Chaddok (-/+)
Gordon
(-/+)
Oppenheim (-/+)
Terapi
Infus
Asering
500ml
15gtt/mnt
Spironolakton 1x100 mg PO
Candesartan 1x200mg PO
PERTANYAAAN KASUS
Anamnesa
Perempuan,57 tahun, keluhan tangan dan kaki kiri tidak bisa digerakkan sejak 4
jam SMRS,baal (+), tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat pasien sedang dikamar mandi,
hingga pasien terjatuh dikamar mandi dan lumpuh tidak ada perbaikan hingga sampai hari
ini.Pingsan (-),nyeri kepala (+) sedikit , mual (+), muntah (-).Sesak juga dikeluhkan pasien,
sesak muncul setelah pasien terjatuh dikamar mandi, sesak dirasakan bila pasien beraktivitas
ringan, kaki bengkak(+),sering terbangun malam hari.Riwayat Hipertensi (+), Penyakit
Jantung (+), DM (-), Stroke (-).
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum
: Sakit Sedang
VBS ka=Ki
Kesadaran
: CM
Rh(-/-), Wh (-/-)
Tekanan darah
: 180/120 mmHg
S1S2 irreguler
Nadi
: 92x/menit regular
M(-) G(+)
Respirasi
: 30x/menit
Suhu
: 36,5C
RM
Mata
: KK (-)
: isokor,
GBM ODS baik,
RCL +/+ , RCTL +/+
: parese N. VII sentral sinistra
: parese N. XII sentral sinistra
N. VII
N. XII
Motorik
Sensorik
Fungsi Luhur
Fungsi Vegetatif
: baik
: baik
Refleks Fisioligis
Biseps
:+/
Triceps
:+/
Brachioradialis: + / +
Patella
: + / +
Achilles
: + / +
Refleks Patologis
Babinski
: -/+
Chaddock
: -/+
Openheim
: -/+
Gordon
: -/+
Schaeffer
: -/+
20
DIAGNOSA
Klinis
Lokalisasi
Etiologi
Faktor resiko
: Stroke
Diagnosa : Stroke e.c. Infark Cerebri Kardio Emboli Sistem Karotis Dextra
dengan Faktor Resiko Hipertensi dan Gagal Jantung Kongestif.
PEMBAHASAN KASUS
PENDAHULUAN
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap
lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada
prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau
iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan
pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
Stroke merupakan setiap kelainan otak akibat proses patologik pada sistem
pembuluh darah otak, sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak. Proses ini dapat
berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding
pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan
viskositas maupun kualitas darah sendiri.
Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat
primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif, atau sekunder akibat proses lain,
seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes melitus. Karena itu penyebab
stroke sangat kompleks. Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala
(silent) dan akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak (CBF=cerebral blood flow)
turun sampai ke tingkat melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang
aktivitas fungsi otak (threshold of brain functional activity). Dalam bahasa Inggris disebut
sebagai cerebro-vascular accident.
Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah
dari sepasang a.carotis interna, sedangkan 1/3 bagian posterior yang meliputi cerebellum,
korteks occipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang
a.vertebralis (a.basilaris). Jumlah aliran darah otak dikenal dengan Cerebral Perfusion
Pressure (CBF) dengan satuan cc/menit/100 gram otak. Yang ditentukan oleh tekanan perfusi
otak CBP (Cerebral Perfusion Pressure) dan resistensi cerebrovascular CRV (Cerebrovascular
Resistance)
CVR
CVR
Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50-60 cc/100
gram otak/menit. Dari percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat ambang
batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu :
a.
Ambang fungsional
Batas aliran darah otak, + 50-60 cc/100 gram/menit, yang bila tidak terpenuhi
akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.
b.
Ambang aktivitas listrik otak
Batas aliran darah otak, + 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak tercapai akan
menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti, berarti sebagian struktur intrasel telah berada
dalam proses desintergrasi
c.
Ambang kematian sel
Batas aliran darah otak otak, < 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak terpenuhi
akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak Pengurangan aliran darah ke otak dapat tidak
menimbulkan gejala (slient) dan akan muncul secara klinis jika CBF turun sampai
melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak
(threshold of brain functional activity). Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang
disebut stroke.
Bila kita berhadapan dengan stroke, berarti juga bahwa kita sedang menghadapi
berbagai masalah yang kompleks; tidak ada penyebab tunggal yang mengakibatkan stroke.
Proses patologik yang terjadi berubah dengan perubahan waktu, banyak faktor-faktor risiko
yang sangat berpengaruh dan seterusnya.
Oleh karena itu, penanggulangan stroke tidak akan mempunyai arti bila faktorfaktor yang kompleks tersebut tidak dianggap sebagai satu kesatuan yang saling
berhubungan. Dengan adanya alat-alat diagnostik yang canggih akhir-akhir ni,
maka diagnostik penyakit-penyakti serebro vaskuler pada umumnya dan stroke
pada khususnya menjadi lebih akurat, dengan sendirinya dituntut pula pengobatan
yang lebih rasional dan dapat meramalkan prognosa yang lebih tepat.
ANATOMI OTAK
Otak memperoleh darah melalui 2 sistem, yakni sistem karotis (arteri karotis interna
kanan dan kiri) dan sistem vertebral. A. karotis interna setelah memisahkan diri dari a. karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosus, mempercabangkan a.oftalmika untuk n. optikus dan retina, akhirnya bercabang dua :
a. serebri anterior dan a. serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus
frontalis, parietalis, dan beberapa lobus temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di a.
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di columna vertebralis
cervikalis, masuk ke rongga cranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masingmasing a. cerebelli inferor. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi a.
basilaris, setelah mengeluarkan ketiga cabang arteri pada tingkat mesensefalon a. basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang: a. cerebri posterior yang melayani darah bagi lobus occipitalis
dan bagian medial lobus temporalis.
Hubungan antara sistem vertebral dengan a. karotis eksterna (pembuluh darah ekstra
kranial).
Selain itu, masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,
sehingga menurut buskirk tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem : kelompok vena interna, yang
menghubungkan darah ke vena Galen, dan sinus rectus dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke
jantung.
Arteri vertebralis :
A. Basilaris
A. Cerebral posterior
A. Cerebri media
A. Opthalmica
A. Cerebri anterior
DEFINISI
Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun
global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.
INSIDENSI
Stroke paling banyak menyebabkan orang cacat pada kelompok usia diatas 45
tahun. Banyak penderitanya yang cacat, tidak mampu lagi mencari nafkah seperti sediakala,
menjadi tergantung kepada orang lain, dan tidak jarang menjadi beban bagi keluarganya. Stroke
dapat terjadi pada setiap usia, dari bayi baru lahir sampai usia sangat lanjut. Clifford Rose dari
Inggris memperkirakan insidens stroke dikebanyakan negara adalah sebesar 200 per 100.000
populasi per tahun. Insidens infark otak dan perdarahan intraserebral meningkat sesuai dengan
pertambahan umur, sedang perdarahan subarakhnoidal lebih banyak terdapat di kalangan usia
muda.
EPIDEMIOLOGI
pada kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker. Di Indonesia stroke merupakan
salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama.
Saat ini diperkirakan sekitar 17 juta orang di dunia telah meninggal akibat
penyakit stroke dan kardiovaskular setiap tahunnya. Kasus kematian terbanyak akibat kedua
penyakit ini terjadi di negara berkembang. Kecacatan yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat
besar. Penyakit kardiovaskuler bertanggung jawab terhadap 10% penyebab kecacatan di negara
berkembang sedangkan 5 juta dari 15 juta orang di dunia yang menderita stroke harus merelakan
sisa umurnya dalam kecacatan (WHO, 2013).
Tidak seperti tahun sebelumnya, saat ini telah terjadi transisi epidemiologi dengan
meningkatnya proporsi penyakit tidak menular di Indonesia (Kemenkes, 2012). Hal ini juga
sesuai dengan data epidemiologi dari WHO (2011) yang menunjukkan bahwa di negara
berkembang seperti Indonesia penyakit tidak menular terutama penyakit kardiovaskular dan
stroke lebih banyak persentasenya dibandingkan dengan penyakit menular (Gambar 1).
Keberhasilan pembangunan nasional, berkembangnya modernisasi, dan globalisasi di Indonesia
cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskuler (Penyakit jantung koroner, stroke,
dan penyakit arteri perifer). Data di Indonesia menunjukkan adanya kecendrungan peningkatan
kasus stroke, baik dalam hal kematian, kejadian, dan kecacatan. Angka kematian berdasarkan
umur sebesar 15,9 (45-55 tahun), 26,8% (55-64 tahun), 23,5% (>65 tahun). Insidensi stroke
sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecacatan yang ditimbulkan 4,3% semakin memberat
(Kemenkes, 2012).
Hipertensi
Diabetes melitus
Penyakit jantung
Pernah menderita stroke sebelumnya
Mayor :
Minor :
Merokok
Obesitas
Penggunaan kontrasepsi oral
Kurang olahraga
Stres
Alkoholisme
Hiperlipidemia
Asam urat yang tinggi
KLASIFIKASI
Sistem vertebrobasiler
PATOFISIOLOGI
Stroke iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh
atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di
dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai
suatu embolus.
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada
orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah
sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis
komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering
terbentuknya aterosklerosis.
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon
vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater
meninges.
Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke
iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik
yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri
serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria
yang oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh
darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola
ini menyebabkan timbulnya istilah stroke-in-evolution.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar tergantung
pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi
normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada
kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan
anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu
mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis,
boeh jadi tidak memberikan gejala.7
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah
defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah
sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada
tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan
penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus
diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.7
Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus. Asal
stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya
menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di
bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke
embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium
atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan
mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di
dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil,
fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis.
Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi
yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut.7
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga
gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan
gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar
menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan
perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah
proses emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri
sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan
demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di
pembuluh tersebut.
CHF merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya stroke iskemik
(Lloyd and Jones, 2010; Hausler et al., 2011). Mekanisme penyebab terjadinya stroke yang
paling dikenal yaitu adanya kardioembolik yang terbentuk akibat atrial fibrillation (AF) atau
hipokinesia ventrikel kiri pada pasien CHF (Kolominsky-Rabas et al., 2001; Pullicino et al.,
2000; Wolf et al., 1991). Mekanisme ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pullicino
et al (2000) bahwa gangguan fungsi ventrikel kiri yang diukur dengan ejection fraction <30%
terkait dengan peningkatan risiko terjadinya embolus. Selanjutnya berdasarkan penelitian dari
Hohnloser et al (2007) yang membandingkan insidensi stroke pada pasien AF yang
menggunakan obat antikoagulan menunjukkan bahwa AF merupakan penyebab utama
kardioemboli pada pasien CHF. Padahal, prevalensi AF pada pasien CHF sebesar 10-17%
(Maiselet al., 2003).
Selain itu, akibat dari aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renninangiotensin-aldosteron, terjadi hiperkoagulasi, meningkatkan agregasi trombosit dan
menurunkan fibrinolisis pada pasien dengan CHF (Caldwell et al., 2010; Jug et al., 2009).
Disfungsi endotel, peningkatan kecepatan aliran darah, dan disregulasi mediator
(seperti thrombin dan plasminogen) juga mengaktivasi pembentukan trombus (Jug
et al., 2009).
Hubungan lain antara CHF dan stroke iskemik yaitu keduanya memiliki faktor
risiko yang sama yaitu diabetes mellitus dan hipertensi (Freudenberger et al., 2007). Faktor risiko
tersebut membuat pasien CHF juga memiliki risiko yang tinggi terhadap terjadinya
atherosclerosis dan oklusi pembuluh darah kecil.
Hipotensi yang terjadi pada pasien CHF juga menambah faktor risiko terjadinya
stroke melalui mekanisme hipoperfusi (Pullicino et al., 2001; Pullicino et al., 2009). Sebagai
tambahan, dalam studi yang dilakukan Appelros et al (2002) menunjukkan bahwa CHF
merupakan prediktor yang independen terhadap derajat keparahan stroke iskemik.
sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih (CBF 10ml/100g jaringan
otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut
pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut penumbra
iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit).
Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat
bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24
jam.
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra, cedera dan
kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk menghasilkan
energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi, sehingga
neuron membengkak
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah
proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik
glutamat yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas
kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron
lain, reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu
pengaktifan enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya
gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah
besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital.
Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.
NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron. Obat yang
dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi
kerusakan otak akibat stroke.
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna protein sel)
yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran sel), dan radikal bebas
yang terbentuk akibat jejas iskemik.
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke
menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya
jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak
selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara
atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena.
kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
DIAGNOSIS
saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan
kecurigaan stroke, langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah
benar kasus tersebut kasus stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala,
juga dapat memberikan kelainan neurologis yang sama, kemudian menentukan jenis stroke yang
dialaminya. Dengan perjalanan waktu, gejala klinis stroke dapat mengalami perubahan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan :
1
2
3
4
Anamnesis
Pemerikasaan klinis neurologis
Algoritma dan penilaian dengan skor stroke
Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu
Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena kalau memang stroke sebagai penyebabnya, maka sesuai
dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya adalah secara mendadak. Bila sudah
ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan
stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.
Untuk
keperluan
tersebut,
pengambilan
anamnesis
harus
dilakukan
seteliti
b.
Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
DJOENAEDI STROKE SCORE
TOTAL SCORE
20 STROKE HEMORAGIK
< 20 STROKE NON HEMORAGIK
CATATAN
4. Pemeriksaan Penunjang
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis
depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu
waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan
pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis
lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau
metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti
kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan
pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance
angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI)
ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area
abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti,
dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam
dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi
sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi
pasien stroke.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadangkadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun
angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail,
tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benarbenar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein
yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau
untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari
infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga
perlu dipertimbangkan.
PERTANYAAN KASUS
Komposisi : Per L: Na 130 meq, K 4 meq, Cl 109 meq, Ca 3 meq, acetate 28 meq.
Keunggulan:
Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami
gangguan hati
Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik
dibanding RL pada neonates
Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi
dengan isofluran
Mempunyai efek vasodilator
Komposisi : citicholin
4.Inj Cefotaxim 2 x 1 gr IV
Komposisi : Mecobalamin
PEMBAHASAN KASUS
PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1.
Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
Bladder
Bowel
6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara
300 320 mOsm, keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan
neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan
metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia ringan
30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk
perfusi darah kejaringan otak
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal
bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk
fungsi kognitif.
Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group
Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan
perdarahan, dosis 500 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan
penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna. Therapeutic
Windows 2 14 hari.
.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain,
penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 50 cc selama 21
hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
b
c
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak
lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada
pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi
atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1.
2.
3.
4.
Hari 3-5
Hari 7-10
2-3 minggu
3-6 minggu
10-12 minggu
Evaluasi ambulasi
Beri sling bila terjadi subluksasi bahu
Aktifitas berpindah
Latihan ADL: perawatan pagi hari
Komunikasi, menelan
Team/family planing
Therapeuthic home evaluation
Home program
Independent ADL, tranfer, mobility
Follow up
Review functional abilities
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan
merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan
di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang
yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien
stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi
jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan
yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk
merawatnya.
Bed exercise
Latihan duduk
Latihan berdiri
Latihan mobilisasi
Latihan ADL (activity daily living)
Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
PERTANYAAN KASUS
Quo ad vitam
: Ad Bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad malam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
Hal yang menentukan prognosis pada pasien ini adalah adanya hipertensi dan
gagal jantung kongestif yang diderita pasien. Jika hipertensi dapat terkontrol, maka resiko yang
dialami pasien akan berkurang. Selain itu gejala dari faktor resiko itu sendiri dapat dikontrol.
Gangguan motorik yang menetap diharapkan dengan fisioterapi dapat dikembalikan fungsinya
mendekati normal. Hal ini membutuhkan latihan yang intensif dan dukungan penuh dari
keluarga.
PEMBAHASAN KASUS
KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi
semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah
agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai. 1 Komplikasi pada stroke
yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan
defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial,
herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul
bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan
ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan
pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama. 2 merupakan salah satu komplikasi
stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien
dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan
untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung
PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita
tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya
pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
EDUKASI
1.Kurangi aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Ropper, Allan .H, 2005. Adams and Victors Principles of Neurology. McGraw-Hill,
USA.
Asviretty, Nuhoni, S.A., Tulaar, A., Idris, F.H., Handoyo, A.P., Suginarti, Ramli, H.,
Enizar, 2002, Standar Operasional Prosedur Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Harsono, 2007. Kapita Selekta Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada,
Lamsudin, R., 1997, Algoritma Stroke Gadjah Mada Penerapan Klinis Untuk
Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral dengan Stroke Iskemik Akut atau
Stroke Infark, Berkala Ilmu Kedokteran, vol.29, no.1: 11 16.
Sidharta, 2004, Stroke dalam Neurologi Klinis dalam Praktek umum, ED 5, Dian Rakyat,
Jakarta, hal : 260-275.
Sylvia, 1995, Penyakit Serebrosvaskuler dan Nyeri Kepala dalam Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed 4, EGC, Jakarta, hal : 964-968.
http://dokdenny.blogspot.com/2014/06/overview-stroke-dan-penyakit.html
10 http://skydrugz.blogspot.com/2011/02/refarat-stroke-non-haemorrhagic-
nhs.html#axzz3UgsrQQwT