Anda di halaman 1dari 38

STATUS UJIAN

STROKE HEMORAGIK

Penguji:
dr. Haryo Teguh, Sp.S, M.Si.Med

Disusun oleh:
Natsir Belkaoui Muhammad
030.13.139

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
PERIODE 23 JULI – 25 AGUSTUS 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB I
STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa : Natsir Belkaoui Muhammad
NIM : 030.13.139
Dokter Pembimbing : dr. Haryo Teguh, Sp.S, M.Si.Med

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. S
Usia : 57 tahun
Kelamin : Wanita
Tanggal Lahir : 4 Agustus 1961
Alamat : Pesayangan RT 05/03, Tegal, Jawa tengah
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk : 14 Agustus 2018
Ruang : Unit stroke

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada hari jumat tanggal 17
Agustus 2018 pukul 10.00 di ruang rawat inap Unit Stroke Rumah Sakit Umum Daerah
Kardinah kota Tegal.
a. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kanan 3 jam sebelum masuk Rumah sakit.
b. Keluhan Tambahan
Bicara pelo.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny.S datang ke IGD RSUD Kardinah dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah
kanan sejak 3 jam SMRS. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat pasien selesai melakukan
sholat dhuha. Pasien juga mengeluh merasakan bicara pelo yang timbul bersamaan dengan
kelemahan pada anggota gerak bagian kanan. Keluhan nyeri kepala, mual, muntah,
penurunan kesadaran, kejang, penglihatan gelap atau pun ganda disangkal. BAK dan BAB
dalam batas normal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan setiap bulan kontrol ke poli jantung.
Pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, DM disangkal, riwayat maag,
riwayat trauma kepala disangkal, riwayat keluhan serupa disangkal.
e. Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan bahwa di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa.
Riwayat keluhan penyakit jantung, hipertensi, DM disangkal oleh pasien
f. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok disangkal. Pasien sehari-hari mengurus pekerjaan rumah tangga serta
senang memakan goreng-gorengan dan jarang berolahraga
g. Riwayat Obat
Pasien mengonsumsi obat-obatan pengencer darah

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Tanda vital
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8oC

B. Status generalis
Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata, tidak
terdapat jejas atau bekas luka
Mata: pupil isokor, refleks pupil +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-
Telinga: normotia +/+, deformitas -/-, kemerahan -/-, oedem -/-,
serumen -/-, nyeri tekan -/-, nyeri tarik -/-
Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Mulut: trismus (-), mukosa bibir merah muda, sianosis (-), gusi
kemerahaan (-) oedem (-), plak gigi (-)
Tenggorok: arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula di tengah
Leher KGB dan kelenjar tiroid tidak membesar
Thorax Inspeksi: bentuk dada fusiformis, gerak dinding dada simetris saat
statis maupun dinamis, tipe pernapasan torakoabdominal, sela iga
normal, sternum datar, retraksi sela iga (-)
Palpasi: pernapasan simetris, iktus cordis teraba di ICS VI linea
midclavicularis sinistra
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan hepar setinggi
ICS VI linea midclavicularis dextra dengan perkusi redup, batas
bawah paru dan lambung setinggi ICS VIII linea axillaris anterior
sinistra dengan perkusi timpani. Batas paru dan jantung kanan
setinggi ICS IV linea parasternal dextra, batas paru dan jantung kiri
setinggi ICS VI linea midclavicularis sinistra, batas atas jantung ICS
II linea parasternalis sinistra, pinggang jantung setinggi ICS III linea
parasternal sinistra
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-, Bunyi
Jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi: datar, ikterik (-), eritema (-), spider naevi (-), benjolan (-)
Auskultasi: bising usus 2x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar
dan lien tidak membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Kulit Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor baik
C. Status neurologis
- Kesadaran dan Fungsi Luhur
GCS: E4V5M6

- Rangsangan Meningeal
• Kaku kuduk :-
• Brudzinsky 1 :-
• Brudzinsky 2 :-
• Brudzinsky 3 :-
• Brudzinsky 4 :-
• Kernig : -/-
• Laseque : -/-

- Nervus Cranialis
1. N I (Olfaktorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. N II (Optikus)
• Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. N III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
• Gerakan bola mata : Tidak ada hambatan dalam gerak bola mata
• Ptosis :-/-
• Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
• Refleks pupil : Langsung + / +, tidak langsung + / +
4. N V (Trigeminus)
Sensorik
• N-V1 (ophtalmicus) : + / +
• N-V2 (maksilaris) :+/+
• N-V3 (mandibularis) : + / +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
Motorik : N / N (dapat merapatkan gigi dan membuka mulut)
Refleks kornea :+/+
5. N VII (Fasialis)
Sensorik (pengecap) : Tidak dilakukan pemeriksaan
Motorik (statis dan dinamis)
• Angkat alis :+/+
• Menutup mata :+/+
• Menyeringai : Tidak simetris
6. N VIII (Vestibulocochlearis)
Keseimbangan
• Nistagmus : Tidak ditemukan
Pendengaran
• Tes Rinne, Schwabach, Weber: Tidak dilakukan pemeriksaan
7. N IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
• Refleks menelan : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Refleks muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Refleks batuk : Tidak dilakukan pem,eriksaan
• Posisi uvula : Deviasi (-)
• Posisi arkus faring : Simetris
8. N XI (Akesorius)
• Kekuatan M. Sternocleidomastoideus: + / +
• Kekuatan M. Trapezius: Tidak dilakukan pemeriksaan
9. N XII (Hipoglosus)
• Tremor lidah :-
• Atrofi lidah :-
• Ujung lidah saat dijulurkan : Tertarik ke sebelah kanan
• Fasikulasi :-

- Pemeriksaan Motorik
1. Kekuatan otot
3333 5555
3333 5555
Pemeriksaan Kekuatan Tonus Atrofi
Ekstremitas atas Parese kanan baik/baik -/-
Ekstremitas bawah Parese kanan baik/baik -/-

2. Refleks
Refleks Fisiologis
• Biceps :+/+
• Triceps :+/+
• Achilles : +/+
• Patella : +/+

Refleks Patologis
• Babinski :+/-
• Oppenheim :-/-
• Chaddock :-/-
• Gordon :-/-
• Scaeffer :-/-
• Hoffman-Trommer :+/-

- Pemeriksaan sensorik
Eksteroseptif Propioseptif
Raba: + / + Rasa gerak: + / +
Nyeri: + / + Rasa tekan: + / +

- Autonomic Nervus System


a. ANS : Inkontinensia urin (-), hipersekresi keringat (-)

- Celebellar sign
Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Tandem Walking : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sistem Ekstrapiramidal
• Tremor, chorea, balismus : - / -

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


14 Agustus 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
CBC
Hemoglobin 9.2 11,2 – 15,7 g/dl
Hematokrit 29.0 37 – 47 %
Trombosit 234 150 – 521 ribu/uL
Leukosit 6,3 4,4 – 11,3 ribu/uL
Eritrosit 3,3 4,1 – 5,1 juta/uL
RDW 15,6 11,5 – 14,5 %
MCV 89.0 80 – 96 Unit
MCH 28.2 28 – 33 Pcg
MCHC 31,7 33 – 36 g/dL
Diff Count
Neutrofil H 72,9 50 – 70 %
Limfosit L 15.7 25 – 40 %
Monosit 6.5 2–8 %
Eosinofil H5 2–4 %
Basofil 0,3 0–1 %
Laju Endap Darah
LED 1 jam H 52 0 – 20 mm/jam
LED 2 jam H 91 0 – 30 mm/jam
KIMIA KLINIK
Kolesterol total 220 mg/dL <200 mg/dl
Trigliserida 99 mg/dL <150 mg/dl
Asam Urat H 6,9 mg/dL 2.6 – 6.0
Kolesterol HDL 50 mg/dL 42.0 – 88.0
Kolesterol LDL 140 mg/dL <100 mg/dl
Glukosa Puasa 100 mg/dL 74-115
Glukosa sewaktu H 141 Mg/dL <120mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 135 - 145
Kalium 5,22 mmol/L 3,3 – 5,1
Klorida H 113 mmol/L 96 - 106
SGOT 12,4 u/L <34 u/L
SGPT 9,9 u/L <34 u/L
Ureum 47,9 mg/dL 21 - 49
Creatinine 2,42 mg/dL 0,60 – 1,10

CT-Scan kepala
 Tampak lesi hiperdens pada lobus temporal kiri
 Differensiasi substansia alba dan substansia grisea tampak normal
 Sulkus kortikalis dan fissure Sylvii tampak normal
 Ventrikel kanan, kiri, III, dan IV tampak normal
 Cisterna tampak normal
 Tak tampak midline shifting
 Batang otak dan cerebellum baik
KESAN: Tampak lesi hiperdens pada lobus temporal kiri
1.5 RESUME
Ny.S datang ke IGD RSUD Kardinah dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah
kanan 3 jam SMRS. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat pasien melakukan selesai
melakukan sholat dhuha. Pasien juga mengeluh bicara pelo yang timbul bersamaan dengan
kelemahan pada anggota gerak bagian kanan. Keluhan nyeri kepala, mual, muntah,
penurunan kesadaran, kejang, penglihatan gelap atau pun ganda disangkal. BAK dan BAB
dalam batas normal. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan setiap bulan kontrol ke
poli jantung. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Pasien
mengonsumsi obat-obatan pengencer darah.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 82 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu 36,8oC. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan terdapat bibir mencong ke kanan saat
menyeringai, lidah tertarik ke kanan saat dijulurkan. Pemeriksaan kekuatan otot didapatkan
ekstremitas kanan mengalami kelemahan (nilai: 3). Pemeriksaan reflex patologis positif
pada Babinski dan Hoffman-tromner. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
penurunan hb (9,2 g/dL), peningkatan kolesterol total (220 mg/dL), peningkatan asam urat
(6,9 mg/dL), peningkatan glukosa sewaktu (113 mg/dL) dan peningkatan klorida (113
mmol/L). Pada pemeriksaan dengan CT-scan didapatkan kesan Tampak lesi hiperdens pada
lobus temporal kiri.

1.6 DIAGNOSIS
- Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra, parese N. VII dextra tipe UMN, parese N.
XII dextra tipe UMN
- Diagnosis topis : Hemisfer sinistra
- Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik

1.7 DIAGNOSIS BANDING


- Stroke non hemoragik

1.8 TATALAKSANA
Non Medikamentosa
• Bed rest dengan elevasi kepala 20º-30º (semivolar)
• O2 nasal kanul 3 liter/menit
• Pasang Dauer Catether
• Konsultasi rehab medik untuk fisioterapi

Medikamentosa
• IVFD Assering:Aminofluid 1:1 20 tpm
• Nicardipine 3cc/jam
• Injeksi Citicolin 2 x 1 g
• Injeksi Mecobalamin 2 x 1 g
• Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
• Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 g
• Injeksi Paracetamol 3x1 g
• Injeksi manitol
• Injeksi asam traneksamat 500mg 3x1
• Simvastatin 10 mg 1x1
• Allopuruinol 10mg 1x1

1.9 PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
ANALISIS KASUS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan data yang didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang, sehingga dapat disimpulkan pasien menderita stroke non
hemoragik. Dari anamnesis data yang menunjang adalah terdapat defisit neurologis berupa
hemiparesis dextra, bicara pelo, dan bibir mencong ke kanan yang terjadi mendadak saat setelah
sholat, tanpa didahului adanya trauma.
Diagnosa stroke semakin ditunjang dengan faktor risiko penyakit yang dimiliki oleh
pasien yaitu hipertensi dan juga riwayat penyakit jantung Ditambah lagi dengan kebiasaan
pasien yang senang makan goreng-gorengan serta jarang berolahraga. Pada pemeriksaan
penunjang juga didapatkan bahwa pasien memiliki kadar kolesterol yang tinggi.
Pemeriksaan status neurologis pada nervus kranialis didapatkan kesan parese pada
N.VII dextra sentral dan N.XII dextra sentral, pada pemeriksaan motorik didapatkan penurunan
kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas dan bawah (nilai: 3). Hal ini menunjukkan terjadi
defisit neurologis pada pasien. Dilakukan sistem skoring dengan menggunakan:
• Algoritma Gajah Mada
Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (-), refleks babinski (+)  stroke non hemoragik

• Skor Siriraj
No. Gejala Simbol Penilaian Keterangan
1 Kesadaran S 0 Compos mentis
2 Muntah M 0 Tidak ada
3 Nyeri kepala N 0 Tidak ada
4 Tekanan darah D 90 mmHg Tekanan darah diastolik
5 Ateroma A 1 Ada
RUMUS = (2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 x D) - (3 x A) - 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 1) - 12
= -6
Kesimpulan: stroke iskemik (skor <-1)
Hasil dari penggunaan algoritma Gajah Mada, skor Siriraj, memberikan kesimpulan
pasien menderita stroke non hemoragik. Tetapi gold standar diagnosis dari stroke adalah
pemeriksaan CT-scan kepala. Pada pemeriksaan CT-scan kepala didapatkan adanya lesi
hiperdens pada daerah lobus temporal kiri. Hal ini dapat mengindikasikan adanya suatu
perdarahan di otak.
Penatalaksanaan pada pasien stroke hemoragik adalah memperbaiki airway, breathing,
dan circulation (ABC) dengan pemberian oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksia otak,
kemudian dilakukan tirah baring dengan posisi semivolar, pemasangan dauer catether untuk
pengosongan kandung kemih untuk mencegah terjadinya retensio urin, dan pemberian cairan
intravena untuk keseimbangan cairan dan elektrolit. Kemudian dilakukan tatalaksana sesuai
penyebab, pemberian neuroprotektor, dan simptomatik.
Tatalaksana medikamentosa diberikan infus assering:aminofluid untuk memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian Citicolin memiliki sifat neuroprotektif dan
neurorestoratif, sehingga diharapkan dapat mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut dan
mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami kerusakan. Mecobalamin mengandung
vitamin B12 yang memegang peranan penting dalam pembentukan sel darah serta dapat
menjadi suplemen yang dapat menjaga fungsi pada sel saraf dan sel otak sehingga membantu
dalam proses pemulihan..
Pemberian Ranitidin sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah terjadinya stress
ulcer, karena lesi pada otak dapat meningkatkan rangsangan simpatis sehingga dapat terjadi
peningkatan kortisol yang menyebabkan terjadinya peningkatan asam lambung. Selain tata
laksana yang telah diberikan, fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar dapat memperbaiki
fungsi motorik sehingga diharapkan pasien dapat kembali menjalakan aktivitas sehari-hari.
Prognosis ad vitam pada kasus ini bonam karena dilihat dari keadaan umum pasien yang
masih baik. Prognosis ad fungsionam adalah dubia ad bonam karena sangat bergantung pada
luasnya lesi juga kepatuhan pasien dalam pengobatan dan melakukan fisioterapi. Prognosis ad
sanationam adalah dubia ad malam karena adanya faktor risiko hipertensi yang perlu
diperhatikan dan dikontrol baik dengan pengobatan maupun perubahan gaya hidup, untuk
mencegah terjadinya stroke yang memberat serta factor dari penyakit jantung pasien itu sendiri.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi vaskularisasi saraf pusat


Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis
interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri
dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus
dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk
otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus
temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal
di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula
oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3
kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai
sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan
bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri
permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang
arteri serebri lainya.1

Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem


kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni lingkungan
pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans
anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media
posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara
arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui
arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih
terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak
ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak
melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan
sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan
seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.1

B. Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebra basilaris
terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran
darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah
tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas
darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang
terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan
faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi
sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi
normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya
seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam
(pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun,
PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah
yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan
terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1

STROKE HEMORAGIK

A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatic.1
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung
ke dalam jaringan otak 2

B. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:3

 Hipertensi
Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat hipertensi yang
tidak terkontrol; resiko tahunan perdarahan rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan
pengobatan hipertensi; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
 Arteriovenous Malformation
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan vena; resiko
tahunan perdarahan rekuren adalah 18%; dapat dikurangi dengan eksisi bedah,
embolisasi, dan radiosurgery; diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan
angiografi konvensional.
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,gangguan fungsi hati,
komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Neoplasma intracranial
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular; outcome
jangka panjang ditentukan oleh karakterisitik dari neoplasma tersebut; diagnosis
berdasrkan gambaran MRI.
 Aneurisma intracranial
Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya berhubungan dengan
perdarahan subarachnoid; Resiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan
pertama, dimana berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan
endovascular coils dapat secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren;
diagnosis berdasarkan imaging sperti MRI dan angiografi.
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri veretbral, dan acute
necrotizing haemorrhagic encephalitis

C. Faktor Resiko
Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam table berikut : 4
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar
30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka
yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10
tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko
stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya
umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan
bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki
dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke.
Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali
lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya
meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa
riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar
17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan
bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk
segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan
kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum,
dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat
terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah
55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda.
Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek
pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-
sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan
miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan
autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya
hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas
rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak
berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada orang
dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

D. Klasifikasi Stroke
1. Stroke Non Hemoragik
2. Stroke Hemoragik

Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Stroke Non-Hemoragik

Gejala Klinis Stroke Hemoragik Stroke Non


PIS PSA Hemoragik
1. Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan
2. SIS sebelumnya Amat jarang - +/ biasa
3. Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak ada
5. Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi
di batang otak
6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
7. Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
8. Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
9. Hemiparesis Sering sejak Tidak ada Sering dari awal
awal
10. Deviasi mata Bisa ada Tidak ada mungkin ada
11. Gangguan bicara Sering Jarang Sering
12. Likuor Sering berdarah Selalu Jernih
berdarah
13. Perdarahan Subhialoid Tak ada Bisa ada Tak ada
14. Paresis/gangguan N III - Mungkin (+) -
Stillwell, susan. 2011. pedoman keperawatan kritis. Jakarta : EGC

E. Patofisiologis Stroke Hemoragik


Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana tekanan darah
diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan pecah atau ruptur
arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan/atau subarakhnoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah distal dari tempat dinding
arteri pecah tidak lagi kebagian darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian
menjadi infark yang tersiram darah ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak
berfungsi lagi sehingga menimbulkan deficit neurologik, yang biasanya menimbulkan
hemiparalisis. Dan darah ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan hematom yang
cepat menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral batang otak.
Keadaan demikian menimbulkan koma dengan tanda-tanda neurologik yang sesuai dengan
kompresi akut terhadap batang otak secara rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil,
pernapasan, tekanan darah sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran
hemoragia intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau
hemorrhagic stroke.5
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula interna.
Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa disitu terdapat aneurisme
kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada
orang-orang dengan hipertensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsure
elastic dari dinding arteri. Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah dengan beban
tekanan darah tinggi, maka timbullah beberapa pengembungan kecil setempat yang dinamakan
aneurismata Charcot Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas, aneurismata tersebut
berkembang terutama pada rami perforantes arteria serebri media yaitu arteria lentikolustriata.
Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti sewaktu orang marah, mengeluarkan tenaga
banyak dan sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah. Pada saat itu juga, orangnya jatuh
pingsan, nafas mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tanda-tanda hemiplegia. Oleh
karena stress yang menjadi factor presipitasi, maka stroke hemorrhagic ini juga dikenal sebagai
“stress stroke”.5
Pada orang-orang muda dapat juga terjadi perdarahan akibat pecahnya aneurisme
ekstraserebral. Aneurisme tersebut biasanya congenital dan 90% terletak di bagian depan
sirkulus Willisi. Tiga tempat yang paling sering beraneurisme adalah pangkal arteria serebri
anterior, pangkal arteria komunikans anterior dan tempat percabangan arteria serebri media di
bagian depan dari sulkus lateralis serebri. Aneurisme yang terletak di system vertebrobasiler
paling sering dijumpai pada pangkal arteria serebeli posterior inferior, dan pada percabangan
arteria basilaris terdepan, yang merupakan pangkal arteria serebri posterior.5
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan intraandominal,
aneurisma ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang menimbulkan gambaran
penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcor
Bouchard. Pada umumnya factor presipitasi tidak jelas. Maka perdarahan akibat pecahnya
aneurisme ekstraserebral yang berimplikasi juga bahwa aneurisme itu terletak subarakhnoidal,
dinamakan hemoragia subduralis spontanea atau hemoragia subdural primer.5

F. Patogenesis Stroke Hemoragik


1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang
tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini
(disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.4
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor,
peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan
dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan
meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.4

2. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.4
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika
perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah
perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.4
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi
jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang
terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri
menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.4

G. Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya
ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.6
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri. Jika cerebellum yang terlibat, pasien
beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan
penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari
keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus,
mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota.7

A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan,
kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang.
Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan
hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.7

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan
sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:7
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit
kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.7
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa
bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 7
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus,
sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 6
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan
pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 6,7
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 6,7
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari
pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan
atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami
bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

H. Diagnosis
1.Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia,
atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul
sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian
terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau
onset stroke seperti:
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.8
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke
seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.8
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi
serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun
harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan
otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s
palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.8,9

2.Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan
penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.10
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka
penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan
koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit
jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara
peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.10

3.Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).10

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon
sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan
gray-white matter.10
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan
scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi
menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.10
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA
juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.10
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.10

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu,
modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG
dan foto thoraks.10
d) Siriraj Hospital Score

Versi orisinal:

= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x


tekanan darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.

Versi disederhanakan:

= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x


tekanan darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12.

Kesadaran:

Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2


Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai
perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya
keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. Sistem
grading yang dipakai antara lain11 :
 Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
V Koma

I. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


a) Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang

1) Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Terapi medik pada PIS akut:9
a. Terapi hemostatik
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

2) Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid 9


1. Pedoman Tatalaksana
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif:
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah
rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda
dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan
grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis
lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki
deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang
diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral
perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien
yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.

5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-
12 g/hari.1

6. Antihipertensi
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS)
tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan
operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan NaCl
hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak
melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.

8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran
yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan
kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100
mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.
Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak
kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-
faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri
media.

9. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya
kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal
ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan
infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan


a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari

J. Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan
selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun
sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga
kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat.
Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian
maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29,
2012.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta.
2006
4. World Health Organization, 2011. International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems 10th Revision. World Health Organization
5. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000
6. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007
7. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 2011.185;38(4): 247-250.
8. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
9. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
10. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
11. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On : Aug 18th, 2018

Anda mungkin juga menyukai