STROKE HEMORAGIK
Penguji:
dr. Haryo Teguh, Sp.S, M.Si.Med
Disusun oleh:
Natsir Belkaoui Muhammad
030.13.139
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada hari jumat tanggal 17
Agustus 2018 pukul 10.00 di ruang rawat inap Unit Stroke Rumah Sakit Umum Daerah
Kardinah kota Tegal.
a. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kanan 3 jam sebelum masuk Rumah sakit.
b. Keluhan Tambahan
Bicara pelo.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny.S datang ke IGD RSUD Kardinah dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah
kanan sejak 3 jam SMRS. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat pasien selesai melakukan
sholat dhuha. Pasien juga mengeluh merasakan bicara pelo yang timbul bersamaan dengan
kelemahan pada anggota gerak bagian kanan. Keluhan nyeri kepala, mual, muntah,
penurunan kesadaran, kejang, penglihatan gelap atau pun ganda disangkal. BAK dan BAB
dalam batas normal.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan setiap bulan kontrol ke poli jantung.
Pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, DM disangkal, riwayat maag,
riwayat trauma kepala disangkal, riwayat keluhan serupa disangkal.
e. Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan bahwa di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa.
Riwayat keluhan penyakit jantung, hipertensi, DM disangkal oleh pasien
f. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok disangkal. Pasien sehari-hari mengurus pekerjaan rumah tangga serta
senang memakan goreng-gorengan dan jarang berolahraga
g. Riwayat Obat
Pasien mengonsumsi obat-obatan pengencer darah
B. Status generalis
Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata, tidak
terdapat jejas atau bekas luka
Mata: pupil isokor, refleks pupil +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-
Telinga: normotia +/+, deformitas -/-, kemerahan -/-, oedem -/-,
serumen -/-, nyeri tekan -/-, nyeri tarik -/-
Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Mulut: trismus (-), mukosa bibir merah muda, sianosis (-), gusi
kemerahaan (-) oedem (-), plak gigi (-)
Tenggorok: arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula di tengah
Leher KGB dan kelenjar tiroid tidak membesar
Thorax Inspeksi: bentuk dada fusiformis, gerak dinding dada simetris saat
statis maupun dinamis, tipe pernapasan torakoabdominal, sela iga
normal, sternum datar, retraksi sela iga (-)
Palpasi: pernapasan simetris, iktus cordis teraba di ICS VI linea
midclavicularis sinistra
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan hepar setinggi
ICS VI linea midclavicularis dextra dengan perkusi redup, batas
bawah paru dan lambung setinggi ICS VIII linea axillaris anterior
sinistra dengan perkusi timpani. Batas paru dan jantung kanan
setinggi ICS IV linea parasternal dextra, batas paru dan jantung kiri
setinggi ICS VI linea midclavicularis sinistra, batas atas jantung ICS
II linea parasternalis sinistra, pinggang jantung setinggi ICS III linea
parasternal sinistra
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-, Bunyi
Jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi: datar, ikterik (-), eritema (-), spider naevi (-), benjolan (-)
Auskultasi: bising usus 2x/menit, arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar
dan lien tidak membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-)
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-
Kulit Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor baik
C. Status neurologis
- Kesadaran dan Fungsi Luhur
GCS: E4V5M6
- Rangsangan Meningeal
• Kaku kuduk :-
• Brudzinsky 1 :-
• Brudzinsky 2 :-
• Brudzinsky 3 :-
• Brudzinsky 4 :-
• Kernig : -/-
• Laseque : -/-
- Nervus Cranialis
1. N I (Olfaktorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. N II (Optikus)
• Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. N III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
• Gerakan bola mata : Tidak ada hambatan dalam gerak bola mata
• Ptosis :-/-
• Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
• Refleks pupil : Langsung + / +, tidak langsung + / +
4. N V (Trigeminus)
Sensorik
• N-V1 (ophtalmicus) : + / +
• N-V2 (maksilaris) :+/+
• N-V3 (mandibularis) : + / +
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)
Motorik : N / N (dapat merapatkan gigi dan membuka mulut)
Refleks kornea :+/+
5. N VII (Fasialis)
Sensorik (pengecap) : Tidak dilakukan pemeriksaan
Motorik (statis dan dinamis)
• Angkat alis :+/+
• Menutup mata :+/+
• Menyeringai : Tidak simetris
6. N VIII (Vestibulocochlearis)
Keseimbangan
• Nistagmus : Tidak ditemukan
Pendengaran
• Tes Rinne, Schwabach, Weber: Tidak dilakukan pemeriksaan
7. N IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
• Refleks menelan : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Refleks muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Refleks batuk : Tidak dilakukan pem,eriksaan
• Posisi uvula : Deviasi (-)
• Posisi arkus faring : Simetris
8. N XI (Akesorius)
• Kekuatan M. Sternocleidomastoideus: + / +
• Kekuatan M. Trapezius: Tidak dilakukan pemeriksaan
9. N XII (Hipoglosus)
• Tremor lidah :-
• Atrofi lidah :-
• Ujung lidah saat dijulurkan : Tertarik ke sebelah kanan
• Fasikulasi :-
- Pemeriksaan Motorik
1. Kekuatan otot
3333 5555
3333 5555
Pemeriksaan Kekuatan Tonus Atrofi
Ekstremitas atas Parese kanan baik/baik -/-
Ekstremitas bawah Parese kanan baik/baik -/-
2. Refleks
Refleks Fisiologis
• Biceps :+/+
• Triceps :+/+
• Achilles : +/+
• Patella : +/+
Refleks Patologis
• Babinski :+/-
• Oppenheim :-/-
• Chaddock :-/-
• Gordon :-/-
• Scaeffer :-/-
• Hoffman-Trommer :+/-
- Pemeriksaan sensorik
Eksteroseptif Propioseptif
Raba: + / + Rasa gerak: + / +
Nyeri: + / + Rasa tekan: + / +
- Celebellar sign
Sistem Koordinasi
1. Romberg Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Tandem Walking : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Finger to Finger Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Finger to Nose Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sistem Ekstrapiramidal
• Tremor, chorea, balismus : - / -
CT-Scan kepala
Tampak lesi hiperdens pada lobus temporal kiri
Differensiasi substansia alba dan substansia grisea tampak normal
Sulkus kortikalis dan fissure Sylvii tampak normal
Ventrikel kanan, kiri, III, dan IV tampak normal
Cisterna tampak normal
Tak tampak midline shifting
Batang otak dan cerebellum baik
KESAN: Tampak lesi hiperdens pada lobus temporal kiri
1.5 RESUME
Ny.S datang ke IGD RSUD Kardinah dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah
kanan 3 jam SMRS. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat pasien melakukan selesai
melakukan sholat dhuha. Pasien juga mengeluh bicara pelo yang timbul bersamaan dengan
kelemahan pada anggota gerak bagian kanan. Keluhan nyeri kepala, mual, muntah,
penurunan kesadaran, kejang, penglihatan gelap atau pun ganda disangkal. BAK dan BAB
dalam batas normal. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan setiap bulan kontrol ke
poli jantung. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Pasien
mengonsumsi obat-obatan pengencer darah.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/90 mmHg, nadi 82 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu 36,8oC. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan terdapat bibir mencong ke kanan saat
menyeringai, lidah tertarik ke kanan saat dijulurkan. Pemeriksaan kekuatan otot didapatkan
ekstremitas kanan mengalami kelemahan (nilai: 3). Pemeriksaan reflex patologis positif
pada Babinski dan Hoffman-tromner. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
penurunan hb (9,2 g/dL), peningkatan kolesterol total (220 mg/dL), peningkatan asam urat
(6,9 mg/dL), peningkatan glukosa sewaktu (113 mg/dL) dan peningkatan klorida (113
mmol/L). Pada pemeriksaan dengan CT-scan didapatkan kesan Tampak lesi hiperdens pada
lobus temporal kiri.
1.6 DIAGNOSIS
- Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra, parese N. VII dextra tipe UMN, parese N.
XII dextra tipe UMN
- Diagnosis topis : Hemisfer sinistra
- Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik
1.8 TATALAKSANA
Non Medikamentosa
• Bed rest dengan elevasi kepala 20º-30º (semivolar)
• O2 nasal kanul 3 liter/menit
• Pasang Dauer Catether
• Konsultasi rehab medik untuk fisioterapi
Medikamentosa
• IVFD Assering:Aminofluid 1:1 20 tpm
• Nicardipine 3cc/jam
• Injeksi Citicolin 2 x 1 g
• Injeksi Mecobalamin 2 x 1 g
• Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
• Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 g
• Injeksi Paracetamol 3x1 g
• Injeksi manitol
• Injeksi asam traneksamat 500mg 3x1
• Simvastatin 10 mg 1x1
• Allopuruinol 10mg 1x1
1.9 PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
ANALISIS KASUS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan data yang didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang, sehingga dapat disimpulkan pasien menderita stroke non
hemoragik. Dari anamnesis data yang menunjang adalah terdapat defisit neurologis berupa
hemiparesis dextra, bicara pelo, dan bibir mencong ke kanan yang terjadi mendadak saat setelah
sholat, tanpa didahului adanya trauma.
Diagnosa stroke semakin ditunjang dengan faktor risiko penyakit yang dimiliki oleh
pasien yaitu hipertensi dan juga riwayat penyakit jantung Ditambah lagi dengan kebiasaan
pasien yang senang makan goreng-gorengan serta jarang berolahraga. Pada pemeriksaan
penunjang juga didapatkan bahwa pasien memiliki kadar kolesterol yang tinggi.
Pemeriksaan status neurologis pada nervus kranialis didapatkan kesan parese pada
N.VII dextra sentral dan N.XII dextra sentral, pada pemeriksaan motorik didapatkan penurunan
kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas dan bawah (nilai: 3). Hal ini menunjukkan terjadi
defisit neurologis pada pasien. Dilakukan sistem skoring dengan menggunakan:
• Algoritma Gajah Mada
Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (-), refleks babinski (+) stroke non hemoragik
• Skor Siriraj
No. Gejala Simbol Penilaian Keterangan
1 Kesadaran S 0 Compos mentis
2 Muntah M 0 Tidak ada
3 Nyeri kepala N 0 Tidak ada
4 Tekanan darah D 90 mmHg Tekanan darah diastolik
5 Ateroma A 1 Ada
RUMUS = (2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 x D) - (3 x A) - 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 1) - 12
= -6
Kesimpulan: stroke iskemik (skor <-1)
Hasil dari penggunaan algoritma Gajah Mada, skor Siriraj, memberikan kesimpulan
pasien menderita stroke non hemoragik. Tetapi gold standar diagnosis dari stroke adalah
pemeriksaan CT-scan kepala. Pada pemeriksaan CT-scan kepala didapatkan adanya lesi
hiperdens pada daerah lobus temporal kiri. Hal ini dapat mengindikasikan adanya suatu
perdarahan di otak.
Penatalaksanaan pada pasien stroke hemoragik adalah memperbaiki airway, breathing,
dan circulation (ABC) dengan pemberian oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksia otak,
kemudian dilakukan tirah baring dengan posisi semivolar, pemasangan dauer catether untuk
pengosongan kandung kemih untuk mencegah terjadinya retensio urin, dan pemberian cairan
intravena untuk keseimbangan cairan dan elektrolit. Kemudian dilakukan tatalaksana sesuai
penyebab, pemberian neuroprotektor, dan simptomatik.
Tatalaksana medikamentosa diberikan infus assering:aminofluid untuk memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian Citicolin memiliki sifat neuroprotektif dan
neurorestoratif, sehingga diharapkan dapat mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut dan
mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami kerusakan. Mecobalamin mengandung
vitamin B12 yang memegang peranan penting dalam pembentukan sel darah serta dapat
menjadi suplemen yang dapat menjaga fungsi pada sel saraf dan sel otak sehingga membantu
dalam proses pemulihan..
Pemberian Ranitidin sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah terjadinya stress
ulcer, karena lesi pada otak dapat meningkatkan rangsangan simpatis sehingga dapat terjadi
peningkatan kortisol yang menyebabkan terjadinya peningkatan asam lambung. Selain tata
laksana yang telah diberikan, fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar dapat memperbaiki
fungsi motorik sehingga diharapkan pasien dapat kembali menjalakan aktivitas sehari-hari.
Prognosis ad vitam pada kasus ini bonam karena dilihat dari keadaan umum pasien yang
masih baik. Prognosis ad fungsionam adalah dubia ad bonam karena sangat bergantung pada
luasnya lesi juga kepatuhan pasien dalam pengobatan dan melakukan fisioterapi. Prognosis ad
sanationam adalah dubia ad malam karena adanya faktor risiko hipertensi yang perlu
diperhatikan dan dikontrol baik dengan pengobatan maupun perubahan gaya hidup, untuk
mencegah terjadinya stroke yang memberat serta factor dari penyakit jantung pasien itu sendiri.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
B. Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebra basilaris
terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran
darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah
tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas
darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang
terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan
faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi
sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi
normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya
seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam
(pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun,
PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah
yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan
terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1
STROKE HEMORAGIK
A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatic.1
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung
ke dalam jaringan otak 2
B. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:3
Hipertensi
Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat hipertensi yang
tidak terkontrol; resiko tahunan perdarahan rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan
pengobatan hipertensi; diagnosis berdasarkan riwayat klinis.
Arteriovenous Malformation
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan vena; resiko
tahunan perdarahan rekuren adalah 18%; dapat dikurangi dengan eksisi bedah,
embolisasi, dan radiosurgery; diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan
angiografi konvensional.
Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,gangguan fungsi hati,
komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
Neoplasma intracranial
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular; outcome
jangka panjang ditentukan oleh karakterisitik dari neoplasma tersebut; diagnosis
berdasrkan gambaran MRI.
Aneurisma intracranial
Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya berhubungan dengan
perdarahan subarachnoid; Resiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan
pertama, dimana berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan
endovascular coils dapat secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren;
diagnosis berdasarkan imaging sperti MRI dan angiografi.
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri veretbral, dan acute
necrotizing haemorrhagic encephalitis
C. Faktor Resiko
Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam table berikut : 4
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar
30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka
yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10
tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko
stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya
umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan
bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki
dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke.
Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali
lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya
meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa
riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan
bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk
segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan
kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum,
dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat
terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah
55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda.
Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek
pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-
sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan
miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan
autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya
hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas
rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak
berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada orang
dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
D. Klasifikasi Stroke
1. Stroke Non Hemoragik
2. Stroke Hemoragik
2. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.4
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika
perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah
perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.4
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi
jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang
terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri
menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.4
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan,
kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang.
Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan
hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.7
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan
sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:7
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit
kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.7
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa
bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 7
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus,
sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 6
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan
pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 6,7
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 6,7
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari
pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan
atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami
bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.
H. Diagnosis
1.Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia,
atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul
sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian
terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau
onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.8
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke
seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.8
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi
serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun
harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan
otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s
palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.8,9
2.Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan
penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.10
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka
penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan
koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu,
pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit
jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara
peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.10
3.Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).10
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon
sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan
gray-white matter.10
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan
scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi
menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.10
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA
juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.10
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.10
Versi orisinal:
Versi disederhanakan:
Kesadaran:
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-
12 g/hari.1
6. Antihipertensi
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS)
tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan
operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan NaCl
hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak
melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran
yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan
kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100
mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.
Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak
kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-
faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri
media.
9. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya
kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal
ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan
infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
J. Prognosis
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga
mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan
selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun
sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga
kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat.
Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian
maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29,
2012.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta.
2006
4. World Health Organization, 2011. International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems 10th Revision. World Health Organization
5. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000
6. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007
7. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 2011.185;38(4): 247-250.
8. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
9. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
10. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
11. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On : Aug 18th, 2018