: Tetraplegi
Nama Mahasiswa
: Iin Syafaat
NIM
: H2A009023
IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Status
Pendidikan
Agama
Pekerjaan
Alamat
Dikirim oleh
No CM
Dirawat di ruang
Tanggal masuk RS
Tanggal keluar RS
: Tn. A
: 19 tahun
: laki-laki
: belum menikah
: SMA
: Islam
: Swasta
: Semarang
: 454839
:
: Dahlia 3
: 18-08-2014
:
Mengetahui,
Dokter Ruangan
Dokter Pembimbing
Koordinator Mahasiswa
DAFTAR MASALAH
NO
Masalah Aktif
Tanggal
1.
Lemah ke 4 anggota
18-08-2014
gerak
NO
Tanggal
I. SUBTEKTIF
ANAMNESA
Anamnesis dilakukan pada tanggal 18 agustus 2014 diruang Dahlia 3 RSUD Tugurejo
Semarang
1. Keluhan Utama
:
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Pasien adalah seorang anak yang bekerja dan tinggal dengan ke dua orant tua. Baiaya
rumah sakit ditanggung oleh BPJS.
II. OBYEKTIF
1. Status Praesent
KU
: tampak baik
Kesadaran
: composmentis
GCS
: E4 M6 V5 : 15
Vital sign
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 68 x/menit
RR
: 23 x/menit
Suhu
: 36,3 o C
Status Generalisata
Kepala
Mata
Telinga
Mulut
Leher
Thorax
Cor:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Pinggang jantung
sinistra
Batas kiri bawah jantung: ICS V 1cm medial Linea
mid clavicula sinistra
Batas kanan bawah jantung: ICS V Linea sternalis
dextra
Auskultasi
M1 > M2
A1 < A2
P1 < P2
Pulmo
Dextra
Sinistra
Depan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Simetris
statis
&
kanan = kiri
kanan = kiri
paru
paru
Belakang
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
kiri
kiri
paru
paru
:
: Dinding abdomen datar, spider nevi (-),
massa (-),warna kulit sama dengan warna kulit sekitar
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
2. Status Psikis
Tingkah laku
Perasaan Hati
Cara Berpikir
Daya Ingat
Kecerdasan
3. Status Neurologis
A. Kepala
Bentuk
Nyri tekan
Simetri
B. Leher
Sikap
Gerakan
Kaku kuduk
C. Saraf Kranial
N. I (Olfaktorius)
Subyektif
: dalam batas normal
Dengan Bahan
: dalam batas normal
N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan: dalam batas normal
Penglihatan Warna
: dalam batas normal
Lapang Penglihatan
: dalam batas normal
P. Fundus Okuli
: dalam batas normal
N. III (Okulomotorius)
Palpebra
: dalam batas normal
Gerakan bola mata
: dalam batas normal
Fungsi dan reaksi pupil : dalam batas normal
Ukuran pupil
: daimeter : 3 mm/3 mm
Bentuk pupil
: isokor /isokor
Reflek cahaya langsung : (+/+)
Reflek cahaya tak langsung : (+/+)
Reflek akomodatif
: dalam batas normal
Strabismus divergen
: (-)
Diplopia
: (-)
N. IV (Throklearis)
Gerakan mata ke lateral bawah : dalam batas normal
Strabismus konvergen
: (-)
Diplopia
: (-)
N. V (Trigeminus)
Menggigit
: dalam batas normal
Membuka mulut
: dalam batas normal
Sensibilitas
: dalam batas normal
Reflek Kornea
: dalam batas normal
Reflek bersin
: dalam batas normal
Reflek Masseter
: dalam batas normal
Reflek Zigomatikus
: dalam batas normal
Trismus
: (-)
N. VI (Abdusen)
Gerakan Mata ke lateral : dalam batas normal
Srabismus konvergen
: dalam batas normal
Diplopia
: (-)
N. VII (Fasialis)
Kerutan kulit dahi
: dalam batas normal
Kedipan mata
: dalam batas normal
Lakrimasi
: dalam batas normal
Sudut mulut
: (-)
Tik fasialis
: (-)
Lipatan nasolabial
: dalam batas normal
Pengecapan lidah 2/3 depan
: dalam batas normal
Reflek visual palpebra
: dalam batas normal
Reflek glabela
: (-)
Reflek aurikulo palpebra : (-)
Tanda Myerson
: (-)
Tanda Chevostek
: (-)
N. VIII (Akustikus)
Tes suara berbisik
: dalam batas normal
Tes Rinne
: dalam batas normal
Tes Weber
: dalam batas normal
Tes Schwabach
: dalam batas normal
N. IX (Glossofaringeus)
Arcus faring
: dalam batas normal
Pengecapan lidah 1/3 belakang : dalam batas normal
Reflek muntah
: dalam batas normal
Sengau
: dalam batas normal
Tersedak
: dalam batas normal
N. X (Vagus)
Arcus faring
: dalam batas normal
Bersuara (fonasi)
: dalam batas normal
Menelan
: dalam batas normal
Denyut nadi
: dalam batas normal
N. XI (Accesorius)
Memalingkan kepala
: dalam batas normal
Sikap bahu
: dalam batas normal
Mengangkat bahu
: dalam batas normal
Trofi otot bahu
: dalam batas normal
N. XII (Hipoglossus)
Sikap lidah
: dalam batas normal
Tremor lidah
: (-)
Artikulasi
: dalam batas normal
Menjulurkan lidah
: dalam batas normal
Kekuatan lidah
: dalam batas normal
Trofi otot lidah
: (-)
Fasikulasi lidah
: (-)
BADAN DAN ANGGOTA GERAK
1. BADAN
Motorik
Respirasi
Duduk
:
:
:
Kanan
dalam batas normal
dalam batas normal
menurun
:
:
:
4 / 4
dalam batas normal
dalam batas normal
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
(-)/(-)
(-)/(-)
Kiri
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
menurun/ menurun
dalam batas normal
tidak dilakukan
menurun/menurun
menurun/ menurun
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
:
:
:
(-)/(-)
:
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
III.
Tes Nafziger
Tes Valsava
: (-)
: (-)
RINGKASAN
1 SMRS ke 4 anggota gerak lemah sampai pasien tidak dapat berdiri dan berjalan,
tangan lemah tidak dapat melakukan kegiatan seperti menggenggam benda, membuka
botol dan melakukan kegiatan terampil yang lain keluhan bertamabh berat saat pasien
bekerja. Semenjak sakit tidak dapat bekerja dan tidak dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya. 1 hari sebelumnya pasien bekerja membawa beban berat di pundaknya.
Keluhan lain yang dirasakan pasien : merasa nyeri dibahu terutama pada bahu kanan,
pasien juga merasa baal pada ke 4 anggota geraknya, kesemutan pada seluruh tubuh.
Pasien juga merasa pusing, mual.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
- keadaan umum : tamapak baik,
- Kesadaran : composmentis,
- G C S : E4 M6 V5 : 15
Tanda vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 68 x/menit, reguler, isi cukup,
RR : 23 x/menit, Suhu : 36,3 0C.
Status generalisata : dalam batas normal
Status neurologis :
Motorik : 4
4
4
4
Pergerakan :
Reflek fisisologis :
Reflek patologis :
+
+
-
+
+
IV.
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
: Tetraparesis spastik
Diagnosis Topis
Diagnosis Etiologi
V.
Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Edukasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MEDULA SPINALIS
Anatomi medula spinalis
Panjang normal medula spinalis orang dewasa adalah 42-45 cm, pada bagian
superior dilanjutkan oleh batang otak, dan bagian inferior dilanjutkan oleh konus
medularis. Selama perkembangannya, kanalis sentralis mengalami perluasan
kearah lateral pada dua bagian yaitu pembesaran servical (intumensensia
servikalis) dan pembesaran lumbal (intumensia lumbalis) yang masing-masing
membentuk pleksus brakhialis dan pleksus lumbosakral. 5
Medula spinalis dibagi menjadi kira-kira 8 segmen servikal, 12 segmen torakal, 5
segmen lumbal, 5 segmen sacral, dan beberapa segmen koksigeal yang kecil.
Masing-masing segmen bervariasi dalam panjangnya, namun di dalam sumsum
tulang belakang sendiri tidak ditemukan adanya batas-batas yang tegas di antara
segmen-segmen tersebut.5
Potongan melintang dari medulla spinalis tulang belakang memperlihatkan sulkus
mediana dorsalais, kolumna dorsalais, kolumna lateralis, komissura putih ventralis,
kolumna ventralis, fisura ventralis, fisura mediana ventralis, kolumna kelabu
ventralis, komisura kelabu ventralis, kanalis sentralis, septum mediana dorsalis. 5
Masing-masing segmen medula spinalis mempunyai 4 akar serabut saraf yang
terletak di daerah ventral dan dorsal medulla spinalis, masing-masing akar
dibentuk oleh 1-8 serabut saraf. Pada akar dorsalis didapatkan ganglion spinal yang
berdekatan dengan akar ventralis, yaitu yang berisi badan-badan sel saraf. Akibat
ada perbedaan dari kecepatan pertumbuhan antara sumsum tulang belakang dan
tulang belakang, maka segmen tulang belakang mengalami pergeseran kearah atas
dari vertebra yang bersesuaian, dengan ketidaksesuaian ini pada segmen paling
bawah dibagian lumbosakral, akar-akar saraf berjalan turun ke bagian bawah
sumsum tulang belakan untuk membentuk kauda equina.6
Akar saraf spinal
Akar ventral mempunyai akson neuron motorik alfa berdiameter besar keserabut
otot lurik ekstrafusal, akson neuron motorik gama yang lebih kecil yang
Serabut saraf aferen somatic: serabut ini menghgantarkan informasi sensorik dari
kulit, sendi, dan otot ke susunan saraf pusat. Serabut ini berasal dari sel-sel
unipolar di dalam ganglion saraf spinal yang terletak pada jalan akar dorsalis.
Cabang perifer dari sel-sel ganglionik ini didistribusikan ke struktur somatik,
cabang sentral menghantar impuls sensorik melalui akar dorsalis ke kolumna
kelabu dorsalis dan jaras asenden dari sumsum tulang belakang.7
Serabut eferen visceral : Serasebut otonom ini adalah serabut motorik yang
menuju ke visceral dan juga serabut simpatetik dari segmen torakal L1,L2
didistribusikan di seluruh tubuh ke visceral, kelenjar, dan otot polos. Serabut
parasimpatik yang berada dalam ketiga saraf sakral bagian tengah menuju ke
visseral panggul bagian bawah abdomen.7
Serabut aferen visceral: serabut ini menghantarkan informasi sensorik dari veseral.
Badan selnya terdapat di dalam ganglion akar dorsalis. Hasil percobaan terbaru
menunjukkan bahwa serabut aferen visceral ada yang memasuki medulla spinalis
melalui akar ventralis.7
Zat kelabu (Gray matter)
Kolumna:
Bagian ini mengandung kanalis sentralis, kolumna kelabu ventralis,kornu anterior,
kolumna kelabu intermediolateral hanya ditemukan bagian lateral torakal lumbal
atas, tidak pada sacral tengah, bagian ini mengandung sel-sel preganglion untuk
susunan saraf otonom. Kolumna kelabu dorsalis, kornu posterior, fasikulus
dorsolateral atau traktus lissauer adalah bagian dari jaras nyeri yang terletak di
perifer medula spinalis.8
Lamina:
Lamina I, lapisan marginal yang tipis mengandung banyak neuron yang
memberikan reaksi terhadap rangsangan noksius.
Lamina II, Dikenak dengan subtansia gelatinosa yang terdiri dari neuron-neuron
kecil dan beberapa diantaranya memberikan reaksi terhadap rangsangan noksius.
mielin yang berkonduksi lambat membentuk berkas-berkas kabur pada tepi zat
putih. Fungsi dari serabut ini masih belum dapat dipahami sepenuhnya.8
Jaras dalam zat putih (white matter)
Sistem serabut desenden
Traktus kortikospinalis:
Barawal dari kortek serebri turun melalui batang otak kemudian menyilang kesisi
yang berlawanan dalam medulla spinalis turun ke kolumna putih lateral. Serabutserabut ini semuanya berakhir diseluruh kolumna kelabu ventralis. Neuron motorik
yang mempersarafi otot-otot ekstremitas bagian distal mempunyai masukan
monosinaps langsung dari traktus kortikospinal, neuron motorik yang lain
dipersarafi oleh interneuron secara polisinaps.8
Traktus vestibulospinalis:
Traktus ini berasal dari nucleus vestibularis lateralis dalam batang otak dan
berjalan kebawah tanpa menyilang garis tengah pada kolumna putih ventralis
medula spinalis. Serabut-serabut ini dari traktus berproyeksi secara langsung ke
neuron motorik otot ekstensor. Sistem ini mempermudah gerakan-gerakan cepat
sebagai reaksi terhadap perubahan mendadak dalam posisi tubuh missalnya jatuh.
Searabut-serabut ini juga mempengaruhi lepas muatan (discharge) dari neuron
motorik gama.8
Traktus rubrospinalis:
Searabut ini berasal dari nucleus ruber kontralateral dalam batang otak dan
berjalan didalam kolumna putih lateralis. Traktus ini berproyeksi ke interneuron di
dalam kolumna kelabu dan berperan sebagai fungsi motorik.8
Sistem retikulospinalis:
Traktus ini muncul dari formasi retikuler batang otak dan turun ke dalam kolumna
putih ventralis maupun lateralis. Serabut-serabut yang berakhir pada kolumna
putih dorsalis sebagai modikfikasi trasmisi perasaan dari tubuh terutama rasa
nyeri dan beberapa dari serabut ini merupakan serotonergik.8
Penampang melintang MS
c.
kegiatan olahraga
d.
luka tusuk atau tembak
Adapun non trauma sebagai berikut:
a.
spondilitis serfikal
b.
ruang miolopati
c.
myelitis
d.
osteoporosis
e.
tumor.
C. Patofisiologi trauma Medula Spinalis
Columna vertebra berfungsi menyokong tulang belakang dan melindungi modula spinalis
serta syaraf-syarafnya. trauma medula spinalis akibat columna vertebra atau ligment.
Umumnya tempat cedara adalah pada segmen C1 -2, C4-6 dan T11 L2. trauma modula
spinalis mengakibatkan perdarahan pada gray matter medulla, edema pada jam-jam
pertama pasca trauma.
Mekanisme utama terjadi cedera vertebra adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi trauma
kompresi vertical dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi. Cedera karena hiperekstensi
paling umum terjadi pada area cerfical dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi
sampai deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi terjadi akibat regangan / tarikan yang
berlebihan, kopresi dan perubahan bentuk dan modula spinalis secara tiba-tiba. Trauma
kopresi vertical umumnya terjadi pada area thorak lumbal dari T12 L2, terjadi akibat
kekuatan gaya sepanjang aksis tubuh dari atas sehingga mengakibatkan kompresi medula
spinalis kerusakan akar syaraf disertai serpihan vertebrata.
Kerusakan medula spinalis akibat kompersi tulang, herniasi disk, hematoma, edema,
regangan dari jaringan syaraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya perdarahan
akibat trauma dari gray sampai white matter menurunkan perfusi vaskuler dan
menurunnya kadar oksigen mengakibatkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut
lebih lanjut mengabatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white
matter akan kembali normal kurang lebih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme
yang terjadi adalah meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar
oksigen secara cepat 30 menit setelah trauma, meningkatnya kosentrasi norepprinehine.
Meningkatnya norepprinehine disebabkan karena evek iskemia rupture vaskuler atau
nekrosis jaringan syaraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock). Jika terjadi
keruskan secara transfersal sehingga mengakibatkan pemotongan komplit rangsangan.
Autonomic dysreflesia terjadi pada cedera thorakal enam ke atas, di mana pasien
mengalami gangguan reflex autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi
paroksimal, distensi bladder.
6.
Gangguan fungsi seksual
Banyak kasus memperlihatkan pada laki-laki adanya impotensi, menurunnya sensasi dan
kesulitan ejakulasi. Pasien dapat dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.
F. Komplikasi trauma Medula Spinalis
Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :
Neurogenik shock
Hipoksia
Gangguan paru-paru
Instabilitas spinal
Orthostatic hypotensi
Ileus paralitik
Infeksi saluran kemih
Kontraktur
Dekubitus
Inkontinensia bladder
Konstipasi
G. Test Diagnostik trauma Medula Spinalis
1.
Foto rongcen : adanya fraktur vertebrata.
2.
CT Scan : adanya edema medula spinalis
3.
MRI : kemungkinan adanya kompresi, edema medula spinalis.
4.
Serum kimia : adanya hiperglikemia atau hipoglikemia ketidak seimbangan
elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan hemotoktrit.
5.
Urodinamik : proses pengosongan bladder.
H. Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis
Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:
1.
Segera dilakukan imobilisasi.
2.
Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan pemasangan
collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.
3.
Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan pemberian
oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
4. Terapi Pengobatan :
Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat autonomic
hiperrefleksia akut.
Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas bladder.
Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan tonus leher
bradder.
Antihistamin untuk menstimulus beta reseptor dari bladder dan uretra.
Agen antiulcer seperti ranitidine